Pedoman Penyusunan Dokumen RPB

Galuh Shita

Penyusunan dokumen Rencana Penanggulangan Bencana telah diatur dalam Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Seperti diketahui bahwa kejadian bencana merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan, sehingga keberadaannya perlu untuk diketahui dan diwaspadai. UU terkait Penanggulangan Bencana telah menganatkan untuk melakukan kegiatan pencegahan bencana pada masa tidak terjadi bencana, salah satunya adalah melalui penyusunan rencana penanggulangan bencana.

Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan. Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan program/kegiatan yang terkait dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh BNPB untuk lingkup nasional, BPBD provinsi untuk tingkat provinsi, dan BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.

Proses Penyusunan Dokumen RPB

Sumber: Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

Pengenalan dan Pengkajian Terhadap Bencana

Sangat penting untuk dapat mengetahui jenis bencana apa yang umumnya terjadi pada suatu daerah. Hal ini ditujukan untuk dapat meningkatkan kewaspadaan serta kesiapsiagaan bagi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Adapun jenis bencana yang disebutkan di dalam UU kebencanaan mencakup gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran perkotaan dan permukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan teknologi dan konflik sosial.

Pengenalan Kerentanan

Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan dapat terbagi lagi menjadi 4, yakni:

  • Kerentanan fisik, merupakan bentuk kerentanan terhadap daya tahan fisik bangunan atau infrastruktur dalam menghadapi bahaya tertentu. Misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya
  • Kerentanan ekonomi, merupakan kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana
  • Kerentanan sosial, contohnya adalah segi pendidikan yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap risiko bencana ataupun tingkat kesehatan masyarakat dalam menghadapi jenis bencana.
  • Kerentanan lingkungan, merupakan bentuk kerentanan lingkungan hidup suatu masyarakat di suatu daerah. Contohnya adalah ketersediaan air, jenis tanah, dan sebagainya.

Analisis Kemungkinan Dampak Bencana

Beragam faktor yang terdapat di lingkungan hidup masyarakat dapat menjadi bahan pertimbangan serta analisis dalam pengkajian bencana. Dalam kebencanaan, terdapat 3 aspek penting yang perlu untuk diperhatikan, yaitu ancaman bahaya, kerentanan, dan kemampuan/kapasitas masyarakat, yang dapat dituliskan ke dalam persamaan berikut:

Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko di atas, maka akan dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh suatu daerah. Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi pula risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya. Analisis terhadap risiko bencana dirumuskan dalam bentuk matriks dan pembobotan. Gambaran potensi ancaman ditampilkan dalam bentuk matriks sebagai berikut:

Tindakan Penanggulangan Bencana

Pada bagian ini, dirumuskan berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi bencana berdasarkan perkiraan ancaman bahaya yang akan terjadi serta kemungkinan dampak yang mungkin akan ditimbulkan. Adapun upaya tindakan dapat diuraikan sebagai berikut:

  • Pencegahan dan mitigasi, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.
  • Kesiapsiagaan, dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi.
  • Tanggap darurat, merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.
  • Pemulihan, meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana.

Mekanisme Kesiapan dan Penanggulangan Dampak Bencana

Mekanisme penanggulangan bencana mengacu pada Undang-Undang Penanggulangan Bencana. UU tersebut menyatakan bahwa mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana dibagi ke dalam 3 tahapan besar, yaitu:

  • tahap prabencana, dimana fungsi BPBD lebih bersifat koordinasi dan pelaksana,
  • tahap saat tanggap darurat, bersifat koordinasi, komando, dan pelaksana
  • tahap pascabencana, bersifat koordinasi dan pelaksana

Alokasi Tugas dan Peran Instansi

Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan memerlukan koordinasi dengan berbagai sektor. Secara umum, alokasi tugas dan peran instansi dituangkan secara rinci ke dalam sebuah tabel berdasarkan 3 tahapan besar yaitu tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana.

Contoh Tabel Alokasi Tugas dan Peran

Sumber: Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

Sementara berkaitan dengan pendanaan, sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja nasional, provinsi atau kabupaten/kota. Kegiatan sektoral dibiayai dari anggaran masing-masing sektor yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan khusus seperti pelatihan, kesiapan, penyediaan peralatan khusus dibiayai dari pos-pos khusus dari anggaran pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota.  Pemerintah dapat menganggarkan dana kontinjensi untuk mengantisipasi diperlukannya dana tambahan untuk menanggulangi kedaruratan.


Bahan Bacaan

  • Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
  • Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana