PPP Series #3 Skema Public-Private Partnership: Pembangunan Infrastruktur melalui Penerapan PPP di Indonesia

Oleh : Annabel Noor Asyah

Kondisi PPP di Indonesia

Skema public-private partnership sudah mulai diadaptasi di Indonesia sejak tahun 2005. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh urgensi pembangunan infrastruktur dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menyediakan pelayanan publik yang baik. Di Indonesia, PPP diatur dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Adapun yang menjadi definisi dari PPP berdasarkan perpres tersebut adalah, kerjasama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu kepada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh penanggung jawab proyek kerjasama, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko antara para pihak.

Di Indonesia, PPP dilakukan dalam tiga tahapan yaitu Perencanaan, Persiapan dan Transaksi. Adapun skema PPP dibedakan menjadi dua yaitu skema solicited dan unsolicited. Solicited adalah kondisi dimana proyek pembangunan diinisiasi oleh pemerintah, sedangkan unsolicited diinisiasi oleh pihak swasta. Terkait skema pengembalian modal, PPP di Indonesia dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

  • Dibayarkan oleh pengguna infrastruktur, dimana pada skema ini pihak swasta menerima pengembalian modal dari harga yang dibayarkan oleh pengguna infrastruktur;
  • Dibayarkan oleh pemerintah, pada skema ini proyek pembangunan biasanya bukanlah proyek yang menghasilkan keuntungan maka pemerintah akan membayarkan sejumlah pembayaran tahunan kepada pihak swasta sebagai pemasukan pokok; dan
  • Jenis pembayaran lainnya, selama hal tersebut sesuai dengan hukum dan regulasi.

Adapun jumlah proyek PPP yang berhasil ditender hingga tahun 2018 berjumlah 68 proyek pembangunan infrastruktur yang terdiri dari berbagai macam sektor. Beberapa diantaranya adalah pembangunan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II; Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Nambo; dan Sistem Penyediaan Air Minum Umbulan. Berikut ulasannya:

Implementasi PPP: Jalan Tol Layang Jakarta – Cikampek II

Maksud dari pembangunan jalan tol layang Jakarta-Cikampek II adalah untuk mensiasati kemacetan yang sering terjadi di jalan tol non-layang Jakarta-Cikampek akibat jumlah kendaraan yang sudah melebihi kapasitas jalan. Proyek ini dibangun di atas jalan tol eksisting yang direncanakan akan memiliki panjang 36,4 km. Berdasarkan data yang dihimpun dari laman PT Penjaminan dan Infrastruktur (PT PII), diketahui bahwa proyek yang memiliki nilai invetsasi sebesar 14,7 triliun rupiah ini merupakan bentuk kerjasama pemerintah dan swasta dengan skema build-operate-transfer atau BOT. Dengan skema ini, kepemilikan infrastruktur akan dialihkan kepada pemerintah setelah pihak swasta mengoperasikan infrastuktur dalam jangka waktu tertentu (estimasi 45 tahun) dan sudah mendapatkan pengembalian investasinya.  

Pihak swasta yang bertanggungjawab terhadap proyek pembangunan ini adalah PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek yang terdiri dari dua perusahaan yaitu PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Ranggi Sugiron Perkasa. Sedangkan dari pihak pemerintah diwakilkan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang merupakan bagian dari Kementerian PUPR. Pendanaan dari proyek pembangunan infrastruktur ini berasal dari pinjaman bank dan ekuitas. Adapun yang menjadi wewenang dari pemerintah adalah menanggung risiko penyesuaian tarif, menanggung risiko politis dan menanggung risiko penghentian proyek. Berikut jadwal estimasi pengimplementasian proyek pembangunan infrastruktur Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II:

Perkiraan Jadwal Pengimplementasian Proyek Jalan Tol Jakarta – Cikampek II
Sumber: Bappenas PPP Book, 2018

Adapun skema PPP dalam proyek Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II adalah sebagai berikut:

Skema PPP Proyek Jalan Tol Jakarta – Cikampek II
Sumber: diolah dari Bappenas Book, 2016

Implementasi PPP: Tempat Pembuangan dan Pemrosesan Akhir Sampah Nambo

Pada tahun 2017, Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama dengan pihak swasta yaitu PT Jabar Bersih Lestari telah menandatangani kontrak kerjasama untuk pembangunan infrastruktur Tempat Pembuangan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Nambo. Setiap harinya, teknologi di TPPAS Nambo akan mampu mengakomodir 1500-1800 ton sampah. Salah satu maksud dari pembangunan TPPAS Nambo adalah untuk memproduksi produk daur ulang seperti kompos dan Refuse Derived Fuel (RDF) yang nantinya akan dijual kepada konsumen yaitu PT Indocement. Nantinya TPPAS Nambo ini akan melayani wilayah Kota Bogor, Kota Depok dan Kabupaten Bogor.

Proyek yang memiliki periode konsesi selama 25 tahun ini menggunakan skema PPP dalam bentuk BOOT atau Build-Own-Oepration-Transfer. Pihak swasta, dalam hal ini PT Jabar Bersih Letari berkewajiban melakukan pembangunan dan pengelolaan TPPAS Regional Nambo. Sebagai kompensasinya, pihak swasta akan memperoleh pendapatan berupa pembayaran jasa pengolahan sampah (tipping fee) dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat sesuai tarif yang telah ditentukan. Pihak swasta juga berhak memperoleh pendapatan dari hasil produk olahan sampah yaitu penjualan RDF seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan peran Pemprov Jabar adalah memastikan dan menjamin ketersediaan anggaran untuk membayar tipping fee. Pembangunan TPPAS Nambo dijadwalkan selesai pada tahun 2019.  Berikut adalah skema kerjasama dalam pembangunan TPPAS Nambo:

Skema Proyek TPPAS Nambo
Sumber: diolah dari Bappenas Book, 2016

Contoh Implementasi PPP 3: Sistem Penyediaan Air Minum Umbulan

Proyek pengembangan infrastruktur Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan yang terletak di Jawa Timur dilatarbelakangi oleh kebutuhan pemenuhan penyediaan air minum di Jawa Timur khususnya di lima lokasi yaitu, Kabupaten Paurusan, Kota Pasuruan, Kota Sidoarjo, Kota Surabaya dan Kota Gresik. Adapun sumber mata air Umbulan yang menjadi lokasi pengembangan SPAM berada di 17 km dari Kota Pasurusan, tepatnya di Desa Umbulan. Sumber mata air Umbulan dapat dimanfaatkan sebanyak ± 4.000 liter/detik yang mampu menyediakan air minum yang berkualitas utuk 1,3 juta jiwa penduduk. Pengembangan SPAM Umbulan menggunakan skema kerjasama PPP dalam bentuk BOT. Adapun pihak pemerintah yang bertanggungjawab dalam pembangunan infrastruktur ini adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Kementerian Keuangan juga berperan untuk memberikan bantuan dana kepada pihak swasta untuk menstabilkan tarif yang nantinya akan diberlakukan. Bantuan dana tersebut dikenal juga dengan istilah Viability Gap Fun (VGF). Proyek ini juga mendapatkan bantuan finansial dari Kementerian PUPR dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, serta diawasi oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia. Sedangkan pihak swasta yang juga berperan sebagai investor adalah konsorsium PT Bangun Cipta Kontraktor dan PT Medco Energy International. Nantinya pihak swasta tersebut akan mendapatkan pemasukan dari BUMD air minum di Jawa Timur sebagai konsumen dari penyediaan air minum tersebut. Diketahui bahwa periode konsesi pada proyek ini adalah 25 tahun. Proyek ini ditargetkan dapat mulai operasionalnya pada tahun 2020 setelah sembilan tahun memulai tahap persiapan. Untuk memahami skema kerjasama pada proyek pengembangan SPAM Umbulan, dapat melihat diagram di bawah ini:

Skema PPP Proyek SPAM Unggulan
Sumber: diolah dari Bappenas Book, 2016

Kesimpulan

Penerapan skema PPP di Indonesia sudah mulai terlihat sejak munculnya Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Sebagian besar skema PPP yang dilakukan di Indonesia distimulus karena terbatasnya anggaran pemerintah untuk dapat mengakomodir pembangunan infrastruktur publik. Skema PPP ini dirasa sangat meringankan beban pemerintah karena selain menyederhanakan kebutuhan anggaran juga dapat memperbaiki kualitas infrastruktur publik itu sendiri.  Bentuk PPP yang paling sering diterapkan di Indonesia adalah build-operate-transfer (BOT), dimana nantinya infrastruktur yang dibangun dan dioperasikan oleh pihak swasta akan dialihkan kepemilikannya kepada pemerintah dalam jangka waktu yang ditentukan (masa konsesi). Skema kerjasama pemerintah dan swasta ini telah merambah beberapa sektor pembangunan, terutama di sektor infrastruktur transportasi dan jalan, infrastruktur persampahan dan infrastruktur air minum. Lantas, bagaimana jika PPP diterapkan pada sektor pembangunan lainnya seperti sektor properti, pariwisata, perumahan rakyat dan lain sebagainya? Akankah memiliki proses dan manfaat yang sama dengan penerapan PPP di sektor-sektor lainnya?

Daftar Pustaka

Bappenas. 2015. Sustaining Partnership: Kelembagaan TPPAS Nambo Pastikan Sinergitas Empat Pemerintah. Jakarta.

Bappenas. 2016. Sustaining Partnership: Proses Panjang Penyiapan Proyek TPPAS Nambo. Jakarta.

Bappenas. 2018. Public-Private Pertnership Infrastructure Project Plan in Indoensia. Jakarta.

Putra, A.P. 2016. Model Public Private Partnership Pada Pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum Umbulan di Jawa Timur dalam Konteks Open Government. Universitas Airlangga. Surabaya

PT Penjamin Infrastruktur Indonesia. 2017. Acuan Alokasi Risiko KPBU di Indonesia. Jakarta.

https://www.iigf.co.id/id/project/project-monitoring

PPP Series #2 Skema Public-Private Partnership: Pembangunan Infrastruktur melalui Penerapan PPP di Mancanegara

Oleh : Annabel Noor Asyah

Pembahasan mengenai public-private partnership akan berlanjut kepada contoh-contoh pengimplementasian skema kerjasama PPP di mancanegara. Sudah terdapat ratusan proyek dengan skema PPP di berbagai penjuru dunia sejak puluhan tahun lalu. Bahkan, beberapa negara telah membentuk lembaga yang mengatur dan mengkoordinir kegiatan PPP di negaranya. Skema PPP banyak dilakukan di berbagai sektor seperti properti, transportasi, infrastruktur lingkungan dan lain sebagainya. PPP tidak hanya terpaku pada proyek yang bersifat nasional namun juga pada proyek-proyek yang sifatnya regional. Pembahasan kali ini akan fokus kepada tiga contoh pengimplementasian skema PPP di Filipina, Jepang dan Skotlandia. Berikut uraian lebih lengkapnya:

Filipina: Pasar San Jose de Buenavista, Antique

Filipina merupakan salah satu dari sekian banyak negara yang sangat mendorong penerapan PPP dalam pembangunan infrastrukturnya. Hal ini terlihat dari dibentuknya sebuah lembaga pemerintahan bernama Public-Private Partnership Center (PPP Center) yang menjadi koordinator dan memonitor penerapan PPP dalam pembangunan infrastruktur publik. PPP Center bertugas untuk memberikan pendampingan teknis kepada pihak pemerintah maupun swasta dalam hal pengembangan dan pembangunan infrastruktur publik.  

Salah satu pengembangan infrastruktur publik di bidang properti yang menerapkan skema PPP di Filipina adalah pembangunan pasar di San Jose de Buenavista, ibukota dari provisi Antique. Pada tahun 1993, pasar tersebut terbakar dan sekitar 200 pedagang harus direlokasi. Berbagai cara telah dipikirkan untuk menyelesaikan persoalan tersebut, salah satunya dengan kerjasama PPP melalui skema BOT. Pembiayaan melalui skema BOT pada saat itu sangatlah menarik bagi Local Government Unit (LGU) karena tidak membutuhkan anggaran dari pemerintah lokal. Namun demikian, pada saat itu terdapat beberapa pertimbangan yang memberatkan diantaranya: a) Membutuhkan waktu dan proses yang panjang untuk mengadopsi skema tersebut karena pemerintah pusat juga akan mengambil peran di dalamnya; b) Proses penawaran publik yang mengharuskan adanya pemilihan partner BOT juga kerap membuthkan waktu yang tidak sebentar; c) Pada saat itu BOT merupakan konsep baru sehingga terdapat beberapa pertimbangan tentang cara kerja dan persyaratan yang harus dilalui. LGU mencari solusi yang lebih sederhana, cepat dan lebih murah. Setelah melakukan konsultasi, LGU memutuskan akan mengadopsi skema BOT dengan penyempurnaan yang tidak mengikutsertakan penawaran publik dan persetujuan dari pemerintah pusat. Di bawah skema Build-Lease-Transfer (BLT), para pedagang akan menyediakan dana untuk membangun kios mereka sendiri dengan spesifikasi yang sesuai dengan rencana induk kawasan pasar baru.  Para pedagang akan dianggap sebagai pemilik kios dan membayar pajak properti rill yang semestinya selama periode kontrak yaitu 20 tahun. Mereka juga akan membayar biaya sewa untuk ruang yang mereka tempati di gedung, Pedagang yang tidak mampu untuk membangun kiosnya sendiri dapat menyewa kios yang disediakan oleh pemerintah daerah. Adapun peran dari pemerintah lokal adalah dengan merancang rencana induk dari pasar di San Jose de Buenavista yang berkordinasi dengan kementerian pekerjaan umum. Pemerintah daerah juga mengatur pembangunan kios mandiri maupun kios yang disediakan oleh pemerintah.

Skema PPP BLT Pada Pembangunan Pasar San Jose de Buenavista
Sumber: Hasil Olahan. 2019

Jepang: Bandar Udara Sendai

Setelah munculnya keputusan dari pemerintah untuk mendorong kerjasama PPP pada tahun 1999, jumlah maupun cakupan lingkup proyek pembangunan dengan skema PPP meningkat tajam di Jepang. Diketahui terdapat 527 proyek PPP yang sudah diimplementasikan per tanggal 31 Maret 2017. Hal tersebut didasari oleh tekanan untuk mereduksi anggaran pembangunan infrastruktur oleh pemerintah. Melalui skema kerjasama PPP, dimana pihak swasta akan menanamkan modal, melakukan proses kontruksi maupun mengatur operasional infrastruktur, tentu akan meringankan beban pemerintah untuk menyediakan infrastruktur yang berkualitas bagi masyarakat. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh World Bank pada tahun 2017, diketahui bahwa pada tahun 2016 sekitar 60% kerjasama PPP menggunakan skema Build-Transfer-Own (BTO), dimana pada masa konstruksi kepemilikan akan berada di pihak swasta untuk selanjutnya diserahkan kepada pemerintah ketika proses konstruksi selesai.

Proporsi Skema PPP di Jepang Pada Tahun 2016
Sumber: Resilient Infrastructure Public-Private Partnerships (PPPs): Contracts and Procurement The Case of Japan, 2017

Namun belakangan ini, skema concession sering digunakan di Jepang, salah satunya ketika proses privatisasi operasional bandar udara Sendai dilakukan pada tahun 2015. Pemerintah pusat Jepang kala itu berkeinginan untuk menjual 30-50 tahun hak konsesi bandar udara yang semula dimiliki oleh pemerintah lokal. Privatisasi didorong oleh meningkatnya permintaan akan manajemen bandara yang efisien. Saat itu pemerintah harus mengatur kondisi fasilitas bandara di bawah kondisi fiskal yang berantakan, persaingan maskapai yang tidak sehat dan permintaan atas jasa bandara yang lebih fleksibel dan murah. Sebelum terjadinya konsesi, terdapat kesepakatan bahwa pemerintah Jepang memiliki fasilitas dasar yang berhubungan dengan aeronotika, sedangkan pihak swasta memiliki dan berhak atas pengelolaan fasilitas non-aeronotika seperti terminal bandara dan tempat parkir kendaraan. Namun pembagian tersebut dirasa menghalangi bandara Jepang untuk menyelesaikan persoalan yang ada. Maka setalah konsesi, pihak swasta akan mengelola baik operasional yang berhubungan dengan aeronotika maupun yang tidak.  

Skema PPP Consession di Jepang
Sumber: Resilient Infrastructure Public-Private Partnerships (PPPs): Contracts and Procurement The Case of Japan, 2017

Setelah skema konsesi tersebut dilakukan, maka bandar udara Sendai yang sempat menghadapi bencana gempa bumi hingga perlu untuk direvitalisasi, dapat diperbaiki dengan cepat dan tidak memberatkan pihak pemerintah. Setelah diperbaiki banda Sendai juga menjadi lebih kompetitif dan dapat melayani masyarakat dengan baik.

Skotlandia: Pengolahan Air Limbah Skotlandia Timur

Negara selanjutnya yang mengadaptasi skema kerjasama PPP adalah Skotlandia. Skema PPP menjadi tren dalam pengadaan infrastruktur setelah dilakukannya evaluasi yang menunjukkan bahwa opsi PPP menawarkan lebih banyak keuntungan bagi seluruh pihak relevan dibandingkan dengan skema tradisional pembiayaan oleh pemerintah. Sehubungan dengan semakin banyaknya pengimplementasian PPP di Skotlandia, maka dibentuklah Private Finance Unit (PFU) yang bertujuan untuk memberikan bimbingan dan dukungan baik bagi pemerintah maupun pihak swasta yang menerapkan skema kerjasama PPP di Skotlandia.  

Salah satu sektor infrastruktur publik yang banyak menggunakan skema kerjasama PPP adalah sektor pengolahan air limbah. Di bagian timur Skotlandia sendiri terdapat dua perusahaan swasta yang bertanggungjawab dalam pengolahan air limbah yaitu, Stirling Water dan Celedonian Environmental Services (CES). Stirling Water merupakan sebuah konsorsium yang terdiri dari tiga perusahaan yaitu Thames Water, MJ Gleeson, dan Montgomery Watson. Skema kerjasama PPP yang diadaptasi dalam pengolahan air limbah adalah BOT. Stirling Water bertanggungjawab atas design, building, operating dan mantaining fasilitas pengolahan air limbah, hingga kemudian setelah konstruksinya rampung akan ditransfer kepada pihak operator yaitu Thames Water International, yang akan mengoperasikan fasilitas tersebut selama 30 tahun. Sedangkan CES merupakan 50/50 joint venture dari perusahaan Northumbrian Water dan Scottish Power. Kontrak antara CES dengan Skotlandia Timur berlangsung selama 40 tahun utuk meningkatkan kualitas air antara kota Kelty dan Leven.

Dalam penyelenggaraan skema kerjasama PPP, pihak pemerintah berperan sebagai regulator yang mengontrol kualitas dan performa dari fasilitas pengolahan air limbah. Pemerintah juga berperan untuk menetapkan tarif pelayanan setelah sebelumnya melakukan konsultasi kepada pihak-pihak terkait pengelolaan air di Skotlandia. Untuk pemahaman yang lebih rinci dapat dilihat skema PPP di bawah ini:

Skema PPP BOT Proyek Pengolahan Limbah di Skotlandia Timur
Sumber: European Commission, 2004

Kesimpulan

Banyaknya jenis dari skema PPP menjadikan kerjasama pihak pemerintah dan pihak swasta sebagai bentuk kerjasama yang fleksibel dan efisien. Pembagian kerja dan tanggungjawab antar pihak yang revelan dapat menstimulus lahirnya infrastruktur publik dengan kualitas terbaik, kompetitif dan mampu mengakomodir kebutuhan masyarakat. Berbagai contoh penerapan PPP mancanegara di atas menunjukan bahwa skema kerjasama PPP dapat menyelesaikan ketiadaan infrastruktur publik secara lebih cepat dan efisien, terutama bagi kawasan-kawasan yang habis tertimpa bencana seperti contoh kasus Filipina dan Jepang. Lantas, bagaimanakah kondisi penerapan skema PPP itu sendiri di Indonesia? Apakah regulasi dan sistem kepemerintahan di Indonesia mendukung adanya kerjasama PPP dalam pembangunan infrastruktur publik?

Daftar Pustaka

Asian Development Bank. 2016. Philippines: Public-Private Partnership By Local Government Units. Manila.

European Commission. 2004. Resourse Book on PPP Case Studies. European Commission. Brussels.

The World Bank. 2017. Resilient Infrastructure Public-Private Partnerships (PPPs): Contract and Procurement The Case of Japan. The World Bank. Washington, DC.

Sato, M et.al. 2016. Recent Developments in Public-Private Partnership in Japan. Mori Hamada & Matsumoto. Tokyo.

PPP Series #1 Skema Public-Private-Partnership: Sebuah Opsi Pembangunan Infrastruktur Publik

Oleh : Annabel Noor Asyah

Definisi  Infrastruktur Publik

Demi tercapainya tujuan Indonesia Emas 2045, saat ini Indonesia sedang melakukan pembangunan masif di segala bidang, khususnya pembangunan infrastruktur publik. Anggaran serta target-target lokasi pembangunan infrastruktur kerap menjadi headline di berbagai media mengingat pembangunan infrastruktur sedang gencar dilakukan di berbagai daerah. Namun apakah yang dimaksud dengn infrastruktur publik itu sendiri? Menurut Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, diketahui bahwa infrastruktur memiliki arti fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi sosial masyarakat dapat berjalan baik.  Dari definisi tersebut, dapat diambil benang merah bahwa penyediaan infrastruktur publik berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi.

Menurut Yescombe (2007), infrastruktur publik dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu:

  • Infrastruktur ‘ekonomi’, seperti fasilitas transportasi dan jaringan utilitas (air, drainase, listrik dll), atau infrastruktur yang mendukung kegiatan ekonomi sehari-harinta; dan
  • Infrastruktur ‘sosial’, seperti sekolah, rumah sakit, perpustakaan. Atau dengan kata lain infrastruktur yang membentuk struktur sosial masyarakat.

Seyogyanya, pemerintahlah yang harus menyediakan seluruh infrastruktur publik demi menjaga persaingan dan stabilitas harga namun demikian terdapat beberapa risiko yang riskan terjadi. Salah satunya adalah terbatasnya anggaran pemerintah untuk mendanai pembangunan infrastruktur publik yang berpotensi memakan waktu yang lama. Proyek infrastruktur publik dapat berhenti di tengah jalan dan pemerintah tentu saja akan mengalami kerugian. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka dibutuhkan skema pendanaan dan pengelolaan infrastruktur publik melalui kerjasama pemerintah dengan pihak kedua, yaitu swasta. Skema tersebut dikenal dengan skema Public-Private Partnership (PPP).

Public-Private Partnership (PPP)

Istilah PPP pertama kali muncul di Amerika ketika terdapat sebuah program pengembangan pendidikan dan pengadaan utilitas dengan skema pendanaan pemerintah dan swasta pada tahun 1950. Kemudian skema ini dikembangkan untuk program-program penataan kota pada tahun 1960. Adapun yang menjadi definisi dari PPP menurut Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 adalah kerjasama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah/ BUMN/ BUMD yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.

Adapun unsur penting yang melekat pada skema PPP adalah sebagai berikut:

  • Terdapatnya kontrak jangka panjang (kontrak PPP) antara pihak pemerintah dengan pihak swasta;
  • Desain, konstruksi, pembiayaan dan operasional dari infrastruktur publik dilakukan oleh pihak swasta;
  • Pembayaran selama kontrak PPP berlangsung akan diterima oleh pihak swasta yang merupakan hasil dari operasional infrastruktur itu sendiri, dibayarkan oleh pihak pemerintah atau oleh pengguna infrastruktur tersebut; dan
  • Kepemilikan infrastruktur dapat tetap berada di tangan swasta atau ditransfer ke pemerintah pada akhir kontrak PPP.

Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam kerjasama PPP tentu saja adalah pemerintah dan pihak non-pemerintah. Pihak pemerintah bisa berupa pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau lembaga negara lainnya. Sedangkan pihak non-pemerintah biasanya sebuah perusahaan yang dirancang oleh investor  swasta, yang memiliki misi khusus untuk memenuhi kontrak PPP dengan pemerintah.

Penerapan PPP dalam penyediaan infrastruktur publik, merupakan skema kerjasama yang menguntungkan kedua belah pihak baik pemerintah maupun swasta. Pihak swasta akan memberikan modal serta bertanggungjawab untuk membangun dan mengelola sarana prasarana infrastruktur, sedangkan pihak pemerintah merupakan pihak yang akan memayungi dengan kebijakan dan peraturan pelayanan.  

PPP juga dikenal dengan banyak istilah. World Bank kerap kali menggunakan istilah Private Participation in Infrastructure (PPI) atau Private-Sector Participation (PSP). Australia menggunakan istilah Privately-Finaced Projects (PFP).  Sedangkan Inggris, Jepang dan Malaysia menggunakan istilah Private Finance Initiative (PFI).

Tujuan dan Manfaat PPP

Adapun yang menjadi tujuan penyelenggaraan skema kerjasama PPP adalah sebagai berikut:

  • Menjadi alternatif pendanaan yang berkelanjutan melalui pengerahan dana swasta;
  • Meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat;
  • Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam penyediaan infrastruktur; dan
  • Mendorong dipakainya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima, atau dalam hal tertentu mempertimbangkan daya beli pengguna.

Terjalinnya skema kerjasama PPP akan memberikan beberapa manfaat terkait penyelenggaran infrastruktur publik, seperti:

  • Mengurangi risiko kegagalan proyek akibat kurang maksimalnya anggaran penyediaan infrastruktur oleh pemerintah;
  • Menstimulus keikutsertaan penawar (perusahaan swasta) yang telah berpengalaman dan berkualitas baik dalam bidang penyelenggaraan infrastruktur;
  • Jaminan harga pasar yang rendah dan stabil;
  • Mempercepat pembangunan infrastruktur publik sehingga dapat mendorong investasi yang menciptakan pertumbuhan ekonomi;
  • Meningkatkan kesediaan lembaga keuangan untuk menyediakan pembiayaan, sedapat mungkin tanpa jaminan pemerintah; dan
  • Mencegah keungkinan terjadinya praktik KKN

Jenis-Jenis PPP

Terdapat beberapa jenis skema kerjasama pemerintah dan swasta yang termasuk ke dalam PPP diantaranya:

  1. Concession

Kondisi dimana pihak swasta (the Concessionaire) berhak untuk mengambil keuntungan dari operasional infrastruktur publik yang digunakan oleh masyarakat. Sebagai contoh pembayaran atas penggunaan jalan tol atau jembatan. Pemasukan tersebut akan menggantikan biaya konstruksi dan operasional yang sebelumnya ditanggung oleh pihak swasta. Sedangkan peran dari pemerintah adalah menentukan kebijakan tentang penunjukan penugasan dan SOP pihak swasta, serta menentukan kebijakan rinci mengenai pembangunan dan operasionalisasi dari fasilitas itu sendiri.

  • Franchise

Kondisi dimana pihak swasta berhak untuk memanfaatkan infrastruktur publik yang telah terbangun. Dalam hal ini, pihak swasta akan melakukan pembayaran kepada pihak pemerintah sebagai imbalan atas hak pemanfaatan infrastruktur.

  • Design – Build – Finance – Operate (DBFO)

Kondisi dimana kepemilikan fasilitas berada di tangan pemerintah, namun pihak yang bertanggungjawab untuk mengoperasikan fasilitas tersebut adalah pihak swasta. Pihak swasta juga akan menerima keuntungan dari hasil operasional fasilitas tersebut.

  • Build – Transfer – Operate (BTO)

Kondisi dimana pihak swasta mendanai dan membangun fasilitas dan selanjutnya kepemilikan fasilitas akan diserahterimakan kepada pemerintah ketika proses konstruksi sudah selesai dilakukan. Selanjutnya pihak swasta akan mengoperasikannya untuk suatu periode yang telah ditentukan di kontrak.

  • Build – Operate – Transfer (BOT)

Kondisi dimana pihak swasta sebagai investor menyediakan sarana infrastruktur mulai dari pembebasan lahan sampai dengan pembangunan fisik, dilanjutkan dengan pengoperasiannya untuk mendapatkan pengembalian investasinya dan profit sampai batas waktu tertentu kemudian diserahkan kepada pemerintah untuk pengelolaan selanjutnya.

  • Build – Own – Operate (BOO)

Kondisi dimana pihak swasta mendanai, membangun da mengoperasikan suattu fasilitas, dengan memperoleh insentif untuk melakukan investasi lebih lanjut namun pihak pemerintah mengatur harga dan kualitas layanan. Skema ini banyak digunakan untuk menyediakan fasilitas baru yang dapat diantisipasi agar permintaan pasar akan selalu ada.

Untuk lebih memahami beragam jenis skema PPP, dapat dilihat tabel di bawah ini:

Penyediaan Infrastruktur oleh Pemerintah dan Swasta
Sumber: Yescombe, 2007

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa PPP merupakan sebuah alternatif kerjasama yang dapat mempercepat pembangunan dan meningkatkan kuantitas serta kualitas infrastruktur publik. Terdapatnya berbagai jenis skema PPP yang dapat diadaptasi untuk mewujudkan infrastruktur publik yang berdaya saing, menjadikan PPP sebagai pilihan skema kerjasama yang fleksibel, yang sesuai degan kebutuhan pihak pemerintah. Lantas, apakah penerapan skema PPP selama ini terbukti efektif dalam menyediakan infrastruktur untuk publik? Adakah best practice penyelenggaraan PPP baik di Indonesia maupun di mancanegara?

Daftar Pustaka

Yescombe, E.R. 2007. Public-Private Partnership Principles of Policy and Finance. Elsevier Ltd.

Anggaanarsati, K. 2017. Pembiayaan Pembangunan dengan Skema “Build-Operate-Transfer”. https://www.kompasiana.com/krismi/5a332c3acf01b42c2229bee5/pembiayaan-pembangunan-dengan-skema-build-operate-transfer-bot

Thoengsal, J. 2014. Pendanaan & Kerjasama Kontrak Konstruksi. https://www.kompasiana.com/krismi/5a332c3acf01b42c2229bee5/pembiayaan-pembangunan-dengan-skema-build-operate-transfer-bot

Cerita Tentang Ibukota: ‘Tetap Bertahan Meski Problematik’

Oleh: Annabel Noor Asyah

Belum lama ini, Indonesia sedang dihebohkan dengan keputusan presiden untuk memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Jakarta dianggap sudah ‘terlalu lelah’ untuk berperan sebagai ibukota ditengah segala problematika yang dihadapinya. Tak perlu dijelaskan lebih detail, kita semua tahu bahwa Jakarta adalah biang kemacetan yang memiliki kualitas udara sangat buruk. Dalam sebuah survei Quality of Living Ranking 2019 yang dilakukan oleh lembaga Mercer, diketahui bahwa kualitas keidupan di Jakarta menempati peringkat 142 dari 231 kota. Tertarik untuk menelaah hasil survei ini lebih dalam, ternyata terdapat pula ibukota dari beberapa negara yang peringkatnya tidak jauh dari Jakarta. Ibukota negara mana sajakah itu? Simak ulasannya!

Hanoi, Vietnam

Hanoi, ibukota negara Vietnam yang memiliki karakteristik cukup mirip dengan ibukota lainnya di Asia Tenggara, termasuk Jakarta. Hanoi menempati peringkat 155 dalam Quality of Living City Ranking atau sekitar 13 peringkat di bawah Jakarta. Hanoi sudah menjadi Ibukota Vietnam selama kurang lebih 1000 tahun. Dahulu kala, letaknya yang strategis kerap dijadikan sebagai political centre oleh para kasiar Cina. Hanoi juga merupakan wilayah dengan aksesibilitas air bersih yang baik karena letaknya yang berdekatan dengan Red River. Kini, Hanoi telah bertransformasi dari kota perdagangan dan jasa menjadi kota industri dan pusat pertanian. Kendati demikian, Hanoi tetap menghadapi permasalahan layaknya kota-kota di negara berkembang lainnya.

Masalah utama yang dihadapi kote Hanoi adalah kemacetan. Hanoi dijuluki kota dimana sepeda motor lebih banyak jumlahnya ketimbang jumlah kepala keluarga yang tinggal di kota tersebut. Akibatnya, kemacetan dan kecelakaan lalu lintas sudah menjadi hal yang wajar di Hanoi. Berdasarkan data  Departemen Kepolisian, pada tahun 2015 terdapat 50.682.934 kendaraan bermotor di Hanoi. Diprediksi pada tahun 2020, jumlah kendaraan bermotor di Hanoi akan bertambah sebanyak 843.000 unit mobil dan 6,1 juta unit sepeda motor. Fakta tersebut membawa Hanoi ke persoalan lainnya yaitu buruknya pencemaran lingkungan. Berdasarkan laporan dari Department of Environmental Protection, dikatakan bahwa 70% dari polusi udara yang terjadi di Hanoi disebabkan oleh asap kendaraan bermotor. Menurut perhitungan kualitas udara di dua kota besar di Vietnam, yaitu Hanoi dan Ho Chi Minh, diketahui bahwa 95% kendaraan yang menyebabkan kemacetan adalah sepeda motor yang hanya mengkonsumsi 56% bahan bakar namun mengeluarkan 94% hidrokarbon (HC), 87% karbon monoksida (CO), 57% nitrogen oksida (Nox).

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, Kota Hanoi sudah mempersiapkan beberapa strategi, diantara: mempromosikan penanaman 1 juta pohon sejak tahun 2018-2020; Memperbaharui manajemen transportasi kota dengan cara melarang penggunaan sepeda motor per 2030; membatasi usia kendaraan; dan mengimplementasikan rencana pengembangan transportasi piblik berupa BRT dan metro berdasarkan masterplan 2030-2050. Semangat berbenah, Hanoi!

Suasana Lalu Lintas Kota Hanoi
Sumber: Berbagai Sumber: 2019

New Delhi, India

Ibukota selanjutnya yang memiliki problematika mirip dengan Jakarta adalah New Delhi yang merupakan Ibukota dari negara India. New Delhi menempati peringkat 162 dalam Quality of Living City Ranking. Berdasarkan website worldpopulationreview.com diketahui bahwa New Delhi menempati peringkat kedua sebagai kota dengan popluasi terbanyak dengan jumlah penduduk sebanyak 29.399.141 jiwa. New Delhi berlokasi di India Utara dan merupakan salah satu kota dengan perkembangan tercepat di dunia. New Delhi menjadi ibukota India sejak tahun 1931 setelah kolonial Inggris memiliki rencana memindahkan Ibukota India dari Kalkuta pada tahun 1911. Nampaknya, butuh waktu selama 20 tahun bagi New Delhi untuk berbenah sebelum benar-benar dinobatkan sebagai ibukota negara. Kendati demikian, meskipun merupakan ibukota baru, perkembangan New Delhi juga tidak luput dari permasalahan-permasalahan perkotaan.

Sama halnya dengan Vietnam dan Jakarta, New Delhi juga harus menghadapi kenyataan pahit bahwa kotanya merupakan biang kemacetan. Dilansir dari delhi.com, diketahui bahwa rata-rata orang yang berkendara dengan kendaraan pribadi di National Capital Territory atau New Delhi adalah sebesar 95% dari total populasi. Berdasarkan cseindia.org, diketahui bahwa di 13 jalan arteri di New Delhi yang didesain untuk kecepatan 40-55 km/jam hanya mampu menampung kendaraan dengan kecepatan 26-27 km/jam atau 50-60% lebih lambat dari yang seharusnya. Tidak pula ada perbedaan antara waktu-waktu peak hours dan bukan peak hours, tingkat kemacetan di New Delhi tetap sama. Pelebaran jalan justru semakin menstimulus masyarakat Delhi untuk menggunakan kendaraan pribadinya. Dampak lain dari kemacetan yang masif di New Delhi adalah polusi udara yang membahayakan kesehatan masyarakat. CSE India juga menganalisis data kualitas udara tiap jam yang menunjukan bahwa ketika rata-rata kecepatan kendaraan bermotor adalah 28 km/jam pada pagi hari dan 25 km/jam pada sore hari, maka tingkat nitrogen dioksida (NO2) meningkat dari 69 mikrogram/m2 ke 94 mikrogram/m2 (38%).

Untuk mensiasati masalah ini, pemerintah kota Delhi telah mengambil langkah untuk mengembangkan pembangunan jalur pejalan kaki dan jalur sepeda di dalam kota New Delhi. Hal tersebut dilakukan untuk mendorong masyarakat Delhi berjalan kaki dan bersepeda agar tingkat kemacetan dan polusi udara dapat berkurang. Ide lainnya adalah dengan mengembangkan pemberhentian dan perempatan di bawah tanah.

Tidak berhenti disitu, masalah lainnya yang terjadi di kota New Delhi adalah tingginya angka kriminalitas. Setengah dari tindakan kriminalitas yang terjadi di New Delhi dipacu oleh pelecehan seksual kepada wanita. Hal tersebut telah menyebabkan banyaknya nyawa yang telah hilang di New Delhi. Dilansir dari data yang dipublikasikan oleh Departemen Kepolisian Delhi, diketahui bahwa per tanggal 31 Agustus 2019, telah terajdi sekurangnya 200.485 tindak kriminal di New Delhi. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan tingkal kriminal per tanggal 311 Agustus tahun 2018 yaitu sekitar 157.462 kasus. Angka tersebut cukup besar jika dibandingkan dengan tingkat kriminalitas di DKI Jakarta yang pada tahun 2017 mencapai angka 34.767 kasus (BPS, 2018).

Kemacetan, Polusi dan Kriminalitas di Kota Delhi
Sumber: Berbagai Sumber. 2019

Kairo, Mesir

Kairo yang terletak di Mesir, menempati peringkat 177 dalam Quality of Living City Ranking. Sama halnya dengan Indonesia, saat ini Mesir sedang dalam proses untuk memindahkan Ibukotanya. Ya, rencananya pada musim gugur tahun ini Kairo akan pensiun menjadi ibukota dari negara Mesir. Rencana pemindahan ibukota Mesir pertama kali muncul pada tahun 2015 yang merupakan usulan dari Presiden Mesir, yaitu Abdel-Fattah al-Sisi. Lokasi baru tersebut letaknya hanya 45 km dari Kairo dan 60 km dari Sungai Suez. Lokasi baru yang belum memiliki nama tersebut sering disebut sebagai ‘New Cairo’ oleh masyarakat dan media. Nantinya seluruh gedung pemerintahan, kedutaan besar dan rumah dinas akan direlokasi ke lokasi baru tersebut. Ibukota baru Mesir dibangun di atas tanah seluas 69.000 hektar atau setara dengan dua kali luas Kairo yang mana pembangunannya memakan biaya sebesar 40,75 miliyar euro. Lantas, apakah yang menyebabkan dicabutnya Kairo sebagai ibukota Mesir?

