Ketika Pandemik COVID-19 Mempengaruhi Fungsi Ekonomi Perkotaan

Oleh: Annabel Noor Asyah S.T; M.Sc dan Mohamad Arszandi Pratama S.T; M.Sc

Pandemik COVID-19 yang diakibatkan oleh Corona Virus mulai mendunia sejak akhir tahun 2019 lalu. Kini pandemik tersebut telah memasuki fase baru di Indonesia. Hingga tanggal 18 Maret 2020, tercatat sebanyak 227 orang positif terjangkit virus dengan proses transmisi yang sangat cepat ini. COVID-19 yang berasal dari kota Wuhan,Cina bukanlah tergolong ke dalam penyakit yang mematikan bila dibandingkan dengan Ebola yang memiliki prosentase kematian hingga 60%, dan juga SARS dan MERS yang peluang kematiannya sama-sama mencapai angka 30%. Menurut data yang dilansir dari statnews.com, mortality rate dari COVID-19 berada pada angka 1,4% saja. Kendati demikian, proses transmisi virus yang sangat cepat menjadikan COVID-19 sebagai tantangan global yang harus diantisipasi penyebarannya.

Yang menarik untuk dibahas adalah bagaimana virus Corona tersebut dapat berpindah dari sebuah kota yang terletak di Global South ke lebih 100 negara lainnya di dunia? Dan bagaimana pandemik tersebut mempengaruhi fungsi ekonomi perkotaan secara keseluruhan? Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan oleh seluruh stakeholders untuk mengantisipasi hal tersebut? 

Peta Penyebaran Virus COVID-19 di Seluruh Dunia
Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 2020

Transmigrasi COVID-19

Penyebaran virus Corona yang menyebabkan penyakit COVID-19 ini tidak hanya menyerang manusia secara spesifik, namun juga mempengaruhi fungsi ekonomi kawasan perkotaan secara general. Penanggulangan risiko dari sudut pandang perkotaan merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Berdasarkan berita yang beredar disebutkan bahwa virus ini berasal dari sebuah pasar hewan yang terletak di Kota Wuhan yang teridentifikasi pada Desember 2019. Penyebaran virus Corona terjadi karena adanya kontak dengan individu yang terinfeksi melalui tetesan cairan yang berasal dari mulut atau hidung. Lantas bagaimanakah COVID-19 ini bisa melakuan perjalanan keliling dunia?

Jawaban dari pertanyaan di atas tak lain dan tak bukan karena adanya mobilitas dan pergerakan dari individu yang terinfeksi virus Corona itu sendiri. Dengan kata lain, sistem transportasi penumpang baik pesawat, kereta maupun kendaraan bermotor lainnya merupakan alat bantu berpindahnya COVID-19 dari satu negara ke negara lain. Sebagai contoh penyebaran COVID-19 di Jerman bertransmisi melalui seorang pekerja pabrik mobil di Wuhan yang harus mengikuti pelatihan di sebuah kota tersier di Jerman, yaitu Bavaria. Setelah itu, penyebaran virus tersebut menjadi sangat cepat ke seluruh penjuru negeri bahkan ke penjuru Eropa. Begitu pula proses penyebaran virus Corona di Indonesia yang pertama kali disebabkan oleh WNI yang melakukan kontak langsung dengan warga negara Jepang yang terjangkit COVID-19.  

Dari contoh proses transmigrasi virus di atas dapat dilihat bahwa fungsi sosialisasi yang banyak terjadi di kawasan perkotaan dengan alat bantu moda transportasi dapat memperburuk kemungkinan menyebarnya pandemik tersebut. Lantas apa sajakah aspek perkotaan yang harus diperhatikan selama pandemik ini berlangsung?

Ketahanan Pangan dan Perputaran Barang

Hal pertama yang harus diperhatikan ketika sebuah pandemik terjadi adalah ketahanan pangan dan perputaran barang di kawasan perkotaan. Akan terjadi kecenderungan kelangkaan bahan makanan yang dipengaruhi oleh sisi produksi dan konsumsinya. Dari sisi produksi, tanaman hasil pangan akan sulit untuk didistribusikan kepada konsumen mengingat akses transportasi akan dibatasi pada masa pandemik. Para petani juga akan sulit untuk mengakses bibit tanaman dan keperluan tani lainnya dikarenakan kondisi ekonomi yang sedang tidak stabil sehingga harga-harga tentu akan melonjak. Keadaan akan semakin memburuk apabila sumber daya manusianya telah terpapar langsung oleh pandemik tersebut.

Sulitnya proses produksi tentu akan mengarah pada kondisi kelangkaan sehingga konsumen kesulitan kebutuhan pangan mereka. Terbatasnya jumlah hasil pangan mengakibatkan masyarakat semakin kompetitif. Dampak dari hal tersebut adalah kenaikan harga pangan, sehingga tidak semua kelas masyarakat dapat menikmatinya. Pada masa penyebaran virus Corona ini, hal tersebut juga berlaku untuk barang lainnya seperti alat kesehatan berupa masker dan obat-obatan.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah hendaknya mengeluarkan kebijakan terkait limitasi pembelian hasil pangan dan alat kesehatan dalam masa tertentu sehingga semua lapisan masyarakat tetap dapat memenuhi kebutuhan primer mereka.

Ki-Ka: Kelangkaan Bahan Makanan di Supermarket dan Masyarakat Antre Beli Masker
Sumber: Vox.com dan Yahoo.com, 2020

Sistem Pergerakan Masyarakat

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa salah satu alat bantu peningkatan status COVID-19 dari epidemik menjadi pandemik adalah moda transportasi lintas negara seperti pesawat, kereta dan bus yang mengakomodir pergerakan carrier atau individu yang terdampak virus Corona. Hal tersebut juga berlaku untuk region wilayah yang lebih kecil seperti kawasan perkotaan.

Ilustrasi Penyebaran COVID-19 melalui Transportasi Umum di Hunan, Cina
Sumber: Transformative Urban Mobility Initiative, 2020

Untuk menghindari penyebaran virus yang lebih masif lagi, pemerintah perlu untuk membuat kebijakan dan menghimbau masyarakat kota untuk tidak menggunakan transportasi publik dan meminimalisir pergerakan selama masa pandemik masih berlangsung. Kebijakan dapat berupa keputusan lockdown atau kunci sementara (kuncitara) kawasan perkotaan. Kuncitara adalah upaya untuk mengendalikan penularan virus melalui karantina kota dengan menutup sementara kegiatan bisnis tertentu dan melarang adanya pertemuan atau acara yang sifatnya besar. Kuncitara yang diterapkan bersama upaya social distancing  dirasa cukup efektif ketika diterapkan di Cina karena terbukti menurunkan jumlah pasien terinfeksi sebesar 98,9% dan juga menurunkan prosentase angka kematian hingga 99,3% sejak kuncitara diberlakukan di Cina pada 23 Februari 2020.  Bentuk lain dari kuncitara adalah pemberlakukan work from home (WFH), sehingga masyarakat bisa meminimalisir pergerakan rutin menuju tempat bekerja setiap harinya.

Solusi penanganan lainnya yang dapat dijadikan pertimbangan adalah pengalihan anggaran Public Service Obligation (PSO) di bidang transportasi ke bidang kesehatan. Strategi pengalihan dapat dilakukan dengan menaikan tarif transportasi publik dan jalan tol hingga meniadakan pajak rumah sakit. Harapannya strategi tersebut dapat meningkatkan keengganan masyarakat untuk melakukan mobilitas namun di sisi lain dapat meningkatkan subsidi di bidang kesehatan.

Upaya Social Distancing pada Moda Transportasi Publik
Sumber: Transformative Urban Mobility Initiative dan Gie Wahyudi, 2020

Aktivitas Ekonomi

Munculnya pandemik pada suatu kawasan tentu akan mempengaruhi aktivitas perekonomian yang ada di dalamnya. Apalagi ketika sebuah kota sudah memberlakukan kuncitara. Dilansir dari The Economic Times, adapun dampak ekonomi yang disebabkan oleh merebaknya COVID-19 adalah:

  • Hilangnya aktivitas ekonomi yang terjadi karena berlakunya kuncitara;
  • Pendapatan masyarakat akan hilang seiring dengan hilangnya pekerjaan  mereka, terutama bagi pekerja tidak tetap dan informal;
  • Global Shutdown yang akan berdampak pada aktivitas ekspor; dan
  • Munculnya gangguan produksi dari berbagai sektor. 

