Mengenal Nomadic Tourism

Oleh Galuh Shita

Istilah nomadic tourism mungkin masih terdengar asing bagi kalangan masyarakat. Istilah nomadic tourism mengambil inspirasi dari kebiasaan masyarakat Mongolia yang berpindah-pindah tempat tinggal. Dilansir dari KBBI Kemendikbud, istilah nomad memiliki arti kelompok orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap, berkelana dari satu tempat ke tempat lain, biasanya pindah pada musim tertentu ke tempat tertentu sesuai dengan keperluan kelompok itu. Secara umum, istilah nomadic tourism merupakan gaya pariwisata baru dimana wisatawan dapat menetap dalam kurun waktu tertentu di suatu destinasi wisata dengan amenitas yang mudah dipindahkan (portable) dan berpindah-pindah.

Dilansir dari UNWTO (The World Tourism Organization) umumnya terdapat beberapa karakteristik wisatawan dari jenis pariwisata ini, seperti masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan hingga kuliah, berusia 35-55 tahun, memiliki pendapatan menengah dan umumnya tidak memiliki anak di bawah 12 tahun. Secara tidak sadar, sebagian masyarakat mungkin sudah menjadi bagian dari pelaku wisata nomad. Karakteristik wisatawan yang menjadi pelaku wisata nomad mirip dengan pelaku wisata backpack yang cenderung berpindah-pindah. Yang membedakan adalah kecenderungan wisatawan untuk menghabiskan biaya dengan jumlah yang lebih besar dan tempat tinggal yang lebih nyaman. Para pelaku nomad umumnya tetap mengutamakan kenyamanan dan rela menghabiskan uang untuk menghemat waktu dalam berpindah tempat, tidak seperti backpacker yang cenderung menghemat biaya atau bahkan memilih untuk tidak mengeluarkan uang sama sekali, misalnya menumpang kendaraan ataupun penginapan.

Menurut Kemenpar, terdapat 3 jenis tipe wisatawan nomad, yaitu:

  • Glampacker, sering disebut pula sebagai millennial nomad, merupakan kelompok wisatawan yang memiliki preferensi wisata untuk menghabiskan waktu mereka pada destinasi wisata yang mewah. Kelompok wisatawan ini cenderung untuk tidak mengorbankan kenyamanan dan mencoba untuk melihat dunia dari zona nyaman mereka. Mereka tidak akan ragu untuk menghabiskan uang mereka pada hal-hal yang mampu menawarkan kemewahan, baik pada penginapan, barang ataupun pengalaman.
  • Luxpacker, sering disebut pula sebagai wisatawan luxurious nomad, merupakan kelompok wisatawan yang melakukan perjalanan mengembara untuk melupakan daerah asal mereka dengan menggunakan fasilitas media daring.
  • Flashpacker, sering disebut pula sebagai wisatawan digital nomad, merupakan kelompok wisatawan yang mirip dengan tipe wisatawan backpacker namun lebih memilih untuk menikmati pengalaman berwisata dengan lebih nyaman. Apabila backpacker lebih mementingkan harga yang murah meskipun memakan waktu yang lama dalam perjalanan ataupun tinggal di tempat yang nyaman, maka flashpacker merupakn tipe wisatawan yang akan rela membayar lebih untuk dapat menikmati pengalaman berwisata dengan lebih nyaman meskipun harus mengeluarkan biaya yang lebih besar.

Identifikasi Karakteristik Pelaku Wisata Digital Nomad

Judul dan PenulisDefinisiHasil
Judul Nomadic Tourism, Wisata Pendidikan, Digitalisasi dan Wisata Event dalam Pengembangan Destinasi  
Penulis Dr. Ni Made Eka Mahadewi., M.Par., CHE  
Lokasi Bali (2018)
Nomadic Tourism adalah kegiatan wisata yang dilakukan secara berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dilakukan oleh wisatawan usia produktif berusia 35-55 tahun, memiliki pendapatan dan mengandalkan informasi terkini.
Flashpacker, atau disebut sebagai wisatawan Digital Nomad yang menetap sementara pada suatu tempat, sembari bekerja darimana saja. Terdapat 5 juta wisatawan dengan kategori flashpacker yang memiliki afinitas terhadap Indonesia dan tertarik dengan dunia digital nomad.
Nomadic Tourism:
– wisata berpindah-pindah
– usia produktif 35-55
– punya penghasilan
– update informasi terkini

Flashpacker/digital nomad:
– menetap sementara waktu sembari bekerja dimana saja
Judul Become Nomad  
Penulis Eli David
Lokasi Israel (2014)
Digital nomad adalah orang yang terus bergerak dan menjelajahi destinasi baru, akan tetapi masih bergantung pada teknologi untuk terus bekerja. Seorang digital nomad akan mengandalkan teknologi untuk komunikasi sehingga mereka dapat tetap berhubungan dengan klien mereka. Biasanya, ini berarti bahwa ada minggu kerja reguler kemudian perjalanan wisata dilakukan pada akhir pekan. Kemudian itu juga bisa berarti bahwa bepergian dilakukan saat ada pekerjaan dan ketika seseorang harus terus-menerus tinggal di berbagai negara untuk tujuan kerja.Digital Nomad:
– Orang yang terus bergerak menjelajahi destinasi baru
– Sangat bergantung pada teknologi untuk terhubung kepada klien/pekerjaan
– Berwisata di akhir pekan
– Harus selalu siap berpindah ke berbagai negara untuk tujuan pekerjaan
Judul Digital Nomads: Employment In The Online Gig Economy  
Penulis Beverly Yuen Thompson
Lokasi New York (2018)
Pengembara digital adalah pekerja yang pekerjaan utamanya dilakukan di internet. Mereka tidak diharuskan datang sendiri untuk melakukan pekerjaan mereka, sehingga mereka “independen”. Tetapi hanya sebagian kecil dari pekerjaan yang benar-benar dapat dilakukan secara online seperti pemasaran digital, desain web, rekayasa perangkat lunak, atau pemrograman komputer, tutor bahasa video online. Untuk sebagian besar adalah pekerja dari jarak jauh, biasanya memiliki rumah tangga yang stabil di satu kota dan bekerja dari rumah atau beberapa di tempat-tempat lokal.Digital Nomad:
– Pekerjaan utamanya selalu berhubungan dengan internet
– Independen/freelancer
– Contoh pekerjaan yang dilakukan digital nomad adalah digital marketing, web design, design software, pemrograman computer, tutor bahasa video online.
– Biasanya memiliki rumah tangga yang stabil di satu kota
– Bekerja dari rumah
Judul The New Global Nomads: Youth Travel In A Globalizing World
Penulis Greg Richards  
Lokasi Belanda (2015)
Nomad digital atau flashpacker adalah traveler yang paling terhubung dengan dunia digital, sering menggunakan media sosial dan juga lebih cenderung susah membedakan ketika mereka sedang bekerja atau berlibur. Digital nomad juga memiliki kontak jauh lebih sedikit dengan ‘masyarakat lokal’.Digital nomad:
– Sangat terhubung dengan dunia digital
– Sering menggunakan media sosial
– Sulit membedakan ketika mereka sedang bekerja atau berwisata
– Kurang melakukan kontak dengan masyarakat lokal
Judul Digital Nomadism  
Penulis Georgios Mouratidis
Lokasi Swedia (2015)
Laptop, smartphone, dan tablet adalah media yang menghubungkan virtual dengan medan fisik, mengatur semua jenis media lain yang terlibat dalam produksi tanda-tanda digital nomaden. “Media seluler” dan “smart devices” memungkinkan peredaran data tanpa koneksi fisik, memberikan kesempatan kepada para penggunanya untuk bekerja dari mana saja, sebagian besar di kafe yang menawarkan WiFi gratis dan ruang kerja bersama yang biasanya juga menyediakan ruang meja individual dan fasilitas kantor.Alat teknologi yang digunakan digital nomad:
– Laptop, smartphone, smart device
– membutuhkan Wi-Fi
– membutuhkan co-working space

