Pos

Langkah-Langkah Membuat Peta Dasar Skala Besar

Dalam kaitannya dengan pembangunan nasional berkelanjutan, peta dasar skala besar sangat diperlukan untuk mendukung dalam pengambilan kebijakan baik perencanaan tata ruang maupun kebijakan lainnya. Saat ini, ketersediaan peta dasar skala besar masih minim. Berdasarkan hal tersebut, peta dasar skala besar menjadi skala prioritas pemerintah khususnya dalam perencanaan tata ruang di setiap wilayah Indonesia. Apa itu peta dasar? Apa kegunaan peta skala besar? Yuk kita simak.

Mengenal Peta Dasar

Dalam suatu rencana pembangunan, data spasial memiliki peranan yang sangat penting. Adapun peranan penting data spasial adalah sebagai data teknis dalam operasional di lapangan (Humas UGM, 2009). Data spasial sendiri merupakan data yang menyimpan komponen-komponen permukaan bumi, seperti jalan, pemukiman, jenis penggunaan.  Bentuk visual dari data spasial adalah peta. Pengertian peta sendiri adalah gambaran permukaan bumi dengan skala tertentu, digambar pada bidang datar melalui sistem proyeksi tertentu (Prihandito, 1989). 

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013, Peta dasar merupakan peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di permukaan bumi, digambarakan pada suatu bidang datar dengan skala, penomoran, proyeksi, dan georeferensi tertentu. Peta dasar digunakan sebagai acuan dalam pembuatan peta tematik yang digunakan dalam penyusunan peta rencana tata ruang sebagai bahan pertimbangan pengumpulan data dan Informasi penyusunan RDTR suatu daerah yang sesuai dengan ketelitian dan spesifikasi teknis yang meliputi kerincian, kelengkapan data dan atau informasi georeferensi dan tematik, skala, akurasi, format penyimpanan digital termasuk kode unsur, penyajian kartografis mencakup simbol, warna, arsiran dan notasi serta kelengkapan muatan peta. Peta dasar disajikan dalam beberapa kategori skala yaitu skala besar, skala sedang, dan skala kecil. Semakin besar skala pada peta, semakin rinci juga data yang akan didapatkan. 

Peta dasar menyajikan informasi geospasial atau objek-objek di permukaan bumi yang dapat diidentifikasi langsung. Informasi yang tercakup di peta dasar meliputi garis pantai; unsur perairan seperti sungai, danau dan waduk; unsur hipsografi atau bentuk permukaan bumi seperti kontur dan titik ketinggian; batas wilayah yakni batas administrasi dan batas negara; nama geografis (nama dari objek di permukaan bumi) seperti nama jalan, nama sungai dan nama gedung. Kemudian, unsur transportasi seperti jalan, jembatan, terminal dan bandara, dan utilitas seperti jaringan listrik, jaringan pipa minyak dan gas; unsur bangunan dan fasilitas umum seperti gedung, rumah, sekolah, rumah ibadah, rumah sakit, serta unsur penutup lahan seperti sawah, hutan, kebun dan pemukiman.

Peta Dasar Skala Besar 

Menurut Prahasta (2001) peta berdasarkan skalanya yaitu: peta skala besar, peta skala sedang dan peta skala kecil. Dalam Peraturan Badan Informasi Geospasial Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Standar Pengumpulan Data Geospasial Dasar Untuk Pembuatan Peta Dasar Skala Besar. Skala peta yang termasuk dalam peta skala besar adalah 1 : 1.000, 1: 2.500, 1: 5.000, 1:10.000. Pengumpulan data geospasial dasar untuk pembuatan peta skala besar dilakukan dengan:

  1. Survei pemotretan udara menggunakan kamera metrik
  2. Survei pemotretan udara menggunakan kamera non-metrik
  3. Survei LiDAR (Light Detection and Ranging) 

Kegunaan Peta Skala 1 : 1.000

Peta dasar dengan skala 1 : 1000 sangat berguna untuk pengambilan kebijakan, Adapun beberapa kegunaan lainnya adalah:

  1. Untuk bahan pertimbangan pengumpulan data dan Informasi penyusunan RDTR
  2. Sebagai masterplan kawasan/ perumahan
  3. Untuk bahan pertimbangan dalam penyusunan RTBL
  4. Untuk peta kebencanaan
  5. Untuk peta infrastruktur
  6. Peta batas administrasi RT/RW

Pembuatan peta skala 1 : 1000 yang akan dibahas menggunakan sumber data foto udara dan Light Detection And Ranging (LiDAR). Foto udara digunakan untuk mendapatkan nilai koordinat X dan Y dalam peta, sedangkan LiDAR digunakan untuk mendapatkan nilai koordinat Z (ketinggian) dalam peta. Metode survei pemotretan udara menggunakan kamera non-metrik.

Langkah-Langkah Pembuatan Peta Skala 1 : 1000

Langkah-langkah pembuatan peta skala 1 : 1000 ini beracuan pada Lampiran II dan Lampiran III Peraturan Badan Informasi Geospasial Nomor 1 tahun 2020 tentang Standar Pengumpulan Data Geospasial Dasar Untuk Pembuatan Peta Dasar Skala Besar.

  1. Persiapan

Pada tahap persiapan akan dilakukan penyusunan detail pelaksanaan pekerjaan sebagai acuan teknis dalam pelaksanaan pekerjaan. Detail pelaksanaan pekerjaan akan mencakup: 1.Pendahuluan: latar belakang, maksud dan tujuan, volume pekerjaan, dan hasil pekerjaan yang akan diserahkan. 2. Pelaksanaan pekerjaan, 3. Peralatan yang digunakan. 4. Spesifikasi teknis yang harus dipenuhi, 5. Melakukan penyiapan struktur folder untuk masing-masing data yang dihasilkan. 6. Pengurusan perizinan, 7. Pengurusan petugas pengawas (security officer) yang dikeluarkan oleh TNI AU, 8. Pembuatan peta rencana jalur terbang. 9. Pembuatan peta rencana distribusi titik control (GCP) dan titik uji (ICP). 10. Pemeriksaan kesiapan alat yang akan digunakan yaitu GNSS geodetik, sistem kamera udara, dan LiDAR. 11. Memenuhi persyaratan QC Persiapan Akuisisi Data.

  1. Pengukuran Ground Control Point (GCP) dan Independent Check Point (ICP)

Titik kontrol tanah terdiri atas Ground Control Point (GCP) dan Independent Check Point (ICP). GCP dan ICP dibutuhkan untuk pengolahan dan pengecekan data foto udara dan LiDAR. Sebelum melakukan pengambilan data foto udara dan LiDAR, titik premark GCP dan ICP harus sudah terpasang dan tersebar di keseluruhan area pengukuran. Hal ini bertujuan agar titik GCP dan ICP yang terpasang di tanah terekam pada hasil foto udara yang diambil, yang selanjutnya akan digunakan pada proses block bundle adjustment. 

  1. Kalibrasi Boresight

Kalibrasi boresight dilakukan dari udara dengan mengambil objek topografi yang variatif dalam formasi tertentu. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan parameter penggabung data antar strip baik line utama dan crossline. Hasil kalibrasi boresight akan dianalisis untuk mengetahui kualitas dari parameter data yang diinput pada saat post processing seperti kualitas data pengukuran lever arm, pengukuran ground basestation dan data hasil kalibrasi kamera. Jika kualitas data sudah memenuhi standar, maka dilanjutkan pelaksanaan pemotretan udara di area lokasi pekerjaan. Setelah tahapan tersebut, diperlukan kalibrasi kamera udara digital dan UAV LiDAR

Gambar 14. Contoh Boresight Calibration.
  1. Akuisisi Data Foto Udara
    • Perencanaan Jalur Terbang Foto Udara, Pembuatan rencana jalur terbang dilakukan sebelum melakukan kegiatan survei pemotretan udara dengan menggunakan perangkat lunak rencana jalur terbang.
    • Pelaksanaan Akuisisi Data Foto Udara, Tahapan survei pemotretan udara digital dilakukan jika kalibrasi boresight dan lever arm telah dilakukan. Survei pemotretan udara harus dilaksanakan dengan mengacu kepada rencana jalur terbang yang sudah dibuat. 
    • Pengolahan Data Foto Udara, Pengolahan Data Foto Udara secara umum yaitu: pemeriksaan data, pengolahan trajectory, triangulasi udara, pembentukan point cloud, ortorektifikasi dan penggabnungan (mozaik) foto.
    • Uji Akurasi Horizontal Data Foto Udara, Uji akurasi dilakukan untuk mendapatkan nilai ketelitian horizontal (CE90) dari data orto mozaik hasil pengolahan data foto udara. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai X dan Y dari data orto mozaik terhadap nilai X dan Y dari koordinat ICP. 
  1. Akuisisi Data LiDAR
    1. Perencanaan Jalur Terbang LiDAR, Pembuatan rencana jalur terbang dilakukan sebelum melakukan kegiatan survei LiDAR dengan menggunakan perangkat lunak rencana jalur terbang.
    2. Pelaksanaan Akuisisi Data LiDAR, Tahapan survei LiDAR dilakukan jika kalibrasi bore sight dan lever arm telah dilakukan. Survei pemotretan udara harus dilaksanakan dengan mengacu kepada rencana jalur terbang yang sudah dibuat.
    3. Pengolahan Data LiDAR, Pengolahan data LiDAR dimulai dari proses transfer data dari sensor sistem LiDAR. Proses perekaman data ketika akuisisi data ini dilakukan secara otomatis pada komputer dan hardisk yang terpasang bersamaan dengan instalasi alat LiDAR. Proses selanjutnya yaitu pengolahan raw data (pre-processing). Setelah didapatkan format point cloud dalam bentuk *.LAS, selanjutnya akan dilakukan proses untuk pembentukan DTM, DSM, dan kontur.
Gambar 19. Digital Surface Model (DSM). (PT.KHS)
Gambar 20. Intensity Image Raster dari data LiDAR. (PT. KHS)
Gambar 21. Digital Terrain Model (DTM). (PT. KHS)
Gambar 22. Contoh hasil kontur interval 0,5 m. (PT. KHS)
  1. Uji Akurasi Vertikal Data LiDAR

Uji akurasi dilakukan untuk mendapatkan nilai ketelitian vertikal (LE90) dari data ground LiDAR. Pengujian dilakukan dengan membandingkan ketinggian dari data ground LiDAR terhadap nilai Z dari koordinat ICP. 

  1. Digitasi dan Pembuatan Peta

Digitasi merupakan metode yang biasa dilakukan untuk mengubah data raster dari citra menjadi data vektor. Proses ini dilakukan dengan menginterpretasikan realitas dengan memakai model real world dan model data disebut juga proses pemodelan data. Pemodelan yang dilakukan adalah dari objek-objek yang terlihat dalam citra direpresentasikan dalam bentuk unsur geografis (berbasiskan koordinat) yaitu titik, garis, dan poligon. Selain dalam bentuk grafis, data juga dapat direpresentasikan secara tekstual atau biasa disebut data atribut. Data spasial dan data atribut kemudian disebut juga data Sistem Informasi Geografis (SIG).

Gambar 23. Ilustrasi Pemodelan Unsur.

Setelah digitasi semua unsur peta dasar telah diselesaikan, maka dilanjutkan dengan proses topologi. Setelah proses topologi selesai, proses selanjutnya yaitu pengisian atribut peta dasar. 

  1. Layouting Peta

Layout peta memiliki skala 1:1000 yang disajikan dengan kaidah kartografi yang benar meliputi sistem koordinat, dan informasi tepi yang terdiri atas judul, arah mata, angin, skala, legenda, penerbit/pembuat, dan metadata.

PT.KHS dapat memberikan solusi dalam pembuatan Peta Skala Besar untuk kebutuhan perusahaan anda. Selain sudah berpengalaman, PT.KHS juga menawarkan hasil peta kualitas tinggi, akurat, dan cepat namun dengan harga yang bersahabat. PT.KHS juga didukung dengan pilot yang handal dan bersertifikat sehingga anda tidak perlu khawatir terkait hasil dan keamanan saat proses survei pemetaan. Tunggu apa lagi? Silahkan hubungi kami, PT. Kreasi Handal Selaras yang dapat memenuhi kebutuhan pemetaan perusahaan anda.  

Untuk informasi lebih lanjut tentang Jasa Survei dan Pemetaan, silakan hubungi kami. Paket informasi lengkap dapat disediakan berdasarkan permintaan.

REFERENSI

  1. Bramanto, Brian & Kosasih Prijatna. 2022. Urgensi Peta Dasar Skala Besar. https://mediaindonesia.com/humaniora/478096/urgensi-peta-dasar-skala-besar. Diakses 6 Desember 2022.
  2. Mutiarasari, Wahyu Marta. dkk. 2018. Penyajian Peta Skala Besar Di Lahan Field Research Center (Frc) Sekolah Vokasi. Jurnal Geodesi dan Geomatika (ELIPSOIDA). Vol 01 No. 02. (64-70).
  3. Hartini, Tike Aprilia dan Annabel Noor Asyah. 2020. Apa itu Skala Peta?. https://www.handalselaras.com/apa-itu-skala-peta/. Diakses 6 Desember 2022.
  4. Puspita, Ratna. 2019. BIG: Perlu Percepatan Penyediaan Peta Dasar Skala Besar. https://www.republika.co.id/berita/px0aa9428/big-perlu-percepatan-penyediaan-peta-dasar-skala-besar. Diakses 6 Desember 2022.
  5. SNI 8202:2019 Tentang Ketelitian Peta Dasar. Badan Standardisasi Nasional.
  6. Peraturan Badan Informasi Geospasial Nomor 1 tahun 2020 tentang Standar Pengumpulan Data Geospasial Dasar Untuk Pembuatan Peta Dasar Skala Besar

Sekilas Menganalisis Pasar Properti (Property Market Analysis)

Oleh: Arszandi Pratama, S.T, M.Sc dan Dandy Muhamad Fadilah, S.T.

Dalam menentukan investasi properti untuk rumah pribadi, perkantoran, untuk bisnis perumahan (sewa atau jual) atau jenis properti lainnya kita sering kali sulit untuk menentukan indikator apa yang penting sebelum kita mengambil keputusan. Beberapa pertanyaan akan muncul sebelum menentukan pilihan seperti; apakah pasar di lokasi ini bagus? apakah ada permintaan atau pasar yang membeli atau menyewa? apakah pembeli mampu untuk membeli atau menyewa properti kita? apakah dalam timing yang tepat? Sebelum pertanyaan semua itu keluar, mungkin bisa kita mulai dari preferensi lokasi yang kita sukai. 

Pengertian Property Market Analysis

Menurut Kahr dan Tomsett, analisis pasar properti atau property market analysis merupakan suatu pandangan yang menyeluruh terhadap penawaran dan permintaan terhadap atribut properti atau analisa terhadap permintaan dan penawaran properti di wilayah tertentu. Properti yang dimaksud dapat berupa real property maupun personal property. Stephen F. Fanning mendefinisikan analisis pasar real estate sebagai analisis terhadap atribut-atribut produktif dari suatu bentuk real estate yang ditentukan oleh permintaan terhadap real estate dan penawaran kompetitif dari real estate pada pasar.

Analisis pasar dapat menjadi bagian yang terpisah dari penilaian tetapi penilaian tidak akan terpisah dari analisis pasar. Selain menyediakan data dalam identifikasi highest and best use properti, analisis pasar berfungsi untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu dari nilai yang akan digunakan pada pendekatan-pendekatan penilaian. Setelah diidentifikasi, faktor-faktor tersebut dianalisis lebih dalam untuk diketahui signifikansinya terhadap nilai. Dalam pendekatan data pasar, tingkat signifikansi masing-masing atribut properti inilah yang menjadi dasar dalam melakukan penyesuaian karena banyaknya data dan waktu yang dibutuhkan, efisiensi sumber daya dapat dilakukan dengan pemisahan analisis dari kegiatan penilaian dan pemfokusan analisis pada:

  1. Tipe properti yang sering menjadi objek permohonan penilaian; dan
  2. Area yang sering menjadi lokasi objek penilaian.

Hal ini dilakukan supaya berbagai kegiatan penilaian yang sejenis dapat didasari oleh sebuah analisis pasar properti. Terlepas dari hal tersebut, analisis pasar insidental terkadang perlu dilakukan apabila dibutuhkan.

Dalam analisis pasar sebagai dasar penyesuaian, penilai dapat menggunakan analisis kualitatif dan/atau analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif diperoleh dengan membandingkan objek penilaian dengan data pembanding yang dinyatakan dalam jumlah numerik (jumlah rupiah atau persentase). Analisis ini umumnya berupa analisis statistik menggunakan metode regresi linear berganda. Sedangkan analisis kualitatif membandingkan perbedaan relatif antara properti terkait masing-masing elemen perbandingan dengan pernyataan kualitas. Analisis ini mencakup trend analysisrelative comparison analysis, dan ranking analysis. Penilai juga dapat menggunakan quality rating analysis yang menggabungkan analisis kuantitatif dengan analisis kualitatif. Tidak ada teknik terbaik yang dapat menjadi satu-satunya dasar penentuan besaran penyesuaian. Segala teknik yang ada tentu memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. 

Analisis pasar membutuhkan dedikasi waktu dan sumber daya ditengah menumpuknya antrian permohonan penilaian. Keterbatasan data yang menjadi permasalahan tersendiri menambah tingkat kesukaran analisis. Pada akhirnya, seorang penilai yang andal adalah mereka yang dapat membaca pasar dengan akurat di samping kemampuan dasar penilaiannya. Kemampuan mengambil keputusan dari pengalaman berdasarkan hasil riset empiris lah yang mendikte core skill dari seorang penilai.

Fungsi Analisis Pasar Properti

  1. Menyediakan data untuk mengidentifikasi highest and best use dari properti
  2. Menyediakan data dan mengidentifikasi faktor-faktor penentu dari nilai yang akan digunakan pada tiga pendekatan: data pasar, biaya, dan kapitalisasi pendapatan.

Tahapan Dalam Analisis Pasar Properti

Sebelum seorang penilai melakukan analisis high use and best use dan menerapkan pendekatan penilaian properti. Seorang penilai perlu untuk melakukan analisis pasar properti baik itu market analysis atau market ability analysis. bertujuan untuk menentukan permintaan, penawaran, dan bagaimana performa properti tersebut di dalam pasar. Keenam langkah yang akan dibahas meliputi analisis produktivitas, penentuan batas pasar, analisis permintaan, analisis penawaran, analisis kondisi pasar, serta analisis marketability.

  1. Analisis Produktivitas Properti

Analisis ini merupakan tahapan yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan properti dalam menyediakan fasilitas dan layanan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui target pengguna potensial dan segmentasi pasar dari objek properti. Analisis ini dilakukan dengan mengidentifikasi atribut fisik, legalitas, dan lokasi.

  1. Analisis Delineasi Pasar

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui siapa calon pengguna properti dan properti seperti apa yang bersaing di pasar sehingga secara keseluruhan dapat memberikan gambaran pasar properti dalam suatu wilayah serta faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut. Selain itu, mengingat bahwa properti merupakan konsep hukum yang mencakup kepentingan hak dan keuntungan yang berkaitan dengan suatu kepemilikan maka properti tidak akan merujuk pada bangunan rumah namun juga bangunan kantor, apartemen, tanah, termasuk juga hak kepemilikannya. Terdapat 2 teknik delineasi pasar:

  • General Technique, dalam teknik ini terdiri dari 3 cara:
  • Berdasarkan lokasi konsumen
  • Berdasarkan substitusi/ properti pengganti
  • Berdasarkan analog
  • Specific Technique
  • Reilly’s law
  • The customer spotting technique
  • The nelson technique
  1. Analisis Permintaan 

Dilakukan untuk mengestimasi kebutuhan properti dalam suatu wilayah. Analisis ini dilakukan dengan meneliti permintaan atas properti tertentu. Permintaan properti merupakan permintaan turunan (dari produk atau jasa yang diberikan oleh properti. Hal yang mendorong konsumen untuk membeli properti : 

  • Harga  
  • Pendapatan  
  • Harga properti pembanding  
  • Ekspektasi konsumen  
  • Selera dan preferensi  
  • Evaluasi penawaran
  1. Analisis Penawaran

Analisis ini dilakukan dengan meneliti ketersediaan properti dan yang akan tersedia di pasar. Penawaran kompetitif properti ditentukan oleh harga properti yang tipikal dan biaya pembangunan per unit. Penawaran properti meliputi : 

  • Telah dibangun (already built)  
  • Sedang dibangun (under construction)  
  • Direncanakan (proposed) 

Evaluasi penawaran lebih mendalam melalui evaluasi desain, fasilitas, kualitas bangunan, aksesibilitas, kualitas manajemen dan penyewa.

  1. Analisa Kondisi Pasar

Analisis kondisi pasar dilakukan untuk mengetahui posisi pasar properti yang terjadi pada masa kini dan bagaimana kemampuan properti subjek untuk menangkap bagian dari pasar tersebut. Analisis ini diperlukan karena posisi atau siklus pasar dapat mempengaruhi nilai dan permintaan properti. Terdapat 4 teknik yang dapat dilakukan dalam menentukan analisis kondisi pasar, yaitu:

  • Vacancy Studies
  • Rent Studies
  • Affordability Analysis
  • Residual demand studies

Adapun siklus pasar properti berdasarkan Homer Hoyt (1933) sebagai berikut:

Gambar Siklus Pasar Properti Menurut Homer Hoyt (1933)

Sumber Gambar:https://www.realvantage.co/insights/the-real-estate-cycle/
  • Recovery

Fase pemulihan adalah tahap pertama dari siklus real estat setelah resesi. Tingkat hunian yang rendah, permintaan perumahan yang rendah, jumlah proyek pembangunan yang menurun, dan pertumbuhan sewa yang stagnan adalah beberapa indikator umum dalam fase ini. Fase pemulihan dapat menjadi rumit dan sulit untuk diidentifikasi, karena kebanyakan orang masih merasakan dampak dari fase sebelumnya (yaitu, resesi), dan karenanya memiliki pandangan pesimis. Namun, banyak investor canggih menganggap fase ini sebagai waktu utama untuk membeli properti di bawah nilai pasar.

Strategi yang harus diambil: Karena ekonomi masih dalam kesulitan meskipun sedang pulih, banyak pemilik properti masih mengalami kesulitan keuangan dan karenanya dapat menjual aset real estate mereka dengan harga murah. Ketika ini terjadi, investor dapat memperoleh properti dengan harga murah ini dan menahannya untuk mengantisipasi apresiasi modal, setelah fase pemulihan berakhir. Selain itu, investor juga dapat berinvestasi pada properti yang memerlukan perbaikan dengan mengadopsi strategi nilai tambah. Baik strategi pertama maupun strategi nilai tambah dapat berisiko, karena permintaan sewa pada fase ini cenderung lemah. Namun strategi-strategi ini berpotensi sangat menguntungkan, terutama ketika sewa pasar naik dan berakselerasi begitu ekonomi bergeser ke fase ekspansi. Waktu pasar dan memiliki likuiditas yang cukup adalah kunci sukses dalam fase ini.

  • Expansion

Setelah fase pemulihan, pasar real estate akan mengalami fase ekspansi. Pada fase ini, permintaan properti dan ruang akan meningkat, tingkat hunian akan meningkat, dan harga sewa akan melonjak; pertumbuhan pekerjaan akan stabil dan akan ada lebih banyak perkembangan properti baru. Aktivitas investasi akan meningkat seiring dengan pulihnya kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian. Investor yang telah berinvestasi di properti yang di diskon selama fase pemulihan dapat menuai ‘panen’ mereka dengan menjual properti mereka, karena harga dan sewa akan mencapai puncaknya pada fase ini, di mana permintaan dan penawaran untuk real estat berada dalam keseimbangan.

Strategi yang harus diambil: Karena sentimen ekonomi tinggi, suku bunga kemungkinan akan rendah dan pembiayaan tersedia. Banyak pengembang dan investor real estate akan dapat memperoleh pembiayaan berbiaya rendah, dan akan memilih untuk mengembangkan properti baru atau mengembangkan kembali properti yang ada, karena momentum leasing yang kuat dapat membantu investor mencapai pengembalian yang diinginkan. Fase ekspansi juga merupakan saat yang tepat untuk memperoleh properti investasi bernilai tambah karena risiko yang dirasakan lebih rendah pada fase ini.

  • Hyper Supply

Fase hyper supply dimulai ketika pasokan real estate di pasar melebihi permintaan. Perkembangan baru dan pembangunan kembali selama fase ekspansi telah menyebabkan kelebihan pasokan di pasar, dan harga real estate mulai turun karena kurangnya permintaan yang memadai. Meskipun harga sewa mungkin tetap tinggi karena faktor ekonomi yang kuat, tingkat kekosongan akan mulai meningkat. Peningkatan jumlah pembangunan baru akan mulai melambat karena persediaan pasar tinggi. Fase hyper supply biasanya berlangsung lama, sebelum akhirnya perekonomian memasuki fase resesi.

Strategi yang harus diambil: Dalam fase ini, investor harus banyak memikirkan posisi keuangan mereka, karena ekonomi mulai memasuki resesi. Investor yang tidak memiliki cukup uang untuk melewati resesi harus mempertimbangkan untuk melikuidasi inventaris mereka untuk menghindari penurunan nilai properti di fase berikutnya. Di sisi lain, bagi investor yang memiliki properti yang memiliki penyewa kuat dan sewa jangka panjang, tindakan terbaik selama fase ini kemungkinan adalah tetap bertahan dan mengatasi penurunan yang akan datang.

  • Recession

Fase resesi bisa menyakitkan bagi investor properti. Pada fase ini, penawaran properti menutupi permintaan, dan harga real estate turun drastis. Sebagian besar pemilik properti akan menderita karena tingkat kekosongan yang tinggi dan harga sewa yang lebih rendah, dan pendapatan sewa akan anjlok. Pusat kota ekonomi juga akan menyebabkan tingkat pengangguran meningkat dan penyewa mungkin menuntut konsesi sewa atau pengurangan untuk tetap tinggal. Jumlah proyek konstruksi baru akan terjun dan aktivitas investasi akan merosot. Siklus real estat pada akhirnya akan mencapai titik terendah dalam fase ini sebelum tanda-tanda pemulihan mulai muncul.

Strategi yang harus diambil: Investor real estate harus tetap waspada terhadap tanda-tanda pemulihan pada fase ini, daripada merasa emosional tentang keadaan ekonomi. Resesi memberikan peluang bagi investor dengan likuiditas untuk memperoleh properti dengan diskon besar. Real estat yang dimiliki atau diambil alih bank adalah target besar yang dapat dipertimbangkan oleh investor oportunistik untuk dibeli selama fase resesi. Namun, investor harus ingat bahwa fase ini dianggap sebagai periode berisiko tinggi, karena kurangnya likuiditas dan permintaan pasar, dan bahwa investor kemungkinan harus menunggu untuk jangka waktu yang lama dan tidak pasti, sebelum harga properti mencapai puncaknya lagi.

  1. Analisis Marketability Subjek

Tahapan untuk pergerakan jumlah permintaan yang akan diperoleh di masa yang akan datang. Perkiraaan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah permintaan di yang ada di pasar saat ini. Analisis ini menghubungkan properti subjek ke pasar dengan melihat perbedaan produktivitas antara properti subjek dan pesaing. 

PT.KREASI HANDAL SELARAS merupakan jasa konsultan yang bergerak di bidang Arsitektur & Manajemen Konstruksi menawarkan PERENCANAAN ARSITEKTURAL, PERENCANAAN DED, MANAJEMEN KONSTRUKSI. Dengan keunggulan SDM yang handal dan berpengalaman serta harga yang bersahabat, kami siap membantu anda. Tunggu apa lagi? Silahkan hubungi kami, PT. Kreasi Handal Selaras yang dapat memenuhi kebutuhan arsitektur dan manajemen konstruksi perusahaan anda.

Untuk informasi lebih lanjut tentang Jasa Arsitektur dan Manajemen Konstruksi, silakan hubungi kontak yang tertera di website kami. Paket informasi lengkap dapat disediakan berdasarkan permintaan.

Penutup

Banyak metode analisis dalam menilai suatu properti baik metode dasar kuantitatif maupun kualitatif. Penulis menyarankan untuk memulai dengan preferensi lokasi yang disukai oleh investor (misalnya: daerah bintaro),  selanjutnya tentukan tipe property sesuai dengan tujuan investasi (misalnya: tempat tinggal berarti rumah, untuk rumah sewa kosan atau rumah, dsb), lakukan pencarian tanah atau bangunannya, selanjutnya uji dengan metode yang ada, setelah kesimpulan dari High and best use analysis, Terakhir, pastikan investasi anda di timing yang tepat dalam siklus pasar properti. 

REFERENSI 

  1. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-tegal/baca-artikel/14327/Analisis-Pasar-Properti-Senjata-Seorang-Penilai.html Diakses pada 3 Oktober 2022.
  2. Setiawan, Agung Haris. (2015). “Analisis Pasar Properti”. Tangerang Selatan: PKN STAN.
  3. https://www.realvantage.co/insights/the-real-estate-cycle/ Diakses pada 3 Oktober 2022.
  4. https://klc2.kemenkeu.go.id/kms/knowledge/enam-langkah-analisis-pasar-properti-1f6479fd/detail/ Diakses pada 3 Oktober 2022.
  5. https://valuer23stan.wixsite.com/penilai23/blank-1/2017/01/09/tahapan-analisis-properti Diakses pada 3 Oktober 2022.

Dampak Perubahan Penerbitan Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2022 Tentang RDTR-WP DKI Jakarta

Oleh: Arszandi Pratama, S.T, M.Sc dan Dandy Muhamad Fadilah, S.T.

Tujuan Dan Isi Dari Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan DKI Jakarta Tahun 2022

Menjelang masa berakhirnya periode jabatan Gubernur DKI Jakarta, beberapa waktu lalu Pemerintah DKI Jakarta melakukan sosialiasiPeraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan DKI Jakarta yang nantinya akan menggantikan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014. Hal yang melatarbelakangi Pemerintah DKI Jakarta dalam melakukan pergantian/ pencabutan peraturan sebelumnya adalah untuk merumuskan isu dan permasalahan perkotaan serta dapat menyelesaikan persoalan tersebut dengan mempertimbangkan pengaduan dan keluhan masyarakat terkait tata ruang sekaligus berisi Rencana Strategis DKI Jakarta di masa yang akan datang. Konsekuensi dari permasalahan yang perlu segera ditangani kedepannya adalah DKI Jakarta akan menjadi kota jasa yang terancam ditinggalkan penduduknya, Berikut merupakan beberapa isu tata ruang di DKI Jakarta saat ini:

  1. Kepadatan kendaraan bermotor dan bermobil (Lebih dari 16 juta motor dan 3,5 juta mobil);
  2. Segresi dan ketimpangan ekonomi masyarakat;
  3. DKI Jakarta merupakan kota paling berpolusi tahun 2018 dan sering terjadi bencana banjir;
  4. Car oriented development (urban sprawl);
  5. Tidak terpenuhinya pelayangan dasar masyarakat;
  6. Mismanajemen lingkungan hidup (ekologi).

Dalam proses implementasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014, beberapa rencana yang tercantum dalam RDTR 2010-2030 masih belum dapat menjawab kebutuhan dan permasalahan tata ruang DKI Jakarta. Tujuan ditetapkannya Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2022 adalah dapat menjawab kebutuhan tata ruang pada saat ini sekaligus dapat mengatasi permasalahan tata ruang DKI Jakarta di masa yang akan datang. Penetapan aturan tersebut juga mempengaruhi aturan-aturan pembangunan yang akan diberlakukan di DKI Jakarta kedepannya. Pemerintah DKI Jakarta akan menyusun dan memberlakukan aturan-aturan turunan dari konsep-konsep pengembangan pembangunan yang akan tercantum di RDTR terbaru sehingga seluruh pembangunan di DKI Jakarta kedepannya akan terkonsep dan berorientasi pada pembangunan berkelanjutan. Berikut merupakan beberapa terobosan konsep pemecahan masalah yang dituangkan dalam RDTR 2022:

  1. Pengaturan intensitas pemanfataan ruang berdasarkan “PERFORMA”
  2. Variansi Pemanfaatan ruang
    Terdapat penetapan peraturan pembangunan/ perencanaan terkait lahan perencanaan pada zona Ruang Terbuka Hijau dan lahan perencanaan yang terdiri dari >1 sub zona.
  3. Fleksibilitas kegiatan hunian
    Diberlakukannya aturan terbaru untuk pembangunan dan pengembangan rumah susun, rumah tapak, rumah flat, dan kampung kota. Strategi yang diterapkan untuk Kampung Kota adalah: 1. Pemugaran yaitu perbaikan rumah, prasarana dan sarana/ utilitas umum untuk mengembalikan fungsi sebagaimana semula. 2. Peremajaan yang dimaksud adalah pembongkaran dan penataan secara menyeluruh sehingga memerlukan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan ruang maka dilakukan melalui konsolidasi tanah. 3. Permukiman Kembali yaitu pemindahan lokasi permukiman atau perumahan pada lokasi baru yang sesuai dengan ketentuan pemanfaatan ruang yang dilakukan secara partisipatif dan memperhatikan kesinambungan aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya dari warga yang terdampak permukiman kembali.
  4. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit
    Kawasan Berorientasi Transit adalah kawasan yang terintegrasi dengan angkutan umum massal yang mendorong pergerakan pejalan kaki, pesepeda, penggunaan angkutan umum massal dan pembatasan kendaraan bermotor dalam radius jarak 400 – 800 m dari pusat kawasan yang memiliki konsep dasar dan kriteria perencanaan Kawasan Berorientasi Transit.
  5. Pengembangan Kawasan Kompak
    Kawasan Kompak adalah kawasan dengan penggunaan lahan campuran berkepadatan tinggi yang dikembangkan dengan arah pembangunan vertikal, memiliki kemudahan aksesibilitas dan berorientasi terhadap pejalan kaki.
  6. Pengembangan kawasan pesisir perairan, dan Kepulauan Seribu
    Dilakukannya efektifitas dalam pemanfaatan ruang daratan pulau dan pemanfaatan ruang perairan pesisir (diperbolehkannya pemanfaatan daratan pulau berupa kegiatan rekreasi dan pariwisata, hunian, pendidikan, konservasi, pertahanan dan keamanan, penelitian, dan prasarana umum)
  7. Pengayaan peluang usaha untuk kemudahan berusaha
  8. Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR) berbasis KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia)

Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan dikategorikan berdasarkan kegiatan usaha berbasis resikoyang mengacu pada KBLI. Kegiatan usaha berbasis risiko terdiri dari: tingakatan rendah, menengah rendah, menengah tinggi, dan tinggi. Kegiatan usaha sebagai acuan penerbitan KKKPR terintegrasi dengan OSS-RBA.

Konsep dari RDTR Tahun 2023-2030 adalah “Mengakselerasi Transformasi Jakarta Sebagai Kota Global”. Konsep tersebut didasarkan pada DKI Jakarta merupakan Ibukota sekaligus salah satu Megapolitan yang ada di Indonesia. Dalam peraturan tersebut terdapat 6 Tujuan penataan wilayah yang tercantum dalam Pergub Nomor 31 Tahun 2022, yaitu:

  1. Pembangunan kota yang berorientasi transit dan digital Perwujudannya mencakup intensifikasi pertumbuhan bangunan di titik transit (terkait dengan Koefisien Lantai Bangunan/KLB contoh: Kawasan TOD Fatmawati yang mempunyai rerata KLB 7 (Dominasi Mixuse)); pembangunan hunian vertikal di area terlayani angkutan umum massal (Hunian vertical <800 m dari titik transit diberikan KLB 11, hunian vertikal 800-1200 m dari titik transit diberikan KLB 7). Ketentuan berorientasi pada optimalisasi lahan (ketentuan sempadan bangunan dan jalan yang sesuai kebutuhan, intensitas mengacu kepada luas lahan sebelum dipotong sempadan; dan pengembangan infrastruktur digital skala kota direncanakan (rencana pengembangan jaringan telekomunikasi dan pengembangan digital hub).
  2. Hunian yang layak dan berkeadilan, serta lingkungan permukiman yangmandiri; Meliputi rumah tinggal dapat dibangun hingga empat lantai (untuk mendorong optimalisasi lahan, multifamily/ ownership atas satu bangunan); kampung diakui sebagai bagian dari kota (dilakukan penyesuaian zonasi pada 21 kampung prioritas) sehingga dapat berdaya. Kemudian, fleksibilitas tata ruang untuk fasilitas sosial (dapat dibangun di seluruh zona, intensitas diberikan hingga KLB 5 termasuk RS, dan institusi pendidikan); dan keleluasaan pemanfaatan ruang untuk UMKM berkegiatan secara formal di berbagai zona kecuali RTH/RTB (diperbolehkan diseluruh zona kecuali RTH/RTB).
  3. Ruang dan pelayangan kota yang berketahanan dan terintegrasi dengan wilayah sekitar
  4. Penataan ruang yang mendukung peran DKI Jakarta sebagai kota bisnis berskala global
  5. Penataan pesisir dan kepulauan seribu yang berkelanjutan dan berkeadilan
  6. Penataan ruang yang mendukung peran DKI Jakarta yang mendukung peran DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan

Konsep Masa Lalu Vs Konsep Masa Kini

Di dalam peraturan tersebut, terdapat 2 peralihan paradigma pembangunan untuk menggantikan konsep pembangunan yang tercantum di RDTR sebelumnya. Konsep peralihan paradigma tersebut adalah:

  1. Car Oriented Development → Transit Oriented Development
    • Corridor Based Development → District Based Development
    • Kepadatan Rendah Horizontal → Kepadatan Tinggi dan Vertikal
    • Transportasi Yang Tidak Terintegrasi → Transpotasi Yang Saling Terintegrasi
    • Perioritas Kendaraan Bermotor → Perioritas Pedestrian
  2. Underinvestment In Basic Service → Rapid Investment In Basic Sevice
    • Minimnya Hunian Terjangkau → Percepatan Penyediaan Hunian Terjangkau
    • Minimnya fasilitas Pengolahan Sampah dan Limbah → Percepatan
    Penyediaan Fasilitas Pengolahan Sampah dan Limbah
    • Minimnya Akses Air Bersih → Percepatan Penyediaan Akses Air Bersih
    • Minimnya Akses Ruang Terbuka Hijau → Perluasan Akses Ruang Terbuka Hijau

DAMPAK DAN POLEMIK

Beberapa persoalan dan polemik dari ditetapkannya RDTR terbaru dikatakan oleh para ahli kebijakan dan tata ruang masih belum dapat menjawab kebutuhan dan persoalan tata ruang di DKI Jakarta karena kebijakan yang tercantum dalam RDTR terbaru masih belum menyentuh permasalahan substansial yang ada di DKI Jakarta, Berikut ini beberapa dampak dan polemik dari penetapan Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan DKI Jakarta:

  • Pulau G sebagai permukiman

Salah satu yang menjadi sorotan dalam penetapan Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2022 adalah ditetapkannya Pulau G sebagai peruntukan permukiman akibat adanya ketebatasan lahan di ibukota. Kebijakan tersebut tercantum dalam Pasal 192 Nomor (3). Perluasan daratan di kawasan reklamasi tersebut masih harus dilakukan pengkajian lanjutan terkait dampak yang akan ditimbulkan dari adanya pembangunan permukiman sekaligus perencanaan permukimannya baik itu perencanaan rumah susun untuk warga tidak mampu atau perumahan elite. Sebelumnya pada 26 September 2018, Gubernur DKI Jakarta mencabut izin reklamasi untuk 13 pulau di Pantai Utara Jakarta (saat itu Pulau C, D, G, dan N telah terbangun), selanjutnya 7 Juni 2018 menyegel 932 bangunan di Pulau D karena tidak berizin dan tiba-tiba diterbitkannya IMB untuk bangunan di Pulau D sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 Tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D, dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

  • Diberlakukannya aturan pembangunan rumah empat lantai

Aturan ini masih menjadi perdebatan terkait dengan keputusan kebijakan tersebut karena belum diketahui apakah kebijakan tersebut akan berpengaruh positif atau hanya akan menjadi persoalan terbaru. Beberapa hal yang menjadi persoalan terkait kebijakan ini adalah dampak dari beban lingkungan seperti penurunan permukaan tanah dan tidak cocok di daerah rawan banjir seperti Kramat Jati dan Kampung Pulo, dampak terkait perizinan pembangunan, dan ditujukannya peruntukan rumah empat lantai ini apakah untuk masyarakat tidak mampu atau masyarakat elite juga diperbolehkan. Permasalahan lainnya yang dikhawatirkan terjadi di masa depan adalah potensi konflik sosial di perkampungan selain itu, pembangunan rumah empat lantai ini lebih cocok diterapkan di kawasan baru atau kawasan yang memiliki lahan luas.

KESIMPULAN

Dengan berlakunya Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan DKI Jakarta yang dilatarbelakangi atas isu dan permasalahan yang terjadi saat ini dan di masa yang akan datang diharapkan dapat menjawab dan mengatasi persoalan dan isu tersebut. Konsep percepatan atas pembangunan dan keberlanjutan menjadi konsep penting dalam RDTR Tahun 2022. Salah satu apresiasi dari RDTR terbaru adalah konsep percepatan dan konsep kota berorientasi dengan transit dan digital. Di sisi lain terdapat berbagai perdebatan dari penetapan aturan tersebut karena masih minimnya penjabaran dan penerjemahan kajian RDTR sehingga diperlukannya pengkajian lebih lanjut dan juga sosialisasi hasil kajian. Diharapkan konsep yang terdapat dalam RDTR akan sesuai dan dapat menjawab persoalan tata ruang di DKI Jakarta yang sesuai dengan harapan masyarakat. Berikut beberapa diskusi menarik terkait dengan ditetapkannya RDTR Tahun 2022-2030 ini adalah:

  1. Apakah konsep hunian murah dapat menjadi solusi sedangkan harga tanah di DKI Jakarta akan semakin tinggi?
  2. Apakah konsep hunian vertikal dapat menjawab persoalan efektivitas penggunaan lahan sedangkan dari segi ekologi Jakarta merupakan kawasan banjir dan juga permasalahan penurunan permukaan tanah?
  3. Apakah pemberian izin hunian vertikal di kawasan TOD dapat menjawab persoalan hunian di Jakarta sedangkan kenaikan jumlah pengguna transportasi massal belum bisa dipastikan merupakan warga DKI Jakarta?
  4. Untuk mewujudkan konsep kota transit apakah perlu adanya kebijakan terkait pembatasan kepemilikan kendaraan, membatasi area parkir, hingga umur kendaraan?
  5. Bagaimana koordinasi dengan pemerintah daerah sekitar agar angkutan umum dapat saling terkoneksi untuk mewujudkan konsep kota transit tersebut?

REFERENSI

  • Buku Saku Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2022 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan DKI Jakarta;
  • Paparan Sosialisasi RDTR Tahun 2022 oleh Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang Dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta Pada 21 September 2022;
  • https://www.kompas.id/baca/metro/2022/09/25/rencana-detail-demi-masadepanjakarta?utm_source=external_kompascom&utm_medium=berita_terkini & utm_campaign=kompascom&status=sukses_login&status_login=login Diakses pada 27 September 2022;
  • https://megapolitan.kompas.com/read/2022/09/21/11363581/aniessosialisasikan- pergub-rdtr-aturan-untuk-percepat-proses-perubahan Diakses pada 27 September 2022;
  • https://megapolitan.kompas.com/read/2022/09/21/17593321/pemprov-dkiakan-buat-banyak-aturan-turunan-pergub-rdtr-ini-alasannya?page=all Diakses pada 27 September 2022;
  • https://www.kompas.com/properti/read/2022/09/21/153000721/simak-ini-limaarah- pengembangan-jakarta-sesuai-rencana-detail-tata?page=all Diakses pada 27 September 2022;
  • https://www.kompas.id/baca/metro/2022/09/27/menyoal-pulau-g-dprd-dkiakan-panggil- dinas-terkait Diakses pada 27 September 2022;
  • https://www.kompas.id/baca/metro/2022/09/26/rdtr-belum-menjawabmasalah-jakarta Diakses pada 27 September 2022

Izin Lokasi Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Galuh Shita

Setiap investasi dan pemanfaatan ruang di wilayah laut haruslah mengantongi izin lokasi. Pengaturan terhadap izin lokasi ini menjalankan amanat yang terkandung di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut (RTRL). Seperti diketahui bahwa peraturan terkait RTRL merupakan acuan serta alat kendali pemerintah untuk memastikan keberlanjutan di wilayah perairan. Hal ini dikarenakan PP ini menjadi acuan dalam penyusunan perencanaan zonasi untuk kawasan strategis nasional, kawasan strategis nasional tertentu, kawasan antarwilayah, serta wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebagai acuan penyusunan kebijakan kelautan nasional, dan acuan pemberian izin di laut.

Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 54 Tahun 2020 tentang Izin Lokasi, Izin Pengelolaan, dan Izin Lokasi di Laut, disebutkan bahwa pelaku usaha yang melakukan pemanfaatan ruang atau pemanfaatan sumber daya di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi secara menetap dan terus menerus selama paling singkat 30 hari diwajibkan untuk memiliki izin lokasi, izin pengelolaan, atau izin lokasi di laut. Di mana disebutkan bahwa wilayah perairan meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut territorial. Sementara cakupan wilayah yurisdiksi meliputi zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen.

Perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna. Sementara pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km² beserta kesatuan ekosistemnya.

Izin Lokasi

Izin lokasi merupakan izin yang diberikan untuk memanfaatkan ruang dari sebagian perairan pesisir yang mencakup permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu dan/atau untuk memanfaatkan sebagian pulau-pulau kecil. Izin lokasi berupa dokumen kesesuaian ruang atau zonasi yang dipersyaratkan dalam perizinan sektor lain sesuai dengan ketentuan perundangan. Izin lokasi juga menjadi dasar untuk pemberian izin pengelolaan atau izin usaha sektor lain yang memanfaatkan ruang laut secara menetap di sebagian perairan pesisir dan izin pelaksanaan reklamasi.

Izin lokasi diberikan berdasarkan rencana zonasi, yang meliputi rencana zonasi KSN, KSNT, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta rencana pengelolaan kawasan dan zonasi kawasan konservasi. Namun, pemberian izin juga dapat diberikan berdasarkan data RTRL, seperti:

  • pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil yang bernilai strategis nasional dan belum dimuat dalam rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, rencana zonasi KSN, rencana zonasi KSNT, atau rencana pengelolaan kawasan dan zonasi kawasan konservasi
  • pendirian atau penempatan bangunan dan instalasi di laut berupa pipa dan/atau kabel bawah laut, dan instalasi minyak dan gas bumi yang melintasi perairan pesisir

Izin Pengelolaan

Izin pengelolaan merupakan izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil. Izin pengelolaan dapat diberikan berdasarkan izin lokasi. Pelaku usaha dapat melakukan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil untuk kegiatan produksi garam, wisata bahari, pemanfaatan laut selain energi, pengusahaan pariwisata alam perairan di kawasan konservasi, pengangkatan BMKT (Benda Muatan Kapal Tenggelam), biofarmakologi laut, dan bioteknologi laut.

Izin Lokasi di Laut

Izin lokasi di laut merupakan izin yang diberikan untuk memanfaatkan ruang secara menetap di sebagian ruang laut yang mencakup permukaan laut, kolom air, permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu, dan dapat diberikan berdasarkan rencana zonasi kawasan antarwilayah atau data RTRL. Izin lokasi di laut TIDAK DAPAT diberikan pada zona inti di kawasan konservasi dan kawasan konservasi untuk kegiatan pertambangan mineral dan batu bara dengan metode terbuka, dumping, dan reklamasi.

Tidak hanya kepada pelaku usaha, untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, pemerintah memberikan fasilitasi perizinan terhadap masyarakat lokal untuk kegiatan perikanan tangkap dengan alat penangkapan ikan statis, perikanan budidaya menetap, pergaraman, wisata bahari, dan permukiman di atas air. Masyarakat lokal memperoleh fasilitasi perizinan yang ditetapkan oleh bupati atau walikota. Berbeda dengan pelaku usaha yang dapat mengajukan pengurusan izin lokasi melalui Lembaga OSS (Online Single Submission). Luasan izin lokasi dapat diberikan dengan mempertimbangkan jenis kegiatan dan skala usaha, daya dukung dan daya tamping/ketersediaan ruang perairan, kebutuhan ruang untuk mendukung kepentingan kegiatan, pemanfaatan perairan yang telah ada, teknologi yang digunakan, serta potensi dampak yang lingkungan yang mungkin ditimbulkan dari kegiatan yang diusulkan.


Bahan Bacaan

  • Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
  • Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 54 Tahun 2020 tentang Izin Lokasi, Izin Pengelolaan, dan Izin Lokasi di Laut

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Galuh Shita

Indonesia sebagai negara yang kepulauan yang sangat luas memiliki wilayah pesisir serta keberadaan pulau-pulau kecil yang membentang luas dan tersebar di seluruh penjuru. Hal ini tentu berbanding lurus dengan potensi yang dimilikinya untuk dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Berdasarkan hal tersebut maka pengelolaan terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil perlu diatur pengelolaannya.

Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dinilai strategis untuk mewujudkan keberlanjutan pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dilansir dari penjelasan Undang-Undang tersebut, dikatakan bahwa dalam pelaksanaannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil belum memberikan hasil yang optimal. Pemerintah kemudian melakukan perubahan pada Undang-Undang tersebut dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat.

Definisi dari Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Tujuan dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah untuk:

  • melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan
  • menciptakan keharmonisan dan sinergi antara pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil
  • memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan
  • meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil

Lingkup Perencanaan dalam Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K)

RSWP-3-K merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana pembangunan jangka panjang setiap Pemerintah Daerah.

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K)

RZWP-3-K diserasikan, diselaraskan, dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota, yang memiliki muatan sebagai berikut:

  • pengalokasian ruang dalam Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan alur laut
  • keterkaitan antara Ekosistem darat dan Ekosistem laut dalam suatu Bioekoregion
  • penetapan pemanfaatan ruang laut
  • penetapan prioritas Kawasan laut untuk tujuan konservasi, sosial budaya, ekonomi, transportasi laut, industri strategis, serta pertahanan dan keamanan.

Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP-3-K)

Dokumen rencana ini berisikan muatan sebagai berikut

  • kebijakan tentang pengaturan serta prosedur administrasi penggunaan sumber daya yang diizinkan dan yang dilarang
  • skala prioritas pemanfaatan sumber daya sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
  • jaminan terakomodasikannya pertimbangan-pertimbangan hasil konsultasi publik dalam penetapan tujuan pengelolaan Kawasan serta revisi terhadap penetapan tujuan dan perizinan
  • mekanisme pelaporan yang teratur dan sistematis untuk menjamin tersedianya data dan informasi yang akurat dan dapat diakses
  • ketersediaan sumber daya manusia yang terlatih untuk mengimplementasikan kebijakan dan prosedurnya.

Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RAPWP-3-K)

RAPWP-3-K dilakukan dengan mengarahkan Rencana Pengelolaan dan Rencana Zonasi sebagai upaya mewujudkan rencana strategis.

Setiap warga negara Indonesia, badan hukum, ataupun masyarakat adat pesisir dapat melakukan pemanfaatan pengusahaan di perairan pesisir dengan sebelumnya perlu untuk mengantongi hak pengusahaan terlebih dahulu. Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) merupakan hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu.

Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian Perairan Pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara menetap juga wajib memiliki izin lokasi yang diberikan berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Namun izin lokasi tidak dapat diberikan pada zona inti di kawasan konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan, dan pantai umum.

Kegiatan pemanfaatan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil mencakup kegiatan produksi garam, biofarmakologi laut, bioteknologi laut, pemanfaatan air laut selain energi, wisata bahari, pemasangan pipa dan kabel bawah laut, dan pengangkatan benda muatan kapal tenggelam, wajib memiliki Izin Pengelolaan. Sementara pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budi daya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan serta industry perikanan secara lestari, pertanian organik, peternakan, dan pertahanan dan keamanan negara. Kecuali untuk tujuan konservasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan, maka pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya wajib memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan, memperhatikan kemampuan dan kelestarian sistem tata air setempat, dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.


Bahan Bacaan

  • Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Tata Ruang Laut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang RTRL

Galuh Shita

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dan memiliki garis pantai yang panjang membentang berbanding lurus dengan hasil kekayaan laut Indonesia begitu melimpah, sehingga diperlukan suatu tata ruang khusus agar tidak disalahgunakan. Dilansir dari antaranews, direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan alasan perlunya dilakukan sebuah perencanaan tata ruang laut di Indonesia, yakni dikarenakan adanya pandangan bahwa laut merupakan properti bersama, berbeda dengan daratan yang dapat dimiliki sehingga diperlukan suatu peraturan zonasi. Hal ini untuk menghindari adanya penyalahgunaan aktivitas di laut. Sehingga kemudian berbagai hal tersebut mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan berkaitan dengan laut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut.

Sebelumnya, peraturan mengenai kelautan sendiri telah diatur dalam beberapa peraturan perundangan, yakni:

  • Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang Wilayah Yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang Laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.
  • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang menyebutkan bahwa pengelolaan ruang Laut meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian
  • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan menyebutkan bahwa perencanaan tata ruang Laut merupakan proses perencanaan untuk menghasilkan Rencana Tata Ruang Laut

Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa ruang lingkup perencanaan tata ruang laut terbagi mencakup wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi. Dimana wilayah perairan mencakup perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan Laut teritorial yang di dalamnya negara memiliki kedaulatan dan dapat memberlakukan yurisdiksinya berdasarkan ketentuan perundangundangan dan hukum internasional. Sedangkan wilayah yurisdiksi mencakup wilayah di luar wilayah negara yang terdiri atas zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen, dimana negara memiliki hak-hak berdaulat dan kewenangan tertentu lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

Penyusunan dokumen Rencana Tata Ruang Laut menjadi pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional bidang kelautan; penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional bidang kelautan; perwujudan keterpaduan dan keserasian pembangunan serta kepentingan lintas sektor dan lintas wilayah dalam memanfaatkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang laut; penetapan lokasi dan fungsi ruang laut untuk kegiatan yang bernilai strategis nasional; perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; perencanaan zonasi kawasan laut; dan arahan dalam pemberian izin lokasi perairan dan izin pengelolaan perairan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta di laut.

Muatan Rencana Tata Ruang Laut

Wilayah PerairanWilayah Yurisdiksi
Kebijakan dan strategi penataan ruang laut wilayah perairanRencana struktur ruang laut wilayah perairanRencana pola ruang laut wilayah perairanPenetapan kawasan pemanfaatan umum yang memiliki nilai strategis nasionalKebijakan dan strategi penataan ruang laut wilayah yurisdiksi;Rencana struktur ruang laut wilayah yurisdiksiRencana pola ruang laut wilayah yurisdiksi.

Tata ruang laut memiliki ketentuan terhadap rencana struktur dan pola ruang. Pada rencana struktur ruang wilayah, muatan substansi menitikberatkan pada 2 hal yakni susunan pusat pertumbuhan kelautan (mencakup pusat pertumbuhan kelautan dan perikanan; serta pusat industri kelautan) dan sistem jaringan prasarana dan sarana laut yang berupa tatanan kepelabuhanan nasional dan perikanan. Sedangkan pada rencana pola ruang, muatan substansi mencakup kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, alur laut, dan KSNT (Kawasan Strategis Nasional Tertentu). Adapun rencana pola ruang laut wilayah perairan wajib untuk memenuhi:

  • ketentuan daya dukung dan daya tamping lingkungan
  • persyaratan pengelolaan lingkungan
  • penggunaan teknologi ramah lingkungan
  • pelaksanaan hak dan kewajiban negara pantai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan hukum internasional

Seperti diketahui bahwa pemerintah mengeluarkan PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan penataan ruang. Pada peraturan tersebut disebutkan bahwa dokumen RTRW akan turut mencakup tata ruang laut sehingga tidak terjadi tumpeng tindih kebijakan. Dilansir dari laman Kementerian Kelautan dan Perikanan per Februari 2021, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengumumkan status perencanaan ruang laut Indonesia/Indonesia’s Marine Spatial Planning (MSP) pada laman MSP Global, Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) – UNESCO. MSP Indonesia yang dimuat pada laman MSP Global menggambarkan status MSP per Juni 2020. Pada laman ini memuat informasi dan status Rencana Tata Ruang Laut yang telah ditetapkan melalui PP Nomor 32 Tahun 2019 dan seluruh Rencana Zonasi di tingkat nasional yang meliputi Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah (RZ KAW), Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional (RZ KSN), dan Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu (RZ KSNT) maupun di tingkat provinsi yang terdiri dari Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Disebutkan pula bahwa status MSP Indonesia dalam laman ini akan dimutakhirkan lagi pada pertengahan tahun 2021 dan akan menyesuaikan dengan perkembangan Undang-Undang Cipta Kerja, lalu setiap tahun akan dimutakhirkan Kembali sesuai dengan status perkembangannya.


Bahan Bacaan

  • Antaranews. 2019. “Alasan Perlunya Perencanaan Tata Ruang Laut”. Diperoleh 27 April 2021 dari https://www.antaranews.com/berita/926055/alasan-perlunya-perencanaan-tata-ruang-laut#mobile-src
  • Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2021. “KKP Umumkan Status Perencanaan Ruang Laut Indonesia di UNESCO”. Diperoleh 27 April 2021 dari https://kkp.go.id/djprl/artikel/27203-kkp-umumkan-status-perencanaan-ruang-laut-indonesia-di-unesco
  • Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut

Gentrifikasi, Sebuah Fenomena Perkotaan dengan Dua Sisi

Oleh : Annabel Noor Asyah

Fenomena gentrifikasi mungkin sudah lama teridentifikasi dan menjadi perbincangan di negara-negara belahan dunia ke-satu seperti di Amerika dan Eropa. Banyak sudut pandang yang menyuarakan pro dan kontranya terhadap fenomena ini karena memang gentrifikasi ibarat sebuah koin dengan dua sisi mata uang yang berbeda. Perdebatan mengenai dampak positif maupun dampak negatif dari gentrifikasi terus didengungkan hingga sekarang. Fenomena gentrifikasi yang menyangkut banyak pihak seperti pemerintah, masyarakat kelas menengah ke atas serta masyarakat kelas bawah menjadikan hal tersebut sebagai suatu hal yang rumit dan membutuhkan banyak pendekatan. Saat ini fenomena gentrifikasi sudah mulai merambah negara-negara di Asia termasuk di Indonesia.

Apa itu Gentrifikasi?

Istilah gentrifikasi pertama kali muncul pada tahun 1964 dengan pencetus pertama Ruth Glass yang merupakan seorang ahli perkotaan. Belum ada definisi pasti mengenai apa itu gentrifikasi, sehingga banyak opini dan pendapat ahli yang mencoba untuk menerjemahkan maksud dari fenomena tersebut. Menurut Lees et.al (2007), gentrifikasi merupakan sebuah proses transformasi kelas sosial atau sebidang lahan kosong di kawasan perkotaan yang tadinya dihuni oleh masyarakat kelas bawah menjadi kawasan kelompok kelas menengah yang biasanya diperuntukkan sebagai kawasan komersial. Sehingga gentrifikasi seringkali diasosiasikan sebagai bentuk penyesuaian kebutuhan kelas menengah atau kaum kapitalis. Gentrifikasi cenderung terjadi pada kawasan-kawasan yang letaknya berdekatan dengan kawasan permukiman kelas menengah atas (Guerrieri, 2013), dekat dengan pusat kota (Helms 2003), kawasan yang dilalui oleh layanan transportasi massal (Helms, 2003), dan pada kawasan yang memiliki stok perumahan lama (Kolko, 2007). Gentrifikasi juga berpotensi menyebabkan perpindahan masyarakat kelas bawah ketika kelompok ekonomi menengah atas datang dan menetap di sebuah kawasan yang mengakibatkan peningkatan harga sewa, harga bahan baku dan harga jasa sehingga secara tidak langsung akan membuat masyarakat kelas bawah tidak sanggup untuk bertahan dan pindah dari kawasan tersebut (Atkinson, 2000). Namun demikian, gentrifikasi juga disebut-sebut sebagai alat bantu yang dapat membawa perkembangan positif ekonomi kota ke arah yang lebih baik, walau terkadang dampak negatifnya lebih banyak terasa (Feagin et.al, 1990). 

Secara garis besar, terdapat dua pihak yang terlibat pada setiap proses gentrifikasi. Yang pertama adalah stakeholder yang melakukan gentrifikasi (gentrifier), dan yang kedua adalah pihak yang tergentrifikasi (gentrified people). Gentrifier biasanya diidentifikasi sebagai bagian dari masyarakat kelas menengah dan datang dari kalangan profesional. Menurut Ley (1996), terdapat dua tahapan gentrifikasi yang dilakukan oleh gentrifier, yang pertama gentrifier sebagai pioner atau yang juga disebut sebagai pihak yang tidak menyadari kemungkinan risiko yang akan terjadi (risk-oblivious). Mereka memilih lokasi di pusat kota karena nilai-nilai kultural, gaya hidup dan nilai sejarah yang terdapat pada lokasi tersebut. Yang kedua adalah kelompok yang menghindari risiko (risk-averse) yang memilih lokasi di pusat kota karena adanya peluang investasi di sana.

Berdasarkan penelitian mengenai gentrifikasi yang sudah dilakukan bertahun-tahun, pada umumnya kawasan-kawasan yang tergentrifikasi memiliki karakteristik yang mirip antara satu dan yang lainnya. Dari segi lokasi, kawasan yang tergentrifikasi cenderung berada di pusat kota. Adapun para gentrifier biasanya berasal dari kalangan profesional dan tidak terkecuali berasal dari kepemerintahan. Status sosial para gentrifier cenderung beragam namun pada umumnya datang dari kelas menengah ke atas. Tabel di bawah ini merupakan rangkuman dari karakteristik fenomena gentrifikasi yang terjadi di berbagai negara:

Karakteristik Gentrifikasi di Berbagai Belahan Dunia
Sumber: Uzun, 2002

Sisi Negatif Gentrifikasi

Setelah memahami definisi, karakteristik serta pelaku dalam fenomena gentrifikasi, selanjutnya akan dibahas mengenai dampak negatif dari fenomena tersebut. Walaupun masih menjadi perdebatan hingga sekarang, banyak ahli perkotaan yang berpendapat bahwa gentrifikasi pada umumnya akan merugikan sebagian unsur masyarakat perkotaan yaitu masyarakat marginal. Gentrifikasi kerap disebut sebagai kolonialisme di era modern. Mengapa demikian?

Sama halnya dengan kolonialisme, gentrifikasi tidak hanya merampas kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat lokal dan melemahkan kondisi ekonomi mereka, tetapi juga menyangkut ketidakseimbangan kondisi sosial dan rasial. Gentrifikasi mendorong terjadinya kapitalisme melalui permintaan pasar (pembangunan real estate), namun sekaligus membuat masyarakat yang tinggal lebih dulu di kawasan tersebut angkat kaki (Wharton et.al, 2008). Perpindahan masyarakat kelas bawah kemudian dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan karakteristiknya. Yang pertama, perpindahan karena adanya paksaan (involuntary). Dan yang kedua adalah proses perpindahan yang dilakukan secara swadaya atau sering disebut dengan voluntary.

Pada jenis perpindahan yang pertama (involuntary), biasanya terjadi pada masyarakat yang tidak memiliki kejelasan terhadap status lahan sehingga ketika terdapat pembangunan properti (untuk komersial atau residensial) yang berlokasi di lahan huniannya, mau tidak mau masyarakat harus menyerahkan lahannya untuk keberlangsungan pembangunan. Walaupun biasanya hal tersebut juga disertai dengan biaya kompensasi. Sedangkan pada jenis perpindahan yang kedua (voluntary), biasanya didahului oleh naiknya harga sewa properti di kawasan tersebut sehingga mengakibatkan ketidakmampuan membayar uang sewa bagi penghuni kontrak dan memutuskan untuk melakukan perpindahan. Jenis perpindahan yang kedua ini juga dapat diinisiasi oleh meningkatnya harga jual properti, sehingga masyarakat penghuni eksisting melihat peluang untuk menjual propertinya dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari sebelumnya. Meningkatnya harga sewa dan harga jual ini biasanya terjadi secara perlahan sehingga fenomena gentrifikasi terkesan tidak kasat mata.

Sisi Positif Gentrifikasi

Meskipun banyak penelitian yang mengatakan bahwa gentrifikasi akan merugikan masyarakat marginal dan merampas hak-hak kehidupan mereka, tidak sedikit pula hasil penelitian dan pendapat ahli yang mengatakan bahwa gentrifikasi juga memberikan dampak positif terhadap kehidupan masyarakat, terutama bagi perkembangan kawasan perkotaan kedepannya. Menurut Atkinson (2002), gentrifikasi merupakan suatu proses yang mendukung upaya revitalisasi dan perbaikan kawasan perkotaan. Gentrifikasi oleh sebagian orang dianggap sebagai pertanda baik bagi pertumbuhan ekonomi.

Dilansir dari laman money.howstuffworks.com dengan direvitalisasinya sebuah kawasan perkotaan, tentu akan meningkatkan ketertarikan untuk berinvestasi bagi para investor. Hal tersebut berpotensi meningkatkan kondisi ekonomi perkotaan ke arah yang lebih baik. Selain itu dengan meningkatnya perputaran uang di kawasan yang tergentrifikasi melalui revitalisasi kota, banyak aspek kehidupan bermasyarakat yang berpotensi terkena dampak positif. Seperti, bangunan dan ruang hijau yang direnovasi akan menambah keindahan dan nilai estetis suatu kawasan; banyaknya peluang kerja baru yang tersedia setelah meningkatnya konstruksi pembangunan pusat perbelanjaan dan perkantoran; menurunnya tingkat kriminal pada suatu kawasan karena menjadi sebuah kawasan yang lebih ramai; dan kualitas lingkungan yang lebih baik juga lebih bersih dapat dinikmati oleh masyarakat eksisting melalui kehadiran dari masyarakat kelas menengah. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian dari University of Colorado, University of Pittsburgh dan Duke University pada tahun 2008 yang meneliti tentang pendapatan total pada kawasan yang tergentrifikasi pada rentang waktu tertentu. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa kelompok masyarakat yang paling tinggi peningkatan pendapatannya adalah masyarakat kelas bawah dengan jenjang pendidikan minimal SMA. Hal tersebut menjadi salah satu contoh bahwa fenomena gentrifikasi tidak selamanya memarjinalkan masyarakat kelas bawah. 

Ellen dan O’Regan (2011) juga menemukan bahwa tidak adanya peningkatan intensitas atas berpindahnya masyarakat marginal yang terjadi dalam periode pertumbuhan ekonomi pada tahun 1990an. Hasil penelitian ini patut dipertimbangkan mengingat ciri utama dari gentrifikasi adalah terjadinya aktivitas eksodus oleh masyarakat berpenghasilan rendah atau kalangan minoritas yang tergentrifikasi. Selain itu, Vidgor (2010), menggunakan data dari American Housing Survey dan menemukan bahwa revitalisasi sebenarnya menguntungkan bagi seluruh masyarakat melalui peningkatan harga, melalui peningkatan harga sewa maupun harga beli properti. Hal tersebut berbanding lurus dengan perubahan yang disebabkan oleh proses revitalisasi kota. 

Kesimpulan

Gentrifikasi merupakan sebuah fenomena yang sering terjadi di kawasan perkotaan, baik yang prosesnya disadari maupun tidak. Perubahan karakteristik penghuni suatu kawasan, dari kelas menengah ke bawah menjadi kelas menengah ke atas seringkali dipandang merampas hak-hak kehidupan masyarakat yang terdampak. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa fenomena gentrifikasi yang biasanya sejalan dengan proses revitalisasi kota juga memberikan manfaat yang tidak sedikit terhadap perkembangan suatu kota. Gentrifikasi sendiri awalnya dikenal di negara-negara di belahan dunia ke-satu, yang disadari setelah meningkatnya harga sewa perumahan setelah masyarakat menengah ke atas bermukim di suatu kawasan marjinal. Saat ini, gentrifikasi juga kerap ditemui di negara-negara global south, tidak terkecuali di Indonesia. Lantas, bagaimanakah bentuk fenomena gentrifikasi yang terlihat di kota-kota di Indonesia? Bagaimanakah seharusnya peran pemerintah menyikapi fenomena ini mengingat banyaknya kepentingan yang ikut andil dalam satu proses gentrifikasi?

Daftar Pustaka

Pratiyudha, P.P. 2019. Gentrifikasi dan Akar-Akar Masalah Sosial: Menakar Identifikasi, Diagnosis, dan Treatment Proses Gentrifikasi Sebagai Masalah Sosial. Reka Ruang

Uzun, C.N. 2002. The Impact of Urban Renewal and Gentrification on Urban Fabric: Three Cases in Turkey. Middle East Technical University Ankara.

Ley, D. 1996. The New Middle Class and the Remaking of the Central City. New York: Oxford University Press.

Mathema, S. 2013. Gentrification An Updated Literature Review. Poverty & Race Research Action Council.

Wharton, J.L. 2008. Gentrification: The New Colonialism in the Modern Era. Stevens Institute of Technology.

https://money.howstuffworks.com/gentrification2.htm

TOD Series #2: Praktik Penerapan Konsep TOD di Berbagai Kota di Dunia

Oleh : Annabel Noor Asyah

Setelah membahas tentang definisi, prinsip dan manfaat konsep TOD pada artikel sebelumnya, kali ini akan dibahas mengenai implementasi konsep TOD di beberapa kota di dunia. Sejak konsep ini digaungkan pada akhir 1980an, sudah banyak kota yang mengadopsi konsep tersebut dalam rangka mengefektifkan dan mengefisiensikan pergerakan masyarakat di dalamnya. TOD sudah banyak diterapkan di Amerika seperti di Kota Sacramento dan Evanston. Di Eropa pun konsep ini dirasa pas untuk mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi seperti yang terlihat di Kota Rotterdam. Baru-baru ini, DKI Jakarta juga mulai berbenah dan mencoba untuk menerapkan konsep TOD dengan memutakhirkan jaringan transportasi publik yang mereka miliki. Simak praktik-praktik penerapan konsep TOD di bawah ini:

  • Rotterdam, Belanda

Penerapan konsep TOD di negeri kincir angin, Belanda, terlihat dari fungsi sebuah kawasan yang berada di jantung hati kota Rotterdam yaitu kawasan Blaak. Blaak merupakan pusat kota Rotterdam dimana di dalamnya terdapat fungsi kawasan campuran, baik fungsi komersil, residensial maupun perkantoran. Di kawasan ini juga terdapat stasiun kereta yang menghubungkan Rotterdam dengan kota lain yaitu Kota Delft. Jalur kereta pada stasiun Blaak juga difungsikan sebagai jalur metro atau kereta bawah tanah yang  menjadi jaringan antara area di dalam kota Rotterdam. Kawasan Blaak juga dilengkapi dengan ruang publik berupa plaza dan taman yang kerap digunakan oleh masyarakat untuk menghabiskan waktu di luar rumah. Setiap hari Selasa dan Sabtu, plaza tersebut digunakan sebagai pop-up market atau pasar dadakan yang menjual kebutuhan sehari-hari dengan harga yang relatif terjangkau. Untuk mendukung banyaknya aktivitas yang terdapat di Blaak, disediakan pula tempat parkir sepeda yang mampu menampung ribuan sepeda, terutama bagi pengguna sepeda yang transit dan hendak menlanjutkan perjalanan ke tempat lain. Kawasan Blaak telah memiliki segala komponen yang merupakan unsur utama pengembangan konsep TOD terutama jalur pedestrian dan sepeda yang memudahkan pergerakan dengan tanpa menggunakan kendaraan bermotor.

Kawasan Blaak dengan Konsep TOD
Sumber: Hasil Olahan. 2019
Kondisi Kawasan TOD Blaak
Sumber: Hasil Olahan. 2019
  • Sacramento, Amerika Serikat

Konsep TOD juga menjadi arah perencanaan di Kota Sacramento, Amerika Serikat. Dilansir dari website pemerintah Kota Sacramento, diketahui bahwa konsep yang termasuk rencana jangka panjang daerah ini sudah mulai diterapkan pada tahun 2018 yang lalu. Pemerintah Kota Sacramento mempertimbangkan untuk mendukung pergerakan transit dengan menggunakan moda kereta ringan namun tetap membatasi pembangunan di sekitar area transit pengimplementasian konsep TOD terarah. Pemerintah Sacramento berpendapat bahwa penerapan TOD akan mengurangi efek rumah kaca dan menciptakan komunitas yang lebih sehat dengan mendukung pergerakan tanpa moda bermotor. TOD dianggap akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi pemilik tanah ke depannya dan akan memberikan kemudahan akses terhadap kebuuhan sehari-hari bagi kaum lansia yang tidak bisa berkendara secara mandiri. Pemerintah akan memberikan insentif terhadap developer yang dapat mengembangkan bangunan residensial dengan minimum unit berjumlah 25 unit atau lebih. Pemerintah juga berencana untuk mereduksi lahan parkir kendaraan bermotor di dekat stasiun transit.

Pengembangan TOD di Sacramento, Amerika Serikat
Sumber: cityofsacramento.org , 2019
  • Evanston, Illinois, Amerika Serikat

Evanston merupakan sebuah kota transit bagi komunitas di pinggir kota North Shore dan merupakan tempat bagi perusahaan-perusahaan besar bernaung. Evanston merupakan kota yang stabil dan ideal untuk kegiatan residensial dan bisnis, kendati populasi di Evanston sangat beragam dari segi ekonomi maupun ras. Pada tahun 1986, pemerintah kota Evanston memiliki rencana untuk menciptakan kawasan dengan kepadatan yang tinggi di sepanjang Chicago Avenue dan sekitar empat stasiun kereta yang mereka miliki serta jalur pedestrian yang mumpuni. Kemudian puluhan tahun selanjutnya, Pemerintah Kota Evanston merevisi rencana tersebut dengan detail-detail yang menjadi nyawa dari konsep TOD.

Evanston memperbaharui peraturan zonasinya dengan mengurangi alokasi tempat parkir kendaraan bermotor pada area residensial multi-keluarga dan gedung-gedung bertingkat. Hal ini diperkirakan akan menstimulus kebiasaan masyarakat untuk tidak menggunakan kendaraan bermotor ketika hendak melakukan pergerakan. Pemerintah Evanstom juga mendukung pembangunan area residensial kepadatan tinggi yang dikelilingi kawasan peruntukkan campuran dengan pusat transportasi. Peraturan zonasi tersebut berhasil meningkatkan frekuensi bus dan memperbanyak rute pergerakan dan destinasi. Peraturan tersebut juga menstimulus munculnya jalur pejalan kaki dan jalur sepeda di kota Evanston.

Pengembangan TOD di Kota Evanston
Sumber: Communicating the Benefits of TOD, 2006
  • DKI Jakarta, Indonesia

Tidak hanya kota-kota di belahan benua Amerika dan Eropa saja yang telah menerapkan konsep TOD, Indonesia pun sudah mulai bergerak untuk mengimplementasikan konsep yang dapat menstimulus pergerakan masyarakat tanpa kendaraan pribadi bermotor ini. Salah satu kota yang menjadi pioner dalam pengembangan TOD adalah DKI Jakarta bersamaan dengan kota-kota besar di sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, telah direncanakan beberapa titik yang akan dikembangkan menjadi kawasan TOD. Berikut adalah lokasi potensial pengembangan TOD di Jabodetabek yang tertuang dalam perpres tersebut:

Lokasi Pengembangan TOD di Jabodetabek
Sumber: Perpres No. 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek

Adapun yang menjadi titik lokasi pengembangan TOD di Jakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Rencana Pengembangan TOD di Jakarta
Sumber: Pepres No. 55 Tahun 2018

Pengembangan kawasan berorientasi transit di Jakarta ini akan dimulai dengan pengembangan sistem jaringan transportasi umum yang mumpuni berupa MRT, LRT, dan Bus Rapid Transit. Pada April 2019, telah diresmikan kawasan TOD pertama di Jakarta yaitu Kawasan TOD Dukuh Atas dimana terdapat titik-titik transit seperti Stasiun Kereta Api Sudirman, Stasiun MRT Dukuh Atas, Stasiun BNI City (Kereta Bandara), dan Stasiun Trans Jakarta dalam suatu kawasan yang sama.

Dilansir dari website jakartamrt.co.id (2019), dalam pengimplementasiannya, Pemerintah DKI Jakarta bekerjasama dengan PT. MRT Jakarta untuk menjadi operator utama pengelola kawasan TOD Dukuh Atas. Dalam mengembangkan perencanaan TOD, PT MRT Jakarta menggunakan delapan prinsip TOD, yaitu Fungsi Campuran; Kepadatan Tinggi; Peningkatan Kualitas Konektivitas; Peningkatan Kualitas Hidup; Keadlian Sosial; Keberlanjutan Lingkungan; Ketahanan Infrastruktur; dan Pembaruan Ekonomi.  Diharapkan pengembangan konsep TOD di Jabodetabek khususnya di Jakarta dapat menuai manfaat dan mendorong berbagai keuntungan seperti:

  1. Mengurangi penggunaan kendaraan, kemacetan jalan, dan polusi udara;
  2. Pembangunan yang mendukung berjalan kaki serta gaya hidup sehat dan aktif;
  3. Meningkatkan akses terhadap kesempatan kerja dan ekonomi;
  4. Berpotensi menciptakan nilai tambah melalui peningkatan nilai properti;
  5. Meningkatkan jumlah penumpang transit; dan
  6. Menambah pilihan moda pergerakan kawasan perkotaan
Rencana Pengembangan TOD di Dukuh Atas
Sumber: metro.sindonews.com , 2019

Dari ulasan di atas dan contoh pengimplementasian konsep TOD di mancanegara, dapat diketahui bahwa sistem transit akan membuat pergerakan menjadi lebih efektif dan efisien. TOD dapat diimplementasikan dengan baik apabila terdapat dukungan dari pemangku kebijakan yang secara serius mengupayakan agar terwujudnya manfaat-manfaat TOD itu sendiri. Dari contoh di atas terlihat bahwa upaya mengurangi alokasi lahan untuk tempat parkir dapat mempengaruhi kebiasaan pergerakan masyarakat dan dapat menjadi satu langkah kecil untuk menerapkan konsep TOD di masa mendatang.

Daftar Isi

Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek

Gorewitz, et al (2006). Communicating the Benefits of TOD: The City of Evanston’s Transit-Oriented Redevelopment and the Hudson Bergen Light Rail Transit System. Center for TOD.

Zimbabwe, S et al (2011). Planning for TOD at The Regional Scale. The Center for Transit-Oriented Development.

Institute for Transportation & Development Policy (2019). What is TOD?. https://www.itdp.org/library/standards-and-guides/tod3-0/what-is-tod/

Transit Oriented Development Institute (2019). Transit Oriented Development. http://www.tod.org/

www.cityofsacramento.org/Community-Development/Planning/Major-Projects/TOD-Ordinance

www.jakartamrt.co.id/konektivitas/transit-oriented-development-tod/

metro.sindonews.com/read/1400864/171/kawasan-tod-dukuh-atas-terkendala-integrasi-moda-1556802229

TOD Series #1: Transit Oriented Development, Sebuah Konsep Untuk Menjawab Tantangan Perkotaan

Oleh : Annabel Noor Asyah

Definisi dan Prinsip Konsep TOD

Transit Oriented Development (TOD) atau yang dalam bahasa disebut Kawasan Berorientasi Transit merupakan sebuah konsep yang kian populer dan mendunia dalam bidang perencanaan serta penataan kota. Konsep ini pertama kali dicetuskan oleh seorang arsitek yang juga perancang kota yaitu Peter Calthorpe pada akhir 1980-an. TOD kian manjadi sorotan dalam bidang perencanaan modern ketika Calthorpe mempublikasikan buku yang berjudul “The New American Metropolis” pada tahun 1993. Lantas apakah sebenarnya yang menjadi definisi dari TOD itu sendiri?

Berdasarkan sebuah artikel yang diterbitkan oleh Institute for Transportation & Development Policy (ITDP), TOD memiliki arti sebagai sebuah kawasan yang didesain untuk menyatukan masyarakat kota, kegiatan perkotaan, gedung dan bangunan, serta ruang publik secara bersamaan dilengkapi dengan fasilitas pejalan kaki dan pesepeda yang memadai, serta dekat dengan lokasi transit untuk menjangkau bagian kota lainnya.

Penerapan konsep TOD berpotensi untuk menciptakan kualitas lingkungan perkotaan dengan kualitas yang baik dengan mereduksi penggunaan kendaraan pribadi. Pengimplementasian konsep TOD akan menstimulus terbentuknya lingkungan masyarakat dengan status sosial-ekonomi yang beragam serta dapat mengurangi dampak negatif dari degradasi lingkungan, serta memberikan alternatif-alternatif nyata untuk menyelesaikan masalah kemacetan (Ditmarr dkk, 2004).

Pengembangan kawasan TOD hendaknya memperhatikan beberapa prinsip yang menjadi nayawa dari konsep tersebut. Prinsip-prinsip tersebut adalah :

Sumber: Institute For Transportation & Development Policy, 2019

Manfaat Konsep TOD

Dalam penerapannya, konsep TOD memiliki beragam manfaat bagi kawasan perkotaan baik dalam hal lingkungan, sosial maupun ekonomi. Dalam hal lingkungan, TOD akan mereduksi penggunaan bahan bakar, mengurangi polusi udara dan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan kendaraan bermotor. Penerapan TOD juga akan meminimalisir kemungkinan terjadinya kemacetan dan kecelakaan lalu lintas akibat banyaknya jumlah kendaraan bermotor pribadi yang melintas.

Dari sisi sosial, pengembangan konsep TOD akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat kota dengan tersedianya tempat tinggal, tempat kerja dan tempat rekreasi yang lebih kompak dan mudah diakses. Selain itu masyarakat kota juga dapat hidup lebih sehat mengingat kebiasaan berjalan kaki yang akan terbangun ketika konsep ini diterapkan. Rutinitas berjalan kaki diketahui juga dapat mereduksi tingkat stress pada masyarakat perkotaan. Hal itu juga berlaku bagi penggunaan sepeda.  

Dari kacamata ekonomi, penerapan konsep TOD akan meningkatkan daya saing suatu kawasan seiring dengan meningkatnya peluang investasi pada kawasan tersebut. TOD juga berperan dalam mengurangi biaya pergerakan yang dikeluarkan oleh masyarakat sehari-harinya. Hal tersebut akan berpengaruh kepada kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya di luar kebutuhan transportasi. TOD juga memberikan dampak pada stabilitas harga properti di sekitar kawasan tersebut.

Daftar Isi

Gorewitz, et al (2006). Communicating the Benefits of TOD: The City of Evanston’s Transit-Oriented Redevelopment and the Hudson Bergen Light Rail Transit System. Center for TOD.

Zimbabwe, S et al (2011). Planning for TOD at The Regional Scale. The Center for Transit-Oriented Development.

Institute for Transportation & Development Policy (2019). What is TOD?. https://www.itdp.org/library/standards-and-guides/tod3-0/what-is-tod/

Transit Oriented Development Institute (2019). Transit Oriented Development. http://www.tod.org/

http://www.cityofsacramento.org/Community-Development/Planning/Major-Projects/TOD-Ordinance

    

Pengaruh Sistem Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Terhadap Tata Ruang Kota Tangerang Selatan

Oleh : Devana Tsintaniarsy Iskandar

Penerimaan Peserta Didik Baru yang kemudian disingkat menjadi PPDB merupakan penerimaan peserta didik mulai dari tingkat sekolah. Tata cara pelaksanaan PPDB telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 terdapat tiga jalur pendaftaran PPDB yang meliputi jalur zonasi, jalu prestasi, dan jalur perpindahan tugas orang tua/wali. Artikel ini akan difokuskan pada jalur pendaftaran melalui jalur zonasi.

Jalur zonasi merupakan jalur pendaftaran PPDB yang mengharuskan calon peserta didik untuk mendaftarkan diri di sekolah terdekat dengan domisilinya. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menegaskan dalam berita yang disampaikan Kominfo (2019), bahwa PPDB tahun 2019 adalah bentuk penyempurnaan dari sistem zonasi sebelumnya, sistem zonasi juga dilakukan sebagai upaya pemerataan akses dan kualitas pendidikan nasional. 

Berdasarkan berita yang dilansir dari Palapa News (2019), Dindikbud Tangerang Selatan telah membagi empat faktor kriteria penilaian untuk calon peserta PPDB. Pembagian empat faktor penilaian tersebut meliputi 30% berdasarkan jarak rumah dengan sekolah, 50% berdasarkan nilai USBN, 10% untuk siswa berprestasi, dan 10% untuk zonasi luar atau perpindahan orang tua/wali. Meskipun begitu, terdapat perbedaan rencana kebijakan antara Wakil Wali Kota Tangerang Selatan dengan Dindikbud Kota Tangerang Selatan. Wakil Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie menyampaikan bahwa sistem zonasi di Tangerang Selatan akan ditetapkan per kelurahan. Sementara menurut Kepala Dindikbud Tangerang Selatan, Taryono mengatakan bahwa untuk sistem zonasi per kelurahan tetap akan mempertimbangkan hasil ujian. Sehingga adanya kombinasi antara hasil ujian dengan jarak yang akan menjadi pertimbangan kelulusan.

Pemberlakuan sistem zonasi dalam PPDB tentunya berdampak pada masyarakat secara keseluruhan. Dampak yang terjadi akibat sistem zonasi terutama dengan mengutamakan peserta didik yang berjarak lebih dekat dari sekolah akan memengaruhi pergerakan yang terjadi. Pergerakan dapat diartikan sebagai suatu keadan berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya. Pergerakan juga dapat diartikan sebagai perjalanan yang memiliki definisi yaitu gerakan keluar dari titik asal ke titik tujuan. Rao dan Mathew (2007) mengklasifikasikan perjalanan menjadi tiga kelompok yakni perjalanan berdasarkan tujuan, perjalanan berdasarkan waktu pada hari itu, dan perjalanan berdasarkan tipe orang. Perjalanan berdasarkan tujuan terdiri dari berbagai macam tujuan, bisa perjalanan untuk bekerja, perjalanan untuk sekolah, perjalanan untuk berekreasi, dan perjalanan lainnya dengan tujuan tertentu. Dari seluruh tujuan perjalanan yang disebutkan sebelumnya, tujuan perjalanan untuk bekerja dan bersekolah merupakan perjalanan yang wajib karena menjadi dasar kebutuhan manusia, sementara perjalanan lainnya disebut sebagai perjalanan bebas.

Penerapan sistem zonasi PPDB tentunya dapat memengaruhi tata ruang suatu daerah. Pada artikel ini akan dibahas mengenai sistem zonasi pada Kota Tangerang Selatan untuk melihat pengaruhnya terhadap pergerakan. Adanya perubahan pergerakan akibat penerapan sistem zonasi tentunya menjadi faktor utama yang memengaruhii tata ruang Kota Tangerang Selatan. Sistem zonasi PPDB telah memengaruhii perubahan pergerakan terutama untuk tujuan bersekolah yang merupakan perjalanan wajib. Hal ini juga pernah diteliti oleh Prasetyo (2018) dalam tulisannya yang berjudul “Evaluasi Dampak Kebijakan Sistem Zonasi PPDB Terhadap Jarak Tempat Tinggal dan Biaya Transportasi Pelajar SMA di DIY”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata jarak tempat tinggal dengan sekolah dan biaya transportasi pelajar SMA di DIY mengalami penurunan yang signifikan setelah dilakukannya kebijakan sistem zonasi. Prasetyo juga menemukan bahwa waktu tempuh perjalanan pelajar juga mengalami penurunan, sehingga secara tidak langsung hal ini telah berdampak dalam pengurangan kemacetan di DIY.

Dari hasil penelitian Prasetyo, dapat kita ketahui bahwasannya penerapan sistem zonasi PPDB sangat berdampak dalam hal pergerakan yang akan ditempuh. Dari perubahan pergerakan tersebut dapat menjadi suatu kunci utama perubahan tata ruang akibat penerapan sistem zonasi PPDB. Kota Tangerang Selatan sendiri telah membagi zona PPDB menjadi 7 zona, dengan pembagian zona sebagai berikut

Berdasarkan hasil olahan peta zonasi PPDB Kota Tangerang Selatan di atas, dapat dilihat bahwa Kota Tangerang Selatan telah membagi wilayah zonasi ke dalam 7 zona per kecamatan. Setiap zona dibagi lagi pembagiannya per kelurahan dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Siswa dapat mendaftarkan diri dan memilih sekolah-sekolah yang terdekat dengan domisili mereka, sehingga hal ini dapat mengurangi pergerakan yang dilakukan oleh siswa. Penerapan sistem zonasi ini menyebabkan siswa tidak perlu lagi melakukan perjalanan jauh ke sekolah, baik yang berada di luar kecamatannya atau bahkan keluar dari Kota Tangerang Selatan. 

Penerapan kebijakan sistem zonasi di Kota Tangerang Selatan menyebabkan pergerakan siswa akan memusat pada fasilitas pendidikan yang berada di area kelurahan sesuai dengan domisili para siswa. Kalaupun ada siswa yang berasal dari Kelurahan, Kecamatan, ataupun Kabupaten/Kota lainnya hanyalah sedikit pergerakannya. Hal ini disebabkan karena penerimaan siswa diprioritaskan bagi siswa dengan jarak terdekat dengan nilai persentase sebesar 30% berdasarkan jarak rumah dengan sekolah.

Sedikitnya persentase bagi siswa dari zonasi luar atau perpindahan orang tua/wali yaitu hanya sebesar 10%, menyebabkan sedikit pula pergerakan dari luar zonasi. Oleh karena itu secara tidak langsung, penerapan kebijakan sistem zonasi di Kota Tangerang Selatan juga dapat memengaruhii perubahan tata ruang di Kota Tangerang Selatan akibat terpusatnya pergerakan para siswa yang hanya terjadi di tiap zona yang telah ditentukan, terlebih lagi perjalanan bersekolah yang merupakan perjalanan wajib juga hanya akan terjadi dalam jarak yang dekat akibat kebijakan sistem zonasi.

Dari tabel 1 di atas, Kecamatan Pondok Aren memiliki luas wilayah lebih besar dari kecamatan lainnya. Luasnya wilayah di Pondok Aren ternyata menunjukkan bahwa fasilitas pendidik tingkat SD dan SMP serta jumlah peserta didik di Pondok Aren memiliki nilai yang tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Sementara itu, Kecamatan Setu memiliki luas wilayah lebih kecil dari kecamatan lainnya dengan sebaran fasilitas pendidikan dan jumlah peserta didik yang lebih sedikit juga dari kecamatan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa persebaran fasilitas pendidikan dan jumlah peserta didik di Kota Tangerang Selatan berdasarkan kecamatan memiliki persebaran yang terbilang merata, karena telah sesuai dengan luas wilayah yang dimiliki tiap-tiap kecamatan.

Meskipun begitu, tabel 1 yang didapat dari BPS Kota Tangerang Selatan Dalam Angka (2017) tidak membagi fasilitas pendidikan dan jumlah peserta didik tingkat SD dan SMP antara sekolah negeri dengan sekolah swasta. Sementara, kebijakan sistem zonasi hanya berlaku untuk sekolah negeri. Terlebih lagi jumlah peserta didik tingkat SD masih merupakan total jumlah siswa dari kelas 1 hingga kelas 6, sementara peserta didik tingkat SMP hanyalah dari kelas 1 hingga kelas 3. Sehingga, adanya perbedaan jumlah peserta yang tinggi antara jumlah peserta didik tingkat SD dengan SMP. Dindikbud Kota Tangerang Selatan melalui berita yang dilansir dari beberapa portal berita daring, menjelaskan bahwa Dindikbud Kota Tangerang Selatan telah menetapkan kuota bagi calon siswa SMP negeri yang akan diterima yakni sebanyak 7.300 siswa dari 22 SMP negeri yang ada di Kota Tangerang Selatan. Oleh karena itu, artikel ini akan memberikan suatu perhitungan dengan menggunakan asumsi untuk mengetahui jumlah peserta didik SD kelas 6 atau calon peserta didik SMP.

Adapun perhitungan yang dilakukan oleh penulis, jika jumlah total peserta didik tingkat SD sebesar 130.211 siswa (lihat tabel 1), kemudian diasumsikan SD memiliki jumlah tingkatan kelas yaitu 6 kelas (100%), maka untuk mengetahui jumlah total peserta didik kelas 6 SD yaitu 100% dibagi 6 kelas yakni sebesar 16,667% atau dibulatkan menjadi 17%. Sehingga, 17% dari jumlah total peserta didik tingkat SD yaitu 130.211 adalah sebesar 22.136 siswa kelas 6 SD. Sementara itu, Dindikbud Kota Tangerang Selatan telah menetapkan calon SMP negeri hanya akan diterima sebesar 7.300 siswa, maka sebanyak 14.836 siswa kelas 6 SD atau calon siswa SMP yang perlu diakomodir. Perhitungan ini juga diperkuat oleh berita yang dilansir oleh Palapa News (2019) yang menyebutkan bahwa dengan ketetapan Dindikbud yang hanya menerima 7.300 siswa di SMP negeri tidak sebanding dengan lulusan SD di Kota Tangerang Selatan sebanyak 23.000 siswa.     

Hasil perhitungan dengan asumsi di atas menunjukkan bahwa dengan tingginya jumlah calon peserta didik SMP negeri dan rendahnya persebaran fasilitas pendidikan tingkat SMP di setiap kecamatan, serta Kota Tangerang Selatan yang hanya mengakomodir 7.300 calon siswa SMP, maka hal ini menjadi tantangan bagi Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Karena persebaran fasilitas pendidikan SMP tidak dapat menampung lulusan-lulusan dari tingginya calon peserta didik SMP negeri. Tidak meratanya persebaran fasilitas pendidikan tingkat SMP dengan tingginya jumlah calon peserta didik SMP negeri mengakibatkan banyaknya kekecewaan yang dirasakan oleh masyarakat, terutama dengan adanya penerapan kebijakan sistem zonasi saat ini. Selain persebaran fasilitas pendidikan, kekecewaan masyarakat terhadap sistem zonasi juga karena dirasa masih kurangnya kualitas pendidikan. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi Pemerintah Kota Tangerang Selatan agar kualitas pendidikan di Kota Tangerang Selatan dapat segera ditingkatkan dan disetarakan.      Berdasarkan pembahasan di atas, penerapan kebijakan sistem zonasi di Kota Tangerang Selatan dapat memengaruhi tata ruang kota karena akan terpusatnya pergerakan siswa dengan jarak terdekat dari domisili mereka. Dengan terpusatnya pergerakan siswa, maka akan mengurangi kemacetan akibat pergerakan ke arah luar zonasi terlebih lagi biasanya pergerakan siswa dilakukan bersamaan dengan pergerakan para pekerja. Selain pergerakan, Pemerintah Kota Tangerang Selatan masih memiliki tantangan yang cukup besar untuk menambah persebaran fasilitas pendidikan tingkat SMP, serta meningkatkan dan menyetarakan kualitas pendidikan di Kota Tangerang Selatan. Kendati demikian, Pemerintah Kota Tangerang Selatan dapat melakukan kerja sama dengan sekolah-sekolah swasta untuk mengakomodir calon peserta didik SMP negeri yang belum mendapatkan kesempatan untuk bersekolah di SMP negeri. Sekolah negeri juga dapat menambah kapasitas kelas agar dapat menampung lebih banyak calon peserta didik. Selain itu, Pemerintah Kota Tangerang Selatan perlu menghimbau masyarakat agar tidak hanya mendaftarkan anaknya ke sekolah negeri namun juga bisa ke sekolah swasta. Pemerintah Kota Tangerang Selatan juga perlu meningkatkan dan menyetarakan kualitas pendidikan baik tingkat SD maupun SMP di Kota Tangerang Selatan. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan melakukan seleksi tenaga pengajar yang berkualitas di setiap sekolah. Hal ini bertujuan agar masyarakat mendapatkan akses kualitas pendidikan yang sama di setiap sekolah, selain itu juga sebagai suatu solusi agar penerapan kebijakan sistem zonasi dapat berjalan dengan lancar.

Daftar Pustaka

BPS. (2018). Kota Tangerang Selatan Dalam Angka 2018. Tangerang Selatan: BPS Kota Tangerang Selatan.

Deniansyah, R. (2019, April 9). PPDB 2019, Tangsel Berlakukan Sistem Zonasi per Kelurahan. Retrieved from Tangerangnews.com: http://tangerangnews.com/tangsel/read/26677/PPDB-2019-Tangsel-Berlakukan-Sistem-Zonasi-per-Kelurahan

Ihsanuddin. (2019, Juni 20). Ombudsman: Sistem Zonasi Ditolak karena Fasilitas dan Mutu Sekolah Belum Merata. Retrieved from nasional.kompos.com: https://nasional.kompas.com/read/2019/06/20/07393221/ombudsman-sistem-zonasi-ditolak-karena-fasilitas-dan-mutu-sekolah-belum

Kominfo. (2019, Februari 8). Kemendikbud Imbau Pemda Segera Tetapkan Zona Persekolahan dan Juknis PPDB 2019. Retrieved from Kominfo.go.oid: https://palapanews.com/2019/05/13/ini-4-faktor-penilaian-sistem-zonasi-ppdb-2019/

Palapa News. (2019, Mei 13). Ini 4 Faktor Penilaian Sistem Zonasi PPDB 2019. Retrieved from palapanews.com: https://palapanews.com/2019/05/13/ini-4-faktor-penilaian-sistem-zonasi-ppdb-2019/

Palapa News. (2019, Mei 19). Kuota SMP di Tangsel Tak Sebanding Jumlah Murid Lulusan SD. Retrieved from palapanews.com: https://palapanews.com/2019/05/19/kuota-smp-di-tangsel-tak-sebanding-jumlah-murid-lulusan-sd/

Permendikbud. (2018). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menngah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Permendikbud. (2019). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Nomor 51 Tahun 2018. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Prasetyo, J. (2018). EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN SISTEM ZONASI PPDB TERHADAP JARAK TEMPAT TINGGAL DAN BIAYA TRANSPORTASI PELAJAR SMA DI DIY. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Retrieved from etd.repository.ugm.ac.id.

Rao, K. K., & Tom, V. M. (2007). Introduction to Transportation Engineering. Mumbai: Indian Institute of Technology Bombay.