Selain itu, berdasarkan informasi dari Center for Strategic & International Studies, disebutkan bahwa sektor yang paling terdampak dari munculnya COVID-19 adalah sektor pariwisata dan industri pendukungnya, dimana akan terjadi reduksi jumlah wisatawan akibat upaya kuncitara dan social distancing. Selain sektor pariwisata, sektor lainnya yang mungkin akan terdampak adalah sektor energi dimana seiring dengan terjadinya perlambatan ekonomi maka permintaan akan listrik juga akan menurun. Banyaknya kantor yang memberlakukan work from home juga berpengaruh pada sektor tersebut karena kawasan perkantoran tidak membutuhkan tenaga listrik lagi. Kondisi-kondisi tersebut tentu akan mempengaruhi keinginan investor untuk berinvestasi sebelum keadaan ekonomi kembali stabil.

Belajar dari negara-negara seperti Cina dan Amerika Serikat, adapun hal-hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mengurangi dampak ekonomi akibat pandemik adalah sebagai berikut:

  • Memberikan pinjaman dan/atau kelonggaran khusus dan/atau support finansial kepada perusahaan-perusahaan yang berpotensi mengalami kendala likuiditas seperti industri penerbangan;
  • Membebaskan pajak pertambahan nilai atau pajak penghasilan lainnya;
  • Memangkas kebijakan suku bunga berkaitan dengan kondisi darurat; dan
  • Melakukan koordinasi dengan bank regulator dan mendorong lembaga keuangan untuk memenuhi kebutuhan keuangan pelanggan dan anggota yang terdampak pandemik.

Langkah-langkah tersebut di atas dapat diambil untuk mendukung kondisi keuangan dan mencegah guncangan ekonomi yang lebih destruktif dalam menghadapi krisis pandemik ke depannya.

Bandara Canada dan Tempat Wisata di Itali yang Sepi
Sumber: CBC News dan CBN News, 2020

Setelah membahas tentang proses transmigrasi virus, dampak yang ditimbulkan serta penanganan-penanganan yang harus segera dilakukan maka dapat disepakati bahwa pemerintah dari segala lapisan harus mempertimbangkan kebijakan yang mampu memperkecil risiko penyebaran virus agar ke depannya fungsi ekonomi perkotaan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Diperlukan pula adanya inovasi-inovasi pengembangan infrastruktur digital yang memudahkan pertukaran informasi dan pergerakan selama masa karantina pandemik berlangsung. Selain itu kesadaran dan keinginan masyarakat untuk menjaga kesehatan dan terhindar dari penyakit juga perlu ditumbuhkan sesegera mungkin.

Daftar Pustaka

Klaus, I. 2020. Pandemics Are Also an Urban Planning Problem. City Lab. https://www.citylab.com/design/2020/03/coronavirus-urban-planning-global-cities-infectious-disease/607603/

Keil R, et al. 2020. Outbreaks Like Corona Virus Start in and Spread From the Edges of Cities. The Conversation. https://www.citylab.com/design/2020/03/coronavirus-urban-planning-global-cities-infectious-disease/607603/

Begley, S. 2020. Lower Death Rate Estimates fOr Coronavirus, Especially for Non-Eldery, Provide Glimmer of Hope. Statnew. https://www.citylab.com/design/2020/03/coronavirus-urban-planning-global-cities-infectious-disease/607603/

CBC News. 2020. Vancouver International Airport Increases Screening of Overseas Arrivals as One of Canada’s 4 Entry Points. https://www.citylab.com/design/2020/03/coronavirus-urban-planning-global-cities-infectious-disease/607603/

Komarudin. 2020. Deretan Destinasi Wisata Populer di Italia Nyaris Kosong Tanpa Pengunjung. https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4195080/deretan-destinasi-wisata-populer-di-italia-nyaris-kosong-tanpa-pengunjung

Bureau, ET. 2020. COVID-19 Impact: How to Shield This Economy. https://economictimes.indiatimes.com/news/economy/indicators/covid-19-impact-how-to-shield-the-economy/articleshow/74682449.cms

Centers for Disease Control and Prevention

Transformative Urban Mobility Initiative

Upaya Utilisasi Ruang Terbuka yang Optimal Bagi Masyarakat Perkotaan

Oleh Annabel Noor Asyah S.T; M.Sc

Ruang terbuka merupakan sebuah istilah yang tidak asing lagi di telinga masyarakat perkotaan. Sering digaungkan di berbagai media, membuat utilisasi ruang terbuka kerap menjadi sorotan publik. Tak jarang pengadaan ruang terbuka menemui kendala pada tahap inisial, seperti polemik perolehan lahan dan perencanaannya yang dinilai tidak mengikutsertakan kepentingan publik. Banyak pula penyediaan ruang terbuka yang dianggap kurang optimal baik dari segi finansial maupun dari sisi manfaat yang dihasilkan bagi masyarakat. Lantas, bagaimanakah kondisi ruang terbuka di kawasan perkotaan saat ini? Dan bagaimana mewujudkan utilisasi ruang terbuka perkotaan yang optimal dan tepat guna?  

Ruang Terbuka di Kawasan Perkotaan

Berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dalam Peraturan Menteri PU No. 05/PRT/M/2008, diketahui bahwa ruang terbuka memiliki definisi sebagai ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka itu sendiri kemudian diklasifikasikan kembali menjadi ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.

Dalam penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan, terdapat aturan mengenai prosentase RTH yang didasari oleh luas wilayah perkotaan secara keseluruhan, yaitu:

  • Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH Privat;
  • Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat; dan
  • Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.

Proporsi 30% tersebut ditetapkan sebagai jaminan keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hodrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

Dengan adanya peraturan terkait prosentase penyediaan RTH tersebut, maka setiap kota seolah berlomba untuk mewujudkannya, walaupun realitanya, penyediaan ruang terbuka bukanlah hal yang mudah untuk diwujudkan. 

Permasalahan dalam Penyediaan Ruang Terbuka di Kawasan Perkotaan

Belum banyak kota di Indonesia yang mampu mewujudkan RTH dengan proporsi sebesar 30%. Saat ini, kota Balikpapan menjadi satu-satunya kota yang berhasil dengan prosentase RTH sekitar 37,396% dari total luas kota secara keseluruhan. Hal tersebut memperlihatkan betapa sulitnya penyediaan RTH yang ideal dapat dioptimalisasi pada kawasan perkotaan. Adapun yang menjadi kendala dalam penyediaan RTH adalah sebagai berikut:

  • Keterbatasan Lahan di Perkotaan

Sudah menjadi rahasia umum bahwa lahan perkotaan yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka kian terbatas jumlahnya seiring berjalannya waktu. Dampak pembangunan yang masif menyebabkan lahan-lahan di perkotaan dikembangkan sebagai pusat-pusat kegiatan berkepadatan tinggi dan kerap mengesampingkan keberadaan ruang terbuka. Hal tersebut, selain menjawab tantangan perkotaan juga dianggap lebih menguntungkan secara finansial ketimbang pengembangan lahan dengan kegiatan berkepadatan rendah, seperti ruang terbuka. Kalaupun tersedia lahan kosong di pusat perkotaan, dapat dipastikan memiliki nilai lahan yang sangat tinggi dan tidak sedikit yang sudah dikuasai oleh pihak-pihak tertentu.

  • Alokasi Pendanaan Pemerintah Kota yang Terbatas

Walaupun terdapat beberapa provinsi yang menaikkan APBDnya untuk kepentingan pengembangan ruang terbuka, seperti Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, nyatanya masih banyak provinsi maupun kota yang belum terlalu aware mengenai manfaat yang dihasilkan oleh keberadaan ruang terbuka. Oleh karena itu, anggaran pendapatan belanja daerah lebih banyak dialokasikan kepada hal lain yang menjadikan penyediaan ruang terbuka sulit diwujudkan di kawasan perkotaan.   

  • Kapasitas Sumber Daya yang Belum Memadai

Selain terbatasnya ketersediaan lahan dan alokasi pendanaan, satu hal yang kerap menjadi bendera merah dalam penyediaan ruang terbuka adalah belum maksimalnya kapasitas sumber daya manusia yang mengawal pengembangan ruang terbuka itu sendiri. Penambahan personel yang berdaya dan memiliki kapabilitas untuk menangani penyediaan ruang terbuka menjadi urgensi tersendiri untuk tiap-tiap provinsi dan kota.

  • Kurangnya Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Ruang Terbuka

Sejatinya pengembangan ruang terbuka hendaknya mengacu pada kaidah-kaidah yang memberikan kebermanfaatan terhadap fungsi ekologis, estetis, sosial dan ekonomis kawasan perkotaan itu sendiri. Dalam mewujudkan itu semua, tentu saja dibutuhkan partisipasi masyarakat agar pengembangan ruang terbuka ke depannya dirasa tepat guna dan tepat sasaran. Saat ini, partisipasi publik dalam pengembangan ruang terbuka masih sangat minim. Hal tersebut ditandai dengan masih banyaknya penolakan-penolakan masyarakat terkait dengan pembebasan lahan untuk ruang terbuka. Hal tersebut tentu saja dapat diminimalisir dengan adanya pendekatan partisipasi publik sehingga sense of belonging masyarakat akan semakin kuat.

Jenis Pemanfaatan Ruang Terbuka yang Dibutuhkan Masyarakat di Kawasan Perkotaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5/PRT/M Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan diketahui terdapat beberapa jenis RTH yang dapat dikembangkan, di antaranya adalah:


Dari ke sepuluh jenis ruang terbuka tersebut, menarik untuk dibahas lebih lanjut tentang ruang terbuka seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat di kawasan perkotaan? Berdasarkan hasil riset sederhana yang dilakukan oleh Lokalaras Indonesia Institute, diketahui bahwa 67% responden lebih menginginkan ruang terbuka berupa sarana olahraga ketimbang taman bermain ramah anak dan taman relaksasi. Sebanyak 91% dari responden juga mengatakan bahwa mereka merasa perlu adanya sarana olahraga berupa lapangan dan taman olahraga di dekat tempat tinggalnya.  Berangkat dari hasil riset tersebut dapat dilihat bahwa sarana olahraga di ruang terbuka berupa lapangan dan taman olahraga lebih menarik minat masyarakat ketimbang taman bermain dan relaksasi. Hal tersebut berjalan beriringan dengan tren hidup sehat yang sedang populer di kalangan masyarakat perkotaan. Seperti yang diketahui saat ini ruang terbuka di Jakarta seperti stadion Gelora Bung Karno dan Lapangan Banteng ramai dikunjungi warga yang hendak jogging atau hendak melakukan aktivitas olahraga lainnya seperti zumba, poundfit, dan cardio dance. Ruang-ruang olahraga juga dibutuhkan sebagai wadah pertemuan bagi komunitas-komunitas olahraga seperti komunitas sepeda, komunitas sepatu roda dan lain sebagainya.

Utilisasi Ruang Terbuka yang Optimal

Dengan melihat tren dan kecenderungan kebutuhan ruang terbuka bagi masyarakat perkotaan, dibutuhkan strategi utilisasi agar ruang terbuka dapat berfungsi secara optimal. Strategi-strategi tersebut meliputi:

  • Kesesuaian Peruntukan dengan Rencana Tata Ruang

Hal pertama yang harus dipastikan sebelum merencanakan utilisasi ruang terbuka adalah kesesuaian peruntukan dengan rencana tata ruang seperti RTRW Kota/ RTR Kawasan Perkotaan/ RDTR Kota/ RTR Kawasan Strategis Kota/ Rencana Induk RTH yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat. Hal tersebut harus dipastikan sebagai pintu pembuka kepastian dan keamanan hukum bagi penyelenggaraan ruang terbuka di kawasan perkotaan.

  • Mengikutsertakan Peran Masyarakat

Peran masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka merupakan upaya pelibatan masyarakat, swasta, lembaga badan hukum dan atau perseorangan baik pada tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Upaya ini dimaksdukan untuk menjamin hak masyarakat dan swasta untuk memberikan kesempatan akses dan mencegah terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang yang telah ditetapkan melalui pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang oleh masyarakat dan swasta dalam pengelolaan ruang terbuka, dengan prinsip:

  1. Menempatkan masyarakat sebagai pelaku yang sangat menentukan dalam proses pembangunan ruang terbuka hijau;
  2. Memposisikan pemerintah sebagai fasilitator dalam proses pembangunan ruang terbuka;
  3. Menghormati hak yang dimiliki masyarakat serta menghargai kearifan lokal dan keberagaman sosial budayanya;
  4. Menjunjung tinggi keterbukaan dengan semangat tetap menegakkan etika;
  5. Memperhatikan perkembangan teknologi dan bersikap profesial
  6. Sumber Pendanaan Alternatif

Terbatasnya APBD Provinsi untuk pengembangan ruang terbuka, menjadikan adanya alternatif pendanaan sebagai urgensi yang harus dipikirkan secara matang. Para pemangku kepentingan beserta dengan masyarakat dan swasta hendaknya bersama-sama mewujudkan skema pendanaan pengembangan ruang terbuka yang efektif, efisien serta tepat guna. Berbagai jenis alternatif pendanaan seperti pemanfaatan dana CSR, dana kontribusi perusahaan, dan crowd funding dapat dijadikan opsi untuk penyelenggaraan ruang terbuka. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, apakah kita sanggup mewujudkan ruang terbuka yang optimal?

Daftar Pustaka

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M.2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan perkotaan

Nugroho, M.L.E. 2014. Problematika Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang. Semarang. Universitas Diponegoro