Pemerintah Mesir berpendapat bahwa Kairo akan tumbuh menjadi sebuah kota yang sangat padat penduduknya. Pertumbuhan penduduk Kairo akan mencapai 40 juta penduduk pada tahun 2050. Kairo tidak hanya kota terbesar di Arab dan Afrika Utara melainkan juga kota dengan kepadatan penduduk tertinggi. Tingginya angka populasi di Kairo ini memiliki dua dampak yang berbeda. Di satu pihak hadirnya Kairo sebagai megacity menjadi penggerak bagi pertumbuhan sosial dan ekonomi Mesir. Namun di sisi lain, hal tersebut juga menyebabkan meningkatnya kemiskinan dan juga degradasi lingkungan. Pemerintah Mesir percaya bahwa tingginya angka populasi di Kairo merupakan kontributor terbesar terhadap permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dihadapi oleh Kairo saat ini. Kairo juga menghadapi persoalan kemacetan yang tidak kunjung reda. The World Bank menyatakan bahwa setidaknya terdapat 1.000 nyawa melayang akibat kecelakaan lalu lintas, dimana setengah dari jumlah tersebut adalah pejalan kaki. Kemacetan tidak hanya berbahaya bagi keselamatan publik tetapi juga merugikan pertumbuhan ekonomi. Dilansir dari wikipedia, kemacetan yang terjadi di Kairo selama 1 tahun akan memberikan kerugian sebesar 7,24 triliyun euro atau setara dengan 4% PDB Mesir. Selain masalah kemacetan, Kairo juga mengalami masalah polusi, baik polusi udara maupun polusi suara. Polusi udara di Kairo disebabkan oleh jarangnya turun hujan, tingginya gedung pencakar langit dan keberadaan jalan-jalan yang sempit yang mengakibatkan terjadinya bowl effect sehingga ventilasi kota tidak bekerja dan polusi seolah tertahan di dalam kota. Selain itu polusi udara juga disebabkan oleh membludaknya kendaraan bermotor. Sedangkan untuk polusi suara, faktor yang mempengaruhinya adalah klakson kendaraan bermotor yang terus terjadi selama 24 jam sehari. Kehidupan di tengah kota Kairo, dimana tingkat kebisingan rata-rata mencapai 90 desibel dan tidak pernah turun di bawah 70 desibel, menjadikan masyarakat layaknya tinggal di sebuah pabrik .

Kemacetan dan Polusi di kota Kairo
Sumber: Berbagai Sumber. 2019

Refleksi Terhadap Jakarta

Melihat resiliensi dari Hanoi, New Delhi dan Kairo yang sampai saat ini masih menjadi ibukota dari negaranya masing-masing, mengajak kita untuk merefleksikan kembali kondisi di Jakarta. Jika ditelaah, kita dapat melihat bahwa sebetulnya kota-kota tersebut memiliki permasalahan yang cukup mirip dengan apa yang dihadapi oleh Jakarta. Sebagian besar permasalahan muncul akibat padatnya jumlah penduduk yang tentu saja akan merembet ke persoalan lain seperti kemacetan, polusi udara, tingkat kriminalitas yang tinggi dan lain sebagainya. Kemiripan lainnya adalah permasalahan transportasi yang terjadi di ketiga kota di atas salah satu faktor penyebabnya adalah belum tersedianya angkutan umum massal yang bisa diandalkan. Akibatnya banyak masyarakat kota yang menggunakan kendaraan pribadi sehingga menciptakan kemacetan dan permasalahan polusi.

Namun seperti yang kita ketahui bersama bahwa sejak beberapa tahun silam Jakarta tengah berbenah untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih humanis. Perwujudan rencana transpotasi massal mulai terlihat dengan keberadaan MRT, LRT serta pembukaan koridor baru Bus Transjakarta. Kebutuhan akan ruang terbuka hijau sedikit demi sedikit juga mulai dipenuhi dengan upaya-upaya seperti merevitalisasi taman kota. Para pejalan kaki pun sudah mulai dimanusiakan dengan pelebaran jalur pedestrian. Dan masih banyak lagi upaya pembenahan diri yang dilakukan oleh Jakarta.

Melihat progres ini lantas membuat kita bertanya-tanya, apakah memang perlu status ibukota angkat kaki dari Jakarta? Apakah setelah tidak menjadi ibukota seluruh permasalahan di Jakarta akan terselesaikan? Atau apakah ibukota baru selamanya akan terbebas dari permasalahan yang dihadapi oleh Jakarta saat ini?

Daftar Pustaka

https://mobilityexchange.mercer.com/quality-of-living
https://www.britannica.com/place/Hanoi

Petsko, E (2016). Transformaing a Motorcycle City: The Long Wait for Hanoi’s Metro. https://www.theguardian.com/cities/2016/jul/18/long-wait-hanoi-metro-vietnam-motorbike. The Guardian. The Guardian. 

Quinn, L (2014). Hanoi: Is it Possibble to Grow a City Without Slums?. https://www.theguardian.com/cities/2014/aug/11/hanoi-slums-vietnam-urban-planning-. construction. The Guardian.

Nguyen, DT et.al (2018). Traffic Congestion and Impact on the Environment in Vietnam: Development of Public Transport System – Experience from Actual Operation of Bus in Hanoi. Tokai University, Japan.

Briney, A (2018). Geographic Facts About New Delhi, India. https://www.thoughtco.com/geography-of-new-delhi-1435049. Tought.Co.

Centre for Science and Environment (2017). Congestion on Delhi Roads has Worsenend- says new analysis by CSE of Latest Google Map Data. https://www.cseindia.org/congestion-on-delhi-roads-has-worsened–6994

https://delhiprojectkarly.weebly.com/urban-problemssolutions.html

Ritter, M (2018). As Egypt Builds New Capital, What Becomes of Cairo?. https://learningenglish.voanews.com/a/as-egypt-builds-new-capital-what-becomes-of-cairo-/4665409.html. VOA

Midolo, E (2019). Inside Egypt’s New Capital. https://www.propertyweek.com/insight/inside-egypts-new-capital/5101721.article. Property Week

Michaelson, R (2018). Cairo has Started to Become Ugly: Why Egypt is Building a New Capital City. https://www.theguardian.com/cities/2018/may/08/cairo-why-egypt-build-new-capital-city-desert. The Guardian.

https://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_issues_in_Egypt

Potret Kehidupan Kota Modern Di Antara Hutan

Oleh: Galuh Shita Ayu Bidari

Rencana pemindahan ibukota negara yang telah lama menjadi pembahasan dan pengkajian, kini telah menemui titik terang. Kalimantan Timur, sebagai lokasi Ibu Kota baru yang terpilih dan memiliki kekayaan alam berupa bentang hutan yang sangat luas, akan mengusung konsep City in The Forest. Kota baru ini juga akan mengkolaborasikan konsep kota modern, smart, beautiful, dan sustainable dengan kekayaan hutan tropis.

Konsep kota hutan tidak sama dengan hutan kota. Idealnya, konsep kota hutan mengusung upaya restorasi hutan di tengah pembangunan kebutuhan kota yang masif. Terlebih, kebutuhan untuk pembangunan ibu kota negara yang cukup kompleks. Berlokasi di jantung hutan terbesar di Indonesia, perencanaan ibu kota baru dengan konsep kota hutan perlu sangat berhati-hati.

Pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur nantinya direncanakan terdiri dari minimal 50% ruang terbuka hijau dan akan diharmonisasikan secara maksimal dengan keaslian alamnya. Proses pembangunan yang direncanakan di dalam masterplan akan meminimalisasi intervensi terhadap alam dan banyak mengintegrasikan ruang hijau dan biru. Selain itu, ibu kota baru juga akan mengadopsi new urbanism yang bertemakan bangunan dan infrastruktur hijau (green building/infrastructure). Salah satu kebijakan yang menarik, kompleks pemerintahan yang akan dibangun di ibu kota baru dilakukan secara vertikal, namun akan diatur ketinggian bangunannya agar tidak melebihi tinggi pohon di hutan.

Konsep kota hutan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pengembangan kota hutan diharapkan akan dapat mereduksi polusi udara dan menambah jumlah udara bersih. Dalam skema yang lebih besar, kota hutan juga diharapkan akan mampu memerangi fenomena perubahan iklim yang sedang terjadi. Terdapat beberapa contoh kota hutan, baik di dalam maupun di luar negeri. Terdapat kota hutan yang telah ada sejak beratus tahun lamanya dan terdapat pula contoh kota hutan yang masih menjadi konsep. Berikut merupakan ulasan mengenai kota-kota hutan tersebut:

Kuala Kencana, Indonesia

Kuala Kencana adalah sebuah kota megah yang berada di tengah belantara Papua. Kota ini pertama kali diresmikan pada tahun 1995 oleh Presiden Soeharto dan merupakan kota yang sepenuhnya dikelola oleh PT Freeport Indonesia, sebagai komplek permukiman karyawan. Secara administratif Kota Kuala Kencana termasuk ke dalam Kabupaten Mimika, dengan Timika sebagai ibukota daerah. Hanya warga yang memiliki kartu akses pegawai PT Freeport yang diperbolehkan masuk ke kota ini.

Kota ini diklaim sebagai kota pertama di Indonesia yang memiki sistem utilitas (listrik, air, komunikasi) bawah tanah. Selain itu, kota ini juga diklaim sebagai kota pertama yang memiliki sistem pengolahan air kotor. Air kotor akan disalurkan ke pusat pengelolaan limbah sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar. Air keran yang disalurkan ke rumah-rumah juga berstandar tinggi dan aman untuk langsung diminum.

Sumber: Cahaya Rustia Vio via intisari.grid.id

Kualitas udara di Kuala Kencana tergolong sangat bersih. Hal ini dikarenakan penduduk di kota ini sebagian besar menggunakan sepeda untuk beraktifitas sehari-hari. Mudah untuk menemukan fasilitas parkir sepeda yang dilengkapi dengan besi pengaman, tak lupa juga dengan jalur pejalan kaki yang rapi. Kota ini ditata dengan baik sehingga kota ini dapat menjadi rujukan bagi pembanguna kota-kota lain di Indonesia.

Manaus, Brazil

Brazil memiliki kota yang berada di tengah belantara Amazon, yaitu Manaus. Kota Manaus telah ada sejak tahun 1669. Kota ini memiliki luas sebesar 11.455,38 km² dan terletak di sepanjang tepi utara Sungai Negro. Manaus merupakan kota metropolitan yang terbesar di Amazon dan memiliki pelabuhan utama yang berjarak 1500 km dari laut serta sebuah bandar udara internasional. Kota ini menjadi pelabuhan utama dan merupakan pusat pengumpulan dan distribusi utama untuk wilayah sungai di seluruh lembah Amazon. Pada awal perkembangannya, Manaus merupakan kota pertama di Brazil yang dialiri oleh listrik. Kegiatan industri yang terdapat di Manaus adalah pembuatan bir, pembuatan kapal, pembuatan sabun, produksi bahan kimia, pembuatan peralatan elektronik, dan pemurnian minyak bumi. Pariwisata telah menjadi bagian dari ekonomi di kota ini. Kota ini juga memiliki kebun raya dan kebun binatang, serta taman hutan alami di pinggirannya.

Sumber: Google Image

Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010, kota ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 1,8 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 2,5% sementara rata-rata pertumbuhan penduduk Brazil adalah sebesar 1,17% di tahun yang sama. Tantangan besar yang dihadapi kota ini adalah peningkatan populasi, pembangunan informal yang menyebar luas, pembuangan limbah informal di lingkungan permukiman berkualitas rendah, kualitas air dan lainnya. Tingginya pertumbuhan penduduk berbanding lurus dengan perkembangan hunian illegal di pinggiran sungai. Ancaman terhadap kondisi hutan hujan sangat parah. Masyarakat yang tinggal di area Monte Horebe menyebabkan deforestasi dan degradasi lingkungan yang luar biasa sebagai akibat dari tingginya kebutuhan akan hunian yang terjangkau. Sebagai pusat ekonomi di Amazon, Manaus berhasil menarik ribuan pendatang setiap tahunnya dan meningkatkan kekhawatiran akan permasalahan kota yang lebih besar.

Liuzhou Forest City, China

Di negara lain, China telah lebih dulu menjadi pionir dengan terlebih dulu memproklamirkan konsep kota hutan pertama di dunia yang diklaim mampu mereduksi polusi udara. Konsep ini telah dilontarkan pada tahun 2017 dan sedang dalam masa persiapan konstruksi. Pengembangan kota dengan nama Liuzhou Forest City ini mengambil lokasi di area pegunungan Guangxi. Dirancang oleh Stefano Boeri Architetti, kota hutan ini akan mampu mengakomodasi sekitar 30 ribu orang di lingkungan yang sebagian besar tertutup oleh tanaman dan pohon.

Sumber: Steffano Boeri Architetti via forbes.com

Kota hutan ini diperkirakan akan dapat menyerap 10.000 ton karbon dioksida dan 57 ton polutan per tahun dan juga menyediakan 900 ton oksigen per tahunnya, serta mengurangi suhu udara dan menyediakan habitat baru bagi satwa liar terlantar. Bangunan yang ada dirancang untuk ditanami tanaman pada bagian fasad dan disesain untuk swasembada energy dengan dilengkapi dengan panel surya. Transportasi ke pusat kota juga direncanakan akan mengefisiensikan sumber daya yang ada, yaitu berupa jalur kereta berkecepatan tinggi dan kendaraan listrik.

Forest City Johor, Malaysia

Di sisi lain, Malaysia juga tengah mengembangkan kota hutan di salah satu pulau buatan yang dimilikinya. Kota ini berlokasi di kawasan ekonomi khusus Iskandar, yang berada di ujung paling selatan Semenanjung Malaysia yang berbatasan langsung dengan Singapura. Proses pengembangannya memakan waktu sekitar 25-30 tahun berdasarkan oleh Rencana Transformasi Ekonomi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia pada tahun 2006.

Terletak sekitar 2 km dari Singapura, kota ini dirancang untuk dapat mengakomodasi 700 ribu orang pada lahan seluas 14 km² (sekitar 4 kali luas Central Park di New York). Kota ini juga mengusung konsep Smart City, dimana mobil tidak diperbolehkan berada di area ini, selain itu bangunan dan gedung pencakar langit akan dirancang untuk ditumbuhi tanaman pada bagian fasadnya untuk mengurangi polusi suara dan polusi udara. Kota ini direncanakan akan selesai dikembangkan pada tahun 2035 dan diklaim menciptakan sebanyak 220.000 lapangan pekerjaan.

Video interaktif untuk melihat perkembangan pembangunan kota hutan dapat dilihat pada link berikut https://720yun.com/t/5emn6w7mwnh4mz78fw?pano_id=NjxV6DlGaeDzje8Z

Yang menarik, dilansir dari media straitstimes.com, perdana menteri Malaysia sempat mengungkapkan bahwa hunian yang terdapat di kota ini tidak akan dijual kepada orang asing. Ungkapan ini dikeluarkan atas kekhawatiran bahwa warga lokal tidak akan dapat membeli hunian dengan harga yang terjangkau apabila sebagian hunian diperjualbelikan kepada warga negara asing.

Sumber: prnewswire.com

Atlanta, Amerika Serikat

Atlanta terletak di Georgia, Amerika Serikat, dan dikenal sebagai ‘City in the Forest’. Kota ini dikelilingi oleh banyak pepohonan besar dan banyak jenis tanaman lainnya yang menyelimuti sebagian besar insfrastruktur buatan manusia. Atlanta memiliki sekitar 500 ribu penduduk. Populasi terus bertambah dan pemerintah mengkhawatirkan kebutuhan akan rumah yang kemungkinan meningkat. Namun yang terjadi, kepadatan penduduk tidak bertambah tetapi rumah yang semula berukuran kecil berubah menjadi lebih luas dan menghabiskan lahan yang lebih besar.

Sebuah studi menyatakan bahwa Georgia masuk ke dalam 5 negara bagian yang mengalami kehilangan tutupan pohon perkotaan terbesar dan menyimpulkan bahwa wilayah metropolitan Amerika Serikat kehilangan sekitar 36 juta pohon setiap tahunnya (sekitar 175.000 hektar tutupan pohon). Pada tahun 2008, sekitar 48% wilayah perkotaan Atlanta berhasil ditutupi oleh pepohonan yang ditanami baik oleh sukarelawan maupun organisasi non-profit yang bekerja sama dengan pemerintah. Sejak saat itu, pemerintah menetapkan terget untuk terus menaikkan presentase tutupan pohon di Atlanta.

Departmen Perencanaan Kota Atlanta tengah membantu mengembangkan Urban Ecologi Framework atau Kerangka Kerja Ekologi Perkotaan, dengan melakukan penilaian terhadao kanopi, daerah aliran sungai, dan ruang hijau yang ada. Kerangka kerja tersebut diharapkan akan dapat menghasilkan lebih banyak perubahan kebijakan yang diperlukan untuk melindedungi tutupan pohon.

Sumber: Google Images

DAFTAR PUSTAKA

  • forestcityjohor.com/
  • www.prnewswire.com/news-releases/forest-city-malaysia-completes-new-homes-introduces-connected-smart-city-experience-300883306.html
  • www.straitstimes.com/asia/se-asia/johors-forest-city-project-off-limits-to-foreign-buyers-says-malaysian-pm-mahathir
  • www.weforum.org/agenda/2018/08/smart-cities-forest-city-belmont/
  • edition.cnn.com/style/article/china-liuzhou-forest-city/index.html
  • www.archdaily.com/874364/worlds-first-vertical-forest-city-breaks-ground-in-china
  • www.liputan6.com/regional/read/4045591/melihat-konsep-forest-city-ibu-kota-baru-ri-bakal-di-tengah-hutan-kaltim
  • www.liputan6.com/bisnis/read/4032532/dibangun-di-kalimantan-ibu-kota-baru-akan-menyatu-dengan-hutan
  • ekonomi.bisnis.com/read/20190906/45/1145246/ibu-kota-negara-ahli-perencanaan-dunia-akan-bahas-konsep-forest-city
  • nasional.kompas.com/read/2019/08/29/08572681/usung-konsep-forest-city-50-persen-ibu-kota-baru-akan-jadi-rth?page=all
  • www.kompasiana.com/gigih98582/5d63da33097f3606b12c9222/melihat-konsep-forest-city-untuk-ibu-kota-baru-indonesia?page=all
  • www.forbes.com/sites/trevornace/2017/06/30/chinas-new-forest-city-will-make-you-rethink-urban-cities/#1f6aa15cdabd
  • www.britannica.com/place/Manaus
  • www.visitbrasil.com/destinations/manaus.html
  • atlasbrasil.org.br/2013/en/perfil_m/5017/#educacao
  • lcluc.umd.edu/hotspot/urbanization-manaus-brazil
  • www.theguardian.com/cities/2019/jul/23/the-jungle-metropolis-how-sprawling-manaus-is-eating-into-the-amazon
  • intisari.grid.id/read/03910384/mengintip-kota-kuala-kencana-milik-pt-freeport-di-papua-modern-canggih-dan-bersih?page=all
  • backpackerjakarta.com/kota-kuala-kencana-kota-paling-rapi-di-indonesia/
  • www.atlantamagazine.com/news-culture-articles/saving-the-city/
  • ww.gpbnews.org/post/inside-fight-keep-atlanta-city-forest

Masa Depan Transportasi Umum Massal di Jabodetabek

Oleh : Annabel Noor Asyah

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Jabodetabek merupakan sebuah akronim dari Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi. Jabodetabek idealnya merupakan sebuah kawasan yang terintegrasi dengan baik mengingat ribuan perjalanan dilakukan antar region setiap harinya. Bukanlah hal ganjil seorang pekerja di tengah kota Jakarta memiliki rumah di Kota Bogor yang jaraknya 60 km dan ia harus melakukan pegerakan ulang alik setiap harinya. Saat ini rute dan moda pergerakan yang mendukung kegiatan ulang alik tersebut masih terbatas. Dapat kita perhatikan setiap jam masuk ataupun pulang kantor, stasiun-stasiun transit di Jakarta seperti Stasiun Manggarai dan Tanah Abang selalu padat dan tumpah ruah oleh para komuter. Kadang, kapasitas kereta juga tidak mampu menampung beban banyaknya penumpang, akibtanya banyak yang berdesak-desakan sehingga membayahakan keselamatan.

Untuk mensiasati hal tersebut, maka diterbitkanlah Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) melalui Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2018. RITJ merupakan sebuah pedoman bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan, pengembangan dan pengelolaan, serta pengawasan dan evaluasi transportasi di wilayah perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. RITJ akan dilaksanakan dalam kurun waktu 2018-2029. Adapun yang menjadi sasaran dalam penyelenggaran RITJ ini adalah sebagai berikut:

Sumber: Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2018 tentang RITJ

Untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan di atas, terdapat dua kebijakan mengenai pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis jalan dan berbasis rel yang sangat menarik untuk diulas. Mari kita simak seperti apa wajah sistem transportasi perkotaan Jabodetabek 10 tahun mendatang!

Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan Berbasis Jalan

Kebijakan pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis jalan memiliki strategi pembentukan jaringan pelayanan transportasi angkutan umum perkotaan yang meliputi jaringan trayek angkutan orang dan jaringan lintas angkutan barang. Strategi tersebut memiliki 5 program unggulan, yaitu:

  • Pengembangan rute Transjabodetabek Ekspres

Terdapat 37 rute baru dalam pengembangan Transjabodetabek Ekspres. Rute akan menghubungkan 8 kota/kabupaten di luar provinsi Jakarta dengan titik-titik transit strategis di Jakarta seperti Pasar Senen, Blok M, Lebak Bulus, Manggarai dan lain sebagainya. Pengembangan rute-rute ini akan dilakukan selama 10 tahun masa berlaku RITJ.

  • Pengembangan Rute Transjabodetabek Reguler

Terdapat 37 rute dalam pengembangan Transjabodetabek Reguler. Origin dan destinasi dari ke-37 rute ini hampir sama dengan rute Transjabodetabek Ekspres. Yang membedakan hanyalah akan terdapat lebih banyak pemberhentian sebelum mencapai destinasi akhir. Pengembangan rute-rute ini juga akan dilakukan selama 10 tahun masa berlaku RITJ.

  • Pengembangan Angkutan Pengumpan (Feeder) yang melayani Transjabodetabek

Rencana pengembangan angkutan pengumpan akan berlokasi di seluruh wilayah Jabodetabek. Angkutan ini nantinya akan memudahkan pelaku pergerakan untuk berpindah dari rumah menuju stasiun/halte jaringan transportasi utama. Pengembangan angkutan pengumpan akan berlangsung sejak tahun 2018 hingga 2026.

  • Pengembangan Angkutan Pemadu Moda

Rencana pengembangan angkutan pemadu moda akan difokuskan pada tiga Kota/Kabupaten, yaitu Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, dan Kabupaten Tangerang. Nantinya akan terdapat angkutan umum massal yang mengakomodir pegerakan menuju/dari bandar udara dan pelabuhan laut.  Rencana ini akan diimplementasikan dalam kurun waktu 2018-2019.

  • Penataan Angkutan tidak Dalam Trayek

Penataan angkutan tidak dalam trayek terdiri dari penataan angkutan taksi, angkutan dengan tujuan tertentu (angkutan permukiman), angkutan pariwisata, dan angkutan kawasan tertentu. Penataan ini akan dilakukan dalam kurun waktu 2018-2021.

Peta Pengembangan Sistem Transportasi Berbasis Jalan di Jabodetabek
Sumber: Lampiran Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2018 tentang RITJ

Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan Berbasis Rel

Selain pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis jalan, terdapat pula rencana pengembangan berbasis rel. Pengembangan sistem transportasi berbasis rel memiliki strategi yaitu melalui pembangunan dan pengembangan sistem angkutan umum massal perkotaan berbasis rel yang menghubungkan wilayah Jabodetabek dengan program-program berupa:

  • Pembangunan Jalur Kereta Api Ringan (Light Rail Transit/LRT) baik di wilayah Jakarta maupun di luar wilayah Jakarta (Bodetabek)

Dalam RITJ, terdapat 25 rencana pengembangan jalur LRT. Pengembangan tersebut terdiri dari 13 rute yang berada di dalam Jakarta, dan 12 rute yang menghubungkan Jakarta dengan kota/kabupaten lain termasuk di dalamnya Bandara Internasional Soekarno dan Hatta. Pengembangan seluruh jalur LRT tersebut akan dilakukan dalam kurun waktu 2018-2029.

  • Pembangunan jalur Automated People Mover (APM)/ Automated Guideway Transit (AGT)/ Tram

Terdapat 9 lintasan yang akan direncanakan sebagai jalur tram pada kawasan Jabodetabek. Jalur-jalur tersebut pada umumnya merupakan jalur istimewa seperti jalur kawasan industri, jalur kawasan wisata dan jalur bandara-kemayoran. Pengembangan tram difokuskan pada kawasan-kawasan di luar Jakarta. Pengembangan seluruh jalur tram ini juga akan dilakukan dalam kurun waktu 2018-2029.

  • Pembangunan jalur kereta api massal cepat (Mass Rapid Transit/MRT)

Pengembangan jalur MRT akan dilakukan pada dua koridor yaitu koridor Utara-Selatan (Kampung Bandan-Bundaran HI-Lebak Bulus) dan koridor Timur-Barat (Cikarang-Ujung Menteng-Kalideres-Balaraja). Pengembangan jalur MRT ditargetkan akan rampung pada tahun 2029.

  • Pembangunan kereta api bandara

Pengembangan kereta api bandara terdiri dari dua program yaitu pembangunan express line Bandara Soekarno-Hatta (Manggarai-Sudirman-Tanah Abang-Angke-Pluit-Bandara SHIA) dan pembangunan commuter line (Soedirman-Duri-Batu Ceper- Bandara SHIA). Pengembangan kereta bandara ini akan rampung pada tahun 2020.

  • Pembangunan loop line railway (Jakarta elevated loop line railway)

Pembangunan loop line railway akan memakan waktu 6 tahun, terhitung sejak tahun 2018 hingga 2023. Adapun program yang terdapat di dalamnya adalah Penyusunan DED dan pembangunan Jakarta Elevated Loop Line Railway.

  • Pembangunan jalur ganda (Double Track)

Pembangunan jalur ganda yang merupakan rencana dari periode sebelumnya memiliki 4 jalur yang akan menghubungkan Tangerang, Bogor, Bekasi dan Jakarta. Program ini akan memakan waktu selama 4 tahun hingga tahun 2021.

Peta Rencana Pembangunan MRT dan LRT di Jabodetabek
Sumber: Lampiran Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2018 tentang RITJ

Ketika sudah diimplementasikan, kedua kebijakan tersebut akan menjadi wajah baru sistem transportasi Jabodetabek yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.  Dengan adanya RITJ ini kian memberikan optimisme bahwa di masa mendatang sistem transportasi di Indonesia akan setara dengan sistem pergerakan di negara maju seperti Singapura dan Jepang. Namun disamping itu, banyak hal yang harus disiapkan dan diperhatikan oleh seluruh stakeholders, terutama oleh pemerintah, dalam upaya mewujudkan kedua kebijakan yang terkandung dalam RITJ tersebut.

Selain menyiapkan sumberdaya dan anggaran, ke depannya pemerintah juga perlu menyiapkan hal-hal teknis terkait pengimplementasian RITJ. Sebagai contoh, dalam pengimplementasian rencana interkoneksi antarjaringan, pemerintah perlu menyiapkan rencana yang lebih detail dan rinci untuk mengembangkan konsep Transit Oriented Development (TOD). Pemerintah juga perlu mensiasati  tentang bagaimana mewujudkan sistem kerjasama yang baik dan sistematis antara pemerintah dan pihak swasta melalui skema kerjasama public-private partnership (PPP) demi terciptanya sistem jaringan transportasi Jabodetabek yang berkelanjutan dan mengakomodir kebutuhan masyarakat. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus menyiapkan jenis kebijakan lain untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi sehingga sasaran penyelenggaraan transportasi Jabodetabek dapat tercapai. Kebijakan tersebut dapat berupa pemberlakukan kawasan 3 in 1, pembatasan usia kendaraan, peningkatan pemberlakuan pajak kendaraan, pembatasan area parkir kendaraan pribadi, dan penerapan syarat kepemilikan kendaraan pribadi.

Apakah pemerintah dan seluruh pihak yang relevan mampu mewujudkan RITJ dan menertibkan para pengguna kendaraan pribadi?

Daftar Isi

Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek

Pesona Jalur Pejalan Kaki

Oleh : Galuh Shita Ayu Bidari

Jalur pejalan kaki merupakan salah satu aspek kota yang esensial. Keberadaannya memiliki peran penting dalam menhubungkan berbagai titik antara satu dengan yang lainnya. Namun sayangnya, keberadaan jalur pejalan kaki seringkali tidak diindahkan, bahkan dilupakan. Padahal, dengan adanya jalur pejalan kaki yang nyaman akan dapat membuat suatu wilayah menjadi hidup.

Dengan adanya jalur pejalan kaki yang memadai, masyarakat dapat menikmati suasana kota dengan lebih leluasa. Jika jalur pejalan kaki mampu dibuat lebih nyaman bagi penggunanya, bukan tidak mungkin masyarakat akan lebih memilih untuk menggunakan sarana tersebut dibandingkan dengan menggunakan moda transportasi. Tentu saja hal tersebut harus didukung dengan tersedianya prasarana transportasi yang juga memadai, dalam arti, nyaman dari segi kualitas dan mencukupi dari segi kuantitas.

Di Indonesia sendiri, ketersediaan jalur pejalan kaki yang nyaman dan memadai masih tergolong minor. Keberadaan jalur pejalan kaki seringkali hanya sebatas formalitas dan tidak memperhatikan standar-standar yang seharusnya tersedia. Sebagai contoh, adanya tiang listrik di tengah jalur pejalan kaki, tidak adanya jalur bagi penyandang disabilitas, tinggi antar undakan yang tidak sama, dan bahkan yang lebih menyedihkan, jalur pejalan kaki juga seringkali dirampas oleh para pengguna kendaraan bermotor.

Padahal, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah mengeluarkan prinsip umum penyediaan fasilitas pejalan kaki, yakni:

  • memenuhi aspek keterpaduan sistem, dari penataan lingkungan, sistem transportasi, dan aksesilibitas antar kawasan;
  • memenuhi aspek kontinuitas, yaitu menghubungkan antara tempat asal ke tempat tujuan, dan sebaliknya
  • memenuhi aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan;
  • memenuhi aspek aksesibilitas, dimana fasilitas yang direncanakan harus dapat diakses oleh seluruh pengguna, termasuk oleh pengguna dengan berbagai keterbatasan fisik.

Penyediaan ruang bagi pejalan kaki memberikan banyak dampak positif, baik bagi individu maupun bagi perkembangan kota. Di statu sisi, adanya jalur pejalan kaki akan memberikan dampak baik bagi kesehatan individu. Dari sudut pandang kota, kehadiran ruang publik berupa jalur pejalan kaki akan mampu menarik beragam aktivitas sehingga akan menciptakan suatu titik atraksi yang menarik bagi para pejalan kaki.

Ketersediaan jalur pejalan kaki yang nyaman akan menarik masyarakat untuk terus menggunakan fasilitas tersebut. Ada beberapa manfaat serta nilai tambah yang bisa diperoleh dari pembangunan jalur pejalan kaki, yaitu:

  • memberikan lebih banyak lagi ruang publik bagi warga kota
  • mengurangi kemacetan kota
  • membantu penciptaan kesehatan lingkungan kota dengan penurunan tingkat polusi dan meningkatkan kualitas udara kota.
  • salah satu infrastruktur penting bagi pengembangan pariwisata di pusat kota
  • dapat merangsang berbagai kegiatan ekonomi
  • merangsang kegiatan publik seperti penyelenggaraan pameran, periklanan, dan lain sebagainya.
  • dapat menarik beragam kegiatan sosial, perkembangan jiwa dan spiritual.  

Beberapa kota besar di Indonesia kini mulai berbenah. Sebagian besar telah menyadari pentingnya kehadiran jalur pejalan kaki yang nyaman dan aman. Komitmen dan niat baik para pemerintah daerah terkait penyediaan jalur pejalan kaki perlu diapresiasi dan didukung dengan baik.

DKI JAKARTA

Kota Jakarta mulai berbenah sejak penyelenggaraan ASEAN GAMES di tahun 2018 silam. Selain pembenahan transportasi melalui pembangunan jalur MRT (Mass Rapid Transit), berbagai ruas jalan juga turut diperlebar dan ditambah dengan berbagai fasilitas penunjang yang membuat nyaman penggunanya.

Pemerintah DKI Jakarta mengalokasikan anggaran khusus untuk penataan jalur pejalan kaki melalui APBD (Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah). Wacana penataan jalur pejalan kaki telah dicanangkan sejak era pemerintahan Ahok, dengan target penataan sepanjang 2.600 km yang tersebar pada 48 lokasi. Namun, apabila hanya mengandalkan anggaran APBD maka penyelesaian target penataan jalur pejalan kaki diperkirakan bari akan selesai dalam 50 tahun kemudian sehingga pemerintah mempertimbangkan opsi penggunaan kompensiasi koefisien lantai bangunan (KLB) oleh pihak swasta. Dilansir dari jakarta.bisnis.com, penataan jalur pejalan kaki yang berada di sepanjang ruas Sudirman hingga MH Thamrin telah menggunakan skema pengenaan denda terhadap kelebihan koefisien KLB yang dibiayai oleh PT Kepland Investama dan PT Mitra Panca Persada, dengan dibantu oleh PT MRT Jakarta. Dengan beragam skema tersebut, kini Jakarta telah memiliki wajah-wajah baru yang kian mempercantik ibu kota negara ini. Hal ini turut didukung dengan antusias masyarakat yang semakin banyak menggunakan fasilitas tersebut.

Sebagai contoh, jalur pejalan kaki yang membentang diantara Stasiun Kereta Api Sudirman dengan Stasiun MRT Dukuh Atas yang ramai dilewati oleh masyarakat, mampu menarik sebagian pihak untuk menyelenggarakan suatu pameran seni dalam waktu singkat namun efektif.

Jalur Pejalan Kaki Stasiun MRT Dukuh Atas
Sumber: Galuh Shita A.B, 2019

SOLO

Kota Solo adalah salah satu kota yang menyadari akan pentingnya ketersediaan jalur pedestrian. Jalur pejalan kaki di Kota Solo awalnya diperuntukkan sebagi tempat berkumpul bagi para warga sembari duduk santai menikmati Kota Solo tanpa terganggu oleh kendaraan yang melintas. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah pengunjung yang datang tak kunjung bertambah. Hal ini membuat Pemerintah Kota Solo mengubah konsep penataan jalur pejalan kaki. Beberapa titik ruas jalan di kota ini mulai dibenahi dan direvitalisasi secara total mulai dari standarisasi jalur pejalan kaki, tata artistik, serta material yang dibuat menjadi lebih baik. Pemerintah menginginkan Kota Solo dapat dikenal sebagai kota yang sangat ramah untuk para pejalan kaki. Tak hanya ramah untuk para pejalan kaki, namun juga dapat dimanfaatkan warga tempat interaksi warga untuk aktivitas warga Kota Solo.

Pada tahun 2011, Kota Solo pernah menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan ajang ASEAN Para Games, sebuah pesta olahraga bagi para atlet berkebutuhan khusus. Pemerintah Kota Solo membenahi kota dengan membangun seluruh fasilitas publik yang ramah pada pengguna berkebutuhan khusus. Kota Solo bahkan menjadi yang pertama dalam menyusun regulasi terkait warga berkebutuhan khusus. Hasilnya Kota Solo kini menjadi salah satu kota yang memiliki jalur pejalan kaki terbaik di Indonesia.

Sumber: Phinemo.com

SURABAYA

Pemerintah Kota Surabaya terus melakukan penataan jalur pejalan kaki. Hingga akhir 2018, penataan jalur pejalan kaki diklaim telah mencapai 52.700 meter. Penataan jalur pejalan kaki dibangun dengan lebar 2 hungga 3 meter dan dilengkapi dengan fasilitas yang ramah bagi penyandang disabilitas. Selain pelebaran dan penggantian material, tiap tahun berbagai pembenahan terus dilakukan, seperti pengecatan agar lebih berwarna dan pemasangan hiasan. Penataan jalur pejalan kaki juga dibangun untuk mengatasi banjir di tengah kota dengan membangun saluran tepat di bawah jalur pejalan kaki agar tidak terjadi genangan air saat musim hujan tiba.

Dengan klaim sebagai kota dengan jalur pejalan kaki terbaik di Indonesia, selain upaya revitalisasi yang dilakukan secara terus menerus, Pemerintah Kota Surabaya juga terus berupaya menjaga dan melakukan perawatan terhadap jalur pejalan kaki yang ada. Beberapa strategi perawatan yang utama adalah menjaga keamanan pejalan kaki, baik dari tindak kriminal maupun aman dari kendaraan bermotor. Selain itu, pemerintah kota juga rutin menjaga kebersihan jalur pejalan kaki dengan selalu membersihkannya dengan air bertekanan tinggi dan air sabun setiap hari. Dalam satu hari, tim satgas melakukan perawatan di 3 hingga 5 titik sehingga ja;ur pedestrian di Surabaya tampak selalu bersih dan rapi. Penempatan tampat sampah yang estetik juga tak luput dari perhatian. Lalu, penggantian material dan elemen yang sudah tak layak pakai juga selalu dilakukan. Jalur pejalan kaki umumnya rusak karena berlubang atau adanya keramik yang rusak dan pecah-pecah yang disebabkan oleh lapisan atas jalur yang tidak mampu menahan beban yang melintas.

Sumber: news.okezone.com

BANDUNG

Kota Bandung pernah menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika pada tahun 2015. Dari keseluruhan ruas jalan yang ada, Jalan Asia Afrika adalah jalur pejalan kaki terbaik yang ada di Kota Bandung. Kelengkapan fasilitas jalan yang apik, kualitas bahan yang baik, badan trotoar yang berukuran lebar, disediakan pula fasilitas lain berupa halte dan tempat duduk untuk bersantai.

Terdapat pula pot bunga berukuran besar, hiasan bola batu dan juga lampu hias, membuatnya menjadi sangat instagramable. Ruas jalan ini sangat diminati baik bagi warga lokal maupun bagi wisatawan. Pemerintah Kota Bandung telah menganggarkan APBD sebesar Rp 163 milyar dan ditambah dengan Rp 52 milyar dari bantuan Pemerintah Provinsi untuk mempercantik jalur pejalan kaki di kawasan ini.

Sumber: thecolourofindonesia.com

Diharapkan, kota-kota lain dapat segera berbenah untuk dapat menyediakan jalur pejalan kaki yang aman, nyaman, dan ramah terhadap disabilitas. Tugas kita sebagai warga kota yang baik adalah dengan mendukung dan ikut menjaga fasilitas kota yang ada.

Sumber:

  • Perencanaan Teknis Fasilitas Pejalan Kaki, Kementerian PUPR, Tahun 2018
  • Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan, Direktorat Penataan Ruang Nasional, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum
  • news.okezone.com/read/2018/11/30/512/1985283/menengok-upaya-keras-solo-ciptakan-kota-ramah-pejalan-kaki
  • www.goodnewsfromindonesia.id/2017/01/22/kriteria-trotoar-yang-baik-dan-kota-di-indonesia-yang-memilikinya
  • jakarta.bisnis.com/read/20180306/77/746543/penataan-trotoar-habiskan-rp360-miliar-berasal-dari-denda-klb-era-ahok-djarot-
  • www.cnnindonesia.com/nasional/20170804114007-20-232439/bangun-80-km-trotoar-pemprov-dki-siapkan-rp412-miliar
  • surabayastory.com/2018/08/27/strategi-merawat-pedestrian-surabaya/

Hal Yang Harus Diperhatikan Ketika Melakukan Permohonan Penerbitan Imb Untuk Bangunan Non Hunian Di DKI Jakarta

Oleh : Galuh Shita Ayu Bidari

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan produk hukum yang berisi persetujuan atau perizinan yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah setempat dan wajib dimiliki oleh pemilik bangunan. Kehadiran IMB berlaku bagi pemilik bangunan yang ingin membangun, merobohkan, menambah atau mengurangi luas, ataupun merenovasi bangunan. Proses mengurus IMB tidaklah rumit, namun terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan dalam pembuatannya.

Ketahui Peruntukkan Lahannya

Sebelum mengajukan permohonan IMB, penting untuk mengetahui terlebih dahulu peruntukkan ruang yang ada pada lokasi yang diinginkan. Jangan sampai ketika semua sudah dikerjakan, ternyata tanah yang dimiliki tidak sesuai dengan peruntukkan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, selalu cek peruntukkan ruang di dalam Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) yang telah disahkan. Untuk wilayah DKI Jakarta, dokumen RDTR dapat diakses melalui website resmi milik Pemerintah DKI Jakarta yakni:

  • https://dcktrp.jakarta.go.id/beranda/rdtr.html untuk mengakses dokumen Perda RDTR
  • http://smartcity.jakarta.go.id/maps/ untuk mengakses peta interaktif. Pilih ‘Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan’ pada menu, lalu pilih wilayah yang diinginkan, pada bagian kanan akan muncul tautan peta yang dapat diunduh untuk melihat peraturan zonasi pada lokasi yang diinginkan.

Ketahui Persyaratan atau Perizinan yang Harus Dimiliki

Terdapat beberapa jenis perizinan yang harus dimiliki oleh pemohon sebelum melakukan permohonan penerbitan IMB. Secara umum jenis perizinan yang diatur oleh setiap daerah tidak berbeda jauh antara satu dengan yang lainnya. Sebaiknya pemohon melakukan kunjungan terlebih dahulu ke dinas terkait untuk mengetahui jenis perizinan apa saja yang perlu ditempuh sebelum melakukan permohonan penerbitan IMB. Pada beberapa kasus, terdapat beberapa perizinan yang dipersyaratkan sebelum mendapatkan IMB, yakni:

  • Izin lingkungan
  • Izin dewatering (jika terdapat basement)
  • Izin peil lantai bangunan
  • Izin kelayakan lingkungan hidup
  • Izin membangun prasarana (IMP)
  • Izin instalasi pengolahan air limbah
  • dan lainnya

Kenali Prosesnya dan Ajukan Permohonan ke Dinas Setempat

Proses pembuatan IMB di DKI Jakarta dapat dilakukan di Dinas Penanaman Modal & Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Dinas PM & PTSP). Proses komunikasi dengan staff dinas dapat dilakukan secara daring maupun luring, bahkan disediakan pula layanan melalui telepon dan video call. Dilansir dari website dinas yakni pelayanan.jakarta.go.id terdapat lebih dari 500 izin yang dapat diurus melalui PTSP.

Sumber: Diolah dari Dinas PM & PTSP, diakses pada Agustus 2019

Terkait dengan pengurusan IMB untuk bangunan non hunian, terdapat 3 jenis permohonan pengajuan IMB yang dilayani oleh PTSP DKI Jakarta berdasarkan lama waktu penerbitan, yakni:

IMB Bangunan Non Rumah Tinggal Kelas A

Permohonan IMB bangunan kelas A diperuntukkan untuk bangunan non hunian yang memiliki tinggi lebih dari 8 lantai dengan luas bangunan diatas 2.000 m², dan pondasi dalam lebih dari 2 meter.

IMB Bangunan Non Rumah Tinggal Kelas B

Permohonan IMB bangunan kelas B diperuntukkan untuk bangunan non rumah tinggal dengan jumlah lantai kurang dari 8 lantai, rumah tinggal pemugaran cagar budaya golongan A, IMB reklame, dan IMB menara.

IMB Bangunan Non Rumah Tinggal Khusus (Paket IMB 3 Jam)

Dinas PTSP DKI Jakarta menyediakan layanan permohonan IMB yang dapat dikeluarkan dalam jangka waktu 1 hari, namun pelayanan tersebut terbatas pada bangunan yang memiliki tinggi tidak lebih dari 2 lantai dengan luas bangunan paling luas sebesar 1.300 m².

Demikian hal-hal mendasar yang penting untuk diperhatikan sebelum mengurus IMB. Semoga bermanfaat!

TOD Series #2: Praktik Penerapan Konsep TOD di Berbagai Kota di Dunia

Oleh : Annabel Noor Asyah

Setelah membahas tentang definisi, prinsip dan manfaat konsep TOD pada artikel sebelumnya, kali ini akan dibahas mengenai implementasi konsep TOD di beberapa kota di dunia. Sejak konsep ini digaungkan pada akhir 1980an, sudah banyak kota yang mengadopsi konsep tersebut dalam rangka mengefektifkan dan mengefisiensikan pergerakan masyarakat di dalamnya. TOD sudah banyak diterapkan di Amerika seperti di Kota Sacramento dan Evanston. Di Eropa pun konsep ini dirasa pas untuk mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi seperti yang terlihat di Kota Rotterdam. Baru-baru ini, DKI Jakarta juga mulai berbenah dan mencoba untuk menerapkan konsep TOD dengan memutakhirkan jaringan transportasi publik yang mereka miliki. Simak praktik-praktik penerapan konsep TOD di bawah ini:

  • Rotterdam, Belanda

Penerapan konsep TOD di negeri kincir angin, Belanda, terlihat dari fungsi sebuah kawasan yang berada di jantung hati kota Rotterdam yaitu kawasan Blaak. Blaak merupakan pusat kota Rotterdam dimana di dalamnya terdapat fungsi kawasan campuran, baik fungsi komersil, residensial maupun perkantoran. Di kawasan ini juga terdapat stasiun kereta yang menghubungkan Rotterdam dengan kota lain yaitu Kota Delft. Jalur kereta pada stasiun Blaak juga difungsikan sebagai jalur metro atau kereta bawah tanah yang  menjadi jaringan antara area di dalam kota Rotterdam. Kawasan Blaak juga dilengkapi dengan ruang publik berupa plaza dan taman yang kerap digunakan oleh masyarakat untuk menghabiskan waktu di luar rumah. Setiap hari Selasa dan Sabtu, plaza tersebut digunakan sebagai pop-up market atau pasar dadakan yang menjual kebutuhan sehari-hari dengan harga yang relatif terjangkau. Untuk mendukung banyaknya aktivitas yang terdapat di Blaak, disediakan pula tempat parkir sepeda yang mampu menampung ribuan sepeda, terutama bagi pengguna sepeda yang transit dan hendak menlanjutkan perjalanan ke tempat lain. Kawasan Blaak telah memiliki segala komponen yang merupakan unsur utama pengembangan konsep TOD terutama jalur pedestrian dan sepeda yang memudahkan pergerakan dengan tanpa menggunakan kendaraan bermotor.

Kawasan Blaak dengan Konsep TOD
Sumber: Hasil Olahan. 2019
Kondisi Kawasan TOD Blaak
Sumber: Hasil Olahan. 2019
  • Sacramento, Amerika Serikat

Konsep TOD juga menjadi arah perencanaan di Kota Sacramento, Amerika Serikat. Dilansir dari website pemerintah Kota Sacramento, diketahui bahwa konsep yang termasuk rencana jangka panjang daerah ini sudah mulai diterapkan pada tahun 2018 yang lalu. Pemerintah Kota Sacramento mempertimbangkan untuk mendukung pergerakan transit dengan menggunakan moda kereta ringan namun tetap membatasi pembangunan di sekitar area transit pengimplementasian konsep TOD terarah. Pemerintah Sacramento berpendapat bahwa penerapan TOD akan mengurangi efek rumah kaca dan menciptakan komunitas yang lebih sehat dengan mendukung pergerakan tanpa moda bermotor. TOD dianggap akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi pemilik tanah ke depannya dan akan memberikan kemudahan akses terhadap kebuuhan sehari-hari bagi kaum lansia yang tidak bisa berkendara secara mandiri. Pemerintah akan memberikan insentif terhadap developer yang dapat mengembangkan bangunan residensial dengan minimum unit berjumlah 25 unit atau lebih. Pemerintah juga berencana untuk mereduksi lahan parkir kendaraan bermotor di dekat stasiun transit.

Pengembangan TOD di Sacramento, Amerika Serikat
Sumber: cityofsacramento.org , 2019
  • Evanston, Illinois, Amerika Serikat

Evanston merupakan sebuah kota transit bagi komunitas di pinggir kota North Shore dan merupakan tempat bagi perusahaan-perusahaan besar bernaung. Evanston merupakan kota yang stabil dan ideal untuk kegiatan residensial dan bisnis, kendati populasi di Evanston sangat beragam dari segi ekonomi maupun ras. Pada tahun 1986, pemerintah kota Evanston memiliki rencana untuk menciptakan kawasan dengan kepadatan yang tinggi di sepanjang Chicago Avenue dan sekitar empat stasiun kereta yang mereka miliki serta jalur pedestrian yang mumpuni. Kemudian puluhan tahun selanjutnya, Pemerintah Kota Evanston merevisi rencana tersebut dengan detail-detail yang menjadi nyawa dari konsep TOD.

Evanston memperbaharui peraturan zonasinya dengan mengurangi alokasi tempat parkir kendaraan bermotor pada area residensial multi-keluarga dan gedung-gedung bertingkat. Hal ini diperkirakan akan menstimulus kebiasaan masyarakat untuk tidak menggunakan kendaraan bermotor ketika hendak melakukan pergerakan. Pemerintah Evanstom juga mendukung pembangunan area residensial kepadatan tinggi yang dikelilingi kawasan peruntukkan campuran dengan pusat transportasi. Peraturan zonasi tersebut berhasil meningkatkan frekuensi bus dan memperbanyak rute pergerakan dan destinasi. Peraturan tersebut juga menstimulus munculnya jalur pejalan kaki dan jalur sepeda di kota Evanston.

Pengembangan TOD di Kota Evanston
Sumber: Communicating the Benefits of TOD, 2006
  • DKI Jakarta, Indonesia

Tidak hanya kota-kota di belahan benua Amerika dan Eropa saja yang telah menerapkan konsep TOD, Indonesia pun sudah mulai bergerak untuk mengimplementasikan konsep yang dapat menstimulus pergerakan masyarakat tanpa kendaraan pribadi bermotor ini. Salah satu kota yang menjadi pioner dalam pengembangan TOD adalah DKI Jakarta bersamaan dengan kota-kota besar di sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, telah direncanakan beberapa titik yang akan dikembangkan menjadi kawasan TOD. Berikut adalah lokasi potensial pengembangan TOD di Jabodetabek yang tertuang dalam perpres tersebut:

Lokasi Pengembangan TOD di Jabodetabek
Sumber: Perpres No. 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek

Adapun yang menjadi titik lokasi pengembangan TOD di Jakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Rencana Pengembangan TOD di Jakarta
Sumber: Pepres No. 55 Tahun 2018

Pengembangan kawasan berorientasi transit di Jakarta ini akan dimulai dengan pengembangan sistem jaringan transportasi umum yang mumpuni berupa MRT, LRT, dan Bus Rapid Transit. Pada April 2019, telah diresmikan kawasan TOD pertama di Jakarta yaitu Kawasan TOD Dukuh Atas dimana terdapat titik-titik transit seperti Stasiun Kereta Api Sudirman, Stasiun MRT Dukuh Atas, Stasiun BNI City (Kereta Bandara), dan Stasiun Trans Jakarta dalam suatu kawasan yang sama.

Dilansir dari website jakartamrt.co.id (2019), dalam pengimplementasiannya, Pemerintah DKI Jakarta bekerjasama dengan PT. MRT Jakarta untuk menjadi operator utama pengelola kawasan TOD Dukuh Atas. Dalam mengembangkan perencanaan TOD, PT MRT Jakarta menggunakan delapan prinsip TOD, yaitu Fungsi Campuran; Kepadatan Tinggi; Peningkatan Kualitas Konektivitas; Peningkatan Kualitas Hidup; Keadlian Sosial; Keberlanjutan Lingkungan; Ketahanan Infrastruktur; dan Pembaruan Ekonomi.  Diharapkan pengembangan konsep TOD di Jabodetabek khususnya di Jakarta dapat menuai manfaat dan mendorong berbagai keuntungan seperti:

  1. Mengurangi penggunaan kendaraan, kemacetan jalan, dan polusi udara;
  2. Pembangunan yang mendukung berjalan kaki serta gaya hidup sehat dan aktif;
  3. Meningkatkan akses terhadap kesempatan kerja dan ekonomi;
  4. Berpotensi menciptakan nilai tambah melalui peningkatan nilai properti;
  5. Meningkatkan jumlah penumpang transit; dan
  6. Menambah pilihan moda pergerakan kawasan perkotaan
Rencana Pengembangan TOD di Dukuh Atas
Sumber: metro.sindonews.com , 2019

Dari ulasan di atas dan contoh pengimplementasian konsep TOD di mancanegara, dapat diketahui bahwa sistem transit akan membuat pergerakan menjadi lebih efektif dan efisien. TOD dapat diimplementasikan dengan baik apabila terdapat dukungan dari pemangku kebijakan yang secara serius mengupayakan agar terwujudnya manfaat-manfaat TOD itu sendiri. Dari contoh di atas terlihat bahwa upaya mengurangi alokasi lahan untuk tempat parkir dapat mempengaruhi kebiasaan pergerakan masyarakat dan dapat menjadi satu langkah kecil untuk menerapkan konsep TOD di masa mendatang.

Daftar Isi

Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek

Gorewitz, et al (2006). Communicating the Benefits of TOD: The City of Evanston’s Transit-Oriented Redevelopment and the Hudson Bergen Light Rail Transit System. Center for TOD.

Zimbabwe, S et al (2011). Planning for TOD at The Regional Scale. The Center for Transit-Oriented Development.

Institute for Transportation & Development Policy (2019). What is TOD?. https://www.itdp.org/library/standards-and-guides/tod3-0/what-is-tod/

Transit Oriented Development Institute (2019). Transit Oriented Development. http://www.tod.org/

www.cityofsacramento.org/Community-Development/Planning/Major-Projects/TOD-Ordinance

www.jakartamrt.co.id/konektivitas/transit-oriented-development-tod/

metro.sindonews.com/read/1400864/171/kawasan-tod-dukuh-atas-terkendala-integrasi-moda-1556802229

TOD Series #1: Transit Oriented Development, Sebuah Konsep Untuk Menjawab Tantangan Perkotaan

Oleh : Annabel Noor Asyah

Definisi dan Prinsip Konsep TOD

Transit Oriented Development (TOD) atau yang dalam bahasa disebut Kawasan Berorientasi Transit merupakan sebuah konsep yang kian populer dan mendunia dalam bidang perencanaan serta penataan kota. Konsep ini pertama kali dicetuskan oleh seorang arsitek yang juga perancang kota yaitu Peter Calthorpe pada akhir 1980-an. TOD kian manjadi sorotan dalam bidang perencanaan modern ketika Calthorpe mempublikasikan buku yang berjudul “The New American Metropolis” pada tahun 1993. Lantas apakah sebenarnya yang menjadi definisi dari TOD itu sendiri?

Berdasarkan sebuah artikel yang diterbitkan oleh Institute for Transportation & Development Policy (ITDP), TOD memiliki arti sebagai sebuah kawasan yang didesain untuk menyatukan masyarakat kota, kegiatan perkotaan, gedung dan bangunan, serta ruang publik secara bersamaan dilengkapi dengan fasilitas pejalan kaki dan pesepeda yang memadai, serta dekat dengan lokasi transit untuk menjangkau bagian kota lainnya.

Penerapan konsep TOD berpotensi untuk menciptakan kualitas lingkungan perkotaan dengan kualitas yang baik dengan mereduksi penggunaan kendaraan pribadi. Pengimplementasian konsep TOD akan menstimulus terbentuknya lingkungan masyarakat dengan status sosial-ekonomi yang beragam serta dapat mengurangi dampak negatif dari degradasi lingkungan, serta memberikan alternatif-alternatif nyata untuk menyelesaikan masalah kemacetan (Ditmarr dkk, 2004).

Pengembangan kawasan TOD hendaknya memperhatikan beberapa prinsip yang menjadi nayawa dari konsep tersebut. Prinsip-prinsip tersebut adalah :

Sumber: Institute For Transportation & Development Policy, 2019

Manfaat Konsep TOD

Dalam penerapannya, konsep TOD memiliki beragam manfaat bagi kawasan perkotaan baik dalam hal lingkungan, sosial maupun ekonomi. Dalam hal lingkungan, TOD akan mereduksi penggunaan bahan bakar, mengurangi polusi udara dan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan kendaraan bermotor. Penerapan TOD juga akan meminimalisir kemungkinan terjadinya kemacetan dan kecelakaan lalu lintas akibat banyaknya jumlah kendaraan bermotor pribadi yang melintas.

Dari sisi sosial, pengembangan konsep TOD akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat kota dengan tersedianya tempat tinggal, tempat kerja dan tempat rekreasi yang lebih kompak dan mudah diakses. Selain itu masyarakat kota juga dapat hidup lebih sehat mengingat kebiasaan berjalan kaki yang akan terbangun ketika konsep ini diterapkan. Rutinitas berjalan kaki diketahui juga dapat mereduksi tingkat stress pada masyarakat perkotaan. Hal itu juga berlaku bagi penggunaan sepeda.  

Dari kacamata ekonomi, penerapan konsep TOD akan meningkatkan daya saing suatu kawasan seiring dengan meningkatnya peluang investasi pada kawasan tersebut. TOD juga berperan dalam mengurangi biaya pergerakan yang dikeluarkan oleh masyarakat sehari-harinya. Hal tersebut akan berpengaruh kepada kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya di luar kebutuhan transportasi. TOD juga memberikan dampak pada stabilitas harga properti di sekitar kawasan tersebut.

Daftar Isi

Gorewitz, et al (2006). Communicating the Benefits of TOD: The City of Evanston’s Transit-Oriented Redevelopment and the Hudson Bergen Light Rail Transit System. Center for TOD.

Zimbabwe, S et al (2011). Planning for TOD at The Regional Scale. The Center for Transit-Oriented Development.

Institute for Transportation & Development Policy (2019). What is TOD?. https://www.itdp.org/library/standards-and-guides/tod3-0/what-is-tod/

Transit Oriented Development Institute (2019). Transit Oriented Development. http://www.tod.org/

http://www.cityofsacramento.org/Community-Development/Planning/Major-Projects/TOD-Ordinance

    

Mengenal Lebih Jauh Manajemen Konstruksi

Oleh : Annabel Noor Asyah

Definisi Manajemen Konstruksi

Bagi mereka yang sering berkecimpung di dunia pengembangan properti dan konstruksi bangunan, pastinya sudah tidak asing lagi dengan istilah manajemen konstruksi. Manajemen konstruksi disebut-sebut memiliki fungsi dan peranan yang krusial dalam memastikan keberhasilan suatu proyek. Namun bagi sebagian pihak yang tidak bersinggungan langsung dengan dunia pengembangan dan pembangunan, pasti hanya dapat menerka-nerka apa sebenarnya definisi manajemen konstruksi. Pengetahuan mengenai manajemen konstruksi dirasa perlu untuk diketahui oleh khalayak ramai mengingat nilai-nilai dalam proses pekerjaan seorang manajer konstruksi dapat diterapkan di bidang lain. Lantas, apakah sebenarnya definisi manajemen konstruksi itu sendiri?

Manajemen konstruksi memiliki arti sebagai proses penerpan fungsi-fungsi manajemen (planning, organizing, actuating dan controlling) secara sistematis dan terukur dengan memanfaatkan sumberdaya dan waktu yang tersedia secara efektif dan efisien demi tercapainya pencapaian tujuan yang optimal, dalam hal ini sering dikaitkan dengan pekerjaan pembangunan konstruksi dan properti. Adapun yang menjadi tujuan manajemen konstruksi adalah mengelola fungsi manajemen atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil optimal sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan untuk keperluan pencapaian tujuan tersebut. Proses manajemen konstruksi dilaksanakan pada seluruh tahapan proyek. Tim manajemen konstruksi sudah menjalankan perannya sejak proses awal desain, pelelangan hingga pelaksanaan proyek tersebut dinyatakan selesai. Hal tersebut dikarenakan kelayakan suatu proyek dimulai dari tahap desain.

Tahapan Pekerjaan Manajemen Konstruksi

Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, pekerjaan manajemen konstruksi dibagi ke dalam beberapa tahapan. Setiap tahap memiliki fungsi masing-masing seperti yang dijelaskan pada skema di bawah ini:

Skema Tahapan Pekerjaan Manajemen Konstruksi
Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2019

Untuk dapat melakukan keempat tahapan tersebut, dibutuhkan tim manajemen konstruksi yang mumpuni serta berkapabiltas tinggi sehingga hasil pengembangan bangunan bisa sesuai ekspektasi pemberi kerja. Adapun yang menjadi tugas dari seorang manajer konstruksi adalah:

  • Mengawasi dan memastikan kelancaran pekerjaan yang sedang berjalan di lapangan
  • Mengontrol progres kontraktor dari laporan tertulis yang dikumpulkan secara berkala
  • Mengambil tindakan jika proses pekerjaan tidak berjalan dengan baik
  • Mengadakan pertemuan secara berkala dengan seluruh stakeholder yang terlibat
  • Bertanggungjawab kepada pemberi kerja dengan menyampaikan informasi progres secara berkala
  • Bertanggungjawab dalam pemilihan material yang digunakan dalam pembangunan
  • Mengelola, mengarahkan dan mengkordinasikan pelaksanaan pekerjaan oleh kontraktor dalam aspek mutu dan waktu
  • Bertanggungjawan apabila terdapat perubahan dalam kontrak pekerjaan
  • Melakukan pemeriksaan pada shop drawing dari kontraktor sebelum dilakukan pelaksanaan pekerjaan
  • Memastikan terlaksananya syarat K3LMP (kesehatan dan keselamatan kerja, lingkungan, mutu, dan pengamanan) oleh kontraktor
  • Memberikan intrusksi tertulis jika ada percepatan dalam pekerjaan

Peran Manajemen Konstruksi

Dalam menjalankan tanggung jawabnya, seorag manajer konstruksi memiliki peran yang harus ia jalankan demi mencapai tujuan proyek. Keempat peran tersbut adalah sebagai berikut:

  • Agency Construction Management (ACM)

Sebagai mediator atau sarana penghubung sekaligus koordinator antara perancang konstruksi dengan pelaksana konstruksi hingga seluruh kontraktor. Manajer konstruksi memiliki kewajiban untuk membuat kontrak dengan para kontraktor sesuai dengan porsi pekerjaan dan jangka waktu pelaksanaan.

  • Extended Service Construction Management (ESCM)

Peran kedua yang diberikan pada manajemen kontraktor adalah sebagai kontraktor. Tujuan dari dilakukannya hal ini adalah untuk menghindari konflik tujuan antara kontraktor dengan pihak manajemen. Bentuk lainnya adalah pihak manajemen bergerak berdasarkan permintaan dari pihak ESCM atau kontraktor.

  • Owner Construction Management (OCM)

Dalam peran ini, manajemen konstruksi juga bertanggung jawab atas kelangsungan proyek yang dilaksanakan berdasarkan kepentingan pemilik proyek.

  • Guaranted Maximum Price Construction Management (GMPCM)

Peran manajemen konstruksi yang terakhir adalah bertanggung jawab kepada pemili atas waktu, biaya, hingga mutu proyek. Peran manajemen konstruksi sebagai GMPCM memungkinkan manajemen konstruksi bertindak sebagai pemberi kerja kepada kontraktor ataupun sub kontraktor.

Stakeholders yang Terlibat

Di dalam manajemen proyek, terdapat unsur-unsur pengelola proyek yang terlibat di dalam sebuah proyek, yaitu:

  • Pemberi kerja/Pemilik/Owner

Merupakan badan hukum/instansi atau perseorangan yang berkeinginan mewujudkan suatu proyek dan memberikan pekerjaan bangunan serta membayar biaya pekerjaan bangunan

  • Konsultan Perencana

Konsultan perencana merupakan perseroan atau badan hukum yang bergerak pada jasa konstruksi bidang perencanaan pekerjaan pembbangunan. Konsultan perenvana menerima pendelegasian/penyerahan pekerjaan dari pemilik proyek/owner dengan dua tahapan yaitu: rekayasa dan desain awal; dan rekayasa dan desain rinci.

  • Konsultan Pengawas

Konsultan pengawas merupakan perseorangan yang diberi kuasa secara hukum untuk mengawasi/meliputi secara penuh atau teratas, seluruh tahapan konstruksi.

  • Kontraktor Pelaksana

Kontraktor pelaksana adalah perseoran atau badan hukum yang mewujudkan ide pemberi tugas ke dalam bentuk tiga dimensi yaitu sesuai denga gambar kerja rencana.

Berdasarkan informasi-informasi yang telah dipaparkan di atas mengenai manajemen konstruksi, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen konstruksi bukanlah suatu hal sederhana dan mudah untuk dilakukan. Perlu adanya pengalaman serta kemampuan memanajerial yang baik untuk melakukan proses manajemen konstruksi. Demikianlah hal-hal yang dapat disampaikan mengenai manajemen konstruksi. Semoga bermanfaat!

Daftar Pustaka

Maxmanroe.com (2019). Pengertian Manajemen Konstruksi, Peran, Fungsi dan Tujuan, Serta Tugasnya. https://www.maxmanroe.com/vid/manajemen/pengertian-manajemen-konstruksi.html

Ilmu Teknik Sipil (2012). Manajemen Konstruksi. https://www.ilmutekniksipil.com/pengelolaan-dan-pengendalian-proyek/manajemen-konstruksi

Dunia Teknik Sipil (2017). Manajemen Proyyek dan Struktur Organisasi Proyek. http://duniatekniksipil76.blogspot.com/2017/01/manajemen-proyek-dan-struktur.html

STRONG Construction & Lifting Equipments. Konsep Dasar Manajemen Konstruksi. http://strong-indonesia.com/artikel/konsep-dasar-manajemen-konstruksi/

Guru Sipil (2017). Pengertian dan Tugas Konsultan Pengawas Proyek. https://www.gurusipil.com/konsultan-pengawas/