Mengenal Konsep 3A dalam Pengembangan Pariwisata

Oleh Galuh Shita

Pariwisata merupakan salah satu aspek penting yang dapat memberikan berbagai dampak positif. Bagi individu atau pengguna jasa, tentu saja manfaat kegiatan berwisata adalah sebagai obat pereda stress dan penat. Bagi penyedia jasa, kegiatan pariwisata dapat memberikan dampak ekonomi bagi mereka. Secara lebih luas, keberadaan kegiatan pariwisata di suatu daerah mampu menggerakkan berbagai aktivitas yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada daerah itu sendiri.

Berdasarkan Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009, defisini dari kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Perwujudan Kerjasama multidimensi dan multidisiplin dalam pembentukan atau pengembangan pariwisata dinilai akan mampu menggerakkan berbagai bentuk perkembangan wilayah, seperti peningkatan berbagai kualitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan wisata seperti jalan, drainase, halte, dan sebagainya. Pembangunan kepariwisataan diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata.

Terdapat 3 aspek penting yang menjadi dasar dalam perencanaan pengembangan pariwisata yang disingkat dengan 3A (atraksi, amenitas, aksesbilitas). Aspek 3A merupakan syarat minimal bagi pengembangan sebuah destinasi wisata. Setiap destinasi wisata sudah pasti mempunyai keunikan dan ciri khasnya masing-masing yang membuat banyak orang tertarik untuk mengunjungi lokasi wisata tersebut. Di lain sisi, faktor amenitas dan aksesbilitas akan menjadi kunci bagi keberlangsungan wisatawan dalam menikmati pengalaman berwisata. Ketiga faktor ini memiliki peran penting dalam membangun pengalaman berwisata yang nyaman serta menyenangkan bagi wisatawan.

Atraksi

Dilansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, atraksi wisata memiliki definisi yaitu seni, budaya, warisan sejarah, tradisi, kekayaan alam, atau hiburan, yang merupakan daya tarik wisatawan di daerah tujuan wisata. Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2009, daya tarik wisata memiliki definisi yaitu segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

Atraksi wisata sangatlah beragam, tak terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan alam seperti pegunungan atau pantai, namun dapat pula berupa hal-hal yang diciptakan oleh manusia seperti pusat perbelanjaan atau theme park. Atraksi wisata juga tak terbatas pada lokasi atau site attractions seperti tempat-tempat bersejarah, tempat dengan iklim yang baik, pemandangan indah, namun juga termasuk event attractions seperti seperti pagelaran tari, pameran seni lukis, atau peristiwa lainnya). Secara umum, terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong wisatawan untuk bersedia pergi mengunjungi lokasi wisata, yaitu:

  • Sesuatu untuk dilihat, umumnya merupakan alasan pertama bagi wisatawan untuk bersedia berkunjung ke lokasi wisata
  • Sesuatu untuk dilakukan, yaitu kegiatan atau fasilitas yang tersedia di lokasi wisata yang dapat membuat membuat wisatawan merasa nyaman untuk melakukan beragam aktivitas di lokasi wisata.
  • Sesuatu untuk dibeli, yaitu suatu lokasi wisata perlu memiliki fasilitas untuk berbelanja souvenir atau hasil kerajinan sebagai oleh-oleh.
  • Sesuatu untuk diketahui, yaitu selain memberikan ketiga hal tersebut di atas, juga dapat memberikan informasi serta edukasi bagi wisatawan.

Amenitas

Amenitas memiliki arti yaitu fasilitas. Ketersediaan amenitas pada lokasi wisata bukan merupakan suatu hal yang akan menarik wisatawan datang berkunjung atau dengan kata lain bukan menjadi tujuan utama wisatawan. Amenitas merupakan pelengkap dari atraksi utama wisata. Ketiadaan atau kurang baiknya kondisi amenitas pada lokasi wisata akan menurunkan minat dari wisatawan sehingga penyediaan amenitas pada lokasi wisata sangat penting untuk diperhatikan keberadaannya. Amenitas tak hanya terbatas pada ketersediaan akomodasi untuk wisatawan bermalam, namun juga ketersediaan restoran untuk kebutuhan pangan, ketersediaan transportasi lokal yang memudahkan wisatawan untuk bepergian, dan lain sebagainya. Selain itu, fasilitas pendukung lain seperti toilet umum, tempat beribadah, area parkir, juga menjadi faktor kelengkapan amenitas yang penting untuk dipenuhi oleh pihak penyedia jasa wisata.

Tak hanya dari segi kuantitas, namun kualitas dari ketersediaan amenitas juga penting untuk diperhatikan serta disesuaikan dengan kebutuhan. Kualitas amenitas yang baik akan berbanding lurus dengan tingkat kenyamanan wisatawan dalam menikmati pengalaman berwisata sehingga juga akan menaikkan citra dari lokasi wisata tersebut. Tak terbatas dalam bentuk fisik, namun amenitas juga didukung dengan faktor non fisik seperti hospitality atau keramahtamahan serta jasa.

Aksesibilitas

Definisi dari aksesibilitas pariwisata dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 adalah semua jenis sarana dan prasarana transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke destinasi pariwisata maupun pergerakan di dalam wilayah destinasi pariwisata dalam kaitan dengan motivasi kunjungan wisata. Pembangunan aksesibilitas pariwisata dapat meliputi:

  • Penyediaan dan pengembangan sarana transportasi angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api;
  • Penyediaan dan pengembangan prasarana transportasi angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api; dan
  • Penyediaan dan pengembangan sistem transportasi angkutan jalan, sungai,danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api

Aksesbilitas juga merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang tingkat kenyamanan berwisata bagi wisatawan. Idealnya, keberadaan sarana dan prasarana aksesbilitas haruslah diletakkan pada lokasi yang tidak terlalu jauh dari lokasi amenitas seperti akomodasi ataupun tempat makan. Selain itu, kemudahan untuk mengakses sarana dan prasarana serta kondisinya yang berkualitas baik juga akan meningkatkan tingkat kenyamanan wisatawan.

Dilansir dari laman kontan, konsep 3A masih menjadi strategi yang dipilih pemerintah untuk mengembangkan destinasi wisata di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya pelaku pariwisata di daerah yang belum benar-benar memahami konsep tersebut. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa konsep 3A merupakan aspek minimal atau syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh suatu lokasi wisata.

Namun selain konsep 3A tersebut, terdapat faktor pelengkap lainnya yakni ancilliary, yang berkaitan dengan ketersediaan sebuah organisasi atau orang-orang yang mengurus destinasi. Kelembagaan atau tourist organization dibutuhkan untuk menyusun kerangka pengembangan pariwisata, mengatur industri pariwisata serta mempromosikan daerah sehingga dapat dikenal oleh lebih banyak orang. Pada akhirnya, diperlukan koordinasi serta strategi yang apik agar seluruh upaya pengembangan pariwisata dapat berjalan dengan optimal. Selain itu, diperlukan pula upaya promosi melalui pemanfaatan media, baik daring maupun luring, yang juga diharapkan akan mendukung peningkatan minat wisatawan dalam berkunjung ke lokasi wisata.


Bahan Bacaan

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

Kontan. 2019. “Kemenparekraf masih andalkan rumus 3A untuk kembangkan destinasi wisata”. Diperoleh 16 Desember 2020 dari https://industri.kontan.co.id/news/kemenparekraf-masih-andalkan-rumus-3a-untuk-kembangkan-destinasi-wisata