Sumber: Studi Digital Nomad

Pada tahun 2018, Kementerian Pariwisata di bawah kepemimpinan Menteri Arief Yahya, telah mencanangkan program wisata nomad secara digital sebagai upaya untuk mendatangkan banyak wisatawan. Hal ini dikarenakan jenis wisata ini memiliki karakter bisnis yang murah, operasional tergolong cepat, dan tingkat pengembalian modal cenderung cepat dikarenakan karakter pasar potensial yang disasar sebagian besar adalah wisatawan dengan kelas menengah-atas. Adapun yang tergolong ke dalam aspek 3A dalam jenis pengembangan destinasi wisata nomad, yaitu:

Nomadic tourism attraction

Merupakan bentuk atraksi wisata yang memberikan hiburan ataupun event kepada wisatawan nomad. Atraksi hiburan yang dapat disajikan dalam jenis wisata ini dapat berupa atraksi wisata alam hingga buatan, ataupun event kegiatan.

Nomadic tourism amenities

Merupakan ragam fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan seperti salah satunya adalah ketersediaan akomodasi. Adapun jenis ketersediaan akomodasi yang umumnya disediakan untuk jenis wisata nomad adalah:

  • Karavan, yang dapat diprogram untuk berpindah harian, mingguan, ataupun pada waktu tertentu dan dapat diberhentikan di lokasi tertentu.
  • Glamping, merupakan fasilitas penginapan berupa tenda mewah yang dilengkapi dengan fasilitas hotel berbintang. Jenis akomodasi ini sudah banyak ditemui di beberapa lokasi wisata di Indonesia.
  • Home-pod, merupakan fasilitas penginapan yang berbentuk rumah telur, yang dapat dipindahkan dalam waktu yang lebih panjang dari glamping.

Nomadic tourism access

Merupakan kemudahan akses untuk menuju destinasi wisata. Bentuk kemudahan akses dalam jenis wisata nomad dapat diwujudkan dalam bentuk penyediaan seaplane, helicity, ataupun penginapan di dalam kapal pesiar.

Ekosistem Wisata Nomad

Sumber: Kementerian Pariwisata, 2018

Penyelenggaraan wisata nomad memerlukan ekosistem yang terintegrasi. Target market dari jenis wisata nomad tak hanya berasal dari wisatawan lokal, namun juga wisatawan mancanegara dengan kelas menengah hingga menengah atas. Hal ini dikarenakan fasilitas yang ditawarkan dalam jenis wisata ini umumnya memakan biaya yang cukup besar, seperti penyewaan karavan, penginapan glamping, dan sebagainya. Selain itu, wisata nomad pada umumnya memang ditujukan kepada lokasi wisata yang belum memiliki banyak kelengkapan amenitas. Penerapan program wisata nomad dinilai cocok dikarenakan wisata alam di Indonesia banyak digemari oleh kaum milenial. Konsep wisata ini juga dinilai cocok dan mampu untuk menjangkau destinasi-destinasi wisata alam di Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah kepulauan dengan akses yang sulit dijangkau.


Bahan Bacaan

  • Phinemo. 2018. “Kemenpar Gencarkan Nomadic Tourism, Ada yang Tahu Apa Nomadic Tourism Itu?”. Diperoleh 16 Maret 2021 dari https://phinemo.com/kemenpar-gencarkan-nomadic-tourism-ada-yang-tahu-apa-nomadic-tourism/
  • Deviesthe, Michelle Yohanne. 2019. Studi Digital Nomad di Kota Bandung. Bandung: STP Bandung.
  • Liputan6. 2019. “Nomadic Tourism, Konsep Kamping Mewah yang Diminati Investor China”. Diperoleh 17 Maret 2021 dari https://www.liputan6.com/news/read/3984545/nomadic-tourism-konsep-kamping-mewah-yang-diminati-investor-china
  • Kompas. 2018. “”Nomadic Tourism” Sasar Wisatawan Mancanegara”. Diperoleh 17 Maret 2021 dari https://travel.kompas.com/read/2018/03/27/173000627/-nomadic-tourism-sasar-wisatawan-mancanegara
  • Dokumen Nomadic Tourism oleh Asisten Deputi Manajemen Strategis, Kementerian Pariwisata 2018.

Potensi Kopi sebagai Agrowisata Utama di Indonesia

Galuh Shita A.B.

Indonesia memiliki potensi kopi yang cukup besar. Indonesia dikenal sebagai produsen kopi terbaik kedua di dunia setelah Brazil. Kecintaan masyarakat Indonesia terhadap kopi pun tidak dapat dipungkiri lagi. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah dan sebaran kedai kopi yang meningkat drastis di berbagai kota. Menurut Speciality Coffee Association of Indonesia (SCAI), pertumbuhan kedai kopi di Indonesia pada tahun 2020 mencapai hingga 20%. Hal ini membuktikan bahwa antusiasme masyarakat terhadap kopi sangatlah tinggi.

Fenomena ini juga menginspirasi pemerintah melalui Kemenparekraf untuk mendorong para produsen kopi agar mampu menciptakan produk kopi yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Pada periode kepemimpinan Wishnutama sebagai Kepala Kemenparekraf, penyediaan wisata kopi sebagai salah satu travel pattern di Indonesia sempat digaungkan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kopi dapat menjadi sector unggulan bagi pariwisata, khususnya pariwisata berbasis pertanian atau agrowisata.

Sebenarnya, seberapa besarkah potensi kopi yang ada di Indonesia?

Sebaran Perkebunan Kopi

Perkebunan kopi di Indonesia tersebar hampir di seluruh provinsi, kecuali wilayah provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan data yang didapat dari BPS pada tahun 2018*, tercatat bahwa luas perkebunan kopi di Indonesia secara keseluruhan mencapai sebesar 1,2 juta Ha yang terbagi ke dalam 3 status perusahaan, yakni Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan Perkebunan Rakyat (PR).

Gambar 1           Sebaran Perkebunan Kopi di Indonesia

Perkebunan Rakyat mendominasi lebih dari 90% luasan perkebunan kopi yang ada di Indonesia. Provinsi Sumatera Selatan merupakan provinsi dengan perkebunan kopi yang terluas di Indonesia yaitu 251 ribu hektar pada tahun 2019 atau 20,65 % dari total luas areal kopi di Indonesia. Provinsi Lampung menempati posisi kedua dengan total luas perkebunan sebesar 157 ribu hektar. Dari keseluruhan perkebunan kopi di Indonesia, provinsi dengan luasan areal kopi terkecil berada di Kepulauan Riau dengan luas hanya sebesar 2 hektar.

Produktivitas Perkebunan Kopi

Hasil produksi kopi di Indonesia didistribusikan baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Jumlah penjualan ke luar negeri pun tidak main-main dan mampu mencapai angka yang fantastis. Adapun negara yang menjadi tujuan ekspor terbesar adalah:

  1. Amerika Serikat, dengan volume ekspor mencapai 58,67 ribu ton dan nilai ekspor sebesar US$ 253,87 juta
  2. Malaysia, dengan volume ekspor sebesar 36,9 ribu ton dan nilai ekspor sebesar US$ 62,94 juta
  3. Italia, dengan volume ekspor sebesar 35,45 ribu ton dan nilai ekspor sebesar US$ 60,35 juta
  4. Mesir, dengan volume ekspor sebesar 34,29 ribu ton dan nilai ekspor sebesar US$ 59,06 juta
  5. Jepang, dengan volume ekspor sebesar 25,59 ribu ton dan nilai ekspor US$ 68,57 juta

Pada tahun 2019 tercatat total jumlah penjualan ekspor mencapai sekitar 359 ribu ton sementara total jumlah pembelian impor ke dalam negeri hanya sebesar 32 ribu ton. Hal ini menunjukkan bahwa peminat kopi Indonesia di luar negeri tidaklah main-main dan masyarakat Indonesia pun lebih banyak menyukai dan menikmati kopi lokal.

Berdasarkan data dari BPS, pada tahun 2018 produksi kopi Indonesia mencapai 756 ribu ton, sedangkan pada tahun 2019 diperkirakan mencapai hampir 742 ribu ton. Rata-rata hasil pertanian yang mampu dihasilkan adalah sebesar 794 kg per hektarnya. Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki areal perkebunan kopi terluas di Indonesia memiliki jumlah produksi yang terbanyak yakni sebesar 196 ribu ton.

Syarat Lokasi Perkebunan Kopi

Nyatanya, untuk menghasilkan kopi yang berkualitas tinggi diperlukan beberapa kondisi khusus terhadap pemilihan perkebunan kopi. Terdapat beberapa faktor yang dapat menentukan baik atau tidaknya pertumbuhan dan produksi tanaman kopi, seperti ketinggian lahan, suhu udara, serta curah hujan. Umumnya lokasi perkebunan kopi berada pada ketinggian antara 600 hingga 1.700 mdpl, namun hal tersebut dapat bervariasi dan disesuaikan dengan jenis kopi yang akan ditanam seperti kopi robusta, arabika, atau liberika. Kondisi ketinggian lahan tersebut memiliki kondisi curah hujan dan suhu udara yang berbeda pula. Dilansir dari publikasi Kementerian Pertanian, kondisi curah hujan yang dibutuhkan kopi Robusta dan Arabika sama yaitu berkisar 1.250 – 2.500 mm/tahun sedangkan untuk kopi Liberika nilainya lebih tinggi yaitu berkisar 1.250 – 3.500 mm/tahun.

Kriteria Teknis Kesesuaian Lahan Perkebunan Kopi

Sumber: Ditjenbun, 2014 dalam balittri.litbang.pertanian.go.id

Kelas kesesuaian lahan pada suatu wilayah ditentukan berdasarkan tipe penggunaan lahan, yaitu:

Kelas S1/Sangat Sesuai

Lahan dengan klasifikasi ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan pengelolaan yang dibutuhkan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas lahan serta tidak akan meningkatkan keperluan masukan yang telah biasa diberikan.

Kelas S2/Sesuai

Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Faktor pembatas yang ada akan mengurangi produktivitas lahan serta mengurangi tingkat keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan.

Kelas S3/Sesuai Marginal

Lahan mempunyai pembatas-pembatas serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Tingkat masukan yang diperlukan melebihi kebutuhan yang diperlukan oleh lahan yang mempunyai tingkat kesesuaian S2, meskipun masih dalam Batas-batas kebutuhan yang normal.

Kelas N/Tidak Sesuai

Lahan dengan faktor pembatas yang permanen, sehingga mencegah segala kemungkinan pengembangan lahan untuk penggunaan tertentu.  Faktor pembatas ini tidak dapat dikoreksi dengan tingkat masukan yang normal.

Memproduksi kopi membutuhkan banyak factor penentu agar dapat menghasilkan kopi yang berkualitas tinggi. Indonesia memiliki dataran yang luas serta kondisi tanah yang cukup baik untuk ditanami kopi sehingga tak heran bila produksi kopi yang dihasilkan sangatlah berlimpah. Melihat potensi ini, tentu saja sektor agrowisata kopi sangatlah berpotensi untuk dikembangkan agar masyarakat dapat mengetahui dan mempelajari proses pembuatannya dari hulu ke hilir.

———-

*belum tersedia data terbaru pada saat artikel ini dibuat

Bahan Bacaan

  • Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Kementerian Pertanian). 2017. “Persiapan dan Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi”. Diperoleh 8 Maret 2021 dari http://balittri.litbang.pertanian.go.id/index.php/berita/info-teknologi/474-persiapan-dan-kesesuai-lahan-tanaman-kopi
  • Investor Daily. 2021. “SYL: 2021, Kopi Indonesia Harus Jadi Ikon di Pasar Internasional”. Diperoleh 5 Maret 2021 dari https://investor.id/business/syl-2021-kopi-indonesia-harus-jadi-ikon-di-pasar-internasional
  • Statistik Kopi Indonesia 2019, Badan Pusat Statistik
  • Statistik Perkebunan Indonesia 2018-2020, Kementerian Pertanian