Gentrifikasi, Sebuah Fenomena Perkotaan dengan Dua Sisi

Oleh : Annabel Noor Asyah

Fenomena gentrifikasi mungkin sudah lama teridentifikasi dan menjadi perbincangan di negara-negara belahan dunia ke-satu seperti di Amerika dan Eropa. Banyak sudut pandang yang menyuarakan pro dan kontranya terhadap fenomena ini karena memang gentrifikasi ibarat sebuah koin dengan dua sisi mata uang yang berbeda. Perdebatan mengenai dampak positif maupun dampak negatif dari gentrifikasi terus didengungkan hingga sekarang. Fenomena gentrifikasi yang menyangkut banyak pihak seperti pemerintah, masyarakat kelas menengah ke atas serta masyarakat kelas bawah menjadikan hal tersebut sebagai suatu hal yang rumit dan membutuhkan banyak pendekatan. Saat ini fenomena gentrifikasi sudah mulai merambah negara-negara di Asia termasuk di Indonesia.

Apa itu Gentrifikasi?

Istilah gentrifikasi pertama kali muncul pada tahun 1964 dengan pencetus pertama Ruth Glass yang merupakan seorang ahli perkotaan. Belum ada definisi pasti mengenai apa itu gentrifikasi, sehingga banyak opini dan pendapat ahli yang mencoba untuk menerjemahkan maksud dari fenomena tersebut. Menurut Lees et.al (2007), gentrifikasi merupakan sebuah proses transformasi kelas sosial atau sebidang lahan kosong di kawasan perkotaan yang tadinya dihuni oleh masyarakat kelas bawah menjadi kawasan kelompok kelas menengah yang biasanya diperuntukkan sebagai kawasan komersial. Sehingga gentrifikasi seringkali diasosiasikan sebagai bentuk penyesuaian kebutuhan kelas menengah atau kaum kapitalis. Gentrifikasi cenderung terjadi pada kawasan-kawasan yang letaknya berdekatan dengan kawasan permukiman kelas menengah atas (Guerrieri, 2013), dekat dengan pusat kota (Helms 2003), kawasan yang dilalui oleh layanan transportasi massal (Helms, 2003), dan pada kawasan yang memiliki stok perumahan lama (Kolko, 2007). Gentrifikasi juga berpotensi menyebabkan perpindahan masyarakat kelas bawah ketika kelompok ekonomi menengah atas datang dan menetap di sebuah kawasan yang mengakibatkan peningkatan harga sewa, harga bahan baku dan harga jasa sehingga secara tidak langsung akan membuat masyarakat kelas bawah tidak sanggup untuk bertahan dan pindah dari kawasan tersebut (Atkinson, 2000). Namun demikian, gentrifikasi juga disebut-sebut sebagai alat bantu yang dapat membawa perkembangan positif ekonomi kota ke arah yang lebih baik, walau terkadang dampak negatifnya lebih banyak terasa (Feagin et.al, 1990). 

Secara garis besar, terdapat dua pihak yang terlibat pada setiap proses gentrifikasi. Yang pertama adalah stakeholder yang melakukan gentrifikasi (gentrifier), dan yang kedua adalah pihak yang tergentrifikasi (gentrified people). Gentrifier biasanya diidentifikasi sebagai bagian dari masyarakat kelas menengah dan datang dari kalangan profesional. Menurut Ley (1996), terdapat dua tahapan gentrifikasi yang dilakukan oleh gentrifier, yang pertama gentrifier sebagai pioner atau yang juga disebut sebagai pihak yang tidak menyadari kemungkinan risiko yang akan terjadi (risk-oblivious). Mereka memilih lokasi di pusat kota karena nilai-nilai kultural, gaya hidup dan nilai sejarah yang terdapat pada lokasi tersebut. Yang kedua adalah kelompok yang menghindari risiko (risk-averse) yang memilih lokasi di pusat kota karena adanya peluang investasi di sana.

Berdasarkan penelitian mengenai gentrifikasi yang sudah dilakukan bertahun-tahun, pada umumnya kawasan-kawasan yang tergentrifikasi memiliki karakteristik yang mirip antara satu dan yang lainnya. Dari segi lokasi, kawasan yang tergentrifikasi cenderung berada di pusat kota. Adapun para gentrifier biasanya berasal dari kalangan profesional dan tidak terkecuali berasal dari kepemerintahan. Status sosial para gentrifier cenderung beragam namun pada umumnya datang dari kelas menengah ke atas. Tabel di bawah ini merupakan rangkuman dari karakteristik fenomena gentrifikasi yang terjadi di berbagai negara:

Karakteristik Gentrifikasi di Berbagai Belahan Dunia
Sumber: Uzun, 2002

Sisi Negatif Gentrifikasi

Setelah memahami definisi, karakteristik serta pelaku dalam fenomena gentrifikasi, selanjutnya akan dibahas mengenai dampak negatif dari fenomena tersebut. Walaupun masih menjadi perdebatan hingga sekarang, banyak ahli perkotaan yang berpendapat bahwa gentrifikasi pada umumnya akan merugikan sebagian unsur masyarakat perkotaan yaitu masyarakat marginal. Gentrifikasi kerap disebut sebagai kolonialisme di era modern. Mengapa demikian?

Sama halnya dengan kolonialisme, gentrifikasi tidak hanya merampas kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat lokal dan melemahkan kondisi ekonomi mereka, tetapi juga menyangkut ketidakseimbangan kondisi sosial dan rasial. Gentrifikasi mendorong terjadinya kapitalisme melalui permintaan pasar (pembangunan real estate), namun sekaligus membuat masyarakat yang tinggal lebih dulu di kawasan tersebut angkat kaki (Wharton et.al, 2008). Perpindahan masyarakat kelas bawah kemudian dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan karakteristiknya. Yang pertama, perpindahan karena adanya paksaan (involuntary). Dan yang kedua adalah proses perpindahan yang dilakukan secara swadaya atau sering disebut dengan voluntary.

Pada jenis perpindahan yang pertama (involuntary), biasanya terjadi pada masyarakat yang tidak memiliki kejelasan terhadap status lahan sehingga ketika terdapat pembangunan properti (untuk komersial atau residensial) yang berlokasi di lahan huniannya, mau tidak mau masyarakat harus menyerahkan lahannya untuk keberlangsungan pembangunan. Walaupun biasanya hal tersebut juga disertai dengan biaya kompensasi. Sedangkan pada jenis perpindahan yang kedua (voluntary), biasanya didahului oleh naiknya harga sewa properti di kawasan tersebut sehingga mengakibatkan ketidakmampuan membayar uang sewa bagi penghuni kontrak dan memutuskan untuk melakukan perpindahan. Jenis perpindahan yang kedua ini juga dapat diinisiasi oleh meningkatnya harga jual properti, sehingga masyarakat penghuni eksisting melihat peluang untuk menjual propertinya dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari sebelumnya. Meningkatnya harga sewa dan harga jual ini biasanya terjadi secara perlahan sehingga fenomena gentrifikasi terkesan tidak kasat mata.

Sisi Positif Gentrifikasi

Meskipun banyak penelitian yang mengatakan bahwa gentrifikasi akan merugikan masyarakat marginal dan merampas hak-hak kehidupan mereka, tidak sedikit pula hasil penelitian dan pendapat ahli yang mengatakan bahwa gentrifikasi juga memberikan dampak positif terhadap kehidupan masyarakat, terutama bagi perkembangan kawasan perkotaan kedepannya. Menurut Atkinson (2002), gentrifikasi merupakan suatu proses yang mendukung upaya revitalisasi dan perbaikan kawasan perkotaan. Gentrifikasi oleh sebagian orang dianggap sebagai pertanda baik bagi pertumbuhan ekonomi.

Dilansir dari laman money.howstuffworks.com dengan direvitalisasinya sebuah kawasan perkotaan, tentu akan meningkatkan ketertarikan untuk berinvestasi bagi para investor. Hal tersebut berpotensi meningkatkan kondisi ekonomi perkotaan ke arah yang lebih baik. Selain itu dengan meningkatnya perputaran uang di kawasan yang tergentrifikasi melalui revitalisasi kota, banyak aspek kehidupan bermasyarakat yang berpotensi terkena dampak positif. Seperti, bangunan dan ruang hijau yang direnovasi akan menambah keindahan dan nilai estetis suatu kawasan; banyaknya peluang kerja baru yang tersedia setelah meningkatnya konstruksi pembangunan pusat perbelanjaan dan perkantoran; menurunnya tingkat kriminal pada suatu kawasan karena menjadi sebuah kawasan yang lebih ramai; dan kualitas lingkungan yang lebih baik juga lebih bersih dapat dinikmati oleh masyarakat eksisting melalui kehadiran dari masyarakat kelas menengah. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian dari University of Colorado, University of Pittsburgh dan Duke University pada tahun 2008 yang meneliti tentang pendapatan total pada kawasan yang tergentrifikasi pada rentang waktu tertentu. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa kelompok masyarakat yang paling tinggi peningkatan pendapatannya adalah masyarakat kelas bawah dengan jenjang pendidikan minimal SMA. Hal tersebut menjadi salah satu contoh bahwa fenomena gentrifikasi tidak selamanya memarjinalkan masyarakat kelas bawah. 

Ellen dan O’Regan (2011) juga menemukan bahwa tidak adanya peningkatan intensitas atas berpindahnya masyarakat marginal yang terjadi dalam periode pertumbuhan ekonomi pada tahun 1990an. Hasil penelitian ini patut dipertimbangkan mengingat ciri utama dari gentrifikasi adalah terjadinya aktivitas eksodus oleh masyarakat berpenghasilan rendah atau kalangan minoritas yang tergentrifikasi. Selain itu, Vidgor (2010), menggunakan data dari American Housing Survey dan menemukan bahwa revitalisasi sebenarnya menguntungkan bagi seluruh masyarakat melalui peningkatan harga, melalui peningkatan harga sewa maupun harga beli properti. Hal tersebut berbanding lurus dengan perubahan yang disebabkan oleh proses revitalisasi kota. 

Kesimpulan

Gentrifikasi merupakan sebuah fenomena yang sering terjadi di kawasan perkotaan, baik yang prosesnya disadari maupun tidak. Perubahan karakteristik penghuni suatu kawasan, dari kelas menengah ke bawah menjadi kelas menengah ke atas seringkali dipandang merampas hak-hak kehidupan masyarakat yang terdampak. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa fenomena gentrifikasi yang biasanya sejalan dengan proses revitalisasi kota juga memberikan manfaat yang tidak sedikit terhadap perkembangan suatu kota. Gentrifikasi sendiri awalnya dikenal di negara-negara di belahan dunia ke-satu, yang disadari setelah meningkatnya harga sewa perumahan setelah masyarakat menengah ke atas bermukim di suatu kawasan marjinal. Saat ini, gentrifikasi juga kerap ditemui di negara-negara global south, tidak terkecuali di Indonesia. Lantas, bagaimanakah bentuk fenomena gentrifikasi yang terlihat di kota-kota di Indonesia? Bagaimanakah seharusnya peran pemerintah menyikapi fenomena ini mengingat banyaknya kepentingan yang ikut andil dalam satu proses gentrifikasi?

Daftar Pustaka

Pratiyudha, P.P. 2019. Gentrifikasi dan Akar-Akar Masalah Sosial: Menakar Identifikasi, Diagnosis, dan Treatment Proses Gentrifikasi Sebagai Masalah Sosial. Reka Ruang

Uzun, C.N. 2002. The Impact of Urban Renewal and Gentrification on Urban Fabric: Three Cases in Turkey. Middle East Technical University Ankara.

Ley, D. 1996. The New Middle Class and the Remaking of the Central City. New York: Oxford University Press.

Mathema, S. 2013. Gentrification An Updated Literature Review. Poverty & Race Research Action Council.

Wharton, J.L. 2008. Gentrification: The New Colonialism in the Modern Era. Stevens Institute of Technology.

https://money.howstuffworks.com/gentrification2.htm

1 reply

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *