PPP Series #3 Skema Public-Private Partnership: Pembangunan Infrastruktur melalui Penerapan PPP di Indonesia

Oleh : Annabel Noor Asyah

Kondisi PPP di Indonesia

Skema public-private partnership sudah mulai diadaptasi di Indonesia sejak tahun 2005. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh urgensi pembangunan infrastruktur dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menyediakan pelayanan publik yang baik. Di Indonesia, PPP diatur dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Adapun yang menjadi definisi dari PPP berdasarkan perpres tersebut adalah, kerjasama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu kepada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh penanggung jawab proyek kerjasama, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko antara para pihak.

Di Indonesia, PPP dilakukan dalam tiga tahapan yaitu Perencanaan, Persiapan dan Transaksi. Adapun skema PPP dibedakan menjadi dua yaitu skema solicited dan unsolicited. Solicited adalah kondisi dimana proyek pembangunan diinisiasi oleh pemerintah, sedangkan unsolicited diinisiasi oleh pihak swasta. Terkait skema pengembalian modal, PPP di Indonesia dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

  • Dibayarkan oleh pengguna infrastruktur, dimana pada skema ini pihak swasta menerima pengembalian modal dari harga yang dibayarkan oleh pengguna infrastruktur;
  • Dibayarkan oleh pemerintah, pada skema ini proyek pembangunan biasanya bukanlah proyek yang menghasilkan keuntungan maka pemerintah akan membayarkan sejumlah pembayaran tahunan kepada pihak swasta sebagai pemasukan pokok; dan
  • Jenis pembayaran lainnya, selama hal tersebut sesuai dengan hukum dan regulasi.

Adapun jumlah proyek PPP yang berhasil ditender hingga tahun 2018 berjumlah 68 proyek pembangunan infrastruktur yang terdiri dari berbagai macam sektor. Beberapa diantaranya adalah pembangunan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II; Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Nambo; dan Sistem Penyediaan Air Minum Umbulan. Berikut ulasannya:

Implementasi PPP: Jalan Tol Layang Jakarta – Cikampek II

Maksud dari pembangunan jalan tol layang Jakarta-Cikampek II adalah untuk mensiasati kemacetan yang sering terjadi di jalan tol non-layang Jakarta-Cikampek akibat jumlah kendaraan yang sudah melebihi kapasitas jalan. Proyek ini dibangun di atas jalan tol eksisting yang direncanakan akan memiliki panjang 36,4 km. Berdasarkan data yang dihimpun dari laman PT Penjaminan dan Infrastruktur (PT PII), diketahui bahwa proyek yang memiliki nilai invetsasi sebesar 14,7 triliun rupiah ini merupakan bentuk kerjasama pemerintah dan swasta dengan skema build-operate-transfer atau BOT. Dengan skema ini, kepemilikan infrastruktur akan dialihkan kepada pemerintah setelah pihak swasta mengoperasikan infrastuktur dalam jangka waktu tertentu (estimasi 45 tahun) dan sudah mendapatkan pengembalian investasinya.  

Pihak swasta yang bertanggungjawab terhadap proyek pembangunan ini adalah PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek yang terdiri dari dua perusahaan yaitu PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Ranggi Sugiron Perkasa. Sedangkan dari pihak pemerintah diwakilkan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang merupakan bagian dari Kementerian PUPR. Pendanaan dari proyek pembangunan infrastruktur ini berasal dari pinjaman bank dan ekuitas. Adapun yang menjadi wewenang dari pemerintah adalah menanggung risiko penyesuaian tarif, menanggung risiko politis dan menanggung risiko penghentian proyek. Berikut jadwal estimasi pengimplementasian proyek pembangunan infrastruktur Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II:

Perkiraan Jadwal Pengimplementasian Proyek Jalan Tol Jakarta – Cikampek II
Sumber: Bappenas PPP Book, 2018

Adapun skema PPP dalam proyek Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II adalah sebagai berikut:

Skema PPP Proyek Jalan Tol Jakarta – Cikampek II
Sumber: diolah dari Bappenas Book, 2016

Implementasi PPP: Tempat Pembuangan dan Pemrosesan Akhir Sampah Nambo

Pada tahun 2017, Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama dengan pihak swasta yaitu PT Jabar Bersih Lestari telah menandatangani kontrak kerjasama untuk pembangunan infrastruktur Tempat Pembuangan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Nambo. Setiap harinya, teknologi di TPPAS Nambo akan mampu mengakomodir 1500-1800 ton sampah. Salah satu maksud dari pembangunan TPPAS Nambo adalah untuk memproduksi produk daur ulang seperti kompos dan Refuse Derived Fuel (RDF) yang nantinya akan dijual kepada konsumen yaitu PT Indocement. Nantinya TPPAS Nambo ini akan melayani wilayah Kota Bogor, Kota Depok dan Kabupaten Bogor.

Proyek yang memiliki periode konsesi selama 25 tahun ini menggunakan skema PPP dalam bentuk BOOT atau Build-Own-Oepration-Transfer. Pihak swasta, dalam hal ini PT Jabar Bersih Letari berkewajiban melakukan pembangunan dan pengelolaan TPPAS Regional Nambo. Sebagai kompensasinya, pihak swasta akan memperoleh pendapatan berupa pembayaran jasa pengolahan sampah (tipping fee) dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat sesuai tarif yang telah ditentukan. Pihak swasta juga berhak memperoleh pendapatan dari hasil produk olahan sampah yaitu penjualan RDF seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan peran Pemprov Jabar adalah memastikan dan menjamin ketersediaan anggaran untuk membayar tipping fee. Pembangunan TPPAS Nambo dijadwalkan selesai pada tahun 2019.  Berikut adalah skema kerjasama dalam pembangunan TPPAS Nambo:

Skema Proyek TPPAS Nambo
Sumber: diolah dari Bappenas Book, 2016

Contoh Implementasi PPP 3: Sistem Penyediaan Air Minum Umbulan

Proyek pengembangan infrastruktur Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan yang terletak di Jawa Timur dilatarbelakangi oleh kebutuhan pemenuhan penyediaan air minum di Jawa Timur khususnya di lima lokasi yaitu, Kabupaten Paurusan, Kota Pasuruan, Kota Sidoarjo, Kota Surabaya dan Kota Gresik. Adapun sumber mata air Umbulan yang menjadi lokasi pengembangan SPAM berada di 17 km dari Kota Pasurusan, tepatnya di Desa Umbulan. Sumber mata air Umbulan dapat dimanfaatkan sebanyak ± 4.000 liter/detik yang mampu menyediakan air minum yang berkualitas utuk 1,3 juta jiwa penduduk. Pengembangan SPAM Umbulan menggunakan skema kerjasama PPP dalam bentuk BOT. Adapun pihak pemerintah yang bertanggungjawab dalam pembangunan infrastruktur ini adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Kementerian Keuangan juga berperan untuk memberikan bantuan dana kepada pihak swasta untuk menstabilkan tarif yang nantinya akan diberlakukan. Bantuan dana tersebut dikenal juga dengan istilah Viability Gap Fun (VGF). Proyek ini juga mendapatkan bantuan finansial dari Kementerian PUPR dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, serta diawasi oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia. Sedangkan pihak swasta yang juga berperan sebagai investor adalah konsorsium PT Bangun Cipta Kontraktor dan PT Medco Energy International. Nantinya pihak swasta tersebut akan mendapatkan pemasukan dari BUMD air minum di Jawa Timur sebagai konsumen dari penyediaan air minum tersebut. Diketahui bahwa periode konsesi pada proyek ini adalah 25 tahun. Proyek ini ditargetkan dapat mulai operasionalnya pada tahun 2020 setelah sembilan tahun memulai tahap persiapan. Untuk memahami skema kerjasama pada proyek pengembangan SPAM Umbulan, dapat melihat diagram di bawah ini:

Skema PPP Proyek SPAM Unggulan
Sumber: diolah dari Bappenas Book, 2016

Kesimpulan

Penerapan skema PPP di Indonesia sudah mulai terlihat sejak munculnya Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Sebagian besar skema PPP yang dilakukan di Indonesia distimulus karena terbatasnya anggaran pemerintah untuk dapat mengakomodir pembangunan infrastruktur publik. Skema PPP ini dirasa sangat meringankan beban pemerintah karena selain menyederhanakan kebutuhan anggaran juga dapat memperbaiki kualitas infrastruktur publik itu sendiri.  Bentuk PPP yang paling sering diterapkan di Indonesia adalah build-operate-transfer (BOT), dimana nantinya infrastruktur yang dibangun dan dioperasikan oleh pihak swasta akan dialihkan kepemilikannya kepada pemerintah dalam jangka waktu yang ditentukan (masa konsesi). Skema kerjasama pemerintah dan swasta ini telah merambah beberapa sektor pembangunan, terutama di sektor infrastruktur transportasi dan jalan, infrastruktur persampahan dan infrastruktur air minum. Lantas, bagaimana jika PPP diterapkan pada sektor pembangunan lainnya seperti sektor properti, pariwisata, perumahan rakyat dan lain sebagainya? Akankah memiliki proses dan manfaat yang sama dengan penerapan PPP di sektor-sektor lainnya?

Daftar Pustaka

Bappenas. 2015. Sustaining Partnership: Kelembagaan TPPAS Nambo Pastikan Sinergitas Empat Pemerintah. Jakarta.

Bappenas. 2016. Sustaining Partnership: Proses Panjang Penyiapan Proyek TPPAS Nambo. Jakarta.

Bappenas. 2018. Public-Private Pertnership Infrastructure Project Plan in Indoensia. Jakarta.

Putra, A.P. 2016. Model Public Private Partnership Pada Pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum Umbulan di Jawa Timur dalam Konteks Open Government. Universitas Airlangga. Surabaya

PT Penjamin Infrastruktur Indonesia. 2017. Acuan Alokasi Risiko KPBU di Indonesia. Jakarta.

https://www.iigf.co.id/id/project/project-monitoring

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *