Pos

Peran Drone Dalam Perencanaan Tambak

Oleh: Arszandi Pratama, S.T., M.Sc., Tike Aprillia S.T, dan Dandy Muhamad Fadilah, S.T.,

Tambak memegang peranan penting sebagai sumber ekonomi masyarakat. Manfaat lainnya adalah tambak menjadi sumber ketahanan pangan di wilayah tersebut. Dalam proses perencanaan tambak, diperlukan proses yang baik dan benar agar pengelolaan tambak dapat berjalan dengan baik. Drone dapat membantu dalam proses perencanaan tambak dengan metode LiDAR ataupun hasil foto udara. Yuk kita simak.

Definisi dan Ciri-Ciri Tambak

Tambak adalah kolam buatan yang biasanya terdapat di daerah pantai yang diisi dengan air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan (akuakultur). Hewan yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang. Tambak bisa dikatakan sebagai kolam, namun kolam yang dijadikan tambak harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu mulai dari luas, kedalaman air yang digunakan, standar pengelolaan, dan masih banyak lagi lainnya. Perbedaan dari tambak dengan kolam biasa adalah jenis air yang digunakan untuk budidaya di dalamnya. Jika airnya merupakan air tawar, maka hal tersebut akan disebut sebagai kolam biasa. Akan tetapi, jika airnya adalah air laut, maka akan disebut sebagai tambak. Oleh sebab itulah, biasanya tambak ini terletak di daerah yang dekat dengan laut atau dengan pantai. Biasanya, tambak biasanya digunakan untuk budidaya udang windu di daerah pesisir pantai, akan tetapi seiring berjalannya waktu tambak juga digunakan untuk membudidayakan ikan bandeng, ikan nila, ikan kerapu, serta ikan kakap.

Tambak menjadi salah satu usaha yang banyak diminati oleh para pengusaha pemula maupun yang sudah lama berkecimpung dalam dunia wirausaha. Jenis usaha ini bisa menghasilkan keuntungan yang besar dengan modal kecil dan dalam waktu yang tidak terlalu lama jika dikelola dengan baik. Namun, banyak yang gagal dalam mengelola tambak dikarenakan kurangnya ilmu dan pemahaman terhadap pengelolaan tambak yang baik. Pada dasarnya, tambak adalah salah satu jenis habitat yang digunakan sebagai tempat budidaya. 

Jenis Jenis Tambak

Dalam memulai merencanakan pembangunan tambak, kita harus mengetahui jenis-jenis tambak yang sesuai dengan kebutuhan usaha kita. Berikut beberapa jenis tambak yang sudah kami rangkum:

  • Tambak ekstensif adalah jenis tambak tradisional yang hingga kini masih sangat banyak digunakan oleh para petambak. Metode tambak ini dikenal dengan padat tebar isi budidaya yang rendah atau sedikit sehingga tingkat produktivitasnya pun rendah pula. Akan tetapi, jenis ini lebih disukai karena perawatan tambak yang mudah dan tingkat risiko kematian udang yang dibudidayakan semakin kecil.
  • Tambak Semi Intensif. Tambak yang satu ini adalah jenis yang dianggap paling cocok digunakan di Indonesia. Hasil panen yang akan didapatkan relatif besar dan juga pengelolaan tambak sangat ramah lingkungan karena padat tebarnya yang tidak terlalu padat.
  • Tambak Intensif. Padat tebar dalam tambak satu ini cukuplah tinggi. Oleh sebab itu, kolam tanah secara langsung biasanya digunakan untuk tambak jenis intensif ini. Karena padat tebarnya yang tinggi, maka tambak ini lebih sulit dikelola dan cenderung menghasilkan limbah yang lumayan banyak.
  • Tambak Super Intensif. Padat tebar tambak super intensif lebih tinggi daripada tambak intensif. Akibatnya, biaya perawatan dan pengelolaan juga semakin mahal karena asupan oksigen di dalam air lebih banyak dan kedalaman kolam pun pastinya sangat dalam. Akan tetapi, petambak memang akan mendapatkan hasil panen yang lebih besar pula.

Dalam proses perencanaan pembangunan tambak dibutuhkan peta topografi. Peta topografi ini dapat digunakan untuk pembuatan DED (detail engineering design), kemiringan lahan, dan mengetahui arah aliran air. Salah satu metode untuk mendapatkan peta topografi yang sekarang ini sering digunakan yaitu LiDAR (Light Detection of Ranging).

LiDAR (Light Distance And Ranging) adalah metode deteksi objek yang menggunakan prinsip pantulan cahaya laser untuk mengukur jarak objek di permukaan bumi. Sensor LiDAR dibawa oleh wahana Drone. Data yang dihasilkan dari akuisisi data LiDAR yaitu data dalam bentuk point cloud. Point cloud merupakan kumpulan titik yang mewakili bentuk atau fitur tiga dimensi (3D). Setiap titik memiliki koordinat X, Y, dan Z. Ketika terdapat banyak kumpulan point cloud yang disatukan, maka point cloud tersebut akan membentuk suatu permukaan atau objek dalam bentuk 3D. Berikut adalah contoh point cloud yang dihasilkan LiDAR di area tambak:

Gambar 1. Point Cloud 3D LiDAR

Point cloud ini selanjutnya diolah dan akan menghasilkan DTM (Digital Terrain Model), DSM (Digital Surface Model), dan garis kontur.

Selain LiDAR terdapat metode lain yang memanfaatkan drone dan dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan tambak, yaitu foto udara. Foto udara dibutuhkan untuk mengetahui lokasi eksisting tambak yang akan digunakan. Dengan bantuan drone, foto udara dapat dijadikan analisis awal untuk merencanakan kawasan tambak secara lebih luas dari mulai irigasi, sampai mekanisme panen. Berikut adalah contoh foto udara di kawasan tambak:

Gambar 2. Foto Udara Overlay Data Kontur

Gambar 3. Contoh Layout Tambak

Secara umum dalam proses perencanaan tambak dibutuhkan teknologi modern agar perencanaan yang dilakukan dapat sesuai dengan kebutuhan. Metode survey yang dilakukan dengan drone, dapat mempermudah para pengusaha tambak untuk dapat menghasilkan data awal yang lebih akurat dengan biaya yang relatif lebih murah. Kebutuhan data mengenai kelerengan dan kondisi awal lahan dibutuhkan agar pembangunan tambak dapat berjalan dengan baik dan tidak menjadi kegagalan di kemudian hari. Yuk berkolaborasi dengan PT KHS. Kami siap berkontribusi!

REFERENSI

  1. https://mcp-indonesia.com/mengenal-lebih-dalam-soal-tambak/
  2. Hidayat Suryanto Suwoyo. 2017. Persiapan Tambak Untuk Budidaya. Bimbingan Teknologi Budidaya Air Payau Bagi Penyuluh Perikanan Desa Lawallu, Kab Barru. Balai Penelitian Dan Pengembangan Budidaya Air Payau Puslitbang Perikanan

Mewujudkan Ketahanan Pangan Di Indonesia

Oleh: Arszandi Pratama, S.T., M.Sc., Akhmad Abrar A.H. S.T., Tike Aprillia S.T, Warid Zul Ilmi, S.P.W.K., dan Dandy Muhamad Fadilah, S.T.

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana disebut dalam pasal 27 UUD 1945 dan Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang kurang dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.

Ketahanan pangan mendorong peningkatan ekonomi masyarakat dijelaskan lebih lanjut pada Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2020 yang di dalamnya ditekankan bahwa ketahanan pangan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari konteks transformasi struktur perekonomian. Salah satunya terjabarkan pada dokumen kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Anggaran ketahanan pangan pada tahun 2022 yang mencapai Rp76,9 triliun, anggaran tersebut diarahkan untuk (1) peningkatan keterjangkauan dan kecukupan pangan yang beragam, berkualitas, bergizi, dan aman; (2) peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan nelayan melalui penguatan kapasitas petani dan nelayan, penguatan akses terhadap input produksi, penyediaan sarana prasarana pertanian dan perikanan, serta mendorong mekanisasi dan penggunaan teknologi; (3) diversifikasi pangan dan kualitas gizi; (4) perbaikan iklim usaha dan daya saing; serta (5) penguatan sistem pangan berkelanjutan (pengembangan food estate).

Indonesia berkomitmen untuk terus mensukseskan program ketahanan pangan tersebut. Istilah food estate juga mulai dikembangkan di Indonesia. Food Estate adalah desain pertanian modern nasional di masa depan yang merupakan konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan dan peternakan di suatu kawasan yang luas yang terdiri dari beberapa klaster bidang pertanian dan peternakan. Artinya di suatu kawasan yang sangat luas akan dibangun sentra pertanian secara berkesinambungan dan modern karena proses pertanian dan pengolahan hasilnya akan dikelola dengan pola digital farming dan meminimalisir metode pertanian konvensional menggunakan bajak dan cangkul.

Lalu apa harapan dari program ketahanan pangan nasional?

  1. Mengangkat derajat dan ekonomi masyarakat;
  2. Lahirnya petani-petani milenial yang terbuka dan cakap akan bentuk mekanisasi modern;
  3. Penyerapan tenaga kerja secara masif di pedesaan;
  4. Mimpi besar Indonesia di bidang pertanian, peternakan, perkebunan bisa terwujud; dan
  5. Menjadi negara besar pengekspor produk pertanian.

Untuk mensukseskan semua program tersebut dibutuhkan peran antar aktor, baik itu petani sendiri, pemerintah, swasta dll. Saat ini, PT KHS juga telah memberikan kontribusinya terhadap penguatan sektor pangan di Indonesia, yaitu dalam bentuk mendorong mekanisasi modern dan penggunaan teknologi di sektor pertanian dan perkebunan untuk skala yang besar melalui penerapan teknologi drone.

Teknologi drone sendiri bukan lah hal yang baru di dunia pertanian, namun di Indonesia dalam penerapannya masih belum dikatakan masif dan baik, lalu apa saja sebenarnya bentuk/ peran teknologi drone ini, di bawah naungan PT KHS dalam mendorong mekanisasi pertaniaan:

Sebelumnya masuk pada definisi mekanisasi pertanian, mekanisasi sendiri merupakan sebuah proses penggantian dan penggunaan berbagai macam mesin serta beragam sarana teknik yang ditujukan menjadi alat pengganti bagi tenaga manusia maupun hewan. dan Mekanisasi pertanian diartikan sebagai berbagai hal seperti sitem, sarana teknik atau alat yang dapat membantu keberlangsungan proses bisnis pada sektor pertanian itu sendiri, mulai dari persiapan laha, persiapan penanaman, penanaman, perawatan, pasca panen, dan kembali pada persiapan penanaman kembali. semua proses tersebut dapat diperbantukan dengan  peran drone. Berikut adalah mekanisasi pertanian yang dapat diperbantukan oleh drone :

  1. Drone berperan untuk memetakan kondisi lahan

Drone dapat memberikan pemetaan lapangan yang akurat dan informasi ketinggian yang memungkinkan petani dapat menemukan masalah di lapangan. Informasi mengenai elevasi lahan berguna untuk menentukan pola drainase dan titik basah/kering yang memungkinkan petani mengetahui teknik penyiraman lebih efisien. Beberapa penyedia layanan drone untuk pertanian juga menawarkan drone dengan inovasi pemantauan tingkat nitrogen di tanah dengan menggunakan sensor. Hal ini dapat meningkatkan pengaplikasian pupuk yang tepat, meminimalisir tempat tumbuh yang buruk dan meningkatkan kesehatan tanah untuk tahun-tahun berikutnya.

  1. Drone juga digunakan untuk memantau kondisi kesehatan tanaman

Drone yang digunakan untuk memantau kesehatan tanaman dilengkapi dengan peralatan pencitraan khusus yang menggunakan informasi warna terperinci untuk menunjukkan kesehatan tanaman, alat tersebut adalah Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Hal ini memudahkan petani untuk memantau tanaman mereka yang sedang dalam proses pertumbuhan, sehingga mereka dapat menangani permasalahan yang ada dengan cepat untuk menyelamatkan tanaman.

Pencitraan satelit memang menawarkan akurasi meter, tetapi pencitraan drone lebih mampu menghasilkan lokasi gambar yang akurat hingga milimeter. Hal ini berarti bahwa setelah adanya proses penanaman, area dengan celah tegakan dapat terlihat dan dapat ditanam kembali sesuai kebutuhan, serta permasalahan penyakit atau hama dapat terdeteksi dengan cepat dapat dengan segera untuk ditindalanjuti oleh petani.

  1. Drone untuk penanaman dan pembibitan

Penyemaian bibit dengan drone otomatis sebagian besar digunakan di industri kehutanan saat ini. Dengan adanya inovasi ini memungkinkan para petani untuk menyemai bibit di daerah yang sangat sulit dijangkau tanpa membahayakan pekerja. Drone juga lebih efesien dalam menanam dan menyemai bibit. Dengan tim yang terdiri dari dua operator dan sepuluh drone mampu menanam 400.000 bibit perhari.

  1. Drone untuk penyiraman tanaman

Drone spraying mulai banyak diaplikasikan karena memiliki banyak keunggulan diantaranya adalah memaksimalkan efisiensi dan menghemat biaya bahan kimia serta menjamin dosis yang disebarkan karena terukur melalui monitoring secara real time yang tercatat secara digital dan ter komputasi dengan baik sehingga memungkinkan untuk dilakukan evaluasi berkala terhadap tanaman dengan data secara akurat, dengan begitu hasil produk tanaman akan berkualitas tinggi.

  1. Drone untuk perencanaan irigasi

Dalam memetakan lahan, drone juga dapat digunakan untuk mengetahui informasi elevasi lahan sehingga memungkinkan petani untuk dapat merencanakan pola irigasi yang sesuai dengan kontur lahan. Hal ini sangat bermanfaat karena petani dapat merencanakan pola irigasi di lahan luas dengan waktu yang cepat dan biaya pemetaan yang rendah.

Referensi:

  1. Kementerian ATR/BPN. Buletin Penataan Ruang. Mei-Juni 2020.
  2. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2021. Siaran Pers HM.4.6/437/SET.M.EKON.3/11/2021. https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/3496/strategi-menjaga-ketahanan-pangan-nasional-dalam-agenda-pembangunan-nasional. Diakses pada 08 Mei 2023. 
  3. 2022. Teknologi Drone Dukung Sektor Pertanian Indonesia Go Internasional !!!. https://faperta.umsu.ac.id/2022/01/04/teknologi-drone-dukung-sektor-pertanian-indonesia-go-internasional/. Diakses pada 08 Mei 2023.
  4. Radi-tep. 2019. Mekanisasi. https://alsintan.tp.ugm.ac.id/mekanisasi/. Diakses pada 08 Mei 2023.

Pemetaan Sungai Dan DAS Menggunakan Drone

Oleh: Arszandi Pratama, S.T., M.Sc., Akhmad Abrar A.H. S.T., Tike Aprillia S.T, Dandy Muhamad Fadilah, S.T., dan Warid Zul Ilmi, S.P.W.K.

Sumber: https://forthriverstrust.org/

Saat ini pemanfaatan drone banyak digunakan untuk pemetaan skala besar, karena drone dapat menghasilkan data yang jauh lebih detail dan akurat dengan cara yang lebih cepat dan mudah serta dapat dioperasikan dengan aman dan menjangkau wilayah yang luas. Namun, terdapat beberapa hal penting yang menjadi kelemahan drone, salah satunya adalah cuaca. Drone pada umumnya tidak dapat dioperasikan pada saat hujan. Untuk itu, perlu perencanaan yang baik sebelum menerbangkan drone.

Pemanfaatan teknologi dalam bidang pemetaan fotogrametri semakin berkembang tiap tahunnya. Hal tersebut ditunjukan dengan pemanfaatan UAV dalam melakukan pemetaan untuk wilayah dengan skala kecil atau besar. Pemanfaatan teknologi fotogrametri tersebut diharapkan dapat membantu dalam melakukan akuisisi data dengan mudah, waktu yang lebih cepat, personil lebih sedikit, dan hasil yang lebih akurat.   

Teknik pemetaan dengan teknologi fotogrametri kini juga didukung dengan adanya teknik representasi penggambaran (plotting) dari berbagai software, yang pada awalnya hanya bisa mempresentasikan berupa peta tampilan dua dimensi (2D), saat ini berkembang sampai visualisasi tiga dimensi (3D) (Subakti, 2017 dalam Martinus dan Tantrie).

Pemetaan sungai atau Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi salah satu yang dapat dikerjakan oleh drone dan datanya dapat digunakan untuk berbagai hal penting. Tidak hanya untuk mengetahui kondisi di sekitar kawasan sungai dan DAS, namun juga diperlukan untuk mengetahui informasi penting seperti tutupan lahan sekitar. Melalui kegiatan pemetaan sungai, data-data sungai dan DAS dapat diketahui dan dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk menentukan kebijakan. Kebijakan tersebut merupakan bentuk perwujudan dari perencanaan, pengelolaan, serta pengawasan kawasan sungai dan DAS.

Sumber: https://forthriverstrust.org/

DAS secara umum didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alamiah yang batas daratnya merupakan pemisah topografis dan batas lautnya sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Sedangkan sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.

Apa saja output dari pemetaan Sungai & DAS?

  1. Pemetaan DAS

Peta Daerah Aliran Sungai adalah peta yang berisi informasi objek-objek pada sekitar aliran sungai tersebut. Objek tersebut bisa berupa tutupan lahan, pemukiman, dan lain sebagainya. DAS merupakan penyangga dari sungai tersebut. Pemetaan DAS ini bisa dilakukan dengan berbagai cara baik darat maupun udara. Pemetaan dengan darat, lebih lama serta berbiaya relatif lebih mahal. Sedangkan pemetaan dengan foto udara menggunakan pesawat nirawak akan mempercepat proses pengadaan peta DAS. Hasil peta foto dari pesawat nirawak akan diolah menjadi DSM, DTM, maupun tutupan lahan. Hasil tersebut dapat digunakan untuk perencanaan terhadap DAS maupun sungai itu sendiri (baik naturalisasi maupun normalisasi). Perubahan peruntukan kawasan sekitar sungai tentu saja dapat memperkecil lebar sungai. Bahkan jika ada bangunan di bibir sungai, maka aliran sungai akan  menjadi terhambat. Dengan menggunakan peta tersebut, maka rencana untuk memperlebar maupun memperbaiki aliran sungai dapat dilakukan dengan lebih baik. 

  1. Pemetaan Morfologi Sungai

Pemetaan geomorfologi sungai secara detail membutuhkan akurasi data topografi tinggi untuk mengetahui geometri teras-teras sungai. Menurut Annisa dan Gayatri (2019) Metode yang dapat dilakukan adalah dengan prosedur Structure From Motion menggunakan data fotogrametri. Metode tersebut dapat menghasilkan data DEM beresolusi kurang lebih 0,5 m yang dapat digunakan sebagai peta dasar untuk pemetaan geomorfologi detail sungai. 

  1. Peta kedalaman sungai

Pemetaan kedalaman sungai sangat dibutuhkan untuk informasi awal dalam pengerukan sungai. Hasil analisis tersebut digunakan untuk mendapatkan daya tampung sesuai dengan yang diharapkan. Hal yang lebih dulu dilakukan saat pemetaan kedalaman sungai adalah dengan pemetaan menggunakan drone di sepanjang sungai yang akan dilakukan pengukuran kedalamannya. Hal cukup penting karena berkaitan dengan skala atau volume sungai itu sendiri, sehingga bisa diperkirakan berdasarkan aturan teknis yang sudah ada. Dengan menggunakan alat single Beam Echosounder (SBES). SBES merupakan salah satu alat akustik yang dapat dibawa oleh moda transportasi sungai biasa maupun dengan ASV (Autonomous Survey Vessel)/Kapal survei nirawak. dilengkapi dengan positioning RTK (Real Time Kinematik), maka koordinat serta kedalaman dapat diplot menjadi peta kedalaman sungai. Namun output ini diperoleh dengan survei batimetri, bukan menggunakan survei fotogrametri.

Selain 3 output tersebut, masih banyak output yang didapatkan dari kegiataan pemetaan sungai & DAS. Semua output tersebut menjadi salah satu parameter/analisis lanjutan untuk perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian sungai dan DAS.

Dari penjabaran beberapa output pemetaan sungai dan DAS di atas, secara umum dapat kita simpulkan bahwa fotogrametri dalam pemetaan sungai dan DAS memiliki peran yang penting. Fotogrametri pada pemetaan DAS, perlu diolah lebih lanjut untuk menghasilkan data DSM, DTM, dan tutupan lahan. Pada geomorfologi sungai, diperlukan data fotogrametri untuk menghasilkan data DEM yang berguna untuk peta dasar. Dengan teknologi drone pemetaan sungai dan DAS yang sulit dikarekan wilayah yang luas dan berbahaya dapat dikerjakan dengan aman dan cepat.

Sumber:

  1. https://data.pu.go.id/dataset/wilayah-sungai. Diakses pada 14 April 2023.
  2. 2020. Peta untuk Penataan Sungai dan DAS. https://zonaspasial.com/artikel-geospasial/peta-untuk-penataan-sungai-dan-das/. Diakses pada 14 April 2023.
  3. Martinus Edwin Tjahjadi, Tantrie Djauhari. Modeling 3 Dimensi Sungai Dari Foto Udara. Institut Teknologi Nasional Malang.
  4. Annisa Nurina Adani. Gayatri Indah Marliyana. Pemanfaatan Metode Fotogrametri Dalam Pemetaan Geomorfologi Detail Untuk Memahami Detail Dinamika Teras Sungai Progo, Di Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, D.I.Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Kebumian. Universitas Gajah Mada.

Drone Spraying Untuk Keberlanjutan Alam Indonesia

Oleh: Arszandi Pratama, S.T., M.Sc., Tike Aprillia S.T, Akhmad Abrar A.H. S.T., dan Dandy Muhamad Fadilah, S.T.

Pertanian, perkebunan, dan Kehutanan menjadi sektor penting dalam peningkatan ekonomi dan keseimbangan alam. Sesuai dengan amanat Rencana Jangka Menengah Indonesia Tahun 2020-2024 bahwa untuk memacu pembangunan ekonomi tumbuh lebih tinggi, inklusif, dan berdaya saing diperlukan pengelolaan sumber daya ekonomi yang mencakup pemenuhan pangan dan pertanian serta kehutanan.

Dalam mewujudkan rencana pembangunan tersebut, dibutuhkan pengelolaan pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang berkelanjutan. Tidak hanya mengandalkan lahan yang luas, namun diperlukan efektivitas dalam proses pengelolaannya. 

Pemanfaatan teknologi drone menjadi salah satu solusi untuk keberlanjutan sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Drone adalah teknologi terbarukan dalam penyemprotan tanaman. Saat ini, pemanfaatan drone di dunia pertanian, perkebunan, dan kehutanan menjadi sangat diminati. Selain mempermudah penyemprotan pupuk, pestisida, dan herbisida drone dapat meminimalkan biaya perawatan tanaman (cost reduction). 

Keunggulan Drone Spraying

Terdapat banyak keunggulan yang diperoleh apabila memilih menggunakan drone untuk proses penyemprotan tanaman. Berikut ini kami rangkum beberapa keunggulan dari penggunaan drone spraying:

  1. Penyemprotan akan lebih merata dengan menggunakan drone yang sangat praktis. Penyemprotan akan lebih merata mengikuti kontur lahan dan dapat mengoptimalkan penggunaan pupuk, pestisida, dan herbisida karena drone secara otomatis dapat terbang secara konstan di atas tanaman serta mencatat posisi awal dan akhir secara real-time.
  2. Cost Reduction, drone spraying dapat memangkas biaya perawatan tanaman karena hanya dengan menggunakan drone penyemprotan pupuk, pestisida, dan herbisida dapat dilakukan lebih efektif dan efisien.
  3. Efisiensi waktu, dapat menyelesaikan penyemprotan tanaman di lahan 20 Ha/Ha.
  4. Mencegah ancaman kesehatan untuk para petani, seperti yang sudah kita ketahui bahwa pestisida dan herbisida menggunakan bahan kimia yang tidak baik untuk para petani. 

Jasa Drone Spraying Kreasi Handal Selaras

Kreasi Handal Selaras adalah salah satu penggagas jasa drone spraying di Indonesia. Penyemprotan menggunakan drone berguna untuk industri pertanian, perkebunan dan kehutanan. Penyemprotan tanaman dengan drone menggantikan cara penyemprotan manual agar petani terhindar dari serangan racun dan panas akibat penyemprotan pestisida cair, pupuk dan herbisida. Drone spraying memiliki kendali jarak jauh yang ergonomis dan inovatif, yang dapat dengan mudah dikendalikan di area manapun dan tidak akan merusak tanaman.

Kreasi Handal Selaras saat ini memiliki 2 jenis drone yaitu drone DJI T16 dan DJI T30, yang beroperasi di wilayah Riau, Jambi dan Palembang. Setiap drone mampu menguasai 350 hektar lahan per bulan. Dengan capaian tersebut, bisnis drone spraying saat ini cukup menjanjikan. Berikut 2 jenis drone dan keunggulannya:

  1. DJI Agras T16

Agras T16 memiliki perangkat keras yang kuat, mesin AI, dan perencanaan operasi 3D, T16 dapat melakukan penyemprotan tanaman lebih mudah dan praktis. Keunggulan penggunaan Drone DJI Agras T16:

  • Mengoptimalkan penggunaan secara lebih merata dan akurat, dengan teknologi Spray nozzles.
  • Terdapat 3 mode penerbangan yaitu: mode penerbangan Smart mode, Manual Plus Mode dan Manual mode.
  • Kapasitas tangki 16 l dengan berat 10 kg
  • Terbang dengan ketinggian konstan di atas tanaman, sehingga jumlah cairan diterapkan optimal.
  • Intelligent Memory, DJI Agras T16 secara otomatis mencatat posisi sebelumnya dan saat ini.

(VIDEO)

  1. DJI Agras T30
  • Memiliki real time kinematic untuk akurasi penerbangannya
  • Dapat mencakup 18 hektar area semprot per jamnya
  • Kapasitas tangki lebih besar 30 l dengan berat 16 kg sangat cocok untuk pertanian, perkebunan, dan hutan tanaman industri yang luas.
  • Dapat secara otomatis mengikuti kontur lahan yang beragam
  • Jangkauan lebar semprotan sangat luas sekitar 7 – 9 meter sehingga penyemprotan akan lebih cepat.

Penutup

Teknologi Drone Spraying menjadi solusi terbaik untuk membantu pengelolaan tanaman lebih efektif dan efisien. Dengan drone spraying, pekerjaan tidak hanya lebih cepat dan hemat namun menjamin kesehatan petani dari bahan kimia. 

KHS dapat memenuhi kebutuhan spraying perusahaan anda. Dengan dibekali pilot berpengalaman dan teknologi drone terbaru, membuat pekerjaan lebih cepat dengan hasil yang maksimal. Silahkan hubungi kontak person kami untuk bertanya terkait jasa drone spraying kami. Yuk bermitra dengan kami!!!

Penggunaan Drone Dalam Pengawasan Jalan

Oleh: Arszandi Pratama, S.T., M.Sc., Akhmad Abrar A.H. S.T., Tike Aprillia S.T, Dandy Muhamad Fadilah, S.T., dan Warid Zul Ilmi, S.P.W.K.

Pembangunan infrastruktur jalan yang ada di Indonesia akhir-akhir ini semakin banyak dilakukan karena masalah kemacetan dan kebutuhan akan peningkatan ekonomi yang  semakin meningkat. Makin tinggi arus lalu lintas, semakin besar dimensi yang diperlukan. (Koloway 2009 dalam Dhia Kamal Irfan dkk 2020)  Dengan adanya pengembangan dan pembangunan jalan secara terus-menerus, diperlukan pengawasan jalan untuk  memastikan kondisi jalan tetap dalam keadaan baik.

Pengawasan jalan merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan, dan pembangunan jalan sesuai dengan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan. Pengawasan Jalan harus dilakukan secara teratur untuk memastikan bahwa kondisi jalan tetap terjaga, sehingga dapat meminimalkan risiko terjadinya kecelakaan, kemacetan serta melakukan pengawasan dan perbaikan kondisi jalan yang sudah rusak.

Pengawasan jalan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara manual, survei langsung ke lapangan, maupun menggunakan berbagai teknologi masa kini. Seperti yang telah dilakukan oleh Polisi Daerah Jawa Tengah seperti yang Dilansir dari kontan.co.id, beberapa waktu lalu mereka telah melakukan uji coba tilang menggunakan teknologi drone. Adapun manfaat lainnya dari penggunaan teknologi drone yang berkaitan dengan pengawasan jalan adalah sebagai berikut:

  1. Pengawasan Titik Kemacetan

Drone dapat lebih efektif dalam pengawasan lalu lintas yang dapat menjangkau wilayah lebih luas. Pengawasan lalu lintas biasanya dilakukan dengan menggunakan kamera statis yang ditempatkan di sudut jalan dan kamera ponsel yang dioperasikan oleh anggota secara mobile. Saat ini penggunaan drone menjadi salah satu alternatif pengawasan lalu lintas. Metodenya adalah dengan menyebar beberapa drone di titik-titik kemacetan sehingga petugas penanganan akan langsung dikerahkan ke titik macet tersebut. 

  1. Tilang Elektronik

Saat ini kepolisian dalam melakukan kegiatan tilang elektronik telah melakukan uji coba penggunaan teknologi drone. Penggunaan drone ini memiliki sejumlah kelebihan yaitu 1. Memantau jenis pelanggaran orang yang melawan arus lalu lintas. Pada pelanggaran ini, drone bisa melihat lebih jelas pelanggaran yang terjadi karena memantau secara keseluruhan dari ketinggian yang cukup untuk melihat satu kawasan. 2. Pelanggaran terkait penggunaan sabuk pengaman (seat belt) Karena kamera drone dapat menangkap dengan jelas pelanggar yang tidak mengenakan seatbelt. Selain itu penggunaan drone untuk pengawasan pelanggaran lalu lintas ini juga memiliki keunggulan terkait jarak pantaunya. Di mana jarak pantau drone bisa mencapai 1 kilometer.

  1. Perawatan Jalan

Pada proses perawatan jalan, drone dapat membantu menghasilkan data foto udara, di mana secara lebih jelas dapat diketahui data titik kerusakan jalan dan tingkat kerusakan jalannya. Dengan menggunakan drone, pengambilan keputusan akan jauh lebih cepat, dan penanganannya dapat segera ditindaklanjuti.

  1. Evaluasi Geometri Jalan

Berdasarkan penelitian Evaluasi Geometri Jalan Menggunakan UAV Dengan Aplikasi Agisoft Photoscanner Pada Jalan Meranti Kampus IPB Dramaga yang dilakukan oleh Dhia Kamal Irfan. dkk. tahun 2020, dengan penggunaan drone, pekerjaan evaluasi geometri jalan dapat dilakukan. Caranya adalah dengan pemanfaatan data foto udara, lebar jalan, dan koordinat serta elevasi dari titik kontrol tanah (Ground Control Point). Dengan informasi data DEM (Digital Elevation Model) dari LiDAR tersebut akan dicari perbedaan kesamaan elevasinya dengan kondisi eksisting jalan.

Dengan perkembangan teknologi saat ini, semua industri mulai mengembangkan penggunaan teknologi-teknologi terbaru untuk membuat pekerjaan lebih efektif dan efisien. Pengawasan jalan menggunakan teknologi drone, dapat membuat pekerjaan lebih cepat selesai dengan hasil data yang jauh lebih akurat. 

Sumber:

  1. Dhia Kamal Irfan. dkk. 2020. Evaluasi Geometri Jalan Menggunakan UAV Dengan Aplikasi Agisoft Photoscanner Pada Jalan Meranti Kampus IPB Dramaga. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Vol. 05 No. 02, Agustus 2020. DOI: 10.29244/jsil.5.2.101-114
  1. Muhammad Fadli. 2023. Uji Coba Tilang Elektronik Pakai Drone: 10 Menit Jaring 9 Pengendara. https://www.asumsi.co/post/76778/uji-coba-tilang-elektronik-pakai-drone-10-menit-jaring-9-pengendara/.
  2. Barratut Taqiyyah Rafie. 2022. Ini Jenis Pelanggaran Tilang yang Dipantau dengan Drone, Pengemudi Harus Tahu. https://regional.kontan.co.id/news/ini-jenis-pelanggaran-tilang-yang-dipantau-dengan-drone-pengemudi-harus-tahu. Diakses 10 April 2022.

Peran UAV Dalam Persiapan Penyelenggaran Event Olahraga

Oleh: Arszandi Pratama, S.T., M.Sc., Akhmad Abrar A.H. S.T., Dandy Muhamad Fadilah, S.T., dan Warid Zul Ilmi, S.P.W.K.

Peran UAV Dalam Persiapan Penyelenggaran Event Olahraga

Indonesia mempunyai kesempatan emas untuk menunjukkan kualitas sepak bola dan keindahan kota karena terpilih menjadi tuan rumah pada Piala Dunia U-20 2023. Indonesia, yang terpilih sebagai tuan rumah laga bergengsi dunia tersebut, tengah mempersiapkan diri menggelar pertandingan sepak bola yang akan diikuti puluhan negara di bawah Federation Internationale de Football Association (FIFA).

Piala Dunia U-20 FIFA 2023 adalah edisi ke-23 turnamen Piala Dunia U-20 FIFA. Turnamen ini akan diselenggarakan di Indonesia pada tanggal 20 Mei hingga 11 Juni 2023. Untuk kali pertama Indonesia menjadi tuan rumah dan juga merupakan Piala Dunia U-20 kedua yang diselenggarakan di Asia Tenggara setelah di Malaysia tahun 1997, serta menjadi yang pertama sejak terakhir kali negara Asia Tenggara yaitu Thailand menjadi tuan rumah Piala Dunia Futsal FIFA 2012.

Pemerintah Indonesia kemudian melakukan persiapan-persiapan terutama mempersiapkan tempat pertandingan untuk memastikan kelayakan stadion-stadion yang akan diberlangsungkan laga pertandingan kelas dunia tersebut. Beberapa stadion di Indonesia yang telah disiapkan antara lain Stadion Jakabaring di Palembang, Stadion Utama Gelora Bung Karno di Jakarta, Stadion Si Jalak Harupat di Bandung, Stadion Gelora Bung Tomo di Surabaya, Stadion Kapten I Wayan Dipta di Gianyar Bali, dan Stadion Manahan di Solo, Jawa Tengah yang sudah mengalami renovasi dan memenuhi standar FIFA untuk menggelar pertandingan internasional.

Berbagai Persyaratan Menjadi Tuan Rumah Pertandingan Piala Dunia

Beberapa hal prasyarat harus dapat dipersiapkan oleh Indonesia untuk menjadi tuan rumah piala dunia, beberapa komponen teknis penilaian yang disyaratkan oleh FIFA, adalah:

1.  Infrastruktur:

  • Stadion
  • Fasilitas tim dan wasit
  • Akomodasi
  • Transportasi dan mobilitas, termasuk bandara
  • Teknologi informasi serta usulan lokasi untuk dijadikan International Broadcasting Centre (IBC)
  • Usulan lokasi untuk menyelenggarakan FIFA Fan Fest dll

2.  Komersial:

  • Perhitungan biaya penyelenggaraan turnamen
  • Perhitungan pendapatan dari penjualan paket serta paket hospitality
  • Perhitungan pendapatan dari penjualan hak media dan pemasaran dll

Adapun dalam memenuhi berbagai persiapan dan syarat yang harus dilakukan untuk menyelenggarakan event tersebut tidak lepas dari penggunaan teknologi tepat guna seperti UAV (Unmanned Aerial Vehicle) yaitu pesawat tanpa awak. Beberapa peran UAV dalam penyelenggaraan event tersebut sebagai berikut :

Peran UAV Dalam Penyelenggaraan Event Olahraga

  1. Persiapan 

Untuk dapat memenuhi syarat menjadi tuan rumah event olahraga, dibutuhkan gambaran kondisi eksisting dari seluruh infrastruktur yang akan digunakan. Teknologi Drone dapat melakukan pemetaan foto udara yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi eksisting infrastruktur stadion terkini, sebagai salah satu media yang mudah untuk diamati secara langsung, sebagai dasar dari evaluasi infrastruktur dan perencanaan kedepan untuk melengkapi berbagai kebutuhan seperti sirkulasi keluar masuk orang, penempatan fasilitas umum dsb. Hal tersebut juga sangat penting dilakukan untuk mengetahui kondisi infrastruktur apakah masih sangat layak digunakan atau terdapat beberapa hal yang harus segera diperbaiki. Manfaat drone lainnya adalah dapat menjadi dasar dari pembuatan denah acara yang memetakan mulai dari stadion utama, pilihan transportasi yang bisa diakses, tempat penginapan dari bandara atau stasiun terdekat. Selain itu, untuk peta rekomendasi tempat yang menarik yang bisa dikunjungi sebelum atau setelah menyaksikan pertandingan piala dunia nantinya.

  1. Pengamanan (Security)

Pada saat penyelenggaraan G-20, TNI menggunakan drone atau pesawat nirawak untuk melakukan pengamanan dan pemantauan rute, dalam pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada 15-16 November di Bali. Melalui pengalaman tersebut, Drone akan sangat membantu untuk menjaga keamanan acara piala dunia U20 nanti. Penggunaan drone dapat merekam secara aktual keadaan di stadion/ rute-rute prioritas menuju stadion dan titik-titik keramaian yang berpotensi menimbulkan masalah. Hal ini dilakukan untuk dapat mengawasi dengan baik dan menjaga kestabilan saat acara berlangsung. Pengaplikasian drone dalam sektor keamanan ini bisa jauh lebih efektif karena tidak memerlukan pergerakan manusia, cukup berkeliling dengan drone. Drone juga dapat menghasilkan foto dan video kejadian apabila dibutuhkan sebagai laporan atau bukti jika terjadi keributan atau kegaduhan untuk bisa segera ditindak lanjuti. 

Stadion dapat terbakar karena suhu panas yang ekstrem menyebabkan beberapa bahan yang digunakan dalam konstruksi stadion menjadi lebih rentan terhadap kebakaran. Selain itu, jika terdapat sumber api seperti rokok atau kembang api di sekitar stadion, suhu panas juga dapat memperburuk situasi dan memicu terjadinya kebakaran. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengambil tindakan pencegahan dan memperhatikan faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kebakaran di lingkungan stadion. Drone dengan sensor termal dapat secara efektif mendeteksi terjadinya anomali suhu di stadion.

  1. Dokumentasi

Tidak hanya pemetaan pada saat perencanaan dan pengawasan secara aktual di lapangan untuk pengamanan, drone juga dapat dimanfaatkan menjadi alat bantu untuk dokumentasi. Beberapa konser yang telah dilakukan sudah sangat familiar untuk menggunakan drone sebagai alat yang digunakan dalam mendokumentasikan acara-acara penting. Salah satu fitur Drone adalah dapat meng-capture gambar dari sudut yang sangat sulit sekalipun. Sehingga, drone dapat mendokumentasikan beberapa momen yang tidak bisa ditangkap oleh kamera pada umumnya, baik dalam bentuk foto maupun video.

Dengan demikian, pemanfaatan drone saat ini tidak hanya terbatas pada industri berat saja seperti pemetaan proyek pembangunan, jasa penyemprotan tanaman industri, dan lain sebagainya. Saat ini drone sudah mampu dimanfaatkan untuk penyelenggaran event-event yang bersifat entertainment. Salah satunya adalah event olahraga yaitu Piala Dunia U20 yang akan diselenggarakan di Indonesia. Kita semua berharap agar penyelenggaraan ajang Piala Dunia U20 nanti akan berjalan lancar. 

Referensi:

  • Krisna Wicaksono. 2022. Drone Ikut Amankan Jalannya KTT G20 Bali https://www.viva.co.id/digital/digilife/1534780-drone-ikut-amankan-jalannya-ktt-g20-bali. Diakses pada 24 Maret 2023.
  • Rully Fauzi. 2023. Jadi Salah Satu Kota Tuan Rumah, Solo Garansi Keamanan Piala Dunia U-20 2023. https://www.suara.com/bola/2023/03/20/133711/jadi-salah-satu-kota-tuan-rumah-solo-garansi-keamanan-piala-dunia-u-20-2023. Diakses pada 24 Maret 2023.
  • Harsya, Agung. 2017. Daftar Syarat Calon Tuan Rumah Piala Dunia 2026. https://www.goal.com/id/berita/daftar-syarat-calon-tuan-rumah-piala-dunia-2026/3wn5oyzrysmr1ex25odbdt4rr. Diakses pada 24 Maret 2023.

Pemanfaatan Drone Pada Perkebunan Tebu

Oleh: Arszandi Pratama, S.T., M.Sc., Akhmad Abrar A.H. S.T., Nurul Megawati Putri, S.T., Dandy Muhamad Fadilah, S.T., dan Warid Zul Ilmi, S.P.W.K.

Pemanfaatan Drone Spraying Pada Perkebunan Tebu

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sekitar 13,28 persen pada tahun 2021 atau merupakan urutan kedua setelah sektor Industri Pengolahan. Pada waktu krisis ekonomi, sektor pertanian merupakan sektor yang cukup kuat menghadapi goncangan ekonomi dan dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional.

Tebu (Saccharum officinarum Linn) adalah tanaman untuk bahan baku gula. Tebu hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan dan umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen, mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatera sebagai bahan pokok dalam pembuatan gula. Maka budidaya tebu sangat penting untuk keberlanjutan industri gula di Indonesia. 

Industri gula saat ini menghadapi tantangan berat. Dengan tantangan membanjirnya gula impor, produksi gula di Indonesia cenderung mengalami fluktuasi dari tahun 2017 sampai dengan 2021. Pada tahun 2018 produksi gula sebesar 2,17 juta ton menurun sebesar 19,25 ribu ton (0,88 persen) dibandingkan tahun 2017. Sedangkan pada tahun 2019 produksi gula sebesar 2,23 juta ton meningkat sebesar 55,32 ribu ton (2,55 persen) dibandingkan tahun 2018. Sementara itu, pada tahun 2020 produksi gula sebesar 2,12 juta ton menurun sebesar 103,65 ribu ton (4,65 persen) dibandingkan tahun 2019. Kemudian pada tahun 2021 kembali mengalami peningkatan sebesar 224,93 ribu ton (10,60 persen) menjadi 2,35 juta ton.

Produksi Gula Indonesia (Juta Ton), 2017-2021

Sumber: BPS, 2021.

Tahapan utama dalam operasional perkebunan tebu adalah persiapan lahan. Dalam proses persiapan lahan, diperlukan beberapa data seperti: sumber irigasi (sungai, pompa dalam, pompa permukaan, tadah hujan), drainase kebun, topografi lahan dan kemiringan lahan, kesuburan tanah (tanah gembur, liat, berbatu, berpasir), tipologi tanah (jenis tanah, pengairan dan drainase). prasarana jalan (angkutan bibit, pupuk dan tebangan), dan verifikasi kepemilikan lahan.

Teknologi mekanisasi yang dapat membantu kegiatan persiapan lahan menjadi lebih cepat dan akurat adalah Drone. Dengan drone, survei dapat dilakukan lebih cepat di lahan yang luas. Pemanfaatan foto udara dalam persiapan lahan dapat dimanfaatkan untuk menganalisis kondisi kebun eksisting. Selanjutnya dengan dibantu oleh sensor LiDAR, petani juga bisa mendapatkan data ketinggian lahan/ kemiringan lahan yang berfungsi untuk perencanaan zonasi kebun, atau perencanaan irigasi dan drainase. 

Dalam proses peningkatan produksi tebu, selain memahami operasional perkebunan tebu juga penting sekali untuk mengerti bagaimana fase pertumbuhan tebu. Fase Pertumbuhan tanaman tebu adalah (Kuntuhartono,1999):

  1. Fase Perkecambahan, Fase ini dimulai dengan membengkaknya mata tunas lalu pecah dan tumbuh kuncup. Kuncup memanjang bersamaan munculnya akar stek, kemudian kuncup menjadi daun dan mekar (Fase ini berlangsung selama 4-6 minggu).

Gambar Fase Perkecambahan Tebu

Sumber: Ahmad Dhiaul Khuluq dan Ruly Hamida, 2014
  1. Fase Pertunasan, proses keluarnya tunas anakan baru yang keluar dari pangkal tebu muda (tunas primer). Proses ini berlangsung mulai dari tebu berumur 5 minggu sampai 3-4 bulan.
  2. Fase Perpanjangan Batang (Grand Growth Period), dimulai dari umur 3,5 bulan sampai 9 bulan.
  3. Fase Kemasakan berkaitan dengan pengisian batang tebu dengan sukrosa yang dimulai dengan pertumbuhan vegetatifnya berkurang. Pada fase ini sukrosa di dalam batang tebu mulai terbentuk hingga titik optimal dan berangsur-angsur menurun. Fase ini disebut juga fase penimbunan rendemen tebu. Apabila kondisi lingkungan berkecukupan unsur nitrogen dan air, akan menyebabkan proses pemasakan terhambat karena tebu terus tumbuh hingga sehingga perolehan rendemen berkurang (Hadisaputro dan Pudjiarso, 2000).
  4. Fase Pasca Panen, Terjadi saat tanaman tebu berumur 12 bulan. Pada tahapan ini tanaman mulai menunjukkan gejala kematian dan daun mengering. Kadar gula tertinggi terdapat pada batang bagian bawah (Kuntohartono, 1999).

Peningkatan produksi tebu dapat dilakukan dengan penataan varietas dan pembibitan, pengaturan waktu tanam dan pengaturan kebutuhan air, serta pemupukan dan pengendalian OPT. Sehingga akan mendapatkan tebu dengan produktivitas dan rendemen yang optimal. Penurunan produktivitas tebu dapat terjadi karena berbagai faktor, mulai dari kondisi tanah, ketersediaan air, varietas, hingga pemupukan tanaman (Ari Pradipta Utama dkk, 2017).

Peningkatan Produktivitas Rendemen Tebu (sukrosa) dapat dilakukan dengan Proses Revener. Proses Revener ini dilakukan pada saat 1 bulan sebelum panen. Tujuan dari proses revener adalah untuk menahan pertumbuhan tanaman tebu agar kandungan sukrosa tidak berkurang. Seperti penjelasan diatas, bahwa pada fase kemasakan jika tanaman tebu terus tumbuh dan tidak ditahan proses pertumbuhannya, maka pertolehan rendemen tebu (glukosa) akan berkurang. Untuk itu diperlukannya proses revener menggunakan herbisida yang mengandung glifosat dengan cara disemprotkan.

Drone spraying menjadi teknologi alternatif dalam membantu produktivitas perkebunan tebu. Dalam proses penyemprotan herbisida untuk menahan pertumbuhan tebu tersebut, penggunaan drone spraying sangat memudahkan petani karena proses penyemprotan akan jauh lebih cepat dan merata. PT. KHS dapat menyediakan jasa drone spraying demi mendukung peningkatan produktivitas perkebunan tebu di Indonesia. Dengan bentuk mekanisasi tersebut, diharapkan dapat terus mendorong produktivitas serta mengurangi pengeluaran petani. Silahkan menghubungi kami untuk dapat berkonsultasi lebih lanjut. Yuk bermitra dengan KHS!!!

Referensi

  • Gatot Pramuhadi. 2012. Aplikasi Herbisida di Kebun Tebu Lahan Kering. Institut Pertanian Bogor. Artikel PANGAN, Vol. 21 No.3 September 2012: 221-231.
  • Ir. Sitty Ahra. 2019. Teknik Budidaya Tebu. http://cybex.pertanian.go.id/artikel/93892/upaya-peningkatan-produktivitas-dan-rendemen-tebu/. Diakses pada 18 Maret 2023.
  • Ahmad Dhiaul Khuluq dan Ruly Hamida. 2014. Peningkatan Produktivitas Dan Rendemen Tebu Melalui Rekayasa Fisiologis Pertunasan. Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat. Malang. Perspektif Vol. 13 No.1 Hlm. 13-24.
  • Ari Pradibta Utama, Setyono Yudo Tyasmoro, Titin Sumarni. 2017. Pengaruh Glisofat Sebagai Zat Pemacu Kemasakan Pada Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L). Malang. Jurnal Produksi Tanaman Vol. 5 No. 10. ISSN: 2527-8452.
  • Bambang Gunawan, Sri Purwati, Pujiati. 2014.  Kajian Macam Varietas dan Konsentrasi ZPT Organik Terhadap Perkecambahan Stek Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L). Universitas Merdeka Surabaya. Jurnal Fakultas Pertanian UNIGA Nomor 1 Volume XIV.

Pemanfaatan Teknologi Drone Untuk Perkebunan Sawit

Oleh: Arszandi Pratama, S.T., M.Sc., Tike Aprillia S.T, Akhmad Abrar A.H. S.T., dan Dandy Muhamad Fadilah, S.T.

Bisnis perkebunan di Indonesia memiliki prospek yang sangat cerah mengingat beberapa kecenderungan perkembangan industri di dunia saat ini yaitu pengembangan energi terbarukan, perkembangan  teknologi  berbasis  alami, ekowisata,  pelestarian  lingkungan  hidup, dan  spesialisasi  pengembangan  industri berbasis  wilayah  (Biro  Riset  BUMN, 2021). Komoditas perkebunan menjadi andalan bagi pendapatan nasional dan devisa negara, dimana total ekspor perkebunan pada tahun 2018 mencapai 28,1 miliar dolar atau setara dengan 393,4 Triliun rupiah. Kontribusi sub sektor perkebunan terhadap perekonomian nasional diharapkan semakin meningkat dan memperkokoh pembangunan perkebunan secara menyeluruh.

Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat tiap tahun. Saat ini di Indonesia terdapat luasan perkebunan kelapa sawit sekitar 16,381 juta (SK Kepmentan Menteri Pertanian, 2019).  Sejalan dengan peningkatan luas areal, maka peningkatan produktivitas juga menjadi target pemerintah Indonesia.

Sektor komoditas kelapa sawit berperan besar dalam menopang ekspor Indonesia. Dengan masuknya era Revolusi Industri 4.0, industri kelapa sawit perlu segera berbenah terutama dalam aspek teknologi digital. Hal ini mengingat penguasaan teknologi menjadi kunci dalam menentukan daya saing Indonesia. Efisiensi bisnis dan operasional mutlak segera dilakukan, khususnya menyangkut kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak tenaga kerja. Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) ,Mukti Sardjono , mengaku ”industri kelapa sawit sudah mulai memasuki era digital terutama di perkebunan kelapa sawit.” Pada dasarnya dengan ketersediaan teknologi yang lebih canggih dan modern, segala kegiatan perkebunan akan jauh lebih berkembang dan juga semakin maju. Produktivitas yang dihasilkan akan meningkat sehingga menghasilkan berbagai keuntungan yang besar. 

Drone menjadi salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas perkebunan kelapa sawit. Mengapa demikian? karena drone menjadi teknologi alternatif dalam membantu kegiatan operasional perkebunan kelapa sawit menjadi lebih efektif dan efisien. Dengan pemanfaatan drone, diharapkan operasional perkebunan akan bertambah lebih optimal dan memangkas biaya produksi.

Manfaat Pengaplikasian Drone

Proses operasional perkebunan kelapa sawit sebenarnya tidak jauh berbeda dengan komoditas lain. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan karena tipe tanaman kelapa sawit memiliki perencanaan lahan, penanaman tanaman, perawatan, hingga panen yang berbeda dari komoditas lain. Untuk itu dalam operasionalnya membutuhkan penanganan yang berbeda pula. Berikut merupakan manfaat dan contoh pengaplikasian drone pada operasional perkebunan kelapa sawit,

  1. Perencanaan dan Persiapan Lahan 

Persiapan lahan adalah kegiatan persiapan areal sampai areal tersebut siap ditanami kelapa sawit. Persiapan lahan dilakukan pada semua areal perencanaan pertanaman yang dimulai dari proses perencanaan, penataan kebun, penentuan tata batas, imas, tumbang, rumpuk sampai areal siap tanam. 

Pada areal rata sampai bergelombang, pola tanam kelapa sawit akan berbentuk segitiga sama sisi. Sedangkan pada areal berbukit, perlu dibuat teras kontur terlebih dahulu agar Jarak dan pola tanam dibuat seoptimal mungkin.Tujuannya adalah agar individu tanaman mendapat ruang perkembangan kanopi dan sinar matahari yang optimum serta merata untuk mendapatkan produksi per hektar dan “economic life” yang maksimal.

Hal yang dilakukan dalam proses perencanaan dan penataan kebun, adalah melakukan identifikasi lahan. Beberapa hal yang dilakukan dalam identifikasi lahan adalah mengetahui luas lahan dan batas kerja, mengidentifikasi vegetasi asal, mengetahui jenis tanah, analisis topografi, perencanaan lokasi pembibitan, dan pembuataan rencana jalan penghubung keluar masuk kebun.

Penggunaan drone pada tahap persiapan lahan biasanya dilakukan untuk menghasilkan peta blok, peta topografi, peta tanaman, dll. Drone dapat menghasilkan peta foto udara dan jika dilengkapi dengan sensor LiDAR maka dapat menghasilkan peta topografi. Hasil akuisisi data foto udara dapat digunakan untuk menghitung luas areal dan menggambarkan kondisi kebun secara real time. Selanjutnya peta topografi dapat dimanfaatkan untuk informasi awal dalam perencanaan water management dan zoning system lahan perkebunan.

  1. Manajemen Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit 

Pemeliharaan tanaman kelapa sawit adalah bagian cukup penting untuk memperoleh hasil produksi yang lebih maksimum. Setelah melalui proses persemaian, pembukaan lahan, dan penanaman pohon di lapangan yang diikuti dengan penanaman penutup tanah untuk memperkecil pertumbuhan gulma, maka saatnya untuk melanjutkan proses pemeliharaan.

Tanaman kelapa sawit disebut sebagai tanaman tahunan yang biasanya dikelompokkan ke dalam tanaman belum menghasilkan/immature atau disingkat (TBM) dan tanaman menghasilkan/mature disingkat (TM). TBM pada kelapa sawit adalah masa sebelum panen (dimulai dari saat tanam sampai panen pertama) yaitu berlangsung 30-36 bulan. Tujuan pemeliharaan TBM pada kelapa sawit adalah untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang seragam dan berproduksi tinggi. Manfaat pemeliharaan TBM adalah untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif tanaman sawit sebagai penunjang pertumbuhan generatif yang berproduksi tinggi. Sedangkan tujuan pemeliharaan TM adalah untuk menghasilkan tanaman kelapa sawit dengan produktivitas maksimal dengan biaya produksi serendah mungkin, mempertahankan produktivitas yang tinggi secara berkelanjutan,  dan menjaga lingkungan perkebunan. Beberapa pekerjaan yang dapat dilakukan drone untuk pemeliharaan tanaman kelapa sawit:

Drone dapat membantu petani untuk melakukan pemeliharaan piringan, jalan rintis, dan gawangan.

Pemeliharaan piringan dan gawangan bertujuan untuk mengurangi kompetisi gulma terhadap tanaman dalam penyerapan unsur hara, air, dan sinar matahari serta mempermudah pekerja untuk kontrol di lapangan. Disamping itu, piringan dan gawangan harus dijaga supaya intensitas pengendalian gulma tidakberlebihan, hingga berdampak menggundulkan permukaan tanah yang menjadikannya rawan terkena erosi.

Contoh ketentuan pemeliharaan piringan dan gawangan dari gulma

Gambar piringan dan jalan pikul

Sumber: Dokumen SOP Agronomi Untuk Petani Kelapa Sawit: Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit No. SOP AGRO-07/01.

Pemanfaatan drone untuk sensus pohon

Kegiatan sensus pohon sangat penting dilakukan. Dengan dilakukan sensus, dapat diketahui jumlah pokok per ha (SPH), jumlah pohon (produktif dan non produktif) yang ada, kondisi tanaman, dan topografi di dalam satu blok. Sensus pokok dilakukan secara berkala sesuai ketentuan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang lengkap mengenai keadaan sebenarnya di lapangan, terutama yang berhubungan dengan produktivitas tanaman. 

Hasil sensus yang akurat dapat membantu memudahkan dalam pengelolaan kebun dan dapat digunakan untuk mengetahui serta melakukan tindakan terhadap hal yang berkaitan dengan:

  • Jumlah pokok produktif dan non produktif.
  • Pokok sakit/abnormal.
  • Pokok mati/kosong.
  • Jumlah pokok sisipan.
  • Data parit dan sarana fisik (jalan, jembatan, titi panen, dan lain-lain).
  • Pekerjaan panen.
  • Pekerjaan pemupukan.
  • Pengendalian hama dan penyakit.

Data pokok normal dan abnormal yang didapatkan lebih awal, akan sangat bermanfaat untuk menyusun program penyisipan dan pelaksanaannya. Hal ini bermanfaat untuk mendapatkan produksi per hektar lebih maksimal.

Gambar pemanfaatan teknologi drone untuk menghitung jumlah tanaman di perkebunan kelapa sawit

Sumber: Eko Noviandi Ginting dan Dhimas Wiratmoko. 2021.

Penelitian yang dilakukan oleh Megawati Siahaan dkk tahun 2021 tentang Efektivitas Dan Efisiensi Pemakaian Drone Fixed Wing Pada Pemetaan Kebun Dan Sensus Pohon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) menghasilkan hasil analisis: 

  • Sensus pohon menggunakan drone menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan sensus manual. Dari hasil penelitian tersebut diketahui perbandingannya adalah sensus pohon menggunakan drone hanya menghabiskan waktu 7 jam 40 menit untuk 53,53 Ha dengan data yang akurat dan visualisasi lebih lengkap sesuai kondisi real di lapangan. Sedangkan sensus pohon secara manual membutuhkan waktu kurang lebih 3 hari untuk 53,53 Ha. 
  • Biaya operasional yang dikeluarkan jauh lebih murah yaitu  sebesar  Rp.8.583,-/ha, sedangkan  sensus  pohon  secara  manual memerlukan  biaya  yang  lebih  besar yaitu Rp.56.374,-/ha.
  1. Manajemen Pemupukan Tanaman 

Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman keras. Untuk menunjang pertumbuhan akar, batang, dan daun, pohon sawit tetap memerlukan pupuk. Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan memperbaiki keadaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Tingkat kesuburan tanah sangat identik dengan keseimbangan biologi, fisika, dan kimia tanah. Namun harus diingat bahwa dengan pemberian pupuk secara berlebihan dan terus menerus akan merusak keseimbangan. Untuk memastikan pemupukan tanaman dapat secara optimal, mekanisasi dalam bentuk drone sangat dibutuhkan. Drone dapat membantu proses pemupukan dengan lebih cepat dan optimal. 

  1. Manajemen Operasional Prosedur Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan)

Upaya untuk mengenal danmendeteksi siklus hidup organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman kelapa sawit secara dini, mutlak harus dilaksanakan karena akan memudahkan tindakan pencegahan terjadinya ledakan serangan hama dan penyakit yang tak terkendali. Secara ekonomis, biaya pengendalian melalui deteksi dini dipastikan akan jauh lebih murah daripada pengendalian serangan hama dan penyakit yang sudah menyebar luas. 

Selanjutnya, segera deteksi siklus hidup OPT agar mudah dalam melakukan pencegahan dan pengendaliannya. Pendeteksian tersebut dapat menyelamatkan tanaman kelapa sawit dari serangan OPT yang merugikan, sehingga produksi dapat dipertahankan. Ada 2 (dua) kategori OPT pada tanaman kelapa sawit yakni kelompok hama dan penyakit.

Dalam tahap pengendalian OPT, drone dapat membantu membasmi OPT berjenis kelompok hama dengan penyemprotan insektisida. Pemanfaatan drone membuat penyemprotan lebih optimal sehingga tidak merusak tanaman.

  1. Manajemen Re-Planting

Dari segi pengusahaan, suatu kebun kelapa sawit dianggap sudah tua jika berumur sekitar 20 sampai 25 tahun dan perlu peremajaan. Peremajaan tanaman (replanting) dilakukan agar hasil produksi kebun sawit tidak menurun secara drastis. Pada tahap ini diperlukan perencanaan yang matang dan terperinci untuk menghindari terjadinya kerugian selama kegiatan peremajaan. 

Mengatasi hal tersebut, peremajaan dapat dilakukan secara bertahap dengan membagi areal tanaman tua menjadi beberapa wilayah pengerjaan. Tahapan peremajaan tanaman kelapa sawit meliputi kegiatan penumbangan tanaman lama, pencacahan cabang dan batang, perumpukan, penanaman tanaman penutup tanah (LCC), pemancangan, konservasi tanah, pembuatan lubang tanam, dan penanaman bibit tanaman kelapa sawit.

Drone dapat digunakan untuk mengetahui hamparan lokasi pembibitan baru dan luas area lahan. Untuk menunjang lokasi pembibitan yang sesuai, dibutuhkan beberapa data tambahan seperti: data topografi, ketersediaan air, dan jalur akses kendaraan.

Berdasarkan penjabaran tersebut, Drone dapat menjadi teknologi dalam mekanisasi perkebunan kepala sawit di Indonesia. Kegiatan operasional seperti: perencanaan, pemupukan, hingga re-planting dapat dibantu menggunakan drone untuk mempermudah pekerjaan dan mendapatkan data secara aktual, cepat, dan aman. Jasa Drone PT.KHS telah beroperasi selama puluhan tahun dan berhasil membantu kegiatan pemetaan lahan serta penyemprotan tanaman di berbagai wilayah di Indonesia. Kami akan terus berusaha berkontribusi dalam peningkatan produktivitas sektor perkebunan. Yuk berkolaborasi dengan PT.KHS!!!

Referensi

  1. Rosmegawati. 2021. Peran Aspek Teknologi Pertanian Kelapa Sawit Untuk Meningkatkan Produktivitas Produksi Kelapa Sawit. Universitas Borobudur. JURNAL AGRISIA Vol.13 No.2.
  2. Megawaati Siahaan dkk. 2021. Efektivitas Dan Efisiensi Pemakaian Drone Fixed Wing Pada Pemetaan Kebun Dan Sensus Pohon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan. Agro Estate, 5 (1) Juni 2021.  ISSN : 2580-0957. https: //ejurnal.stipap.ac.id/index.php/JAE.
  3. Eko Noviandi Ginting dan Dhimas Wiratmoko. 2021. Potensi dan Tantangan Penerepan Precision Farming Dalam Upaya Membangun Perkebunan Kelapa Sawit Yang berkelanjutan. Warta PPKS: 26(2): 55-66.
  4. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. 2021. Industri Kelapa Sawit Indonesia: Menjaga Keseimbangan Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan.https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/2921/industri-kelapa-sawit-indonesia-menjaga-keseimbangan-aspek-sosial-ekonomi-dan-lingkungan. Siaran Pers HM.4.6/82/SET.M.EKON.3/04/2021. Diakses 14 Maret 2023.
  5. 2016. Dokumen SOP Agronomi Untuk Petani Kelapa Sawit: Persiapan Lahan No. SOP AGRO-03/00.
  6. 2016. Dokumen SOP Agronomi Untuk Petani Kelapa Sawit: Manajemen No. SOP AGRO-11/00.
  7. 2016. Dokumen SOP Agronomi Untuk Petani Kelapa Sawit: Manajemen Pemupukan No. SOP AGRO-07/03.
  8. 2016. Dokumen SOP Agronomi Untuk Petani Kelapa Sawit: Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit No. SOP AGRO-07/01.
  9. 2016. Dokumen SOP Agronomi Untuk Petani Kelapa Sawit: Pengendalian OPT No. SOP AGRO-07/04.
  10. 2016. Dokumen SOP Agronomi Untuk Petani Kelapa Sawit: Sensus Pokok dan Produksi No. SOP AGRO-07/05.

Teknologi Drone Dalam Mekanisasi Pertanian

Oleh: Arszandi Pratama, S.T., M.Sc., Akhmad Abrar A.H. S.T., Dandy Muhamad Fadilah, S.T.

Mekanisasi pertanian merupakan salah satu komponen penting dalam memanfaatkan alat dan mesin pertanian (alsintan) sebagai instrumen untuk meningkatkan efisiensi usaha tani dan daya saing produk pangan dan pertanian di Indonesia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, mekanisasi identik dengan penggunaan traktor. Hal ini dikarenakan pada tahun 1946 saat pengenalan teknologi pertanian, traktor merupakan salah satu alat yang diperkenalkan. Namun, semakin berkembangnya zaman, terdapat banyak sekali teknologi yang membantu petani menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dan aman.

Penggunaan alat dan mesin pertanian terbaru untuk mendukung proses operasional usaha tani, mulai dari pembukaan lahan, penyiapan tanam, tanam, pemeliharaan tanaman, panen sampai dengan pasca panen dikenal dengan sebutan mekanisasi pertanian (Rijk, 2010). Penerapan mekanisasi pertanian mampu meningkatkan efisiensi waktu, efisiensi biaya, efektivitas kerja, dan menurunkan kehilangan hasil selama proses/kegiatan.

Mekanisasi pertanian merupakan langkah untuk mengatasi permasalahan yang kerap timbul dari penggunaan metode konvensional yang seluruh prosesnya masih mengandalkan tenaga manusia. Traktor sebagai salah satu bentuk implementasi inovasi teknologi di bidang pertanian jelas memberikan dampak yang signifikan bagi para petani. Bayangkan, satu traktor dapat melakukan pekerjaan pengolahan lahan, penanaman, perawatan hingga panen. Bandingkan berapa banyak tenaga manusia yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Mekanisasi pertanian merupakan pilihan yang memang harus diambil untuk memacu peningkatan produksi, produktivitas, efisiensi dan daya saing. Faktor lain sebagai alasan pentingnya mekanisasi adalah semakin berkurangnya ketersediaan tenaga kerja (usia muda) dalam kegiatan usaha pertanian.

Tujuan Mekanisasi Pertanian

Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, meningkatkan  produktivitas  lahan,  dan  menurunkan  biaya  produksi. Penggunaan alat dan mesin pada proses produksi dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani. Berikut beberapa tujuan mekanisasi pertanian:

  1. Mengelola dan memaksimalkan hasil produksi di dalam sektor pertanian itu sendiri.
  2. Mencapai target yang telah dicanangkan di dalam pertanian, hal ini menyangkut hasil panen dan pengendalian hasil setelah panen.
  3. Memaksimalkan fungsi lahan pertanian, di mana akan banyak waktu pengelolaan tanah pasca panen yang bisa dihemat dan kemudian digunakan sebagai masa tanam produktif pada lahan pertanian.
  4. Menghindari terjadinya gagal panen yang diakibatkan oleh kurangnya jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh sektor pertanian, maka di dalam hal ini penggunaan alat-alat pertanian modern dapat membantu dan mengurangi risiko tersebut. 
  5. Menjamin kenaikan kualitas dan kuantitas produksi 
  6. Meningkatkan taraf hidup petani
  7. Memungkinkan  pertumbuhan  ekonomi  subsisten  (tipe  pertanian  kebutuhan  keluarga) menjadi tipe pertanian komersial (commercial farming)

Adapun beberapa keunggulan dari mekanisasi pertanian yaitu : 

  1. Meningkatkan produksi per satuan luas dengan adanya alat-alat mekanis yang canggih yang telah digunakan oleh para petani 
  2. Dengan  meningkatnya  hasil  produksi,  maka  pendapatan  para  petani  juga  otomatis  akan meningkat 
  3. Dapat meningkatkan efektifitas, produktivitas, kuantitas dan kualitas hasil pertanian 
  4. Teknologi pasca panen mampu memberikan dukungan untuk mempertahankan mutu dan meningkatkan nilai tambah pada hasil produksi. 
  5. Dapat meningkatkan efisiensi lahan dan tenaga kerja (tidak terlalu membutuhkan banyak sumber daya manusia) 
  6. Menghemat energi dan sumber daya (benih, pupuk, dan air) 
  7. Dapat meminimalisir faktor-faktor penyebab kegagalan dalam produksi 
  8. Meningkatkan  luas  lahan  yang  ditanami  dan  menghemat  waktu  karena  dengan menggunakan alat-alat mekanis pengolahan lahan yang luas dapat dengan cepat terselesaikan  dan juga pekerjaan para petani akan lebih terasa ringan. 
  9. Menjaga kelestarian lingkungan dan produksi pertanian yang berkelanjutan, serta 
  10. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani 

Mekanisasi Pertanian di Indonesia dan Dampaknya

Modernisasi pertanian melalui penerapan mekanisasi pertanian, telah memberikan hasil nyata dalam sejarah pertanian Indonesia saat ini. Dampaknya terjadi penghematan tenaga kerja sebanyak 70 hingga 80 persen dan penghematan biaya produksi 30 hingga 40 persen. Peningkatan produksi 10 hingga 20 persen dan penurunan kehilangan hasil saat panen dari 20 persen menjadi 10 persen. Jika diasumsikan penurunan kehilangan hasil 20 persen, dari luas panen sawah padi di Indonesia 14 juta ha dengan tingkat produksi rata-rata nasional 5 ton per ha, dapat menyelamatkan 14 juta ton gabah kering panen (GKP).

Apabila diasumsikan harga GKP Rp 3.700 per kg, maka uang yang diselamatkan sebanyak Rp5,18 triliun. Hal ini berarti dari salah satu dampak positif dari penerapan mekanisasi, sektor pertanian mampu memberikan kontribusi besar pada perekonomian negara. Hasil lain yang bersifat positif dari penerapan mekanisasi pertanian, yaitu sukses mewujudkan Indonesia tidak impor beras, jagung untuk pakan, cabai, dan bawang merah, sehingga sektor pertanian berhasil menghemat devisa sekitar Rp52 triliun.

Drone Sebagai Solusi Pertanian Masa Depan

Di era industri 4.0, digitalisasi sudah merambah di bidang pertanian. Mekanisasi dalam pertanian sudah semakin maju. Mulai dari pemetaan lahan, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, panen, hingga pasca panen. Penggunaan teknologi drone juga mampu mengubah budaya pertanian menjadi lebih modern dan efisien.

Teknologi Drone dapat dioperasikan untuk pemantauan tanaman, pengelolaan pemupukan, penyemprotan, pemetaan irigasi, mendeteksi gangguan hama penyakit, pertumbuhan gulma dan masih banyak lagi manfaatnya yang dapat ditemui dalam teknologi ini. Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam pertanian.go.id mengatakan bahwa “Modernisasi pertanian ini sekaligus juga sebagai persiapan untuk menghadapi tantangan revolusi industri 4.0, dengan target utama peningkatan produksi dan produktivitas hasil pertanian. Teknologi pertanian dikemas dalam bentuk mekanisasi 4.0, yang sekaligus menjawab tantangan revolusi industri 4.0 di segala bidang. Ia memastikan aplikasi drone bukan untuk menghilangkan lapangan pekerjaan terutama petani tradisional. Para petani bahkan bakal menerima manfaat yang lebih besar dengan bantuan teknologi.”

Secara umum dalam proses operasional pertanian, drone dapat membantu dalam tahap:

  1. Perencanaan dan Pengolahan Lahan

Drone dapat membantu dalam melakukan persiapan sebelum musim tanam. Biasanya pemanfaatan drone untuk mengetahui kondisi lahan secara menyeluruh. Drone dengan sensor LiDAR juga memiliki kemampuan dalam melakukan pemetaan kontur lahan. Selanjutnya, data tersebut dapat digunakan untuk analisis kondisi lahan atau dapat juga dimanfaatkan untuk perencanaan irigasi. Hasil analisis juga dapat digunakan untuk menentukan pola penanaman bibit yang maksimal.

  1. Persiapan benih dan penanaman

Keberadaan drone dapat digunakan pada saat penanaman bibit. Cara penanaman bibit menggunakan drone memungkinkan proses penanaman berlangsung dengan lebih cepat. Drone tidak hanya punya kemampuan untuk menembakkan bibit ke permukaan tanah, tetapi juga melakukan pemupukan. Metode pembibitan dan pemupukan menggunakan drone dapat mengurangi biaya untuk ongkos penanaman.

  1. Penyemprotan tanaman

Drone spraying merupakan salah satu pemanfaatan drone dalam mekanisasi pertanian di Indonesia yang paling sering digunakan baik pertanian, perkebunan, maupun kehutanan.  Dengan sistem yang canggih memungkinkan penyemprotan dapat dilakukan secara efektif dan maksimal dibanding jika dilakukan secara manual. 

  1. Pemeliharaan Tanaman

Populasi tanaman pada suatu area dapat diketahui menggunakan teknologi Drone. Tujuan kegiatan tersebut adalah untuk mengetahui apakah populasi tanaman terhadap luas lahan seimbang atau tidak. Hal tersebut menjadi bahan pertimbangan apabila harus dilakukan replanting (penanaman ulang) atau thinning (penjarangan) tanaman sehingga rasio antara tanaman dan luas lahan akan seimbang dan akan menghasilkan produk pertanian yang lebih optimal.

  1. Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Selain penyemprotan rutin tanaman, Drone spraying juga banyak dimanfaatkan untuk penyemprotan herbisida dan pestisida. Hal ini sangat berguna untuk mengurangi dampak buruk kepada kesehatan petani. Selain itu, dengan drone spraying penyemprotan dapat lebih merata dan dapat memangkas biaya.

Penggunaan alat drone dapat mendukung proses operasional kegiatan pertanian. Mekanisasi pertanian menggunakan drone memiliki banyak keunggulan yaitu dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat, efisien, dan efektif. Untuk mendukung mekanisasi pertanian di Indonesia, Silahkan untuk konsultasikan kebutuhan anda kepada kami! Yuk Bermitra dengan KHS.

Sumber:

  1. Universitas Medan Area. 2021. Pengertian, Tujuan dan Penerapan Mekanisasi Pertanian. https://barki.uma.ac.id/2021/12/20/pengertian-tujuan-dan-penerapan-mekanisasi-pertanian/. Diakses pada 09 Maret 2023.
  2. Rasmunaldi. 2016. Mekanisasi, Peran dan pentingnya dalam pembangunan Pertanian https://sumbarprov.go.id/home/news/6664-mekanisasi-peran-dan-pentingnya-dalam-pembangunan-pertanian. Diakses pada 09 Maret 2023.
  3. Radi-tep. 2019. Mekanisasi. https://alsintan.tp.ugm.ac.id/mekanisasi/. Diakses pada 09 Maret 2023.
  4. Ulfah Inayah. 2018. Makalah Mekanisasi Pertanian Pengertian Mekanisasi Pertanian Dan Sumber Tenaga Dibidang Pertanian. https://www.studocu.com/id/document/universitas-riau/mekanisasi-pertanian/makalah-mekanisasi-pertanian/37699111. Diakses pada 09 Maret 2023.
  5. Mahfudi Akbar. Penggunaan Drone Dalam Sistem Pertanian Indonesia. https://jurnaba.co/penggunaan-drone-dalam-sistem-pertanian-indonesia/. Diakses pada 09 Maret 2023.
  6. 2021. Inovasi Drone Mudahkan Petani Amankan Produksi Pangan. https://www.swadayaonline.com/mobile/artikel/8424/Inovasi-Drone-Mudahkan-Petani-Amankan-Produksi-Pangan/. Diakses pada 09 Maret 2023.
  7. Teknologi Canggih Drone Digunakan Petani. https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=3995. Diakses pada 09 Maret 2023.
  8. Dewi Susanti. 2019. 7 Manfaat Aplikasi Drone Di Bidang Pertanian. http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/88995/7-Manfaat-Aplikasi-Drone-Di-Bidang-Pertanian/. Diakses pada 09 Maret 2023.
  9. Andi Amran Sulaiman, dkk. 2018. Revolusi Mekanisasi Pertanian Indonesia. IAARD PRESS. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Pengelolaan Hutan Lestari Dengan Teknologi Drone

Oleh: Arszandi Pratama, S.T., M.Sc., Akhmad Abrar A.H. S.T., Dandy Muhamad Fadilah, S.T.

Hutan di Indonesia merupakan rumah bagi 10-15 persen tumbuhan, mamalia, dan burung yang dikenal di dunia, serta cadangan karbon yang sangat besar. Dengan demikian, setiap degradasi atau deforestasi ekosistem ini akan memiliki implikasi tidak hanya untuk Indonesia namun juga internasional. Dengan fakta tersebut, Pemerintah Indonesia dan masyarakat luas terus berperan aktif menjaga kelestarian Hutan Indonesia. Salah satunya dengan Pengelolaan Hutan Lestari. Apa itu Pengelolaan Hutan Lestari? Dan bagaimana implementasinya? Yuk kita simak.

Klasifikasi Hutan

Definisi hutan menurut UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yaitu suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan merupakan ekosistem penting dimana dalam pemanfaatan dan penggunaannya tidak boleh berlebihan karena dapat mengakibatkan bencana.

Secara konstitusi, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan sebagai bagian dari pengelolaan sumber daya alam ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Hal ini sesuai dengan pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Selain itu, hal tersebut juga diperkuat oleh pasal 23 UU No. 41 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat secara optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat yang berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya.

Adapun pemanfaatan sumber daya alam kawasan hutan antara lain fungsi lindung, fungsi suaka, fungsi produksi, fungsi wisata dari pengembangan sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan serta teknologi. Berdasarkan fungsi tersebut maka pemerintah menetapkan hutan menjadi hutan konservasi (cadangan kebutuhan pengawetan ekosistem dan keanekaragaman hayati), lindung (penyangga kehidupan terjaga dan terpelihara) dan produksi (untuk memproduksi atau mengeksploitasi hasil hutan, seperti Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI), serta jenis hutan produksi lainnya yang dapat menghasilkan berbagai jenis kayu dan nonkayu).

Potensi Luasan Hutan Di Indonesia

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan, total luas kawasan hutan di Indonesia mencapai 125,76 juta hektare (ha) pada 2022. Angka tersebut setara dengan 62,97% dari luas daratan Indonesia yang sebesar 191,36 juta ha. 

Secara rinci, kawasan hutan di Indonesia yang berbentuk daratan seluas 120,47 juta ha. Ada juga kawasan hutan perairan dengan luas 5,32 juta ha. Berdasarkan jenisnya, kawasan hutan lindung menjadi yang paling luas di Indonesia, yakni 29,56 juta ha. Luasan tersebut setara dengan 23,5% dari total kawasan hutan secara nasional. Kemudian, luas kawasan hutan produksi tetap sebesar 29,23 juta ha. Lalu, kawasan hutan yang masuk ke dalam konservasi memiliki luas 27,41 juta ha. Luas hutan produksi terbatas sebesar 26,8 juta ha. Sedangkan, hutan produksi yang dapat dikonversi memiliki luas 12,79 juta ha. Berikut luasan kawasan hutan di Indonesia berdasarkan fungsinya:

Berdasarkan data tersebut, terdapat banyak potensi luasan lahan baik yang dapat diproduksi maupun lindung. Untuk dapat menjaga kelestarian hutan Indonesia, dibutuhkan mekanisme pengelolaan hutan secara lestari yang tidak hanya memproduksi namun juga melestarikan untuk keberlanjutan di masa yang akan datang.

Pengelolaan Hutan Lestari

Sustainable Forest Management (SFM) atau Pengelolaan Hutan LestariLestasi (PHL)  merupakan konsep yang dinamis dan berkembang untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai ekonomi, sosial dan lingkungan sumber daya hutan demi kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Pengelolaan Hutan Lestari juga sebuah pendekatan holistik yang menerapkan prinsip-prinsip kelestarian dari beberapa fungsi seperti fungsi ekologi, fungsi sosial dan fungsi produksi atau ekonomi.

Pengelolaan Hutan Produksi Lestari adalah proses pengelolaan hutan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yaitu menyangkut produksi hasil hutan tanpa dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial. Tujuan pengelolaan hutan juga tidak boleh mengurangi nilai di dalamnya serta potensi yang diharapkan pada masa datang.

Dari Expert Panel ITTO (International Tropical Timber Organization) menyatakan bahwa definisi Pengelolaan Hutan Lestari perlu mencangkup beberapa unsur seperti berikut ini:

  1. Hasil yang berkesinambungan.
  2. Tetap mempertahankan tingkat biodiversitas yang tinggi dalam konteks perencanaan tata guna lahan yang integratif yang mencangkup jaringan kerjasama kawasan lindung dan kawasan konservasi.
  3. Tetap menjaga stabilitas dari fungsi hutan dan ekosistemnya dengan penekanan pada pemeliharaan produktivitas tempat tumbuh atau site productivity, menjaga sumber benih dan unsur biodiversitas hutan yang diperlukan untuk regenerasi serta pemeliharaan hutan.
  4. Meningkatkan dampak positif pada area hutan sekaligus mengambil upaya untuk meminimalkan dampak yang merugikan hutan.
  5. Meningkatkan partisipasi terhadap masyarakat dan menyelesaikan perbedaan pendapat yang timbul terkait dengan hutan.

Konsep Pengelolaan Hutan Lestari

Konsep pengelolaan hutan lestari didasarkan atas terpenuhinya kelestarian melalui tiga fungsi utama dari hutan yaitu sebagai berikut ini.

  1. Fungsi lingkungan atau ekologi, berarti ekosistem hutan harus mendukung dari kehidupan organisme yang sehat, mempertahankan produktivitasnya, adaptabilitas dan kemampuannya untuk pulih atau meregenerasi.
  2. Fungsi sosial, berarti mencerminkan keterkaitan hutan dengan budaya, norma sosial, etika dan pembangunan. Dimana suatu aktivitas dapat dikatakan lestari apabila secara sosial memiliki kesamaan dengan etika dan norma-norma sosial atau tidak melampaui batas toleransi komunitas sekitarnya terhadap perubahan.
  3. Fungsi ekonomi, berarti menunjukkan adanya manfaat dari hutan melebihi biaya yang dikeluarkan oleh unit manajemen dan modal ekuivalen yang dapat diinvestasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Aspek Pengelolaan Hutan Lestari

Terdapat berbagai usaha yang dilakukan dalam rangka pengelolaan hutan supaya dapat meningkatkan dampak positif serta mengurangi dampak negatifnya. Dalam hal ini, terdapat lima aspek pokok yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut:

  1. Aspek Kepastian dan Keamanan Sumber Daya Hutan, salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan pengelolaan hutan produksi lestari adalah kepastian hukum. Untuk melakukan usaha-usaha pengelolaan hutan, perlu ada kepastian hukum yang dirangkum dalam aturan yang sah. Dengan demikian, masyarakat bisa melakukan kegiatan pengelolaan secara legal.
  2. Aspek Kesinambungan Produksi, Dalam pengelolaan hutan lestari, kesinambungan produksi merupakan hal yang tak kalah penting. Karena itu, diperlukan penetapan sistem silviculture yaitu sistem panen dan pembudidayaan. Hal ini harus disesuaikan dengan kondisi hutan yang akan dikelola. Contoh: Produksi kayu pada siklus pertama biasanya ditentukan oleh kemampuan perusahaan menata area hutan. Caranya bisa dilakukan dengan inventarisasi serta penafsiran foto udara. Hal ini bermanfaat agar jatah produksi tahunan secara riil tidak berbeda dengan perkiraan produksinya. Selanjutnya, untuk siklus kedua, kesinambungan produksi perlu diperhatikan. Hal ini terkait dengan cara penebangan, inventarisasi tanaman yang tertinggal, serta penanaman maupun pemeliharaan tanaman.
  3. Aspek Konservasi Flora Fauna dan Keanekaragaman Hayati serta Fungsi Hutan, Konservasi dilakukan untuk penyediaan plasma nutfah, membangun zona penyangga yang membatasi hutan produksi dengan hutan konservasi, inventarisasi flora dan fauna, pencegahan terhadap penebangan pohon yang tidak boleh ditebang, pencegahan kebakaran, serta perlindungan sungai, pantai, mata air, dan area yang dilindungi lain.
  4. Aspek Manfaat Ekonomi, dalam aspek ini sumber daya manusia memiliki pengaruh yang cukup penting. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu profesionalisme tenaga kerja, kesejahteraan karyawan, serta kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat yang berada di dalam maupun sekitar hutan. Selain itu, aspek ekonomi dalam pengelolaan hutan juga mencakup hak tradisional masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan non-kayu serta untuk kebutuhan kegiatan spiritual. Ada pula aspek pendidikan maupun kesehatan masyarakat, baik yang berada di dalam atau sekitar hutan.
  5. Aspek Kelembagaan, dalam rangka Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, peran lembaga yang berwenang juga tak bisa diabaikan. Ada Kementerian Kehutanan dan sejumlah organisasi yang mengusung ketentuan mengenai pengelolaan hutan secara legal. Untuk itu, dibutuhkan tenaga-tenaga profesional sehingga dapat mendukung pengelolaan hutan.

Proses pengelolaan hutan lestari dapat didukung dengan pemanfaatan teknologi terbarukan yaitu drone. Seperti yang sudah diulas diatas, bahwa pentingnya aspek kesinambungan produksi dimana sistem panen dan produksi harus diperhatikan dengan baik. Drone dapat digunakan untuk perencanaan penataan area lahan dengan pemetaan foto udara, inventarisasi pohon dengan bantuan LiDAR, dan juga penyemprotan secara praktis melalui drone spraying.

Penutup

Pengelolaan Hutan Lestari sangat penting untuk diimplementasikan dalam rangka menjaga kelestarian hutan dan keseimbangan ekosistem. Demi menjaga kelestarian baik di masa sekarang maupun masa depan, dibutuhkan usaha-usaha yang harus diperhatikan pada saat pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Salah satunya adalah kesinambungan produksi dalam sistem tanam dan panennya. 

Penggunaan drone dalam mendukung pengelolaan hutan lestari sangat dibutuhkan untuk menjaga kesinambungan produksi pemanfaatan hutan. Dengan teknologiteknoloi drone, tidak hanya membantu sistem tanam dan perawatan hutan produksi namun dapat menekan biaya dengan pekerjaan yang lebih cepat dan efisien. KHS akan terus mendukung pengelolaan hutan lestari di seluruh Indonesia dengan teknologi drone. Yuk bermitra dengan kami!!!

Referensi 

  1. Monica Evans. 2023. Sustainable Forest management: Indonesia navigates a paradigm shift. https://forestsnews.cifor.org/80592/sustainable-forest-management-indonesia-navigates-a-paradigm-shift?fnl=. Diakses pada 4 Maret 2023.
  2. 2021. Sustainable Forest Management (SFM) Untuk Indonesia. https://wanaswara.com/sustainable-forest-management-sfm-untuk-indonesia/. Diakses pada 4 Maret 2023.
  3. Shilvina Widi. “Luas Kawasan Hutan Indonesia Mencapai 125,76 Juta Hektare”. https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/luas-kawasan-hutan-indonesia-mencapai-12576-juta-hektare. Diakses pada 4 Maret 2023.
  4. Tami. 2021. Inilah 5 Aspek Pokok Pengelolaan Hutan Lestari. https://mutuinstitute.com/post/5-aspek-pokok-pengelolaan-hutan-lestari/. Diakses pada 4 Maret 2023.
  5. Joni Setiawan. 2021. Pelatihan Inventarisasi Sumberdaya Hutan. https://kmisfip2.menlhk.go.id/news/detail/829. Diakses pada 4 Maret 2023.
  6. Pengertian Hutan, Bagian, Jenis dan Fungsinya. https://rimbakita.com/hutan/. Diakses pada 4 Maret 2023.

Teknologi UAV Untuk Penanganan Pasca Bencana

Oleh: Arszandi Pratama, S.T, M.Sc, Rabby Awalludin S.T, Tike Aprillia S.T, dan Dandy Muhamad Fadilah, S.T

Kemajuan teknologi yang sangat pesat terutama UAV dalam beberapa tahun terakhir membuat banyak inovasi terkini dalam upaya manajemen bencana di Indonesia. Dengan teknologi UAV, yang relatif lebih terjangkau dan mudah digunakan diharapkan mampu membantu dalam kajian manajemen bencana khususnya pada saat pasca bencana. Dalam artikel ini, anda akan mengetahui mengenai pemanfaatan UAV pada saat pasca bencana, alasan mengapa UAV lebih sering digunakan, dan manfaat penggunaannya. Yuk disimak! semoga dapat bermanfaat.

Teknologi UAV Untuk Kebencanaan

Sumber: PT.KHS

UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau yang lebih dikenal dengan drone merupakan alat yang efektif untuk melakukan pemetaan foto udara. Saat ini, penggunaan UAV meningkat karena keuntungan pada biaya yang relatif murah. UAV dapat dimanfaatkan untuk kegiatan inspeksi, pengawasan, pengintaian, dan pemetaan. Teknologi komputer dan teknologi pengolahan gambar digital telah dikembangkan dan pengembangan ini dapat menyediakan hingga melakukan proses ekstraksi baik secara otomatis atau semi-otomatis (Solikhin, 2016).

Bencana alam maupun bencana yang disebabkan oleh manusia yang terjadi akan meninggalkan kehancuran pada lingkungan terdampak dan sekitarnya. Kondisi area terdampak bencana cenderung sulit diakses oleh petugas tanggap bencana. Sementara banyak hal yang harus segera dilakukan oleh petugas tersebut, seperti menyisir seluruh area, memetakan wilayah dan jalur alternatif, serta mendistribusikan berbagai bantuan untuk korban. Pekerjaan tersebut terkadang sangat sulit dilakukan apalagi jika area terdampak bencananya tergolong sangat luas. Oleh karena itu, hadirlah UAV yang mengambil alih pekerjaan tersebut sehingga mempercepat penanganan pasca bencana. 

Pada saat keadaan pasca bencana, sulit untuk mengetahui informasi penting baik dikarenakan medan yang sulit ditempuh, keadaan yang tidak terkendali, sampai keadaan panik akibat korban luka dan korban jiwa. Dalam kondisi kurang terkendali tersebut, dibutuhkan data dan informasi yang cepat dan tepat untuk dapat membantu korban bencana. Data-data yang dibutuhkan adalah:

  1. Kondisi umum area bencana 
  2. Mengidentifikasi zona aman dan bahaya
  3. Peta detail dan akurat
  4. Data banyaknya korban terdampak
  5. Informasi infrastruktur yang rusak.

Mengapa Memilih Menggunakan UAV?

Terdapat beberapa keuntungan dalam penggunaan UAV pada saat pasca bencana:

  1. Kecepatan dan ketinggian dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
  2. Menghasilkan data dengan resolusi sangat tinggi, dan hanya kemungkinan kecil tertutup awan (apabila terbang sangat tinggi) jika dibandingkan dengan satelit.
  3. Pengoperasian secara otomatis atau manual.
  4. Dapat menggunakan berbagai sensor sesuai dengan kebutuhan.
  5. Biaya yang dibutuhkan relatif lebih kecil.
  6. Dapat menjangkau daerah yang luas dan daerah yang sulit.
  7. Lebih fleksibel, efektif, dan efesien dalam melakukan survei. Saat melakukan kaji cepat tidak perlu memasuki kawasan rawan bencana yang membahayakan jiwa petugas. 
  8. Mampu memberikan informasi berupa gambar dan video yang dapat mendukung laporan. 
  9. Data yang diperoleh dapat digunakan ke dalam peta sebagai sarana pendukung dalam penyusunan rencana operasi pada masa tanggap darurat agar lebih efektif. 
  10. Melakukan assesmen lebih cepat.

Adapun tujuan penggunaan UAV salah satunya adalah menghasilkan citra orthophoto dan Digital Elevation Model (DEM) resolusi tinggi yang diharapkan mampu memberikan gambaran dan data teknis bencana secara cepat dan akurat.

Citra Orthophoto

Sumber: PT. KHS

Beberapa Fungsi UAV Pada Saat Pasca Bencana

  1. Penyisiran Wilayah dan Penyelamatan

Drone sebagai pesawat tanpa awak yang dilengkapi kamera dimanfaatkan untuk melakukan penyisiran wilayah terdampak bencana yang luas. Drone dapat melakukan penyisiran dengan lebih cepat karena kemampuan terbangnya yang stabil di segala keadaan. Saat menyisir wilayah, drone juga akan sekaligus menandai lokasi korban serta mengidentifikasi bagian wilayah yang paling gawat kondisinya. Sehingga selanjutnya upaya penyelamatan dapat segera dilakukan dengan lebih terfokus dan cepat.

  1. Pemantauan Keselamatan Petugas

Seperti sudah disebutkan sebelumnya, bencana akan mengakibatkan sarana infrastruktur mengalami gangguan dan kerusakan. Keadaan lingkungan terdampak bencana sangat tidak stabil, kerap terdapat bangunan yang beresiko runtuh tiba-tiba, pepohonan yang akarnya sudah tidak kuat, kabel listrik yang putus, atau genangan banjir yang tidak terukur.

Kondisi-kondisi tersebut bisa saja mencelakai petugas tanggap bencana dan menambah korban lagi. Di sinilah drone berperan memberikan pemantauan jarak jauh untuk meningkatkan keselamatan petugas dan orang-orang di sekitar. Hasil pemantauan drone akan dijadikan acuan petugas untuk menentukan cara terbaik mendekati wilayah bencana.

  1. Menilai Kerugian Aset

Dalam sebuah bencana, petugas biasanya memiliki dua tugas penting yaitu evakuasi korban manusia dan assessment aset terdampak. Assessment adalah proses penilaian kerugian aset berdasarkan kerusakan yang terjadi pada fasilitas publik. Penilaian ini diperlukan agar pemerintah dapat dengan segera menganggarkan dana untuk memulihkan wilayah tersebut.

Drone membantu pekerjaan tersebut dengan menganalisa wilayah bencana yang luas untuk kemudian mengidentifikasi area atau infrastruktur yang kondisinya parah dan membutuhkan penanganan segera. Drone menampilkan data tersebut dalam bentuk foto

  1. Pemetaan 3D Area Bencana

Untuk mempercepat proses evakuasi dan distribusi bantuan ke wilayah darurat, peta 3D atau pencitraan visual sangat dibutuhkan. Pesawat besar dengan awak bisa melakukan pemetaan ini, namun biayanya terlalu mahal. Sedangkan pencitraan satelit memiliki resolusi gambar yang kurang bagus. Keduanya sama-sama membutuhkan waktu lama untuk memetakan lokasi, sehingga drone adalah pilihan yang paling tepat untuk situasi ini.

Drone secara cepat dapat menghasilkan pemetaan 3D dengan resolusi yang tinggi sehingga tiap titik kerusakan dapat diidentifikasi. Data tersebut akan otomatis diunggah secara real-time. Drone menghasilkan peta dengan model 3D dengan bantuan sofware khusus pengolah gambar yang terhubung dengannya. Pemetaan 3D drone ini sudah pernah diaplikasikan dalam penanggulangan pasca gempa Nepal pada tahun 2015 lalu.

Sumber: PT. KHS

Dalam sistem manajemen bencana, Penanganan pasca bencana merupakan salah satu kunci untuk dapat secara cepat dan tepat menangani korban dan dampak dari bencana yang telah berlangsung. Dengan penanganan yang tepat dan cepat akan dapat membantu pemerintah dalam melakukan kajian penanganan bencana baik berupa pemberian bantuan, penyisiran wilayah, ataupun pemantauan korban jiwa. Dengan teknologi UAV, hal tersebut dapat dilakukan dengan cepat. Diharapkan penanganan bencana di seluruh wilayah Indonesia dapat terorganisir dengan baik dan seluruh elemen masyarakat serta pemerintah dapat bersiap siaga dalam menghadapi bencana termasuk dalam mitigasi bencana.

REFERENSI

  1. Allawiyah, Mutia. 2022. Drone: Pesawat Terbang Tanpa Awak Untuk Kebencanaan. https://siagabencana.com/all/post/drone-pesawat-terbang-tanpa-awak-untuk-kebencanaan. Diakses pada 28 November 2022.
  2. 2016. BNPB Akan Manfaatkan Drone Untuk Penanggulangan Bencana
    https://mediaindonesia.com/humaniora/70670/bnpb-akan-manfaatkan-drone-untuk-penanggulangan-bencanaDrone. Diakses pada 28 November 2022.
  3. Fibriati, Romana Dwi. 2020. 5 Peran Penting Drone dalam Penanggulangan Bencana https://www.builder.id/drone-penanggulangan-bencana/. Diakses pada 28 November 2022.
  4. Kristiawan, Yohandi. dkk. 2017. Aplikasi UAV Drone Untuk Penanggulangan Cepat Potensi Aliran Bahan Rombakan (Banjir Bandang) Studi Kasus Di Desa Lebakwangi, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Prosiding, Seminar Nasional Kebumian. Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi.
  5. Nugroho Wisnu, 2019. Pemanfaatan Drone untuk Membantu Pemulihan Gempa dan Tsunami di Palu. https://infokomputer.grid.id/read/121712212/pemanfaatan-drone-untuk-membantu-pemulihan-gempa-dan-tsunami-di-palu Diakses pada 28 November 2022.
  6. Ramadhani, Yoniar Hufan. 2016. Pemanfaatan UAV Untuk Pemetaan Tematik Kebencanaan. Seminar Pemanfaatan UAV Untuk Penanggulan Bencana. Badan Informasi Geospasial.
  7. Setyorini, Virna, P. 2020. Penggunaan Drone Untuk Kebencanaan Libatkan Swasta Dan Komunitas. https://www.antaranews.com/berita/1753473/penggunaan-drone-untuk-kebencanaan-libatkan-swasta-dan-komunitas. Diakses pada 28 November 2022.
  8. Zona Spasial. 2018. 4 Fungsi Drone dalam Penanganan Pasca Bencana. https://zonaspasial.com/tag/foto-udara/. Diakses pada 28 November 2022.

KHS Berperan Mendukung Transisi Energi Berkelanjutan

Oleh: Arszandi Pratama, S.T., M.Sc., Tike Aprillia S.T., dan Dandy Muhamad Fadilah, S.T.

Pembahasan Energy Transitions Working Group (ETWG)

Kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 telah selesai diadakan. Sebelum kegiatan tersebut berakhir, setahun belakangan ini telah banyak dilakukan rangkaian kegiatan pertemuan-pertemuan pendahulu setidaknya sebanyak 438 event dan side event telah dilakukan di 25 kota Indonesia. Sustainable energy transition atau transisi energi berkelanjutan menjadi salah satu isu prioritas pada Presidensi G20 Indonesia tahun 2022, di samping dua topik lainnya yakni Sistem Kesehatan Dunia serta Transformasi Ekonomi dan Digital.

Dalam pembahasan transisi energi berkelanjutan, terdapat 3 pilar yaitu: Pertama, energy accessibility atau akses energi yang terjangkau, berkelanjutan, dan dapat diandalkan. Tujuannya, untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam memfasilitasi akses ke penelitian dan teknologi bersih. Kedua, smart and clean energy technology, yaitu mendorong implementasi teknologi pintar dan bersih, baik dalam konteks efisiensi energi, pengurangan emisi, maupun pengembangan energi terbarukan.  Ketiga, advancing energy financing, yaitu pembiayaan untuk mendukung dua poin sebelumnya.

Dalam Forum transisi energi G20 yang ke-3, The 3rd Energy Transitions Working Group (ETWG), di Nusa Dua Bali, menjadi gelaran ketiga diskusi terkait transisi energi pada Presidensi G20 Indonesia tahun 2022. Dalam forum tersebut, anggota G20 intensif membahas tiga pilar utama transisi energi untuk percepatan transisi energi dan pencapaian tujuan global, baik Sustainable Development Goal 7 (SDG7) maupun pencapaian target pengendalian perubahan iklim. Dengan tiga fokus tersebut, G20 diharapkan dapat mencapai kesepakatan bersama dalam mempercepat transisi energi global, sekaligus memperkuat sistem energi global yang berkelanjutan dengan dan tanpa mengenyampingkan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraaan.

Pemerintah Indonesia mengajak negara-negara yang tergabung dalam G20 untuk mencapai kesepakatan global dengan mempercepat program transisi energi. Indonesia resmi menginisiasi dan meluncurkan Transisi Energi G20 guna menjembatani dan mendorong negara-negara maju, serta negara-negara berkembang agar mempercepat peralihan energi fosil ke energi bersih. 

Transisi energi merupakan proses panjang yang harus dilakukan oleh negara-negara di dunia untuk menekan emisi karbon yang dapat menyebabkan perubahan iklim. Kesepakatan dalam transisi energi bertujuan untuk menuju ke titik yang sama yaitu pemanfaatan energi bersih yang terus meningkat. Program Transisi Energi bersih ini dibuat dalam satu sistem energi global yang terus menerus berkelanjutan. Transisi Energi G20 tentunya menjadi daya ungkit untuk memperkuat sistem energi global berkelanjutan tersebut. 

Data Menunjukan bahwa negara-negara anggota G20 menyumbang paling tidak sekitar 75% dari permintaan energi global. Oleh karena itu, negara-negara G20 memiliki sebuah tanggung jawab besar dan harus memiliki langkah strategis dalam mendorong pemanfaatan energi bersih. Proses transisi ke energi karbon yang lebih rendah menjadi tantangan yang tidak mudah. Beradaptasi dengan era rendah karbon tentu saja berdampak sangat luas. Adaptasi tersebut tidak hanya menyangkut strategi investasi dan permodalan, namun juga terkait erat dengan budaya dan kebiasaan yang ada. Dalam konteks transisi energi lebih dari 69 negara diharapkan secara masif melakukan dekarbonisasi yang bersifat universal, terencana, terukur dalam suatu langkah yang nyata.

Ke depan, pemerintah tengah melakukan pengurangan penggunaan batubara sebagai sumber energi dengan menggunakan teknologi CCS/CCUS (Carbon Capture, Utilizaton and Storage), pengembangan Dimethyl Ether (DME) pengganti elpiji serta peningkatakan nilai tambah mineral melalui hilirisasi di dalam negeri. Pada periode transisi energi, energi fosil masih memiliki peran penting untuk dikembangkan sebelum yang lebih bersih tersedia.

Sumber: https://www.esdm.go.id/en/media-center/news-archives/inovasi-teknologi-pemanfaatan-batubara-dukung-tercapainya-transisi-energ

Langkah-Langkah Menuju Transisi Energi Nasional

Salah satu dari langkah transisi energi nasional adalah melalui pengurangan emisi C02 pada beberapa sektor dan aktivitas ekonomi yang sangat penting. Dua sektor utama yang sangat mempengaruhi adalah sektor energi dan sektor kehutanan/penggunaan lahan. Penguatan-penguatan dan kendali kebijakan yang mendukung transisi energi yaitu:

  1. RUPTL tersebut harus selalu dipastikan selalu on the track. Dimana dalam RUPTL total pembangkit EBT yang akan dibangun dalam 10 tahun ke depan mencapai 20.923 megawatt (MW). Pembangkit listrik tenaga air menjadi yang paling dominan dengan 9.272 MW, disusul oleh pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 3.355 MW, dan pembangkit listrik tenaga surya 4.680 MW.  
  2. Kampanye terhadap perubahan budaya, cara pandang, serta kebiasaan di masyarakat yang terus di dengungkan, agar efek dari perubahan iklim akan mempengaruhi setiap orang meskipun dalam porsi yang berbeda-beda. Dengan adanya kemudahan penyebaran informasi, kesadaran akan penyebab perubahan iklim dan upaya menghindari atau mengatasi implikasinya semakin dapat diakses oleh publik sehingga bagi banyak orang transisi menuju energi terbarukan sangat penting untuk mendukung pertumbuhan yang rendah karbon.
  3. Pelaku dunia usaha dan pelaku bisnis, pelaku industri, serta UMKM dianggap sudah selayaknya didorong untuk memanfaatkan energi baru terbarukan, guna mempercepat pertumbuhan green economy atau ekonomi hijau di Indonesia.
  4. Pemerintah Daerah dan legislatif (DPRD) punya andil yang kuat dan signifikan untuk melakukan langkah langkah konkret terhadap kebijakan yang mendukung energi bersih. Implementasi instrument-instrumen kebijakan untuk mendukung akselerasi transisi di daerah memiliki daya ungkit yang kuat terhadap penerapan energi hijau.
  5. Kebijakan fiskal berupa instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK), di mana regulasi telah di terbitkan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan – Pasal 13 Pemberlakuan Pajak karbon, harus secara tegas ditegakkan. Salah satu klausulnya berlaku pada 1 April 2022, yang pertama kali dikenakan terhadap badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batubara dengan skema cap dan tax yang searah dengan implementasi pasar karbon yang sudah mulai berjalan di sektor PLTU batubara.

Langkah dan strategi di atas merupakan instrumen yang tengah dijalankan oleh pemerintah, dalam kerangka melakukan percepatan terhadap proses transisi energi. Poin penting dalam transisi energi adalah memperluas penggunaan energi terbarukan dengan tetap memperhatikan kecukupan energi untuk mendukung beragam kegiatan perekonomian masyarakat.

Peran KHS dalam Mendukung Transisi Energi 

Panas bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi. Sementara energi panas bumi merupakan energi yang bersumber dari panas yang terkandung dalam perut bumi dan pada umumnya berasosiasi dengan keberadaan gunung api. Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2017 tentang panas bumi merupakan energi ramah lingkungan yang potensinya besar dan pemanfaatannya belum optimal sehingga perlu didorong dan ditingkatkan secara terencana dan terintegrasi guna mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.

Energi panas bumi bersifat ramah terhadap lingkungan, tidak hanya dalam aspek produksi tetapi juga aspek penggunaan, sehingga dampaknya berperan positif pada setiap sumber daya. Pada saat menjalankan proses pengembangan dan pembuatan, tenaga panas bumi sepenuhnya bebas dari emisi. Tidak ada karbon yang digunakan untuk produksi, kemudian seluruh prosedur juga telah bebas dari sulfur yang umumnya telah dibuang dari proses lainnya yang dilakukan. Penggunaan energi panas bumi memang tidak akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Oleh karenanya efek dari pemanasan global yang disebabkan oleh emisi dari bahan-bahan minyak akan berkurang. 

Dalam perjalanannya, PT.KHS berpengalaman menangani proses pengambilan data pengembangan PLTP. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan data dan informasi geospasial dalam mendukung tahapan eksplorasi panas bumi baik dari sisi geosains ataupun penyiapan infrastruktur pengeboran. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan Survei LiDAR (Light Detection and Ranging) dan foto udara. Dari proyek tersebut kami terus berupaya untuk ikut serta memberikan kontribusi besar dalam implementasi transisi energi di Indonesia.

Gambar Drone DJI Matrice 300. Salah satu teknologi UAV yang digunakan oleh PT.KHS untuk mendukung proyek transisi energi pemerintah.
Sumber: PT. Kreasi Handal Selaras
Gambar Peta Kontur yang merupakan salah satu hasil dari teknologi UAV yang digunakan PT.KHS untuk mendukung proyek transisi energi pemerintah.
Sumber: PT. Kreasi Handal Selaras
Gambar Point Cloud yang merupakan salah satu hasil dari teknologi UAV yang digunakan PT.KHS untuk mendukung proyek transisi energi pemerintah.
Sumber: PT. Kreasi Handal Selaras

Dengan pengalaman tersebut, kami terus berupaya untuk terus meningkatkan SDM dan penggunaan teknologi canggih dalam mendukung transisi energi di Indonesia. Dengan adanya Presidensi G20 Indonesia, kami harap transisi energi yang menjadi bagian dari salah satu pilar pembahasan G20 ini dapat diwujudkan sehingga dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

KREASI HANDAL SELARAS merupakan jasa konsultan yang bergerak di bidang SURVEY dan MAPPING menawarkan teknologi terbaru yang bisa menjawab kebutuhan survei dan pemetaan perusahaan anda. Dengan teknologi UAV yang canggih serta tenaga ahli yang handal, kami siap membantu anda. Untuk informasi lebih lanjut silakan hubungi kami. Paket informasi lengkap dapat disediakan berdasarkan permintaan.

REFERENSI

  1. Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2022. Masa Transisi Energi Menuju Net Zero Emission. Siaran Pers Nomor: 79.Pers/04/SJI/2022. Diakses pada 11 November 2022.
  2. Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2022. Urgensi Transisi Energi dalam Presidensi G20 Indonesia. Siaran Pers Nomor: 79.Pers/04/SJI/2022. Diakses pada 11 November 2022.
  3. Damayanti, Aulia. 2022. Lengkap! Maudy Ayunda Bicara 3 Isu Transisi Energi G20, Apa Saja? dalam https://finance.detik.com/energi/d-6076153/lengkap-maudy-ayunda-bicara-3-isu-transisi-energi-g20-apa-saja diakses pada 11 November 2022.
  4. Setyarto, Aries dan Widyaiswara. 2022. Langkah Menuju Transisi Energi dalam https://ppsdmaparatur.esdm.go.id/berita/langkah-menuju-transisi-energi diakses pada 11 November 2022.
  5. Novrizaldi. 2022. Ini Manfaat KTT G20 Bagi Kehidupan Masyarakat dalam https://www.kemenkopmk.go.id/ini-manfaat-ktt-g20-bagi-kehidupan-masyarakat diakses pada 11 November 2022.
  6. Wardani Rakhma. 2017. dalam https://ebtke.esdm.go.id/post/2017/08/22/1733/energi.panas.bumi.ramah.terhadap.lingkungan.sekitar. diakses pada 14 November 2022.

Thermal Imaging Surveys Menggunakan UAV

Oleh: Arszandi Pratama, S.T, M.Sc, Rabby Awalludin S.T, Tike Aprillia S.T, dan Dandy Muhamad Fadilah, S.T

Tim Survei PT.KHS

Kebutuhan survei thermal dewasa ini semakin dibutuhkan untuk segala aktivitas kegiatan proyek di seluruh bidang industri. Dari mulai proyek bangunan, pengecekan peralatan mekanis perusahaan hingga survei saluran listrik tegangan tinggi. Hal tersebut dilakukan untuk proses pembangunan, strategi pengecekan, sampai mencari sumber permasalahan agar dapat mencegah kerusakan sejak dini. Dengan kecanggihan teknologi saat ini, penggunaan sensor thermal sangat membantu menyelesaikan pekerjaan tersebut. survei thermal dapat dilakukan dengan berbagai alat, namun penggunaan UAV untuk survei thermal menjadi sangat populer saat ini. Dalam artikel ini, kamu akan mengetahui beberapa hal terkait survei thermal menggunakan UAV, keunggulan-keunggulan penggunaan UAV untuk survei thermal, dan lain sebagainya. 

Survei Thermal Menggunakan UAV

Setiap benda dapat memancarkan energi panas atau energi inframerah. Untuk dapat mendeteksi dan mengukur energi inframerah pada sebuah objek, maka dibutuhkannya thermal camera. Alat ini merupakan sebuah kamera yang dapat mengubah radiasi inframerah menjadi cahaya yang tampak. Penggunaan thermal kamera sangat dibutuhkan untuk berbagai kegiatan. 

Survei thermal dengan menggunakan UAV memungkinkan untuk melakukan survei terperinci dengan tujuan mendapatkan anomali suhu pada suatu objek survei dari sudut yang tidak bisa dilihat dan dijangkau oleh manusia. Survei pencitraan thermal melibatkan penggunaan kamera pencitraan thermal untuk dapat menampilkan secara visual suhu permukaan suatu objek. Survei thermal biasanya diperlukan karena 3 alasan:

  1. Komisioning Peralatan/Bangunan Baru, thermal dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi kerusakan sedini mungkin; memungkinkan pekerjaan perbaikan dilakukan sebelum bangunan atau peralatan diserahkan kepada klien.
  2. Kegiatan Pemeliharaan, thermal dapat digunakan sebagai bagian dari pemeliharaan prediktif atau program pemantauan kondisi untuk mengidentifikasi kemungkinan buruk sehingga pekerjaan perbaikan dapat dijadwalkan di sekitar operasi bisnis untuk mencegah waktu henti produksi yang tidak direncanakan.
  3. Diagnosis Kesalahan, Jika peralatan dicurigai beroperasi dalam kondisi yang salah atau menunjukkan bukti kinerja yang buruk, thermal dapat digunakan untuk memberikan informasi lebih lanjut yang dapat membantu mendiagnosis masalah.

Cara Kerja Kamera Thermal

Thermal Camera adalah perangkat yang dapat menerjemahkan energi panas menjadi cahaya yang tampak untuk menganalisis objek atau pemandangan tertentu. Gambar yang dihasilkan dikenal sebagai termogram dan dianalisis melalui proses yang disebut termografi. Thermal camera juga merupakan salah satu alat canggih yang digunakan untuk memproses gambar yang diambil serta akan menampilkannya pada layar. Gambar-gambar ini dapat digunakan untuk diagnosis langsung atau diproses melalui perangkat lunak khusus untuk evaluasi, akurasi, dan keluaran laporan selanjutnya. Jenis kamera tersebut tidak memerlukan cahaya apa pun. kamera akan mengambil anomali suhu dan menciptakan gambar yang jelas menunjukkan objek dengan variasi suhu dari yang tinggi sampai rendah yang digambarkan dengan warna kuning, jingga atau merah. Pencitraan thermal juga tidak terpengaruh oleh kondisi cuaca dan memungkinkan untuk dapat melihat tanda thermal di bawah tanah dan tempat lain yang biasanya tidak terlihat oleh mata manusia.

Manfaat dan Kelebihan

Keuntungan dari penggunaan UAV dalam survei thermal adalah kemampuannya untuk terbang di malam hari. Reflektansi matahari memiliki dampak terbesar pada kualitas citra thermal dan kemampuan untuk membedakan target panas terhadap positif palsu yaitu batuan panas dan badan air. Dengan menghilangkan radiasi matahari sepenuhnya dan terbang di malam hari, akan menghasilkan citra dan data berkualitas sangat tinggi. Selain itu, keuntungan lainnya adalah: 1. Proses survei akan lebih efektif karena lebih aman dan memakan sedikit waktu; dan 2. Dapat menjangkau daerah/ tempat yang sulit dijangkau.

Jasa Survei Thermal oleh PT.KHS

Untuk mengikuti dan memahami kebutuhan client terkait dengan perkembangan kebutuhan survei thermal. Dalam proses perjalanannya, PT. KHS meningkatkan kompetensi pilot serta pemenuhan alat survei thermal menggunakan DJI Zenmuse H20T. Saat ini, PT.KHS sudah memiliki pengalaman untuk mengerjakan beberapa project survei thermal.

PT. KHS Menggunakan Teknologi Canggih Yaitu DJI Zenmuse H20T

Keunggulannya adalah:

  1. High Res-Grid Photo, Memungkinkan pengambilan beberapa gambar mendetail yang diambil dari satu titik yang sama secara otomatis.
  1. AI Spot – Check, Objek yang menarik dapat ditandai selama misi penerbangan, kemudian (melalui algoritme AI onboard) posisi target, sudut, framing, dan orientasi dapat direplikasi secara otomatis untuk misi mendatang.

Selain hasil survei yang lebih akurat, Penggunaan UAV dengan sensor H20T juga memiliki keuntungan untuk dapat terbang lebih rendah dan lebih dekat ke objek survei, sehingga menghasilkan gambar yang lebih detail dan waktu penyelesaian survei yang lebih cepat. PT.KHS juga didukung dengan pilot yang handal dan bersertifikat sehingga anda tidak perlu khawatir terkait hasil dan keamanan saat proses survei. Tunggu apa lagi? Silahkan hubungi kami, PT. Kreasi Handal Selaras yang dapat memenuhi kebutuhan survei thermal perusahaan anda.  

Untuk informasi lebih lanjut tentang Jasa Survei Thermal, silakan hubungi kami. Paket informasi lengkap dapat disediakan berdasarkan permintaan.

REFERENSI

  1. Geoscan. Thermal Imaging survey dalam https://www.geoscan.aero/en/services/teplovizor diakses pada 10 November 2022.
  2. https://skyrevolutions.co.uk/what-is-a-thermal-survey/ diakses pada 10 November 2022.
  3. Red Current. Thermographic surveys dalam https://www.red-current.com/thermal-imaging-surveys diakses pada 10 November 2022.
  4. Heli surveis. Thermal Imaging surveis. https://www.helisurveis.com.au/thermal-surveys diakses pada 10 November 2022.
  5. Sadiyah, Iis Halimatus. 2021. Mengenal Thermal Camera dan Cara Kerjanya. https://akurat.co/mengenal-thermal-camera-dan-cara-kerjanya?page=1 diakses pada 21 November 2022.
  6. Syaiful. 2020. Thermal Camera – Cara Kerja Infrared Camera. https://testingindonesia.co.id/thermal-camera-cara-kerja-infrared-camera/ diakses pada 21 November 2022.

Mengenal Tahapan Cut And Fill Dalam Persiapan Lahan

Oleh: Arszandi Pratama, S.T, M.Sc, Tike Aprillia S.T dan Dandy Muhamad Fadilah, S.T

Dalam persiapan lahan untuk gedung atau konstruksi lainnya seperti jalan, bendungan, dan lainnya proses Cut and Fill sangat lah penting.  Cut and fill merupakan salah satu istilah dalam konstruksi yang dikenal dengan menggali dan menimbun. Jadi Cut and Fill merupakan proses pengerjaan tanah dimana sejumlah material baik tanah maupun bebatuan yang diambil dari tempat tertentu dan kemudian dipindahkan ke tempat lain agar tercipta elevasi yang diinginkan. Oleh karena itu, sebelum pengerjaannya dibutuhkan pengukuran dan perhitungan yang teliti. Proses ini umumnya dilakukan pengembang untuk melakukan perataan lahan yang berkontur sehingga pembangunan kawasan perencanaan lebih efisien.

Tujuan Cut and Fill

Umumnya tujuan Cut and Fill adalah untuk menciptakan permukaan tanah yang lebih rata agar proses konstruksi pembangunan lebih mudah. Berikut beberapa tujuan dari cut and fill:

  1. Mencegah terjadinya penurunan permukaan tanah
  2. Meratakan permukaan tanah
  3. Menyangga bebatuan di sekelilingnya agar tidak longsor atau amblas
  4. Memberikan akses ke area lain.

Faktor Yang Mempengaruhi Proses Cut And Fill

Dalam proses Cut and fill, ada banyak faktor yang mempengaruhi prosesnya. Salah satunya adalah kondisi tanah. Inilah salah satu bagian penting dalam konstruksi dimana tanah sendiri merupakan material yang terdiri dari agregat mineral-mineral padat. Material tersebut tersementasi satu sama lain disertai dengan bahan organik yang melapuk serta zat cair dan gas yang akan mengisi ruang antara partikel padat dalam tanah. Salah satu contoh jenis tanah adalah lempung. Tanah ini sifatnya adalah kohesif dan plastis. Kondisi material tersebutlah yang bisa mempengaruhi volume tanah serta proses pendistribusiannya. Keadaaan material tersebut bisa digambarkan ke dalam beberapa kondisi, yaitu:

  • Keadaan asli, maksud dari “keadaan asli” adalah suatu kondisi material sebelum dilakukan pengerjaan atau ketika masih dalam ukuran alam. Keadaan inilah yang digunakan sebagai dasar perhitungan jumlah pemindahan.
  • Keadaan lepas adalah suatu kondisi tanah setelah diadakan pengerjaan. Contohnya adalah tanah yang berada di depan dozer blade ataupun di atas dump truck. Dalam kondisi ini ada penambahan rongga udara di antara butiran-butiran tanah. Hal ini membuat volume menjadi lebih besar.
  • Keadaan padat, keadaan ini adalah ketika material ditimbun dan dilakukan proses pemadatan. Pada kondisi ini maka terjadi perubahan volume karena adanya penyusutan rongga udara diantara partikel-partikel tanah yang membuatnya berubah ukuran meskipun beratnya tetap. Volume tanah setelah dilakukan pemadatan bisa jadi lebih besar maupun lebih kecil yang tergantung pada usaha pemadatan yang dilakukan.

Pada kedua proses cut and fill, maka dibutuhkan alat berat. Operator khusus juga dibutuhkan dalam pendistribusian tanah ini. Hal ini akan mendukung kerja konstruksi khususnya dalam mengawali sebuah proyek. Hal ini akan menjadi salah satu faktor penentu besaran budget proyek sampai dengan keberhasilan konstruksi yang dijalankan.

Pengaplikasian Metode Cut And Fill

  • Contoh pengaplikasian cut and fill yaitu saat pembukaan lahan baru, dimana sebelum melakukan kegiatan konstruksi bangunan akan dilakukan proses cut and fill agar sesuai dengan level yang diinginkan. Misalnya pembangunan gedung baru, pembuatan pondasi dan pekerjaan-pekerjaan sipil lainnya.
  • Pada pekerjaan pembuatan jalan, proses cut and fill dilakukan agar kondisi jalan rata, sesuai elevasi dan lebar yang diinginkan. Misalnya pembuatan jalan yang mana harus memotong tebing, ataupun memotong level tanah agar sesuai dengan rencana tebal limestone dan beton.
  • Cut and fill pada pertambangan dilakukan untuk mengambil material alam yang berharga. Kemudian bekas galian akan di urug kembali dengan tanah bebatuan agar dinding tanah tidak ambruk.

Tahapan Perencanaan Proses Cut And Fill

Dalam sebuah pembangunan atau pembukaan lokasi baru dalam konstruksi selalu berkaitan dengan proses penggalian tanah (cut) dan pengurugan tanah (fill). Dalam hal ini, maka pekerjaan tanah dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis contoh data permukaan tanah yaitu permukaan tanah asli (original ground) dan permukaan tanah yang direncanakan (design ground). Berikut merupakan langkah-langkah perencanaan cut and fill suatu lahan yang akan dikerjakan:

Gambar Langkah Perencanaan Cut And Fill

Sumber: Angga Nugraha dalam Perencanaan Cut And Fill (Teknik Sipil dan Lingkungan IPB)
  1. Original Ground

Yang dimaksud adalah peninjauan lokasi lahan existing yang akan dieksekusi atau dilakukan pembangunan sesuai peruntukannya. Hal ini agar diketahui lokasi tersebut berada dimana, akses jalan ataupun prasarana yang ada disana seperti apa, kondisi lingkungan, kondisi tanah serta data-data pendukung lainnya bagaimana, yang kemudian akan digunakan untuk perencanaan pembangunan lahan (design ground) serta faktor inilah akan menjadi penentu awal yang mempengaruhi besar kecilnya biaya yang akan dibutuhkan untuk pembangunan sesuai peruntukannya.

Contoh Data Ground Existing Yang Disurvei Menggunakan UAV LiDAR.

Sumber: Olahan Data PT. Kreasi Handal Selaras, 2022.

  1. Surveying/ Pengukuran Lahan

Langkah selanjutnya setelah peninjauan lokasi, maka dilakukanlah pengukuran lahan baik secara manual maupun menggunakan alat ukur seperti Lidar, theodolite, atau GPS maupun alat ukur lainnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui secara presisi bentuk kontur lahan maupun batas lahan di lokasi tersebut. Hasil ini digunakan untuk menentukan perencanaan cut and fill lahan, penyediaan prasarana seperti jalan, instalasi air maupun titik-titik bangunan yang akan dibangun.

Contoh Kegiatan Survei Tim PT Kreasi Handal Selaras Dalam Pengambilan Data Untuk Membuat Kontur Menggunakan GPS Dan UAV LiDAR.

Sumber: Kegiatan survey kontur menggunakan GPS dan UAV LiDAR yang dilakukan PT. Kreasi Handal Selaras, 2022.

(Catatan Penulis: Hal ini tidak perlu dilakukan apabila lokasi lahan sudah mempunyai peta situasi yang terdapat garis-garis konturnya)

  1. Pengolahan Data Hasil Survey dan Perencanaan Lahan (Ground Design)

Data yang telah didapat dari hasil survei atau pengukuran lahan kemudian diolah agar dapat disajikan secara visual sehingga memudahkan dalam tahap pembangunan maupun perencanaan biayanya. Sebagai contoh, data lahan didapat dengan mengukur lahan menggunakan alat theodolite, kemudian data tersebut diinput kedalam software yang dapat menyajikan kontur seperti Surfer, CAD,  ataupun software-software GIS lainnya. Hasil pengolahan data tersebut dapat digunakan untuk merencanakan bangunan apa saja yang akan dan perlu disediakan disana, jenis prasarana apa saja yang perlu dibuat disana, instalasi airnya seperti apa agar dapat menyediakan kebutuhan air di lokasi tersebut serta titik-titik bangunannya yang akan dibangun di lokasi mana sehingga besarnya cut and fill tanah dapat menyesuaikan.

Contoh Pengolahan Data Hasil Survey Di Software Autocad

Sumber: Olahan Data PT. Kreasi Handal Selaras, 2022.

Contoh Gambar Penampang Galian (Cut) dan Timbunan (Fill)

Sumber: Angga Nugraha dalam Perencanaan Cut And Fill (Teknik Sipil dan Lingkungan IPB)

(Catatan Penulis: Perhitungan kebutuhan volume cut and fill dapat juga dilakukan manual dengan cara menghitung secara matematis tergantung kontur atau bentuk lahannya, misalnya berbetuk persegi yang tinggal mengitung volume persegi (p x l x t), misal berbetuk trapesium tinggal menggunakan rumus volume trapesium maupun lainnya, kuncinya terdapat pada data pengukuran lahan)

Contoh Gambar Penampang Galian (Cut) dan Timbunan (Fill)

Sumber: https://jasapengurukantanah.blogspot.com/p/cut-fill-land.html

Dari proses ini akan didapatkan jumlah volume yang perlu digali dan ditimbun, yang kemudian dapat digunakan dalam perhitungan RAB.

  1. Perhitungan RAB (Rencanan Anggaran Biaya)

Setelah diketahui kontur tanah dan dibuat desain perencanaan bangunan apa saja yang akan dibangun dan disediakan disana, maka dapatlah dihitung besarnya jumlah biaya yang perlu dikeluarkan terutama untuk hal paling pertama yaitu besarnya biaya cut and fill di lahan tersebut sesuai volume yang telah dihitung dan didapat dari data pengukuran dan pengolahan data.

(Catatan Penulis: untuk perhitungan RAB Cut and Fill diperlukan juga pengetahuan mengenai estimasi sewa alat yang dibutuhkan. Misal dalam cut, maka dibutuhkan excavator untuk menggali tanah, truk untuk mengangkut tanah yang dibuang, dozer untuk perataan tanah, serta biaya penyewaan area buangan tanah. Sedangkan untuk fill, maka dibutuhkan tanah untuk menimbun (dimana perhitungan tanah harus dikalikan waste, misal kebutuhan sesuai perhitungan adalah 1 m3, maka dibuatlah harga pembelian tanah sebanyak 1.2 x volume yaitu 1 m3 sehingga kebutuhan timbunan perhitungan 1 m3 perhitungan sama dengan 1.2 m3 total tanah real yang dibutuhkan dilapangan), truk untuk mengakut tanah ke lokasi, dozer untuk pemadatan dan perataan tanah)

Contoh Gambar Penampang Galian (Cut) dan Timbunan (Fill)

Sumber: Angga Nugraha dalam Perencanaan Cut And Fill (Teknik Sipil dan Lingkungan IPB)

(Catatan Penulis: Dalam proses cut and fill yang baik adalah saat mengcut tanah/menggali tanah, tanah galian tersebut harus bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mengfill tanah/menimbun tanah di titik bagian lokasi lain yang membutuhkan untuk ditimbun, hal ini bertujuan agar biaya cut fill dapat ditekan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi overcost dikarenakan metode ini dapat mengurangi jumlah biaya untuk pembuangan tanah maupun biaya untuk pembelian tanah timbunan)

  1. Eksekusi/ Pelaksanaan Pembangunaan

Tahap terakhir setelah tahap-tahap diatas didapat, maka dilakukan pada tahap pembangunannya sesuai dengan rencana.

Penutup

Cut and fill sangat penting dalam proses perencanaan pembuatan perumahan, jalan, atau kegiatan konstruksi lainnya. Perencanaan cut and fill ini tidak sesederhana menggali dan menimbun saja. Kesalahan pengukuran dan perencanaan dalam tahapan ini dapat mengakibatkan banjir, longsor, dan hal lainnya. Salah satu hal terpenting lainnya adalah pada saat peninjauan lokasi dan pengukuran lahan. Dengan data yang presisi maka dapat membantu memperlancar proses kegiatan cut and fill. Selain itu, aspek perencanaan kedepannya  juga sangat terkait dalam cut and fill.

PT. KHS berpengalaman dalam melakukan survei topografi yang dibutuhkan dalam proses cut and fill. Penggunaan teknologi LiDAR dapat membantu proses cut and fill lebih cepat dan tepat. PT.KHS juga didukung dengan pilot yang handal dan bersertifikat dengan harga jasa yang bersahabat. Tunggu apa lagi? Silahkan hubungi kami, PT. Kreasi Handal Selaras yang dapat memenuhi kebutuhan survei topografi untuk proses cut and fill dalam proyek perusahaan anda. 

Untuk informasi lebih lanjut tentang Jasa Survei dan Pemetaan, silakan hubungi kami. Paket informasi lengkap dapat disediakan berdasarkan permintaan.

REFERENSI

  1. https://www.rei.or.id/newrei/berita-standar-ganda-beleid-cut-and-fill.html#:~:text=Dalam%20usaha%20properti%2C%20Cut%20and,pembangunan%20kawasan%20perumahan%20lebih%20efisien. Diakses pada 2 Oktober 2022.
  2. https://www.greenplanet.co.id/index.php/ind/single?id=166&category=Cut+and+Fill+Proyek Diakses pada 2 Oktober 2022.
  3. https://alitmix.com/mengenal-cut-and-fill-dan-perhitungan-volumenya/ Diakses pada 2 Oktober 2022.
  4. https://www.slideshare.net/AnggaNugraha15/perencanaan-cut-and-fill-lahan Diakses pada 2 Oktober 2022.
  5. https://www.jasaurug.com/read/cut-and-fill-lahan-proyek Diakses pada 2 Oktober 2022.
  6. https://jasapengurukantanah.blogspot.com/p/cut-fill-land.html .Diakses pada 2 Oktober 2022.
  7. Hasil survei lapangan dan analisis dari Tim Kreasi Handal Selaras, 2022.

LiDAR (Light Detection and Ranging)

Oleh : Tike Aprillia, S.T dan Rabby Awalludin, S.T

LiDAR atau juga dikenal sebagai LADAR adalah akronim untuk light detection and ranging. LiDAR adalah teknologi yang menerapkan sistem penginderaan jauh sensor aktif untuk menentukan jarak dengan menembakkan sinar laser yang dipasang pada wahana pesawat. Jarak didapatkan dengan menghitung waktu antara ditembakkannya sinar laser dari sensor sampai diterima kembali oleh sensor.

Teknologi light detection and ranging (LiDAR) saat ini telah banyak dikembangkan. Output LiDAR berupa data tiga dimensi (3D) dengan akurasi yang cukup tinggi dan pengambilan data yang lebih cepat menjadikan teknologi ini mulai banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang. Sehingga, teknologi ini dapat digunakan sebagai alternatif dari teknologi pemetaan secara konvensional (pemetaan terestris).

Pada area pengukuran yang luas, LiDAR akan sangat efisien digunakan dibandingkan dengan metode pemetaan konvensional. Hal ini karena waktu pengambilan dan pemrosesan data dapat dilakukan lebih cepat. Selain itu output LiDAR sudah dalam bentuk digital, sehingga tidak perlu dilakukan proses digitalisasi.

Pada perkembangan awalnya, LiDAR dibawa oleh wahana pesawat udara atau disebut dengan Airborne LiDAR. Namun karena biaya sewa pesawat cukup mahal, maka dikembangkanlah wahana pesawat tanpa awak yang dapat membawa sensor LiDAR. Pesawat tanpa awak ini dikenal juga sebagai Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Dimana wahana yang dimaksud dapat terbang sesuai dengan perencanaan terbang (autopilot) dan dapat melakukan pengambilan data LiDAR. Berikut beberapa contoh UAV dan sensor yang digunakan untuk survei LiDAR:

Gambar 1. Sensor LiAir 220
Gambar 2. Lidar Livox dengan DJI Matrice 300 RTK

Data yang dihasilkan dari akuisisi data LiDAR yaitu data dalam bentuk point cloudPoint cloud merupakan kumpulan titik yang mewakili bentuk atau fitur tiga dimensi (3D). Setiap titik memiliki koordinat X, Y, dan Z. Ketika terdapat banyak kumpulan point cloud yang disatukan, maka point cloud tersebut akan membentuk suatu permukaan atau objek dalam bentuk 3D. Sehingga topografi dari area yang disurvei dapat langsung terlihat.

Gambar 3. Point Cloud Tergeoreferensi

LiDAR dapat memperoleh data di bawah kanopi pohon. Hal ini lah yang menjadi keunggulan LiDAR dibandingkan dengan fotogrametri dan pemetaan menggunakan citra satelit. Meskipun tidak semua data di bawah kanopi pohon dapat diperoleh, tetapi data tersebut dapat dijadikan sampel titik permukaan tanah di daerah yang berpohon tersebut. Hal ini karena LiDAR menggunakan sinar laser, sehingga selama masih ada celah cahaya yang bisa menembus ke bawah kanopi pohon, maka data LiDAR dapat diperoleh.

Gambar 4. Data ground dibawah pohon rimbun yang terambil oleh LiDAR.

Data point cloud dapat digunakan untuk membuat model tiga dimensi permukaan bumi (3D), seperti digital terrain model (DTM), digital surface model (DSM), dan normalized digital surface model (NDSM). Namun, sebelumnya point cloud harus diklasifikasikan menjadi ground point dan non-ground point terlebih dahulu. Ground point adalah point cloud yang membentuk permukaan bumi, tanpa objek-objek diatasnya seperti vegetasi, rumah, dll. Sedangkan non-ground point adalah point cloud yang membentuk objek-objek diatas permukaan bumi, seperti vegetasi, rumah, dll. Ground point ini akan digunakan untuk membuat DTM, sedangkan non-ground point akan digunakan untuk membentuk DSM dan NDSM. Selain itu, DEM yang dihasilkan pun dapat digunakan lagi untuk membuat garis kontur.

Digital Terrain Model (DTM) merupakan penyajian persebaran titik diskrit yang merepresentasikan distribusi spatial elevation permukaan yang berubah-ubah dengan referensi datum tertentu. DTM menyajikan permukaan bumi tanpa menampilkan fitur vegetasi, bangunan, dan struktur buatan manusia yang lainnya.

Gambar 5. Digital Terrain Model (DTM).

Digital Surface Model (DSM) adalah model permukaan bumi yang meluputi fitur alami maupun buatan manusia, misalnya gedung, vegetasi, dan pepohonan. DSM juga merupakan model elevasi topografis permukaan bumi yang memberi batas acuan yang benar secara geometris. DSM menggambarkan puncak fitur yang terdapat di atas bare earth.

Gambar 6. Digital Surface Model.

Normalized Digital Surface Model (NDSM) adalah penyajian model elevasi objek pada permukaan datar. Model ini diperoleh dari perbedaan antara DSM dan DEM. NDSM dihitung dengan cara mengurangkan DSM dengan DEM. Penghitungan ini akan didapatkan tinggi objek yang ada di atas permukaan tanah.

Gambar 7. Normalized Digital Surface Model (NDSM).

Garis kontur adalah garis khayal pada peta yang meghubungkan titik-titik dengan ketinggian yang sama. Garis kontur disajikan di atas peta untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah, juga untuk memberikan informasi slope (kemiringan tanah), irisan profil memanjam permukaan tanah terhadap jalur proyek, dan perhitungan galian serta timbunan (cut and fill) permukaan tanah.

Gambar 8. Garis Kontur 0.5 m.

Teknologi LiDAR yang menghasilkan output dengan akurasi data yang cukup akurat dan presisi, menjadikan teknologi ini mulai banyak digunakan. Berikut adalah aplikasi LiDAR dalam beberapa bidang:

  • Pemodelan Banjir

Dalam pemodelan banjir, LiDAR berperan dalam membentuk digital terrain model (DTM). DTM yang dihasilkan dari LiDAR memiliki kualitas data dan resolusi spasial yang lebih baik dibandingkan dengan citra satelit. DTM ini berfungsi untuk membentuk model geometri sungai yang akan digunakan pada tahapan simulasi banjir.

  • Mitigasi dan Pemantauan Tanah Longsor

Pada pemantauan tanah longsor, pengambilan data LiDAR dilakukan secara berkala dalam selang waktu tertentu. Pergerakan tanah dapat dipantau dari perubahan data yang didapatkan. Pemantauan tanah longsor menggunakan LiDAR akan menghasilkan model tiga dimensi dari lereng yang diamati.

  • Pemetaan Kawasan Hutan

Sinar laser yang dipancarkan oleh LiDAR dapat menembus celah-celah kecil pada kanopi pohon. Hal ini menjadikan LiDAR dapat merekam data di bawah kanopi pohon. Sehingga, dengan menggunakan LiDAR dapat dihasilkan DEM pada kawasan hutan. DEM dalam pemetaan kawasan hutan digunakan untuk menentukan zonasi bahaya kebakaran hutan.

  • Survei Pertambangan

Pada survei pertambangan LiDAR digunakan untuk memantau kemiringan lereng, menghitung volum stock pile, dan melakukan cut and fill.

  • Deteksi Bahaya Pada Jalur Transmisi Listrik

Output LiDAR yang dapat dikembangkan untuk kepentingan PLN yaitu point cloud tergeoreferensi, DTM, dan kontur. Point cloud dapat digunakan untuk analisis bahaya objek-objek pada jalur di sekitar kabel listrik dan SUTET atau SUTT. DTM dan kontur dapat digunakan untuk perencanaan desain pembuatan jalur listrik.

Gambar 9. Rincian Detail Dari Daftar Indikasi Bahaya (Kritis) Hasil Analisis.

  • Perencanaan Pembangunan Perumahan.

Data Lidar dapat memberikan data kontur sampai dengan 1:1.000 atau rentan 0,5m. Perencanaan “cut and fill” dapat di rencanakan dengan baik sehingga biaya untuk pematangan lahan bisa di optimalkan dari aset tanah yang ada. Perencanaan untuk infrastruktur kawasan seperti jalan dan drainase juga bisa bersamaan dilakukan. Selain itu DTM hasil dari data LiDAR dapat digunakan untuk analisis hidrologi di area perumahan yang dibangun.

  • Pemetaan Geohazard

DTM hasil dari pengolahan data LiDAR dapat digunakan untuk mengetahui besar kemiringan lereng (slope) dan arah pergerakan lereng (aspect). Data slope dan aspect selanjutnya dapat digunakan untuk analisis arah pergerakan tanah.

  • Inventarisasi Pohon

Inventarisasi pohon dapat dilakukan dengan survei lidar dengan kondisi area yang disurvei memiliki pohon dengan jenis, umur, dan jarak antar pohon yang sama. Analisis ini menggunakan point cloud dan data NDSM dari output LiDAR. Hasil analisis yang didapatkan yaitu jumlah, tinggi, dan diameter crown pohon.

Canopy Height Model (Chm) Menggunakan Survei Fotogrametri Untuk Perhitungan Tinggi Pohon

Oleh : Rabby Awalludin, ST

Kemunculan fotogrametri dengan menggunakan pesawat nirawak (UAV) menjadi jalan baru penggunaan metode fotogrametri dalam analisis lingkungan seperti lingkungan hutan dan daerah sulit terjamah oleh metode akuisisi lainnya. Jika dibandingkan dengan pengukuran fotogrametri dengan kamera metric dan penerbangan dengan ketinggian tinggi maupun dengan survey berbasis LiDAR, metode ini tetap memiliki resolusi spasial dan temporal yang tinggi [1].

CHM atau Canopy Height Model merupakan representasi dari tinggi pohon pada wilayah pengukuran. Tinggi pohon diukur melalui jarak antara ground (permukaan) dengan titik tertinggi pohon. Untuk daerah dengan tutupan lahan yang secara keseluruhannya merupakan pepohonan, tidak diperlukan tindakan lebih lanjut sebelum CHM dikalkulasi. Beda hal jika terdapat perumahan atau bangunan dalam area tersebut, untuk kondisi ini diperlukan pembersihan terlebih dahulu data tersebut.

Muncul pertanyaan, apa saja yang dapat kita lakukan dengan adanya CHM ini? Banyak pemanfaatan yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam berbagai fungsi pemetaan dan analisis spasial (keruangan). Beberapa diantaranya sebagai berikut [2]:

  1. Evaluasi resiko tinggi vegetasi terhadap saluran listrik
  2. Memantau penebangan dan pemulihan hutan
  3. Menilai kesesuaian habitat untuk satwa liar
  4. Mengidentifikasi lokasi pohon-pohon yang memenuhi syarat masuk dalam kategori pohon besar (klasifikasi pohon hutan)
  5. Mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan pohon hutan industri

CHM merupakan hitungan turunan dari Digital Elevation Model (DEM) dan Digital Surface Model (DSM). Nilai CHM dapat diketahui dengan banyak cara, salah satunya adalah dengan melakukan pengurangan nilai DSM oleh DEM. DSM yang merupakan representasi dari nilai ketinggian keseluruhan objek di permukaan bumi dihilangkan permukaan tanahnya (ground) oleh DEM sehingga dihasilkan nilai ketinggian dari objek yang dihitung nol dari permukaan tanah. Secara singkat perhitungan nilai CHM dilakukan dengan cara berfikir seperti berikut:

DSM – DEM = CHM

Sebelum dapat menghasilkan nilai CHM dari DSM dan DEM, tentunya terdapat beberapa langkah dan metode yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Sebelum menghasilkan nilai DSM, diperlukan data PointCloud, yang dapat dihasilkan dengan menggunakan metode fotogrametri maupun LiDAR. Secara singkat dengan menggunakan metode fotogrametri dapat dijelaskan sebagai berikut [3]:

Dilakukan aerial triangulation untuk mendapatkan nilai posisi dan ketinggian objek dari foto-foto yang diambil dengan menggunakan metode fotogrametri. Hasil ini berupa Sparse Point Cloud yang merupakan titik jarang yang merepresentasikan posisi suatu objek.


Nilai titik jarang tersebut kemudian diperbanyak sehingga menghasilkan titik-titik dengan kerapatan padat yang disebut dengan istilah Dense Point Cloud.

Interpolasi Dense Point Cloud yang menghasilkan Digital Surface Model (DSM)

Dilakukan proses klasifikasi, otomatis maupun manual yang menghasilkan data ketinggian Ground (DEM)

Kombinasi antara DSM dan DEM sehingga menghasilkan CHM

Perhitungan nilai CHM dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS, Global Mapper, Simactive, dan perangkat lunak pengolahan data spasial lainnya. Perhitungan dilakukan secara otomatis dengan menggunakan bahasa pemrograman yang terdapat pada masing-masing perangkat lunak.

Nilai ketelitian dari tinggi pohon yang diperoleh dengan menggunakan CHM dapat diperoleh dengan cara membandingkan beberapa sampel yang sama antara CHM dan data lapangan yang dipilih secara acak. Nilai ketelitian dari CHM sangat berpengaruh terhadap beberapa faktor, diantaranya:

·         Nilai GSD (Ground Sample Distance)

Seperti yang kita ketahui bersama, nilai GSD merupakan ukuran resolusi piksel dari hasil foto udara, baik foto udara dengan kamera metrik maupun foto udara dengan kamera non metrik. Model permukaan bumi terbentuk dari data elevasi digital dalam tiga dimensi (X, Y, Z). Data elevasi digital ini disimpan dalam format piksel grid (raster). Setiap piksel mempunyai nilai elevasi yang mewakili ketinggian titik di permukaan bumi. Semakin besar nilai GSD pada foto udara, maka resolusi spasial yang dihasilkan akan semakin rendah, dan tingkat kedetailan dari objek-objek pada foto udara akan semakin berkurang [4]. Jika GSD yang digunakan besar (resolusi rendah), nilai tinggi yang direpresentasikan oleh CHM menjadi buruk. Hal ini dipengaruhi dengan besarnya GSD, nilai tertinggi sebenarnya dari pohon tidak dapat didefinisikan dengan jelas. Sehingga representasi hasil tinggi kurang atau tidak mendekati nilai tinggi sebenarnya di lapangan.

·         Kualitas GCP

Kualitas Ground Control Point atau GCP juga ikut andil dalam ketelitian dari CHM yang dihasilkan. GCP berpengaruh dalam menentukan kedekatan posisi termasuk posisi horizontal dan vertikal dari objek pengamatan dalam hal ini pohon. Semakin baik kualitas GCP, maka akan semakin baik pula posisi dari objek pengamatan, yang secara langsung juga berpengaruh terhadap nilai CHM yang dihasilkan.

 ·         Nilai Pembanding

Nilai ketelitian hasil suatu metode didapatkan dengan membandingkan dengan hasil metode lainnya. Namun nilai pembanding tersebut harus memiliki nilai yang lebih dipercaya sehingga jika hasil metode yang dibandingkan semakin mendekati pembanding, maka metode tersebut dapat digunakan. Misalkan nilai CHM dibandingkan dengan hasil pengukuran lapangan. Metode perhitungan yang dilakukan dalam pengukuran lapangan haruslah metode yang memiliki nilai kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.

Jonathan Lisein, Stephanie Bonnet and Philippe Lejeune dari Universitas Liege – Gembloux Agro-Biotech melakukan penelitian mengenai ketelitian CHM dengan menggunakan metode fotogrametri dengan pesawat nirawak (UAV) yang dibandingkan dengan pengukuran tinggi di lapangan [3] . Didapatkan hasil seperti pada tabel berikut :

Resolusi/GSDRMSE
25cm2.1m

Dari hasil yang didapatkan, dapat ditarik kesimpulan berupa:

  1. Penggunaan DEM dengan resolusi rendah dan akurasi yang tidak diketahui merusak nilai presisi dari DSM itu sendiri.
  2. Rekonstruksi Tiga Dimensi pohon rapat dengan menggunakan foto bergantung pada kuat dan arah angin yang menyebabkan pergerakan daun, serta pengulangan bentuk pada kanopi hutan yang padat dan berdaun lebar, keduanya dapat menghambat/membingungkan dalam proses pembentukan dense point cloud.
  3. Hasil co-registrasi DSM dan DTM untuk kawasan hutan tidak ketat secara ilmiah, karena kurangnya visibilitas tanah (tinggi vegetasi = 0) pada DSM.
  4. Penggunaan fotogrametri untuk kawasan hutan rentan terhadap error, karena nilai tanah dibawah pohon tidak terlihat.

Kerapatan point cloud dapat mempengaruhi ketelitian dari nilai tinggi yang dihasilkan. Dapat terlihat pada gambar berikut:

Sumber : www.mpdi.com

Secara keseluruhan, metode menentukan ketinggian pohon (CHM) dengan menggunakan metode survei fotogrametri cukup efektif dan efisien jika dilakukan untuk menghasilkan data dengan ketelitian yang cukup baik. Untuk dapat memastikan layak atau tidaknya metode ini dilakukan, diperlukan pemilihan metoda akuisisi dan pengolahan data yang tepat seperti proses klasifikasi point cloud, spesifikasi alat, nilai GSD yang digunakan, metode pembanding yang digunakan, penggunaan parameter dalam pengolahan data pada perangkat lunak pengolahan data yang digunakan, dsb.

Sumber Referensi :

[1] Watts A.C., Ambrosia V.G., Hinkley E.A. [2012]. Unmanned Aircraft Systems in Remote Sensing and Scientific Research: Classification and Considerations of Use. Remote Sensing 4 (6), 1671–1692.

[2] https://www.earthdefine.com/spatialcover_chm/

 [3] https://orbi.uliege.be//bitstream/2268/129781/1/ModeleNumCanopee_drone_poster.pdf

 [4] https://www.handalselaras.com/ground-sampling-distance-gsd/

PRESISI VS AKURASI PADA DATA LIDAR

Tike Aprillia Hartini

Keyword: presisi, akurasi, LiDAR (Light Detection and Ranging).

Dalam melakukan suatu pengukuran, untuk memastikan hasil ukuran yang didapatkan baik atau tidak digunakan istilah presisi dan akurasi. Presisi adalah tingkat konsistensi dari pengamatan yang ditentukan dari besarnya perbedaan dalam nilai data yang dihasilkan. Presisi sangat ditentukan oleh kestabilan kondisi pengamatan, kualitas alat, kemampuan dari pengamat, dan prosedur pengamatan. Sedangkan akurasi adalah tingkat kedekatan dari nilai pengamatan dengan nilai sebenarnya. Nilai sebenarnya dari suatu pengukuran tidak pernah dapat ditentukan, sehingga akurasi selalu tidak diketahui. [1] Namun, untuk mendekati nilai yang dianggap benar sering kali digunakan nilai rata-rata dari keseluruhan data yang diukur. Sehingga, hasil pengukuran akan memiliki tingkat akurasi yang tinggi apabila mendekati nilai rata-rata. Perbedaan presisi dan akurasi dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini:

Gambar 1. Akurasi dan Presisi.[1]

(1a) Akurat dan Presisi, (1b) Akurat, (1c) Presisi, (1d) Tidak Akurat dan Tidak  Presisi.

Presisi dan akurasi pun sering dikaitkan dengan kesalahan sistematis dan kesalahan acak. Kesalahan sistematis adalah kesalahan dengan kecenderungan menggeser semua pengukuran secara sistematis, sehingga nilai rata-rata secara konstan bergeser atau bervariasi dan dapat diprediksi perubahannya serta dapat dikoreksi. Sedangkan kesalahan acak adalah kesalahan dengan variasi nilai kesalahannya tidak terduga dan tidak dapat dikoreksi. Kesalahan acak ini dapat disebabkan karena faktor lingkungan di tempat pengukuran, seperti terjadi kebisingan, adanya kabut, dan getaran sehingga mempengaruhi hasil pengukuran. Apabila hasil pengukuran memiliki nilai akurasi yang rendah, maka kemungkinan besar terdapat kesalahan sistematis pada alat pengukuran. Sehingga diperlukan kalibrasi pada alat tersebut. Apabila hasil pengukuran memiliki nilai presisi yang rendah, kemungkinan besar terdapat kesalahan acak pada pengukuran yang dilakukan.

Dalam pengukuran LiDAR, presisi dan akurasi dapat dilihat dari sebaran data point cloud yang dihasilkan antar jalur terbang. Keakuratan data LiDAR dapat dilihat dari tingkat kedekatan point cloud dengan posisi aktual dari lingkungan yang dijelaskan. Sedangkan kepresisian dari data LiDAR dapat dilihat dari tingkat kekonsistenan point cloud antar jalur terbang pada titik yang sama. Sehingga, untuk mendapatkan nilai presisi ini harus dilakukan pengukuran lebih pada suatu objek. Oleh karena itu, pada saat melakukan akuisisi data lidar diperlukan pertampalan antar jalur terbang (sidelap dan overlap). Data LiDAR yang memiliki tingkat presisi yang tinggi akan menghasilkan point cloud yang lebih tipis karena memiliki jarak antar point cloud yang kecil dan memiliki sedikit noise.[2] Ilustrasi dari akurasi dan presisi dari data LiDAR dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Akurasi dan Presisi.[2]

Sehingga untuk mendapatkan hasil pengukuran yang mendekati nilai sebenarnya, kesalahan sistematik maupun acak harus dihindari agar tingkat akurasi dan presisi dari data yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. 

DAFTAR REFERENSI:

[1] Ghilani, Charles D dan Wolf, Paul R. 2006. Adjusment Computations Spatial Data Analysis. United States of America.

[2] Accuracy vs Precision. https://www.yellowscan-lidar.com/knowledge/wait-accuracy-vs-precision-isnt-rocket-science/?utm_source=hs_email&utm_medium=email&utm_content=81181499&_hsenc=p2ANqtz-9lnwORNL6_GfpxQre3qYVG3_Ykh7ZPDIctygB9BjeMocx-SeKScUmQ1DfHAia-2NGsymbjAHnuo2GoSb_CU-52hPyIMZV-oNjj-oPVj6w23CPnSpk&_hsmi=81181499, diakses pada tanggal 3 Februari 2020.

Aplikasi Survei Fotogrametri Menggunakan UAV Pada Hutan Tanaman Industri

Oleh: Rabby Awalludin

Dewasa ini perkembangan teknologi mendorong manusia untuk mengubah cara pandang dan pemikirannya terhadap pemanfaatan yang tepat guna terhadap teknologi itu sendiri. Pemanfaatan tepat guna ini tentunya bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan yang dilakukan. Beberapa hal yang awal mulanya dilakukan secara manual dengan waktu pengerjaan yang lama, kini mulai berangsur-angsur tergantikan dengan metode baru, yang mana metode ini mulai menerapkan otomatisasi menggunakan teknologi yang berkembang saat ini.

Tak terkecuali dalam sektor pertanian dan perkebunan hutan tanaman industri, penerapan teknologi berbasis digital juga sangat diperlukan saat ini demi peningkatan hasil produksi. Area yang sangat luas dengan tuntutan produksi yang cepat, mendorong teknologi masuk untuk menggantikan cara-cara lama yang sebelumnya dilakukan secara manual. Metode lama yang umum digunakan memanfaatkan kemampuan subjektif manusia yang mana penilaian subjektif tersebut cenderung berpeluang besar menyebabkan kesalahan-kesalahan blunder.  Kesalahan blunder merupakan hasil dari kesalahan yang disebabkan kecerobohan (kekurang hati-hatian) pengamat dalam mengamati/menganalisis objek. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan teknologi untuk dapat melengkapi kekurangan-kekurangan yang mungkin saja terjadi jika menggunakan metode-metode lama tersebut.  

Analisis yang dilakukan pada tanaman hutan industri seperti perhitungan jumlah pohon, penilaian subjektif manusia terhadap kesehatan tanaman, perhitungan tinggi pohon, dan analisis objek lainnya akan sangat bergantung terhadap kemampuan analisis dari si pengamat itu sendiri. Sehingga untuk meningkatkan akurasi dari data analisis yang dihasilkan, maka diperlukan kemampuan teknologi yang mumpuni dan dapat diandalkan. Kebutuhan tersebut sekarang dapat teratasi dengan memanfaatkan metode pemetaan yang menggunakan wahana terbang yang dikenal dengan teknologi pemetaan menggunakan metode fotogrametri.

Fotogrametri Dalam Pemetaan

Fotogrametri merupakan suatu metode yang dapat menghasilkan data dan informasi dari objek fisik di permukaan bumi dengan menggunakan kamera yang dipasang pada wahana terbang. Metoda ini sangat menjanjikan saat ini dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya. Beberapa keuntungan yang diberikan adalah sebagai berikut:

  1. Cakupan area yang luas
  2. Waktu yang singkat
  3. Cost rendah
  4. Akses yang mudah dari udara
  5. Menggambarkan detail yang besar

Dengan berbagai keunggulan yang telah disebutkan diatas, teknologi survei ini menjadi primadona dalam dunia pemetaan saat ini. Teknologi ini dapat menghasilkan peta foto yang sangat membantu dalam analisis-analisis spasial yang dibutuhkan dalam berbagai bidang seperti pertambangan, perminyakan, hutan industri, dsb. Selain itu hasil dari fotogrametri juga dapat menyajikan informasi berupa tinggi suatu objek, baik tinggi tanaman maupun topografis daerah yang dipetakan. Sektor industri yang saat ini cukup banyak memanfaatkan teknologi ini adalah industri kelapa sawit dan beberapa tanaman industri lainnya seperti akasia dan eukaliptus.

Penggunaan fotogrametri dalam pemetaan dengan pesawat tanpa awak atau drone atau yang lebih dikenal dengan sebutan UAV (Unmanned Aerial Vehicle) berkembang pesat pada dekade ini. UAV merupakan wahana terbang yang dikontrol oleh seorang pilot melalui remote control, dimana pilot tersebut dapat melakukan kontrol terhadap wahana terbang tanpa harus naik diatasnya. Berdasarkan jenis alat penggeraknya, UAV dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu UAV Fixed Wing dan UAV Multirotor. UAV jenis Fixed Wing dilengkapi dengan sayap di kedua sisinya. UAV jenis ini sendiri memiliki beberapa bentuk dan ukuran, bergantung pada kegunaannya masing masing. Tenaga penggerak yang digunakan bersumber dari baterai dan dapat pula dengan menggunakan bahan bakar. UAV Multirotor adalah UAV yang menggunakan baling-baling (propellers) pada tiap lengannya. UAV jenis ini biasa dikenal dengan nama Multicopter dan untuk penamaan UAV jenis ini sendiri disesuaikan dengan banyaknya propeller atau baling-baling yang digunakan. UAV jenis ini menggunakan sumber tenaga berupa baterai dan merupakan jenis UAV terbanyak yang dijual di pasaran saat ini.

Penggunaan jenis UAV dalam pemetaan fotogrametri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti luasan area pengukuran, tinggi terbang, kondisi topografi wilayah dan ketepatan waktu yang dibutuhkan.  Pada tabel berikut akan dijabarkan kelebihan yang terdapat pada masing-masing UAV.

Kapabilitas Fixed Wing dan Multirotor

No.KapabilitasFixed WingsMultirotor
1Panjang line terbang (1 misi)± 60km±8km
2Tinggi Aman Maksimal300m150m
3Kecepatan Terbangcepat5-8m/s
4Lahan datar luasbutuhKurang butuh
5Kestabilan Terbang+
6Cakupan Wilayah (1 misi)besarkecil

Berdasarkan tabel diatas, jika melakukan survei fotogrametri dengan area yang luas serta waktu pengerjaan yang sedikit akan sangat efektif jika menggunakan UAV Fixed Wings. Namun jika membutuhkan hasil peta foto dengan nilai GSD yang kecil, maka sebaiknya menggunakan UAV multirotor.

Jenis-jenis UAV

Fotogrametri Pada Hutan Tanaman Industri

Berdasarkan data Kementrian Pertanian Republik Indonesia, total luasan lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia berada pada kisaran 14 juta hektar dengan laju pertumbuhan dari tahun 2016 ke tahun 2017 adalah sebesar 25,4%. Dikutip dari ekonomi.kompas.com, Dirjen Perkebunan Kementrian Pertanian, Bambang, pernah mengatakan bahwa tingkat produksi dari perkebunan sawit di Indonesia masih dibawah standar dengan rata-rata tingkat produksi  3,6 ton per hektar. Selain itu, masih ada potensi yang dapat dikembangkan untuk sektor ini di Indonesia. Dalam proses peningkatan produksi tentu diperlukan beberapa tindakan tepat guna. Peningkatan tingkat produksi dapat dilakukan dengan melakukan monitoring secara berkala guna melihat pertumbuhan dan perkembangan yang baik dari hutan kelapa sawit itu sendiri.

Secara manual, proses monitoring dilakukan dengan menerjunkan langsung pekerja dengan jumlah yang  banyak. Selain itu dengan luasan area yang besar ditambah dengan metoda yang dilakukan manual, penyajian data tentunya akan memakan waktu yang lama dan sangat riskan mengandung kesalahan-kesalahan. Untuk dapat mengurangi kemungkinan kesalahan serta pengefisienan waktu, saat ini fotogrametri dapat menjadi pilihan yang tepat.  Untuk pengerjaan dengan luasan area yang besar serta kepentingan peningkatan produksi hasil dibutuhkan teknologi seperti fotogrametri yang dapat menyajikan sumber data tepat guna sesuai dengan kebutuhan tersebut. Metode dengan teknologi fotogrametri dapat menghasilkan representasi gambar tegak suatu wilayah dalam bentuk peta foto (orthophoto) yang akan sangat membantu dalam proses analisis-analisis yang dibutuhkan seperti penentuan jumlah pohon, wilayah tanam kosong, kesehatan tanaman, dsb. 

Orthophoto atau peta foto awalnya dibuat dengan melakukan proses align atau penggabungan data citra foto yang sebelumnya telah diakuisisi. Kemudian proses align tersebut menghasilkan data sparse point cloud yang merupakan titik-titik jarang yang merepresentasikan titik objek yang memiliki kesamaan posisi dari tiap raw data foto yang berdekatan. Kemudian dilanjutkan dengan menghasilkan foto tegak/orthophoto yang selanjutnya akan dimanfaatkan dalam proses digitasi.

Digitasi merupakan proses mengkonversi data raster menjadi data vektor dimana pada data hasil digitasi tersebut dapat disertakan atribut atau informasi tambahan dari objek yang dimaksud. Pada saat ini, proses digitasi dapat dilakukan dengan menggunakan komputer yang lebih populer dengan sebutan Digitasi on Screen.  Sejauh ini penggunaan hasil dari teknologi fotogrametri dalam industri kelapa sawit adalah dalam analisis menghitung jumlah pokok pohon, kesehatan tanaman, blank spot (area tanam kosong), tinggi pohon dan kondisi topografis wilayah perkebunan. Proses digitasi untuk mendapatkan hasil analisis saat ini umumnya dilakukan secara manual on screen oleh interpretasi manusia dari peta foto (ortophoto/foto tegak) yang dihasilkan.  Jika dibandingkan dengan metoda lama dengan keharusan pengamat terjun langsung ke lapangan guna melakukan analisis, tentu saja metode fotogrametri ini sangat membantu dari segi efektifitas waktu survei dan efisiensi anggaran yang diperlukan. Selain itu, tingkat produksi pekerja menjadi lebih cepat dan efisien sehingga delivery data dapat lebih cepat dilakukan.

Secara garis besar tahapan pengolahan data pada proses penghitungan jumlah pohon sawit dengan metoda manual on screen adalah sebagai berikut:

Orthophoto dapat dihasilkan dengan menggunakan beberapa software pengolahan data foto seperti Agisoft Photoscan, Pix4DMapper, DroneDeploy, APS Menci, dsb. Kemudian dari hasil pengolahan orthophoto tersebut dilakukan pemotongan citra sesuai dengan yang luasan wilayah yang diinginkan. Proses interpretasi merupakan proses dimana objek yang terlihat pada orthophoto dibagi berdasarkan penampakan visualnya yang kemudian ditandai dengan melakukan proses digitasi. Sehingga akhirnya nanti didapatkan sebaran pohon dan analisis lainnya. Beberapa perangkat lunak yang umum digunakan dalam proses digitasi manual on screen adalah ArcGIS, qGIS, GlobalMapper, dsb.

Hasil Digitasi Pohon

Selain menggunakan cara digitasi manual on screen, penghitungan jumlah pohon dan analisis lainnya juga dapat dilakukan secara otomatis dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan. Tentu saja untuk dapat menghasilkan perangkat kecerdasan buatan membutuhkan waktu yang cukup lama dan data orthophoto yang banyak. Dalam hal ini kecerdasan buatan didesain untuk mengidentifikasi objek yang dianalisis terlebih dahulu melalui hasil digitasi manual on screen. Penggunaan kecerdasan buatan dapat mempercepat proses digitasi dan analisis lainnya karena semua proses dijalankan dengan prinsip otomatis.  Dari segi akurasi atau angka kepercayaan, metoda otomatis masih kurang dibandingkan dengan metoda manual on screen. Namun untuk meningkatkan angka kepercayaan dari data yang dihasilkan metoda otomatis, dapat dilakukan penggabungan antara metode digitasi manual on screen dan digitasi otomatis. Berikut tabel beberapa perbandingan antara metode otomatis dan manual on screen:

Aspek PenilaianOtomatisManual
Waktu+
Akurasi+
Identifikasi Pohon Belum Tumbuh+

Selain dengan menggunakan perangkat lunak dengan kecerdasan buatan yang dibuat sendiri, analisis juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan perangkat lunak pengolahan data yang dikhususkan untuk analisis sebaran pohon sawit seperti software berbayar eCognition Oil Palm Application.

Fotogrametri Pada Hutan Industri Akasia, Eukaliptus, Dll

Hasil produksi maksimal yang berlimpah merupakan target utama bagi setiap perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan tanaman industri. Untuk mencapai tujuan itu, tentunya perlu dilakukan langkah-langkah tepat guna yang meningkatkan keefisienan dan keefektifan jalannya proses hingga kegiatan produksi dilaksanakan. Penggunaan metode lama dengan prinsip sampling memiliki kemungkinan kesalahan yang besar, sehingga tidak dapat digunakan sebagai patokan atau dasar dari perhitungan perkiraan jumlah hasil produksi yang didapatkan.

Selain industri kelapa sawit, pemanfaatan teknologi fotogrametri juga dapat dilakukan pada tanaman industri lain seperti hutan tanaman industri akasia, eucalyptus, pinus, cemara dsb.  Beberapa analisis yang dapat dilakukan dengan menggunakan orthophoto hasil dari metode fotogrametri diantaranya adalah analisis titik tanam kosong (blankspot), jarak tanam, wilayah banjir, menghitung jumlah pohon, analisis pohon liar yang tumbuh di area tanam hingga sebaran gulma di area tanam.

Blank spot merupakan daerah kosong yang berada dalam kawasan tanam yang tidak ditumbuhi oleh tanaman inti. Blankspot menjadi indikator penentu maksimal atau kurang maksimalnya pemanfaatan luasan lahan yang dapat ditanami. Selain itu, blank spot juga dapat terjadi akibat matinya tanaman sebelum tumbuh dan berkembang sehingga menyebabkan kosongnya wilayah tersebut. Hal ini tentu harus dihindari untuk memaksimalkan produksi yang dihasilkan. Blankspot dapat dengan mudah dianalisis dengan melihat tampakan atas area tanam yang dapat dihasilkan dari survei fotogrametri (orthophoto).

Daerah banjir (flood area) dapat menjadi salah satu penyebab matinya tanaman sebelum tumbuh dan berkembang. Dengan analisis yang didapat dari proses digitasi on screen, flood area akan dapat dengan cepat ditangani. Selain flood area, keberadaan gulma juga dapat menjadi faktor penghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman, bahkan juga dapat menyebabkan tanaman mati sebelum tumbuh. Menurut Nasution (1986):”Gulma merupakan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia. Kerugian yang ditimbulkan antara lain pengaruh persaingan (kompetisi) mengurangi ketersediaan unsur hara tanaman mendorong efek allelophaty “. Zat allelophaty merupakan zat yang bersifat racun bagi tanaman sehingga harus ditanggulangi dengan cepat sebelum berefek besar. Dengan hasil fotogrametri, keberadaan gulma dan sebarannya dapat dengan mudah dianalisis sehingga dapat dilakukan tindak lanjut yang efektif dan efisien.

Sama halnya dengan tanaman kelapa sawit, otomatisasi dengan menggunakan kecerdasan buatan juga dapat dimanfaatkan untuk hutan tanaman industri lainnya. Namun lagi-lagi dibutuhkan waktu yang cukup lama dan data yang banyak untuk membiasakan kecerdasan buatan ini melakukan analisis terhadap objek seperti tanaman inti, daerah banjir, tanaman liar, blank spot, jalan, dan sebagainya secara otomatis.

Selain dengan menggunakan orthophoto, analisis lain dapat dilakukan dengan menggunakan data DEM yang juga dihasilkan dari olahan data fotogrametri. Digital Elevation Model (DEM) adalah gambaran model relief rupabumi tiga dimensi (3D) yang menyerupai keadaan sebenarnya di dunia nyata (real world) divisualisasikan dengan bantuan teknologi komputer grafis dan teknologi virtual reality. Terdapat tiga jenis data elevasi (ketinggian) yang dapat dijadikan sebagai data dasar analisis, yaitu data CHM (Canopy Height Model), DSM (Digital Surface Model), dan data DTM (Digital Terrain Model). CHM merepresentasikan ketinggian suatu objek dari permukaan bumi. Data ini diperoleh dengan melakukan proses pemotongan data DSM oleh data DTM. DSM merupakan bentuk digital dari permukaan tanah (termasuk objek diatasnya) sedangkan DTM merupakan representasi dari dari permukaan tanah yang tidak mengikutsertakan objek-objek yang berada diatasnya. Nilai tinggi objek yang dihasilkan CHM memungkinkan dilakukannya analisis mengenai apakah suatu tanaman memiliki tinggi rata-rata yang sama dengan tinggi tanaman yang seumuran dengannya yang kemudian data tersebut dapat dijadikan sebagai dasar analisis, apakah suatu tanaman tumbuh dan berkembang sesuai dengan rata-rata pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang seumuran dengannya pada umumnya.

Perbedaan Kenampakan DTM dan DSM
Sumber: gisresources.com

Selain dengan menggunakan orthophoto RGB dan data elevasi seperti DTM, CHM, DSM, analisis mengenai tanaman hutan industri juga dapat dilakukan dengan menggunakan orthophoto hasil dari pengambilan data dengan menggunakan kamera dengan sensor multispektral.

Sumber Referensi :

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/02/26/203000426/kementerian-pertanian–lahan-sawit-indonesia-capai-14-03-juta-hektare diakses pada 20/10/2019, 15:09 WIB.

https://docplayer.info/47906778-Teknik-digitasi-oleh-edi-sugiarto-s-kom-m-kom.html  diakses pada 20/10/2019, 15:09 WIB.

Purwanto, TH. 2015. “Digital Terrain Modelling,” Univ. Gadjah Mada.

http://www.gisresources.com/confused-dem-dtm-dsm/ diakses pada 20/10/2019, 17:02 WIB.

https://pertanian.pontianakkota.go.id/artikel/48-gulma-dan-cara-menanggulanginya.html  diakses pada 21/10/2019, 08:31 WIB.

Citra Multispektral UAV Untuk Monitoring Kesehatan Vegetasi

Oleh : Rabby Awalludin

Data penginderaan jauh dengan resolusi tinggi sangat dibutuhkan akhir-akhir ini oleh pemerintah maupun swasta di Indonesia. Pemanfaatannya sangat beragam seperti penyedian peta skala rinci dalam mendukung pembangunan pedesaan, pengembangan wilayah perkotaan, perencanaan pembangunan jalan dan bangunan, analisis kepadatan kota, sebaran vegetasi perkotaan, hingga monitoring perkebunan. Data-data tersebut umumnya dapat diperoleh melalui satelit komersial seperti WorldView, GeoEye, IKONOS, dsb. Namun ketersedian data tersebut terkadang tidak sesuai dengan alokasi waktu yang dianggarkan dalam proyek, karena hasil citra sangat bergantung pada kondisi awan dan biasanya delivery order memakan waktu yang cukup lama. Bahkan untuk beberapa daerah terkadang tidak memiliki data citra satelit sama sekali.

Seiring perkembangan teknologi, dengan keberadaan pesawat tanpa awak (UAV) kini kebutuhan akan citra dengan resolusi tinggi dapat dengan mudah terpenuhi. Pesawat tanpa awak yang kini popular dengan sebutan UAV merupakan mesin terbang yang dikendalikan oleh seorang pilot yang berada di permukaan bumi secara manual maupun otomatis.  Terdapat dua variasi kontrol UAV, variasi pertama yaitu dikontrol melalui pengendali jarak jauh dan variasi kedua adalah pesawat yang terbang secara mandiri berdasarkan program yang dimasukan ke dalam pesawat sebelum terbang. UAV memungkinkan terpenuhinya kebutuhan peta foto yang tidak dipotret oleh satelit, serta dapat diambil sesuai dengan waktu-waktu yang diinginkan. Penggunaan UAV memungkinkan tidak terdapatnya isu awan pada peta foto yang dihasilkan, ini tentunya menjadi poin plus yang membuat UAV menjadi lebih populer saat ini.

Sudah menjadi rahasia umum dimana Indonesia merupakan negara agraris dengan luas hutan tanaman industri yang besar. Secara tidak langsung sektor ini juga ikut andil dalam menumpu pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Peningkatan produksi tentu saja menjadi tujuan utama demi memperbesar keuntungan yang diperoleh dari hasil industri.  Peningkatan jumlah produksi ini haruslah berimbang dengan kegiatan perawatan dan monitoring yang dilakukan.  Kegiatan monitoring dan perawatan ini bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan dan perkembangan dari tanaman itu sendiri. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, fotogrametri dengan wahana UAV memungkinkan pengambilan gambar dengan menggunakan kamera multispektral yang mana citra ini dapat dimanfaatkan untuk beberapa keperluan sebagai berikut:

  • Monitoring kesehatan tanaman
  • Penyelidikan kesuburan tanah dengan mengidentifikasi kemunculan hama
  • Penanda awal munculnya titik api
  • Dapat dijadikan pendeteksi praktik pencurian kayu yang dilakukan pada malam hari
  • Pendeteksian korban bencana alam yang sulit dijangkau
  • Mendeteksi panas pada komponen listrik secara lebih rinci, yang dapat meminimalisasi timbulnya kerusakan yang parah

Apa yang dimaksud dengan kamera atau sensor multispektral? Berbeda dengan sensor kamera pada umumnya. Sensor kamera pada umumnya merupakan sensor kamera dengan gelombang cahaya visible yang terdiri dari 3 kanal gelombang cahaya yaitu merah, hijau dan biru. Sedangkan untuk kamera sensor multispektral memiliki kanal tambahan seperti Near InfraRed dan beberapa kanal lainnya.  Hasil citra yang dihasilkan oleh kamera multispektral merupakan sebuah gambar yang memiliki data dengan frekuensi yang sangat detail yang disuguhkan dalam spektrum elektromagnetik. Panjang gelombang elektromagnetiknya dibagi ke dalam beberapa filter dengan menggunakan instrumen yang sensitif dengan panjang gelombang, termasuk frekuensi penglihatan manusia (visible). Frekuensi penglihatan manusia berada pada panjang gelombang 400 hingga 700 nm. Ini menyebabkan manusia hanya dapat melihat dan membedakan warna mulai dari ungu hingga merah. Kamera multispektral memungkinkan manusia untuk menggunakan spektrum cahaya lain yang sangat bermanfaat bagi berbagai macam kebutuhan manusia. Berikut beberapa pembagian kanal gelombang cahaya yang ada pada sensor multispektral:

Kanal Biru

Gelombang ini memiliki panjang energi 450-520 nm yang biasa digunakan untuk pencitraan gambar yang ada di atmosfer dan bawah air dengan tingkat kedalaman hingga 50 meter

Kanal Hijau

Gelombang ini memiliki panjang energi dari 520-600 nm yang biasa digunakan untuk pencitraan gambar agrikultural dan struktur bawah air dengan kedalaman hingga 30 meter

Kanal Merah

Memiliki panjang energi 600-690 nm, yang banyak digunakan untuk pencitraan benda-benda buatan manusia, objek di bawah air dengan kedalam 9 m, pertambangan, dan agrikultural

Kanal Near Infrared (NIR)

Spektrum ini memiliki panjang energi 750-900 nm, banyak digunakan untuk kebutuhan agrikultural.

Kanal Mid Infrared (MIR)

Panjang energi dari gelombang ini adalah 1550-1750 nm, yang banyak diaplikasikan pada kebutuhan agrikultural, tingkat kesuburan tanah, dan upaya pemadaman titik api di hutan

Kanal Far Infrared (FIR)

Memiliki panjang gelombang 2080-2350 nm yang banyak digunakan untuk pengontrolan kesuburan tanah, pertambangan, dan pemadaman titik api di hutan

 Kanal Thermal Infrared

Gelombang ini memiliki panjang energi 10400-125000 nm, banyak digunakan untuk kebutuhan pertambangan, upaya pemadaman titik api di hutan, dan penelitian di malam hari.

Beberapa kamera dengan sensor multispektral yang biasa digunakan pada survey fotogrametri adalah sebagai berikut:

  1. Parot Sequoia, merupakan kamera multispektral pertama yang memberikan pengukuran reflektansi absolut tanpa perlu menggunakan target kalibrasi radiometrik. Berkat pipeline pemrosesan radiometrik Pix4D yang baru, Parrot Sequoia + memungkinkan evaluasi yang lebih konsisten terhadap data yang dikumpulkan dan meningkatkan pengalaman pengguna dengan menghilangkan kebutuhan akan target kalibrasi radiometrik. Berat 135gr.
  2. RedEdge, menyediakan banyak pilihan untuk integrasi dari yang berdiri sendiri (di mana Anda hanya menyediakan daya ke kamera) untuk sepenuhnya terintegrasi. Integrasi lanjutan memanfaatkan antarmuka fleksibel termasuk pemicu Ethernet, serial, RTK, dan PWM / GPIO, untuk integrasi yang mulus dengan drone apa pun. Berat 170gr.
(a) Parot Sequioa, (b) Micrasense RedEdge
Sumber: fulldronesolutions.com

Beberapa kanal yang ada kamera multispektral Micasense RedEdge dan tampilan raw data foto yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut.

Terlihat cukup jelas pada contoh-contoh citra pada tabel diatas. Kenampakan abu-abu pada objek pohon terdapat pada citra dengan kanal hijau, NIR dan RedEdge yang menandakan bahwa berkas sinar ketiganya dipantulkan sebagian oleh vegetasi pohon tersebut. Pada kanal merah dan biru, kenampakan objek vegetasi pohon berwarna hitam gelap yang mengindikasikan bahwa berkas sinar pada kanal ini terserap (terabsorbsi) dengan baik oleh vegetasi pohon.

Seperti yang dibahas sebelumnya, hasil dari kamera dengan sensor multispektral dapat digunakan sebagai dasar analisis dari monitoring kesehatan vegetasi (tanaman hijau). Penggunaan kanal untuk keperluan analisis ini biasanya adalah kanal hijau, merah, biru dan Near Infrared (NIR). Kamera digital yang umum saat ini ditengah masyarakat merupakan kamera yang bekerja pada kanal visible (biru, hijau, dan merah) dengan hasilnya merupakan citra seperti yang terlihat oleh mata normal manusia. Kemudian ditambahkan kanal baru yang peka terhadap zat hijau daun yaitu kanal NIR.  Penambahan ini dilakukan agar dapat dengan mudah melakukan analisis terhadap tingkat kehijauan vegetasi atau tanaman hijau pada hasil citra.

Karakteristik pantulan spektral dari vegetasi (tanaman) dipengaruhi oleh kandungan pigmen daun, material organik, air, dan karakteristik struktural daun seperti bentuk dan luas daun (Huete and Glenn, 2011). Spektral merupakan interaksi antara energi elektromagnetik (EM) dengan suatu objek. Objek dimuka bumi memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya sehingga kemampuan dalam memantulkan cahayanya pun berbeda.  Berdasarkan karakteristik pantulan spektralnya, dapat dibagi dua, yaitu spektrum tampak (visible spektrum) dan spektrum NIR. 

Kurva Reflektansi
Sumber: raharjabayu.wordpress.com

Berdasarkan kurva diatas, kanal merah dan biru lebih banyak terserap dari pada dipantulkan pada objek vegetasi sehingga kurang baik jika digunakan sebagai analisis vegetasi. Berbanding terbalik dengan kanal NIR yang pada tanaman hijau lebih banyak dipantulkan daripada diserap, terlihat dari nilai reflektan yang besar. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai reflektan dari kanal NIR suatu objek tanaman hijau, maka semakin sehat tanaman hijau tersebut.

Identifikasi kesehatan tanaman hijau tidak cukup hanya dengan menggunakan citra hasil dari kamera multispektral. Terdapat suatu metode lanjutan lain yang menggunakan citra multispektral sebagai data dasar dalam analisisnya. Metode tersebut adalah Normalized Difference Vegetation Index atau yang lebih populer dengan sebutan NDVI. 

Sumber Referensi:

https://www.fulldronesolutions.com diakses pada 17/10/2019 pukul 09:30 WIB

http://jogjasky.com/kamera-multispectral/ diakses pada 17/10/2019 pukul 09:50 WIB

Uktoro I. Arief. 2017. Jurnal Agroteknose. Volume VIII No. II Tahun 2017 ANALISIS CITRA DRONE UNTUK MONITORING KESEHATAN TANAMAN KELAPA SAWIT

http://raharjabayu.wordpress.com diakses pada 17/10/2019 pukul 11:10 WIB