Cerita Tentang Ibukota: ‘Tetap Bertahan Meski Problematik’

Oleh: Annabel Noor Asyah

Belum lama ini, Indonesia sedang dihebohkan dengan keputusan presiden untuk memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Jakarta dianggap sudah ‘terlalu lelah’ untuk berperan sebagai ibukota ditengah segala problematika yang dihadapinya. Tak perlu dijelaskan lebih detail, kita semua tahu bahwa Jakarta adalah biang kemacetan yang memiliki kualitas udara sangat buruk. Dalam sebuah survei Quality of Living Ranking 2019 yang dilakukan oleh lembaga Mercer, diketahui bahwa kualitas keidupan di Jakarta menempati peringkat 142 dari 231 kota. Tertarik untuk menelaah hasil survei ini lebih dalam, ternyata terdapat pula ibukota dari beberapa negara yang peringkatnya tidak jauh dari Jakarta. Ibukota negara mana sajakah itu? Simak ulasannya!

Hanoi, Vietnam

Hanoi, ibukota negara Vietnam yang memiliki karakteristik cukup mirip dengan ibukota lainnya di Asia Tenggara, termasuk Jakarta. Hanoi menempati peringkat 155 dalam Quality of Living City Ranking atau sekitar 13 peringkat di bawah Jakarta. Hanoi sudah menjadi Ibukota Vietnam selama kurang lebih 1000 tahun. Dahulu kala, letaknya yang strategis kerap dijadikan sebagai political centre oleh para kasiar Cina. Hanoi juga merupakan wilayah dengan aksesibilitas air bersih yang baik karena letaknya yang berdekatan dengan Red River. Kini, Hanoi telah bertransformasi dari kota perdagangan dan jasa menjadi kota industri dan pusat pertanian. Kendati demikian, Hanoi tetap menghadapi permasalahan layaknya kota-kota di negara berkembang lainnya.

Masalah utama yang dihadapi kote Hanoi adalah kemacetan. Hanoi dijuluki kota dimana sepeda motor lebih banyak jumlahnya ketimbang jumlah kepala keluarga yang tinggal di kota tersebut. Akibatnya, kemacetan dan kecelakaan lalu lintas sudah menjadi hal yang wajar di Hanoi. Berdasarkan data  Departemen Kepolisian, pada tahun 2015 terdapat 50.682.934 kendaraan bermotor di Hanoi. Diprediksi pada tahun 2020, jumlah kendaraan bermotor di Hanoi akan bertambah sebanyak 843.000 unit mobil dan 6,1 juta unit sepeda motor. Fakta tersebut membawa Hanoi ke persoalan lainnya yaitu buruknya pencemaran lingkungan. Berdasarkan laporan dari Department of Environmental Protection, dikatakan bahwa 70% dari polusi udara yang terjadi di Hanoi disebabkan oleh asap kendaraan bermotor. Menurut perhitungan kualitas udara di dua kota besar di Vietnam, yaitu Hanoi dan Ho Chi Minh, diketahui bahwa 95% kendaraan yang menyebabkan kemacetan adalah sepeda motor yang hanya mengkonsumsi 56% bahan bakar namun mengeluarkan 94% hidrokarbon (HC), 87% karbon monoksida (CO), 57% nitrogen oksida (Nox).

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, Kota Hanoi sudah mempersiapkan beberapa strategi, diantara: mempromosikan penanaman 1 juta pohon sejak tahun 2018-2020; Memperbaharui manajemen transportasi kota dengan cara melarang penggunaan sepeda motor per 2030; membatasi usia kendaraan; dan mengimplementasikan rencana pengembangan transportasi piblik berupa BRT dan metro berdasarkan masterplan 2030-2050. Semangat berbenah, Hanoi!

Suasana Lalu Lintas Kota Hanoi
Sumber: Berbagai Sumber: 2019

New Delhi, India

Ibukota selanjutnya yang memiliki problematika mirip dengan Jakarta adalah New Delhi yang merupakan Ibukota dari negara India. New Delhi menempati peringkat 162 dalam Quality of Living City Ranking. Berdasarkan website worldpopulationreview.com diketahui bahwa New Delhi menempati peringkat kedua sebagai kota dengan popluasi terbanyak dengan jumlah penduduk sebanyak 29.399.141 jiwa. New Delhi berlokasi di India Utara dan merupakan salah satu kota dengan perkembangan tercepat di dunia. New Delhi menjadi ibukota India sejak tahun 1931 setelah kolonial Inggris memiliki rencana memindahkan Ibukota India dari Kalkuta pada tahun 1911. Nampaknya, butuh waktu selama 20 tahun bagi New Delhi untuk berbenah sebelum benar-benar dinobatkan sebagai ibukota negara. Kendati demikian, meskipun merupakan ibukota baru, perkembangan New Delhi juga tidak luput dari permasalahan-permasalahan perkotaan.

Sama halnya dengan Vietnam dan Jakarta, New Delhi juga harus menghadapi kenyataan pahit bahwa kotanya merupakan biang kemacetan. Dilansir dari delhi.com, diketahui bahwa rata-rata orang yang berkendara dengan kendaraan pribadi di National Capital Territory atau New Delhi adalah sebesar 95% dari total populasi. Berdasarkan cseindia.org, diketahui bahwa di 13 jalan arteri di New Delhi yang didesain untuk kecepatan 40-55 km/jam hanya mampu menampung kendaraan dengan kecepatan 26-27 km/jam atau 50-60% lebih lambat dari yang seharusnya. Tidak pula ada perbedaan antara waktu-waktu peak hours dan bukan peak hours, tingkat kemacetan di New Delhi tetap sama. Pelebaran jalan justru semakin menstimulus masyarakat Delhi untuk menggunakan kendaraan pribadinya. Dampak lain dari kemacetan yang masif di New Delhi adalah polusi udara yang membahayakan kesehatan masyarakat. CSE India juga menganalisis data kualitas udara tiap jam yang menunjukan bahwa ketika rata-rata kecepatan kendaraan bermotor adalah 28 km/jam pada pagi hari dan 25 km/jam pada sore hari, maka tingkat nitrogen dioksida (NO2) meningkat dari 69 mikrogram/m2 ke 94 mikrogram/m2 (38%).

Untuk mensiasati masalah ini, pemerintah kota Delhi telah mengambil langkah untuk mengembangkan pembangunan jalur pejalan kaki dan jalur sepeda di dalam kota New Delhi. Hal tersebut dilakukan untuk mendorong masyarakat Delhi berjalan kaki dan bersepeda agar tingkat kemacetan dan polusi udara dapat berkurang. Ide lainnya adalah dengan mengembangkan pemberhentian dan perempatan di bawah tanah.

Tidak berhenti disitu, masalah lainnya yang terjadi di kota New Delhi adalah tingginya angka kriminalitas. Setengah dari tindakan kriminalitas yang terjadi di New Delhi dipacu oleh pelecehan seksual kepada wanita. Hal tersebut telah menyebabkan banyaknya nyawa yang telah hilang di New Delhi. Dilansir dari data yang dipublikasikan oleh Departemen Kepolisian Delhi, diketahui bahwa per tanggal 31 Agustus 2019, telah terajdi sekurangnya 200.485 tindak kriminal di New Delhi. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan tingkal kriminal per tanggal 311 Agustus tahun 2018 yaitu sekitar 157.462 kasus. Angka tersebut cukup besar jika dibandingkan dengan tingkat kriminalitas di DKI Jakarta yang pada tahun 2017 mencapai angka 34.767 kasus (BPS, 2018).

Kemacetan, Polusi dan Kriminalitas di Kota Delhi
Sumber: Berbagai Sumber. 2019

Kairo, Mesir

Kairo yang terletak di Mesir, menempati peringkat 177 dalam Quality of Living City Ranking. Sama halnya dengan Indonesia, saat ini Mesir sedang dalam proses untuk memindahkan Ibukotanya. Ya, rencananya pada musim gugur tahun ini Kairo akan pensiun menjadi ibukota dari negara Mesir. Rencana pemindahan ibukota Mesir pertama kali muncul pada tahun 2015 yang merupakan usulan dari Presiden Mesir, yaitu Abdel-Fattah al-Sisi. Lokasi baru tersebut letaknya hanya 45 km dari Kairo dan 60 km dari Sungai Suez. Lokasi baru yang belum memiliki nama tersebut sering disebut sebagai ‘New Cairo’ oleh masyarakat dan media. Nantinya seluruh gedung pemerintahan, kedutaan besar dan rumah dinas akan direlokasi ke lokasi baru tersebut. Ibukota baru Mesir dibangun di atas tanah seluas 69.000 hektar atau setara dengan dua kali luas Kairo yang mana pembangunannya memakan biaya sebesar 40,75 miliyar euro. Lantas, apakah yang menyebabkan dicabutnya Kairo sebagai ibukota Mesir?

Pemerintah Mesir berpendapat bahwa Kairo akan tumbuh menjadi sebuah kota yang sangat padat penduduknya. Pertumbuhan penduduk Kairo akan mencapai 40 juta penduduk pada tahun 2050. Kairo tidak hanya kota terbesar di Arab dan Afrika Utara melainkan juga kota dengan kepadatan penduduk tertinggi. Tingginya angka populasi di Kairo ini memiliki dua dampak yang berbeda. Di satu pihak hadirnya Kairo sebagai megacity menjadi penggerak bagi pertumbuhan sosial dan ekonomi Mesir. Namun di sisi lain, hal tersebut juga menyebabkan meningkatnya kemiskinan dan juga degradasi lingkungan. Pemerintah Mesir percaya bahwa tingginya angka populasi di Kairo merupakan kontributor terbesar terhadap permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dihadapi oleh Kairo saat ini. Kairo juga menghadapi persoalan kemacetan yang tidak kunjung reda. The World Bank menyatakan bahwa setidaknya terdapat 1.000 nyawa melayang akibat kecelakaan lalu lintas, dimana setengah dari jumlah tersebut adalah pejalan kaki. Kemacetan tidak hanya berbahaya bagi keselamatan publik tetapi juga merugikan pertumbuhan ekonomi. Dilansir dari wikipedia, kemacetan yang terjadi di Kairo selama 1 tahun akan memberikan kerugian sebesar 7,24 triliyun euro atau setara dengan 4% PDB Mesir. Selain masalah kemacetan, Kairo juga mengalami masalah polusi, baik polusi udara maupun polusi suara. Polusi udara di Kairo disebabkan oleh jarangnya turun hujan, tingginya gedung pencakar langit dan keberadaan jalan-jalan yang sempit yang mengakibatkan terjadinya bowl effect sehingga ventilasi kota tidak bekerja dan polusi seolah tertahan di dalam kota. Selain itu polusi udara juga disebabkan oleh membludaknya kendaraan bermotor. Sedangkan untuk polusi suara, faktor yang mempengaruhinya adalah klakson kendaraan bermotor yang terus terjadi selama 24 jam sehari. Kehidupan di tengah kota Kairo, dimana tingkat kebisingan rata-rata mencapai 90 desibel dan tidak pernah turun di bawah 70 desibel, menjadikan masyarakat layaknya tinggal di sebuah pabrik .

Kemacetan dan Polusi di kota Kairo
Sumber: Berbagai Sumber. 2019

Refleksi Terhadap Jakarta

Melihat resiliensi dari Hanoi, New Delhi dan Kairo yang sampai saat ini masih menjadi ibukota dari negaranya masing-masing, mengajak kita untuk merefleksikan kembali kondisi di Jakarta. Jika ditelaah, kita dapat melihat bahwa sebetulnya kota-kota tersebut memiliki permasalahan yang cukup mirip dengan apa yang dihadapi oleh Jakarta. Sebagian besar permasalahan muncul akibat padatnya jumlah penduduk yang tentu saja akan merembet ke persoalan lain seperti kemacetan, polusi udara, tingkat kriminalitas yang tinggi dan lain sebagainya. Kemiripan lainnya adalah permasalahan transportasi yang terjadi di ketiga kota di atas salah satu faktor penyebabnya adalah belum tersedianya angkutan umum massal yang bisa diandalkan. Akibatnya banyak masyarakat kota yang menggunakan kendaraan pribadi sehingga menciptakan kemacetan dan permasalahan polusi.

Namun seperti yang kita ketahui bersama bahwa sejak beberapa tahun silam Jakarta tengah berbenah untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih humanis. Perwujudan rencana transpotasi massal mulai terlihat dengan keberadaan MRT, LRT serta pembukaan koridor baru Bus Transjakarta. Kebutuhan akan ruang terbuka hijau sedikit demi sedikit juga mulai dipenuhi dengan upaya-upaya seperti merevitalisasi taman kota. Para pejalan kaki pun sudah mulai dimanusiakan dengan pelebaran jalur pedestrian. Dan masih banyak lagi upaya pembenahan diri yang dilakukan oleh Jakarta.

Melihat progres ini lantas membuat kita bertanya-tanya, apakah memang perlu status ibukota angkat kaki dari Jakarta? Apakah setelah tidak menjadi ibukota seluruh permasalahan di Jakarta akan terselesaikan? Atau apakah ibukota baru selamanya akan terbebas dari permasalahan yang dihadapi oleh Jakarta saat ini?

Daftar Pustaka

https://mobilityexchange.mercer.com/quality-of-living
https://www.britannica.com/place/Hanoi

Petsko, E (2016). Transformaing a Motorcycle City: The Long Wait for Hanoi’s Metro. https://www.theguardian.com/cities/2016/jul/18/long-wait-hanoi-metro-vietnam-motorbike. The Guardian. The Guardian. 

Quinn, L (2014). Hanoi: Is it Possibble to Grow a City Without Slums?. https://www.theguardian.com/cities/2014/aug/11/hanoi-slums-vietnam-urban-planning-. construction. The Guardian.

Nguyen, DT et.al (2018). Traffic Congestion and Impact on the Environment in Vietnam: Development of Public Transport System – Experience from Actual Operation of Bus in Hanoi. Tokai University, Japan.

Briney, A (2018). Geographic Facts About New Delhi, India. https://www.thoughtco.com/geography-of-new-delhi-1435049. Tought.Co.

Centre for Science and Environment (2017). Congestion on Delhi Roads has Worsenend- says new analysis by CSE of Latest Google Map Data. https://www.cseindia.org/congestion-on-delhi-roads-has-worsened–6994

https://delhiprojectkarly.weebly.com/urban-problemssolutions.html

Ritter, M (2018). As Egypt Builds New Capital, What Becomes of Cairo?. https://learningenglish.voanews.com/a/as-egypt-builds-new-capital-what-becomes-of-cairo-/4665409.html. VOA

Midolo, E (2019). Inside Egypt’s New Capital. https://www.propertyweek.com/insight/inside-egypts-new-capital/5101721.article. Property Week

Michaelson, R (2018). Cairo has Started to Become Ugly: Why Egypt is Building a New Capital City. https://www.theguardian.com/cities/2018/may/08/cairo-why-egypt-build-new-capital-city-desert. The Guardian.

https://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_issues_in_Egypt

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *