Pos

Rahasia Sukses Pengendalian Hama Ulat Api pada Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Barat menggunakan Teknologi Drone Spraying.

oleh Dede Supriatna, S.T. dan Ismatul Kamilah

Padang, Sumatera Barat – Kreasi Handal Selaras (KHS) berhasil menyelesaikan pekerjaan pengendalian hama ulat api pada salah satu perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat menggunakan teknologi drone spraying DJI agriculture. Pekerjaan ini dilaksanakan pada minggu pertama April 2024.

Foto Bersama Tim Drone Spraying Kreasi Handal Selaras dengan Petani Lokal di Perkebunan Kelapa Sawit, Sumatera Barat. (Doc: KHS)

A. Mengenal apa itu Ulat Api pada Perkebunan Kelapa Sawit.

1. Ulat Api

Ulat api merupakan jenis ulat yang termasuk dalam ordo Lepidoptera dan famili Limacodidae. Dinamakan ulat api karena tubuhnya diselimuti oleh duri-duri yang mengandung racun. Apabila berpaparan langsung dengan kulit dapat menyebabkan sensasi terbakar, sakit, dan iritasi. Oleh sebab itu, ulat ini diberi nama ulat api.

Salah satu jenis ulat api yang ditemukan pada lokasi pekerjaan oleh tim drone Kreasi Handal Selaras. (Doc: KHS)

Mereka seringkali menyerang daun kelapa sawit, meskipun berukuran kecil, mampu menghabiskan hingga 90% daun, meninggalkan hanya bagian sekitar tulang daun. Ini mengakibatkan penurunan kemampuan fotosintesis kelapa sawit. Bahkan bisa menyebabkan kematian tanaman.

2. Jenis – Jenis Ulat Api

a. Setothosea Asigna

Jenis ulat setothosea asigna merupakan salah satu jenis hama utama pada perkebunan kelapa sawit. Ulat ini memiliki tubuh berwarna hijau dengan corak coklat dan bintik-bintik putih, serta seluruh tubuhnya ditutupi oleh bulu-bulu. Setothosea asigna memakan bagian luar daun sehingga membuat tubuhnya terlihat transparan.

b. Setora Nitens

Setora nitens merupakan salah satu jenis ulat api yang sangat mirip dengan setothosea asigna. Ciri khas dari ulat ini adalah memiliki sepasang duri di bagian punggungnya. Setora nitens mulai menyerang bagian spiral tengah atas pada pelepah kelapa sawit. Jika serangan berat, hanya menyisakan daun bagian tengah atau lidinya saja.

c. Darna Trima

Jenis ulat darna trima memiliki tubuh berwarna coklat pada bagian punggung dan kuning pada bagian samping. Untuk ulat yang baru menetas, tubuhnya berwarna abu-abu dengan bintik orange di bagian punggungnya.

d. Parasa Lepida

Parasa Lepida merupakan jenis ulat api yang memiliki tubuh berwarna hijau pucat, putih, dan kuning terang. Lalu pada bagian punggung terdapat garis-garis berwarna hijau.

B. Siklus hidup Ulat Api.

Siklus hidup ulat api pada umumnya ber siklus telur-larva-pupa/kepompong-serangga dewasa. Namun, setiap jenis ulat api memiliki rentan siklus yang berbeda-beda.

a. Setothosea Asigna

  • Setothosea Asigna adalah salah satu jenis ulat api yang memiliki rentang masa hidup antara 106 hingga 138 hari.
  • Telur berwarna kuning kehijauan, oval, dan transparan. Biasanya diletakkan dalam tumpukan 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun bagian bawah, terutama pada pelepah daun ke 6-17. Setiap tumpukan telur dapat berisi sekitar 44 butir. Telur menetas dalam waktu 4-8 hari.
  • Ulat yang menetas berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak khas di punggungnya. Pada punggungnya juga terdapat duri-duri. Tahap ulat ini berlangsung selama sekitar 49-50 hari sebelum berubah menjadi kepompong.
  • Ulat berkepompong pada permukaan tanah yang gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Kepompong diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur, dan berwarna coklat gelap. Tahap kepompong berlangsung sekitar ± 39,7 hari.
  • Serangga dewasa memiliki sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakangnya berwarna coklat muda.

b. Setora Nitens

  • Setora Nitens merupakan salah satu jenis ulat yang memiliki siklus hidup lebih singkat dibandingkan Setothosea Asigna yaitu 42 hari.
  • Telur serupa dengan telur Setothosea Asigna , tetapi diletakkan tanpa tumpang tindih. Telur menetas dalam waktu 4-7 hari.
  • Ulat awalnya berwarna hijau kekuningan, kemudian menjadi hijau, dan akhirnya merah ketika memasuki masa kepompong. Ia memiliki satu garis memanjang berwarna biru keunguan di tengah punggung. Tahap larva berlangsung selama 50 hari.
  • Tahap kepompong, berlangsung sekitar 17 – 27 hari.
  • Serangga dewasa ulat ini memiliki lebar rentangan sayap sekitar 35 mm, dengan sayap depan berwarna coklat dan garis-garis gelap.

c. Darna Trima

  • Siklus hidup ulat api Darna Trima memiliki waktu sekitar 60 hari
  • Telur kecil dan bulat, berukuran sekitar 1,4 mm. Berwarna kuning kehijauan dan diletakkan satu persatu di bagian bawah daun kelapa sawit. Telur-telur ini menetas dalam waktu 3-4 hari
  • Ulat yang baru menetas memiliki warna putih kekuningan yang kemudian yang kemudian berubah menjadi coklat muda dengan bercak jingga. Pada tahap perkembangan selanjutnya, bagian punggung ulat menjadi coklat tua. Tahap ulat ini berlangsung selama 26-33 hari 
  • Menjelang kepompong, ulat membentuk kokon dari air liurnya dan berkepompong di dalam kokon tersebut. Kokon ini berwarna coklat tua dan berbentuk oval. Tahap kepompong berlangsung sekitar 10-14 hari.
  • Ngengat dewasa memiliki warna coklat gelap dengan lebar rentangan sayap sekitar 18 mm. Sayap depannya berwarna coklat gelap dengan sebuah bintik kuning dan empat garis hitam, sementara sayap belakangnya berwarna abu-abu tua. 

d. Parasa Lepida

  • Parasa Lepida memiliki siklus hidup selama 60-76 hari.
  • Telur berbentuk bulat dengan diameter sekitar 0,4 hingga 0,6 mm saat baru diletakkan. Memiliki warna pucat kekuningan. Tahap telur berlangsung selama 2 sampai 4 hari.
  •  Larva instar pertama dari Parasa Lepida memiliki warna kekuningan dengan nuansa kehijauan, serta memiliki bulu-bulu runcing kecil di tubuhnya. Tahap larva berlangsung selama 30-40 hari.
  • Pupa Parasa Lepida sangat keras dan berwarna hitam kecoklatan, dengan stadia pupa berlangsung selama 28-31 hari. 
  • Ngengat dewasa, baik jantan maupun betina, memiliki warna hijau dan kecoklatan, serta mata majemuk hitam. Betina biasanya bertelur sekitar 10-50 butir di bagian bawah daun dewasa.

C. Efek kerusakan akibat serangan Ulat Api.

1. Ciri khusus tanaman yang terserang ulat api.

Ulat api menyerang daun kelapa sawit dengan cara mengunyahnya dari bagian bawah hingga menyisakan serat-serat. Akibatnya, dapat membuat kelapa sawit kehilangan daunnya mencapai 50%-90% dalam kondisi parah. Mereka cenderung memilih daun yang sudah tua, namun jika tidak tersedia, mereka akan memakan daun muda juga. Jika tidak ditangani dengan cepat dan efektif, serangan ini dapat mengakibatkan kematian tanaman.

2. Efek kerusakan yang timbul akibat ulat api.

Serangan ulat api pada tanaman kelapa sawit, dapat berpengaruh pada kualitas, penurunan produksi, dan produktivitas. Akibat serangan ulat api, fotosintesis tanaman kelapa sawit menjadi terganggu yang mengakibatkan proses pembentukan bunga dan buah tidak sempurna. Selain itu, dapat terjadi defoliasi yang mengakibatkan produksi tandan buah segar (TBS) menurun. Serangan ulat api dapat menurunkan 12% hingga 30% produksi tanaman kelapa sawit baik pada fase Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) maupun Tanaman Menghasilkan (TM).

D. Pengendalian Ulat Api dengan Teknologi Drone Spraying.

Kreasi Handal Selaras (KHS)  menggunakan drone DJI Agras T20P untuk kegiatan penanggulangan ulat api ini. Dengan kemampuan mengangkat muatan liquid sebanyak 20 liter, drone ini mampu menyelesaikan pekerjaan spraying seluas 0.5 Hektar dalam satu kali penerbanga hanya dengan waktu 6 menit saja.

Adapun spesifikasi detail DJI Agras T20P adalah sebagai berikut:

Spesifikasi Drone DJI Agras T20P. (Doc: KHS)

1. Teknis dan langkah kerja pengendalian ulat api dengan teknologi drone spraying.

Ilustrasi langkah kerja pengendalian ulat api dengan menggunakan drone spraying. (Doc: KHS)

Berikut ini adalah langkah kerja pengendalian ulat api dengan menggunakan drone spraying yang dilakukan oleh Kreasi Handal Selaras:

  • Sensus Pra-Aplikasi Drone Spraying: Sensus pra-aplikasi drone spraying merupakan tahap penting dalam tahapan pengendalian hama ulat api pada perkebunan sawit. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat serangan ulat api pada area yang membutuhkan penanganan. Sensus dilakukan oleh petani atau perusahaan perkebunan dengan melakukan pengamatan secara langsung dan melakukan perhitungan jumlah ulat pada setiap pelepah pokok sample.
  • Aplikasi Drone Spraying: Tahapan pengoperasian drone spraying oleh tim operasional pada area kerja. Tahapan ini berisi seluruh kegiatan operasional mulai dari pencampuran air dan chemical, persiapan drone, pemetaan area kerja, persiapan misi / jalur terbang, pengisian larutan chemical kedalam tangki drone, drone terbang / operasional, drone landing, pergantian batterai drone, dan pengecasan battery. Hal ini dilakukan secara berulang hingga area kerja diselesaikan seluruhnya.
  • Sensus Pasca Aplikasi Drone Spraying (3 / 7 Hari): Tahapan dimana sensus dilakukan 3 hari atau 7 hari oleh petani atau perusahaan perkebunan setelah pekerjaan dengan drone spraying dilakukan. Sensus dilakukn dengan menghitung jumlah ulat pada setiap pelepah pokok sample.
  • Sensus Pasca Aplikasi Drone Spraying (14 Hari): Tahapan dimana sensus dilakukan 14 hari oleh petani atau perusahaan perkebunan setelah pekerjaan dengan drone spraying dilakukan. Sensus dilakukn dengan menghitung jumlah ulat pada setiap pelepah pokok sample.
  • Sensus Pasca Aplikasi Drone Spraying (21 Hari): Tahapan dimana sensus dilakukan 21 hari oleh petani atau perusahaan perkebunan setelah pekerjaan dengan drone spraying dilakukan. Sensus dilakukn dengan menghitung jumlah ulat pada setiap pelepah pokok sample. Durasi waktu sensus (3/7, 14, dan 21 hari) dapat disesuaikan dengan kebutuhan user.

E. Keuntungan dan tantangan penggunaan Drone Spraying pada Perkebunan Kelapa Sawit.

1. Keuntungan menggunakan drone spraying.

Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan drone spraying pada perkebunan kelapa sawit, yaitu:

  • Efektif dan Efisien: Drone spraying menghemat waktu dan tenaga dibandingkan dengan metode penyemprotan konvensional. Drone dapat dengan cepat menjangkau area yang luas dan sulit dijangkau secara manual. Ini memungkinkan untuk memberikan respons cepat terhadap serangan ulat api yang terjadi pada suatu area / blok / kebun, membantu mengendalikan penyebarannya lebih efisien.
  • Penyemprotan Secara Tepat Sasaran: Drone dilengkapi dengan teknologi GPS dan beberapa sensor canggih, memungkinkan penyemprotan yang lebih presisi. Dengan bantuan GPS, drone dapat diprogram untuk mengikuti jalur yang telah ditentukan dengan presisi tinggi, sehingga area yang ingin disemprotkan dapat ditargetkan secara akurat. Selain itu, sensor yang terpasang pada drone memungkinkan identifikasi dan pemetaan area yang membutuhkan perlakuan pestisida atau zat lainnya. Dengan kemampuan ini, drone dapat menghindari menyemprotkan bahan kimia secara berlebihan ke area yang tidak perlu, mengurangi risiko pencemaran lingkungan dan kerugian ekonomi akibat pemborosan bahan kimia. Penyemprotan secara tepat sasaran juga membantu meningkatkan efisiensi penggunaan bahan kimia, sehingga memberikan manfaat ekonomis dan lingkungan yang signifikan dalam praktik pertanian modern.
  • 10x Hemat Air dan Chemical: Penggunaan drone spraying dapat menghemat 10x air dan chemical untuk penanggulangan ulat api karena hanya membutuhkan sekitar 30 – 40 liter air saja untuk setiap hektar. Drone dapat menjadi lebih hemat air dibanding metode konvensional karena kemampuannya untuk melakukan penyemprotan yang lebih presisi dan terukur. Dengan teknologi dan sensor yang mempuni, drone dapat menyemprotkan air tepat pada tanaman yang membutuhkan, menghindari pemborosan air di area yang tidak diperlukan. Selain itu, pengaturan volume air yang tepat dan waktu penyemprotan yang optimal juga membantu mengurangi kelebihan penyiraman dan penguapan. Penggunaan drone juga memungkinkan akses yang lebih baik ke area yang sulit dijangkau, memungkinkan penggunaan air yang lebih efisien secara keseluruhan dalam kegiatan pertanian.
  • Lebih Sedikit Tenaga Kerja: Salah satu manfaat utama dari penggunaan drone spraying adalah pengurangan tenaga kerja yang diperlukan dalam proses penyemprotan pestisida atau pupuk. Dengan menggunakan drone, aktivitas penyemprotan dapat dilakukan secara otomatis dan mandiri dengan hanya mengandalkan satu atau beberapa operator untuk mengawasi dan mengendalikan drone tersebut. Hal ini mengurangi keterlibatan tenaga kerja manusia secara langsung di lapangan, yang sebaliknya memerlukan banyak pekerja untuk melakukan penyemprotan manual menggunakan peralatan konvensional seperti semprotan tangan atau alat semprot backpack. Selain itu, drone dapat menyemprotkan area yang sulit dijangkau dengan lebih efisien tanpa memerlukan banyak tenaga manusia untuk mengatasi medan yang sulit atau terjal. Dengan demikian, penggunaan drone spraying dapat membantu mengurangi biaya tenaga kerja, meningkatkan efisiensi operasional, dan mengurangi risiko kelelahan atau paparan bahan kimia berbahaya bagi pekerja pertanian.
  • Kemudahan Mob-Demob: Drone dapat dengan mudah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya tanpa memerlukan infrastruktur yang rumit seperti kendaraan besar atau peralatan khusus. Ini memungkinkan petani atau operator untuk merespons dengan cepat terhadap kebutuhan penyemprotan di berbagai area pertanian. Selain itu, drone umumnya memiliki ukuran yang kompak dan mudah dipindahkan, sehingga memudahkan dalam proses pengiriman dan pengambilan kembali (demobilisasi) setelah selesai digunakan. Hal ini berbeda dengan metode konvensional yang mungkin memerlukan waktu dan sumber daya lebih besar untuk memindahkan atau mengangkut peralatan penyemprotan. Dengan demikian, mobilitas dan demobilisasi yang mudah dari drone spraying memberikan keuntungan tambahan dalam efisiensi dan fleksibilitas operasional di lapangan.

2. Tantangan penggunaan drone spraying.

Penggunaan drone spraying pada perkebunan kelapa sawit memiliki beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk memaksimalkan efektivitasnya. Tantangan tersebut antara lain:

  • Skala Luas dan Topografi Kompleks: Salah satu tantangan utama dalam penggunaan drone spraying pada perkebunan kelapa sawit adalah menghadapi skala luas dan topografi yang kompleks dari area pertanian tersebut. Perkebunan kelapa sawit sering kali mencakup ribuan hektar lahan dengan topografi yang bervariasi, termasuk lereng curam, sungai, dan area yang sulit dijangkau. Drone harus mampu menavigasi melalui area yang luas dan bervariasi ini dengan presisi tinggi untuk melakukan penyemprotan secara efektif. Selain itu, pengumpulan data topografi yang akurat sebelumnya juga penting untuk perencanaan rute penerbangan drone yang optimal, sehingga area yang ingin disemprotkan dapat ditargetkan dengan tepat.
  • Kanopi Pohon Yang Rapat, Ulat Api Berada Di Bawah Pelepah: Kanopi pohon sawit yang rapat menjadikan tantangan tersendiri untuk pengoperasian drone spraying, operator drone harus mampu melakukan penyemprotan secara merata dan memastikan setiap pelepah pada pohon tersebut tersemprot dengan baik. Selain itu, posisi ulat api biasanya berada pada daun bagian bawah sedangkan drone menyemprot dari atas. Ini juga menjadi tantangan penggunaan drone spraying. Petani harus bisa memilik chemical dengan dosis yang tepat sehingga sekalipun ulat api berada pada bawah pelepah, akan dapat mati karena chemical dapat disemprotkan secara merata.
  • Kondisi Cuaca dan Angin yang Tidak Terduga: Sawit sering kali ditanam di daerah tropis yang rentan terhadap hujan, angin kencang, atau kabut tebal yang dapat mengganggu operasi drone. Cuaca buruk seperti hujan dapat mengurangi visibilitas dan menyebabkan drone tidak bisa terbang atau melakukan penyemprotan. Angin kencang juga dapat mempengaruhi stabilitas dan navigasi drone, meningkatkan risiko kegagalan atau kecelakaan selama operasi.

F. Kesimpulan

Secara keseluruhan, teknologi drone spraying dapat memberikan manfaat yang signifikan. Seperti meningkatkan efektifitas & efisiensi, penyemprotan secara tepat sasaran, 10x hemat air dan chemical, lebih sedikit tenaga kerja, dan kemudahan Mob-Demob. Drone spraying memungkinkan penanganan yang lebih cepat dan efisien terhadap infestasi ulat api karena kemampuannya untuk menjangkau area yang luas dengan presisi yang tinggi. Selain itu, penggunaan drone juga membantu perkebunan mengatasi permasalahan akan sulitnya tenaga kerja manusia. Kemampuan drone untuk beradaptasi dengan topografi yang kompleks dan kondisi cuaca yang berubah-ubah memungkinkan penanganan ulat api secara efektif di lingkungan pertanian yang beragam. Dengan demikian, drone spraying merupakan solusi modern yang dapat meningkatkan efisiensi, keamanan, dan keberlanjutan dalam pengendalian ulat api di perkebunan kelapa sawit.

Tertarik mengetahui informasi lebih banyak mengenai pemanfaatan teknologi drone spraying? Anda dapat terhubung dengan kami melalui email di [email protected] dan WhatsApp Marketing KHS di +62-851-9514-5758.


Referesi:

Pemanfaatan Drone Pada Perkebunan Tebu

Oleh: Arszandi Pratama, S.T., M.Sc., Akhmad Abrar A.H. S.T., Nurul Megawati Putri, S.T., Dandy Muhamad Fadilah, S.T., dan Warid Zul Ilmi, S.P.W.K.

Pemanfaatan Drone Spraying Pada Perkebunan Tebu

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sekitar 13,28 persen pada tahun 2021 atau merupakan urutan kedua setelah sektor Industri Pengolahan. Pada waktu krisis ekonomi, sektor pertanian merupakan sektor yang cukup kuat menghadapi goncangan ekonomi dan dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional.

Tebu (Saccharum officinarum Linn) adalah tanaman untuk bahan baku gula. Tebu hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan dan umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen, mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatera sebagai bahan pokok dalam pembuatan gula. Maka budidaya tebu sangat penting untuk keberlanjutan industri gula di Indonesia. 

Industri gula saat ini menghadapi tantangan berat. Dengan tantangan membanjirnya gula impor, produksi gula di Indonesia cenderung mengalami fluktuasi dari tahun 2017 sampai dengan 2021. Pada tahun 2018 produksi gula sebesar 2,17 juta ton menurun sebesar 19,25 ribu ton (0,88 persen) dibandingkan tahun 2017. Sedangkan pada tahun 2019 produksi gula sebesar 2,23 juta ton meningkat sebesar 55,32 ribu ton (2,55 persen) dibandingkan tahun 2018. Sementara itu, pada tahun 2020 produksi gula sebesar 2,12 juta ton menurun sebesar 103,65 ribu ton (4,65 persen) dibandingkan tahun 2019. Kemudian pada tahun 2021 kembali mengalami peningkatan sebesar 224,93 ribu ton (10,60 persen) menjadi 2,35 juta ton.

Produksi Gula Indonesia (Juta Ton), 2017-2021

Sumber: BPS, 2021.

Tahapan utama dalam operasional perkebunan tebu adalah persiapan lahan. Dalam proses persiapan lahan, diperlukan beberapa data seperti: sumber irigasi (sungai, pompa dalam, pompa permukaan, tadah hujan), drainase kebun, topografi lahan dan kemiringan lahan, kesuburan tanah (tanah gembur, liat, berbatu, berpasir), tipologi tanah (jenis tanah, pengairan dan drainase). prasarana jalan (angkutan bibit, pupuk dan tebangan), dan verifikasi kepemilikan lahan.

Teknologi mekanisasi yang dapat membantu kegiatan persiapan lahan menjadi lebih cepat dan akurat adalah Drone. Dengan drone, survei dapat dilakukan lebih cepat di lahan yang luas. Pemanfaatan foto udara dalam persiapan lahan dapat dimanfaatkan untuk menganalisis kondisi kebun eksisting. Selanjutnya dengan dibantu oleh sensor LiDAR, petani juga bisa mendapatkan data ketinggian lahan/ kemiringan lahan yang berfungsi untuk perencanaan zonasi kebun, atau perencanaan irigasi dan drainase. 

Dalam proses peningkatan produksi tebu, selain memahami operasional perkebunan tebu juga penting sekali untuk mengerti bagaimana fase pertumbuhan tebu. Fase Pertumbuhan tanaman tebu adalah (Kuntuhartono,1999):

  1. Fase Perkecambahan, Fase ini dimulai dengan membengkaknya mata tunas lalu pecah dan tumbuh kuncup. Kuncup memanjang bersamaan munculnya akar stek, kemudian kuncup menjadi daun dan mekar (Fase ini berlangsung selama 4-6 minggu).

Gambar Fase Perkecambahan Tebu

Sumber: Ahmad Dhiaul Khuluq dan Ruly Hamida, 2014
  1. Fase Pertunasan, proses keluarnya tunas anakan baru yang keluar dari pangkal tebu muda (tunas primer). Proses ini berlangsung mulai dari tebu berumur 5 minggu sampai 3-4 bulan.
  2. Fase Perpanjangan Batang (Grand Growth Period), dimulai dari umur 3,5 bulan sampai 9 bulan.
  3. Fase Kemasakan berkaitan dengan pengisian batang tebu dengan sukrosa yang dimulai dengan pertumbuhan vegetatifnya berkurang. Pada fase ini sukrosa di dalam batang tebu mulai terbentuk hingga titik optimal dan berangsur-angsur menurun. Fase ini disebut juga fase penimbunan rendemen tebu. Apabila kondisi lingkungan berkecukupan unsur nitrogen dan air, akan menyebabkan proses pemasakan terhambat karena tebu terus tumbuh hingga sehingga perolehan rendemen berkurang (Hadisaputro dan Pudjiarso, 2000).
  4. Fase Pasca Panen, Terjadi saat tanaman tebu berumur 12 bulan. Pada tahapan ini tanaman mulai menunjukkan gejala kematian dan daun mengering. Kadar gula tertinggi terdapat pada batang bagian bawah (Kuntohartono, 1999).

Peningkatan produksi tebu dapat dilakukan dengan penataan varietas dan pembibitan, pengaturan waktu tanam dan pengaturan kebutuhan air, serta pemupukan dan pengendalian OPT. Sehingga akan mendapatkan tebu dengan produktivitas dan rendemen yang optimal. Penurunan produktivitas tebu dapat terjadi karena berbagai faktor, mulai dari kondisi tanah, ketersediaan air, varietas, hingga pemupukan tanaman (Ari Pradipta Utama dkk, 2017).

Peningkatan Produktivitas Rendemen Tebu (sukrosa) dapat dilakukan dengan Proses Revener. Proses Revener ini dilakukan pada saat 1 bulan sebelum panen. Tujuan dari proses revener adalah untuk menahan pertumbuhan tanaman tebu agar kandungan sukrosa tidak berkurang. Seperti penjelasan diatas, bahwa pada fase kemasakan jika tanaman tebu terus tumbuh dan tidak ditahan proses pertumbuhannya, maka pertolehan rendemen tebu (glukosa) akan berkurang. Untuk itu diperlukannya proses revener menggunakan herbisida yang mengandung glifosat dengan cara disemprotkan.

Drone spraying menjadi teknologi alternatif dalam membantu produktivitas perkebunan tebu. Dalam proses penyemprotan herbisida untuk menahan pertumbuhan tebu tersebut, penggunaan drone spraying sangat memudahkan petani karena proses penyemprotan akan jauh lebih cepat dan merata. PT. KHS dapat menyediakan jasa drone spraying demi mendukung peningkatan produktivitas perkebunan tebu di Indonesia. Dengan bentuk mekanisasi tersebut, diharapkan dapat terus mendorong produktivitas serta mengurangi pengeluaran petani. Silahkan menghubungi kami untuk dapat berkonsultasi lebih lanjut. Yuk bermitra dengan KHS!!!

Referensi

  • Gatot Pramuhadi. 2012. Aplikasi Herbisida di Kebun Tebu Lahan Kering. Institut Pertanian Bogor. Artikel PANGAN, Vol. 21 No.3 September 2012: 221-231.
  • Ir. Sitty Ahra. 2019. Teknik Budidaya Tebu. http://cybex.pertanian.go.id/artikel/93892/upaya-peningkatan-produktivitas-dan-rendemen-tebu/. Diakses pada 18 Maret 2023.
  • Ahmad Dhiaul Khuluq dan Ruly Hamida. 2014. Peningkatan Produktivitas Dan Rendemen Tebu Melalui Rekayasa Fisiologis Pertunasan. Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat. Malang. Perspektif Vol. 13 No.1 Hlm. 13-24.
  • Ari Pradibta Utama, Setyono Yudo Tyasmoro, Titin Sumarni. 2017. Pengaruh Glisofat Sebagai Zat Pemacu Kemasakan Pada Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L). Malang. Jurnal Produksi Tanaman Vol. 5 No. 10. ISSN: 2527-8452.
  • Bambang Gunawan, Sri Purwati, Pujiati. 2014.  Kajian Macam Varietas dan Konsentrasi ZPT Organik Terhadap Perkecambahan Stek Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L). Universitas Merdeka Surabaya. Jurnal Fakultas Pertanian UNIGA Nomor 1 Volume XIV.

Pemanfaatan Teknologi Drone Untuk Perkebunan Sawit

Oleh: Arszandi Pratama, S.T., M.Sc., Tike Aprillia S.T, Akhmad Abrar A.H. S.T., dan Dandy Muhamad Fadilah, S.T.

Bisnis perkebunan di Indonesia memiliki prospek yang sangat cerah mengingat beberapa kecenderungan perkembangan industri di dunia saat ini yaitu pengembangan energi terbarukan, perkembangan  teknologi  berbasis  alami, ekowisata,  pelestarian  lingkungan  hidup, dan  spesialisasi  pengembangan  industri berbasis  wilayah  (Biro  Riset  BUMN, 2021). Komoditas perkebunan menjadi andalan bagi pendapatan nasional dan devisa negara, dimana total ekspor perkebunan pada tahun 2018 mencapai 28,1 miliar dolar atau setara dengan 393,4 Triliun rupiah. Kontribusi sub sektor perkebunan terhadap perekonomian nasional diharapkan semakin meningkat dan memperkokoh pembangunan perkebunan secara menyeluruh.

Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat tiap tahun. Saat ini di Indonesia terdapat luasan perkebunan kelapa sawit sekitar 16,381 juta (SK Kepmentan Menteri Pertanian, 2019).  Sejalan dengan peningkatan luas areal, maka peningkatan produktivitas juga menjadi target pemerintah Indonesia.

Sektor komoditas kelapa sawit berperan besar dalam menopang ekspor Indonesia. Dengan masuknya era Revolusi Industri 4.0, industri kelapa sawit perlu segera berbenah terutama dalam aspek teknologi digital. Hal ini mengingat penguasaan teknologi menjadi kunci dalam menentukan daya saing Indonesia. Efisiensi bisnis dan operasional mutlak segera dilakukan, khususnya menyangkut kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak tenaga kerja. Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) ,Mukti Sardjono , mengaku ”industri kelapa sawit sudah mulai memasuki era digital terutama di perkebunan kelapa sawit.” Pada dasarnya dengan ketersediaan teknologi yang lebih canggih dan modern, segala kegiatan perkebunan akan jauh lebih berkembang dan juga semakin maju. Produktivitas yang dihasilkan akan meningkat sehingga menghasilkan berbagai keuntungan yang besar. 

Drone menjadi salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas perkebunan kelapa sawit. Mengapa demikian? karena drone menjadi teknologi alternatif dalam membantu kegiatan operasional perkebunan kelapa sawit menjadi lebih efektif dan efisien. Dengan pemanfaatan drone, diharapkan operasional perkebunan akan bertambah lebih optimal dan memangkas biaya produksi.

Manfaat Pengaplikasian Drone

Proses operasional perkebunan kelapa sawit sebenarnya tidak jauh berbeda dengan komoditas lain. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan karena tipe tanaman kelapa sawit memiliki perencanaan lahan, penanaman tanaman, perawatan, hingga panen yang berbeda dari komoditas lain. Untuk itu dalam operasionalnya membutuhkan penanganan yang berbeda pula. Berikut merupakan manfaat dan contoh pengaplikasian drone pada operasional perkebunan kelapa sawit,

  1. Perencanaan dan Persiapan Lahan 

Persiapan lahan adalah kegiatan persiapan areal sampai areal tersebut siap ditanami kelapa sawit. Persiapan lahan dilakukan pada semua areal perencanaan pertanaman yang dimulai dari proses perencanaan, penataan kebun, penentuan tata batas, imas, tumbang, rumpuk sampai areal siap tanam. 

Pada areal rata sampai bergelombang, pola tanam kelapa sawit akan berbentuk segitiga sama sisi. Sedangkan pada areal berbukit, perlu dibuat teras kontur terlebih dahulu agar Jarak dan pola tanam dibuat seoptimal mungkin.Tujuannya adalah agar individu tanaman mendapat ruang perkembangan kanopi dan sinar matahari yang optimum serta merata untuk mendapatkan produksi per hektar dan “economic life” yang maksimal.

Hal yang dilakukan dalam proses perencanaan dan penataan kebun, adalah melakukan identifikasi lahan. Beberapa hal yang dilakukan dalam identifikasi lahan adalah mengetahui luas lahan dan batas kerja, mengidentifikasi vegetasi asal, mengetahui jenis tanah, analisis topografi, perencanaan lokasi pembibitan, dan pembuataan rencana jalan penghubung keluar masuk kebun.

Penggunaan drone pada tahap persiapan lahan biasanya dilakukan untuk menghasilkan peta blok, peta topografi, peta tanaman, dll. Drone dapat menghasilkan peta foto udara dan jika dilengkapi dengan sensor LiDAR maka dapat menghasilkan peta topografi. Hasil akuisisi data foto udara dapat digunakan untuk menghitung luas areal dan menggambarkan kondisi kebun secara real time. Selanjutnya peta topografi dapat dimanfaatkan untuk informasi awal dalam perencanaan water management dan zoning system lahan perkebunan.

  1. Manajemen Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit 

Pemeliharaan tanaman kelapa sawit adalah bagian cukup penting untuk memperoleh hasil produksi yang lebih maksimum. Setelah melalui proses persemaian, pembukaan lahan, dan penanaman pohon di lapangan yang diikuti dengan penanaman penutup tanah untuk memperkecil pertumbuhan gulma, maka saatnya untuk melanjutkan proses pemeliharaan.

Tanaman kelapa sawit disebut sebagai tanaman tahunan yang biasanya dikelompokkan ke dalam tanaman belum menghasilkan/immature atau disingkat (TBM) dan tanaman menghasilkan/mature disingkat (TM). TBM pada kelapa sawit adalah masa sebelum panen (dimulai dari saat tanam sampai panen pertama) yaitu berlangsung 30-36 bulan. Tujuan pemeliharaan TBM pada kelapa sawit adalah untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang seragam dan berproduksi tinggi. Manfaat pemeliharaan TBM adalah untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif tanaman sawit sebagai penunjang pertumbuhan generatif yang berproduksi tinggi. Sedangkan tujuan pemeliharaan TM adalah untuk menghasilkan tanaman kelapa sawit dengan produktivitas maksimal dengan biaya produksi serendah mungkin, mempertahankan produktivitas yang tinggi secara berkelanjutan,  dan menjaga lingkungan perkebunan. Beberapa pekerjaan yang dapat dilakukan drone untuk pemeliharaan tanaman kelapa sawit:

Drone dapat membantu petani untuk melakukan pemeliharaan piringan, jalan rintis, dan gawangan.

Pemeliharaan piringan dan gawangan bertujuan untuk mengurangi kompetisi gulma terhadap tanaman dalam penyerapan unsur hara, air, dan sinar matahari serta mempermudah pekerja untuk kontrol di lapangan. Disamping itu, piringan dan gawangan harus dijaga supaya intensitas pengendalian gulma tidakberlebihan, hingga berdampak menggundulkan permukaan tanah yang menjadikannya rawan terkena erosi.

Contoh ketentuan pemeliharaan piringan dan gawangan dari gulma

Gambar piringan dan jalan pikul

Sumber: Dokumen SOP Agronomi Untuk Petani Kelapa Sawit: Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit No. SOP AGRO-07/01.

Pemanfaatan drone untuk sensus pohon

Kegiatan sensus pohon sangat penting dilakukan. Dengan dilakukan sensus, dapat diketahui jumlah pokok per ha (SPH), jumlah pohon (produktif dan non produktif) yang ada, kondisi tanaman, dan topografi di dalam satu blok. Sensus pokok dilakukan secara berkala sesuai ketentuan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang lengkap mengenai keadaan sebenarnya di lapangan, terutama yang berhubungan dengan produktivitas tanaman. 

Hasil sensus yang akurat dapat membantu memudahkan dalam pengelolaan kebun dan dapat digunakan untuk mengetahui serta melakukan tindakan terhadap hal yang berkaitan dengan:

  • Jumlah pokok produktif dan non produktif.
  • Pokok sakit/abnormal.
  • Pokok mati/kosong.
  • Jumlah pokok sisipan.
  • Data parit dan sarana fisik (jalan, jembatan, titi panen, dan lain-lain).
  • Pekerjaan panen.
  • Pekerjaan pemupukan.
  • Pengendalian hama dan penyakit.

Data pokok normal dan abnormal yang didapatkan lebih awal, akan sangat bermanfaat untuk menyusun program penyisipan dan pelaksanaannya. Hal ini bermanfaat untuk mendapatkan produksi per hektar lebih maksimal.

Gambar pemanfaatan teknologi drone untuk menghitung jumlah tanaman di perkebunan kelapa sawit

Sumber: Eko Noviandi Ginting dan Dhimas Wiratmoko. 2021.

Penelitian yang dilakukan oleh Megawati Siahaan dkk tahun 2021 tentang Efektivitas Dan Efisiensi Pemakaian Drone Fixed Wing Pada Pemetaan Kebun Dan Sensus Pohon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) menghasilkan hasil analisis: 

  • Sensus pohon menggunakan drone menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan sensus manual. Dari hasil penelitian tersebut diketahui perbandingannya adalah sensus pohon menggunakan drone hanya menghabiskan waktu 7 jam 40 menit untuk 53,53 Ha dengan data yang akurat dan visualisasi lebih lengkap sesuai kondisi real di lapangan. Sedangkan sensus pohon secara manual membutuhkan waktu kurang lebih 3 hari untuk 53,53 Ha. 
  • Biaya operasional yang dikeluarkan jauh lebih murah yaitu  sebesar  Rp.8.583,-/ha, sedangkan  sensus  pohon  secara  manual memerlukan  biaya  yang  lebih  besar yaitu Rp.56.374,-/ha.
  1. Manajemen Pemupukan Tanaman 

Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman keras. Untuk menunjang pertumbuhan akar, batang, dan daun, pohon sawit tetap memerlukan pupuk. Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan memperbaiki keadaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Tingkat kesuburan tanah sangat identik dengan keseimbangan biologi, fisika, dan kimia tanah. Namun harus diingat bahwa dengan pemberian pupuk secara berlebihan dan terus menerus akan merusak keseimbangan. Untuk memastikan pemupukan tanaman dapat secara optimal, mekanisasi dalam bentuk drone sangat dibutuhkan. Drone dapat membantu proses pemupukan dengan lebih cepat dan optimal. 

  1. Manajemen Operasional Prosedur Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan)

Upaya untuk mengenal danmendeteksi siklus hidup organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman kelapa sawit secara dini, mutlak harus dilaksanakan karena akan memudahkan tindakan pencegahan terjadinya ledakan serangan hama dan penyakit yang tak terkendali. Secara ekonomis, biaya pengendalian melalui deteksi dini dipastikan akan jauh lebih murah daripada pengendalian serangan hama dan penyakit yang sudah menyebar luas. 

Selanjutnya, segera deteksi siklus hidup OPT agar mudah dalam melakukan pencegahan dan pengendaliannya. Pendeteksian tersebut dapat menyelamatkan tanaman kelapa sawit dari serangan OPT yang merugikan, sehingga produksi dapat dipertahankan. Ada 2 (dua) kategori OPT pada tanaman kelapa sawit yakni kelompok hama dan penyakit.

Dalam tahap pengendalian OPT, drone dapat membantu membasmi OPT berjenis kelompok hama dengan penyemprotan insektisida. Pemanfaatan drone membuat penyemprotan lebih optimal sehingga tidak merusak tanaman.

  1. Manajemen Re-Planting

Dari segi pengusahaan, suatu kebun kelapa sawit dianggap sudah tua jika berumur sekitar 20 sampai 25 tahun dan perlu peremajaan. Peremajaan tanaman (replanting) dilakukan agar hasil produksi kebun sawit tidak menurun secara drastis. Pada tahap ini diperlukan perencanaan yang matang dan terperinci untuk menghindari terjadinya kerugian selama kegiatan peremajaan. 

Mengatasi hal tersebut, peremajaan dapat dilakukan secara bertahap dengan membagi areal tanaman tua menjadi beberapa wilayah pengerjaan. Tahapan peremajaan tanaman kelapa sawit meliputi kegiatan penumbangan tanaman lama, pencacahan cabang dan batang, perumpukan, penanaman tanaman penutup tanah (LCC), pemancangan, konservasi tanah, pembuatan lubang tanam, dan penanaman bibit tanaman kelapa sawit.

Drone dapat digunakan untuk mengetahui hamparan lokasi pembibitan baru dan luas area lahan. Untuk menunjang lokasi pembibitan yang sesuai, dibutuhkan beberapa data tambahan seperti: data topografi, ketersediaan air, dan jalur akses kendaraan.

Berdasarkan penjabaran tersebut, Drone dapat menjadi teknologi dalam mekanisasi perkebunan kepala sawit di Indonesia. Kegiatan operasional seperti: perencanaan, pemupukan, hingga re-planting dapat dibantu menggunakan drone untuk mempermudah pekerjaan dan mendapatkan data secara aktual, cepat, dan aman. Jasa Drone PT.KHS telah beroperasi selama puluhan tahun dan berhasil membantu kegiatan pemetaan lahan serta penyemprotan tanaman di berbagai wilayah di Indonesia. Kami akan terus berusaha berkontribusi dalam peningkatan produktivitas sektor perkebunan. Yuk berkolaborasi dengan PT.KHS!!!

Referensi

  1. Rosmegawati. 2021. Peran Aspek Teknologi Pertanian Kelapa Sawit Untuk Meningkatkan Produktivitas Produksi Kelapa Sawit. Universitas Borobudur. JURNAL AGRISIA Vol.13 No.2.
  2. Megawaati Siahaan dkk. 2021. Efektivitas Dan Efisiensi Pemakaian Drone Fixed Wing Pada Pemetaan Kebun Dan Sensus Pohon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan. Agro Estate, 5 (1) Juni 2021.  ISSN : 2580-0957. https: //ejurnal.stipap.ac.id/index.php/JAE.
  3. Eko Noviandi Ginting dan Dhimas Wiratmoko. 2021. Potensi dan Tantangan Penerepan Precision Farming Dalam Upaya Membangun Perkebunan Kelapa Sawit Yang berkelanjutan. Warta PPKS: 26(2): 55-66.
  4. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. 2021. Industri Kelapa Sawit Indonesia: Menjaga Keseimbangan Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan.https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/2921/industri-kelapa-sawit-indonesia-menjaga-keseimbangan-aspek-sosial-ekonomi-dan-lingkungan. Siaran Pers HM.4.6/82/SET.M.EKON.3/04/2021. Diakses 14 Maret 2023.
  5. 2016. Dokumen SOP Agronomi Untuk Petani Kelapa Sawit: Persiapan Lahan No. SOP AGRO-03/00.
  6. 2016. Dokumen SOP Agronomi Untuk Petani Kelapa Sawit: Manajemen No. SOP AGRO-11/00.
  7. 2016. Dokumen SOP Agronomi Untuk Petani Kelapa Sawit: Manajemen Pemupukan No. SOP AGRO-07/03.
  8. 2016. Dokumen SOP Agronomi Untuk Petani Kelapa Sawit: Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit No. SOP AGRO-07/01.
  9. 2016. Dokumen SOP Agronomi Untuk Petani Kelapa Sawit: Pengendalian OPT No. SOP AGRO-07/04.
  10. 2016. Dokumen SOP Agronomi Untuk Petani Kelapa Sawit: Sensus Pokok dan Produksi No. SOP AGRO-07/05.

Teknologi Drone Dalam Mekanisasi Pertanian

Oleh: Arszandi Pratama, S.T., M.Sc., Akhmad Abrar A.H. S.T., Dandy Muhamad Fadilah, S.T.

Mekanisasi pertanian merupakan salah satu komponen penting dalam memanfaatkan alat dan mesin pertanian (alsintan) sebagai instrumen untuk meningkatkan efisiensi usaha tani dan daya saing produk pangan dan pertanian di Indonesia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, mekanisasi identik dengan penggunaan traktor. Hal ini dikarenakan pada tahun 1946 saat pengenalan teknologi pertanian, traktor merupakan salah satu alat yang diperkenalkan. Namun, semakin berkembangnya zaman, terdapat banyak sekali teknologi yang membantu petani menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dan aman.

Penggunaan alat dan mesin pertanian terbaru untuk mendukung proses operasional usaha tani, mulai dari pembukaan lahan, penyiapan tanam, tanam, pemeliharaan tanaman, panen sampai dengan pasca panen dikenal dengan sebutan mekanisasi pertanian (Rijk, 2010). Penerapan mekanisasi pertanian mampu meningkatkan efisiensi waktu, efisiensi biaya, efektivitas kerja, dan menurunkan kehilangan hasil selama proses/kegiatan.

Mekanisasi pertanian merupakan langkah untuk mengatasi permasalahan yang kerap timbul dari penggunaan metode konvensional yang seluruh prosesnya masih mengandalkan tenaga manusia. Traktor sebagai salah satu bentuk implementasi inovasi teknologi di bidang pertanian jelas memberikan dampak yang signifikan bagi para petani. Bayangkan, satu traktor dapat melakukan pekerjaan pengolahan lahan, penanaman, perawatan hingga panen. Bandingkan berapa banyak tenaga manusia yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Mekanisasi pertanian merupakan pilihan yang memang harus diambil untuk memacu peningkatan produksi, produktivitas, efisiensi dan daya saing. Faktor lain sebagai alasan pentingnya mekanisasi adalah semakin berkurangnya ketersediaan tenaga kerja (usia muda) dalam kegiatan usaha pertanian.

Tujuan Mekanisasi Pertanian

Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, meningkatkan  produktivitas  lahan,  dan  menurunkan  biaya  produksi. Penggunaan alat dan mesin pada proses produksi dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani. Berikut beberapa tujuan mekanisasi pertanian:

  1. Mengelola dan memaksimalkan hasil produksi di dalam sektor pertanian itu sendiri.
  2. Mencapai target yang telah dicanangkan di dalam pertanian, hal ini menyangkut hasil panen dan pengendalian hasil setelah panen.
  3. Memaksimalkan fungsi lahan pertanian, di mana akan banyak waktu pengelolaan tanah pasca panen yang bisa dihemat dan kemudian digunakan sebagai masa tanam produktif pada lahan pertanian.
  4. Menghindari terjadinya gagal panen yang diakibatkan oleh kurangnya jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh sektor pertanian, maka di dalam hal ini penggunaan alat-alat pertanian modern dapat membantu dan mengurangi risiko tersebut. 
  5. Menjamin kenaikan kualitas dan kuantitas produksi 
  6. Meningkatkan taraf hidup petani
  7. Memungkinkan  pertumbuhan  ekonomi  subsisten  (tipe  pertanian  kebutuhan  keluarga) menjadi tipe pertanian komersial (commercial farming)

Adapun beberapa keunggulan dari mekanisasi pertanian yaitu : 

  1. Meningkatkan produksi per satuan luas dengan adanya alat-alat mekanis yang canggih yang telah digunakan oleh para petani 
  2. Dengan  meningkatnya  hasil  produksi,  maka  pendapatan  para  petani  juga  otomatis  akan meningkat 
  3. Dapat meningkatkan efektifitas, produktivitas, kuantitas dan kualitas hasil pertanian 
  4. Teknologi pasca panen mampu memberikan dukungan untuk mempertahankan mutu dan meningkatkan nilai tambah pada hasil produksi. 
  5. Dapat meningkatkan efisiensi lahan dan tenaga kerja (tidak terlalu membutuhkan banyak sumber daya manusia) 
  6. Menghemat energi dan sumber daya (benih, pupuk, dan air) 
  7. Dapat meminimalisir faktor-faktor penyebab kegagalan dalam produksi 
  8. Meningkatkan  luas  lahan  yang  ditanami  dan  menghemat  waktu  karena  dengan menggunakan alat-alat mekanis pengolahan lahan yang luas dapat dengan cepat terselesaikan  dan juga pekerjaan para petani akan lebih terasa ringan. 
  9. Menjaga kelestarian lingkungan dan produksi pertanian yang berkelanjutan, serta 
  10. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani 

Mekanisasi Pertanian di Indonesia dan Dampaknya

Modernisasi pertanian melalui penerapan mekanisasi pertanian, telah memberikan hasil nyata dalam sejarah pertanian Indonesia saat ini. Dampaknya terjadi penghematan tenaga kerja sebanyak 70 hingga 80 persen dan penghematan biaya produksi 30 hingga 40 persen. Peningkatan produksi 10 hingga 20 persen dan penurunan kehilangan hasil saat panen dari 20 persen menjadi 10 persen. Jika diasumsikan penurunan kehilangan hasil 20 persen, dari luas panen sawah padi di Indonesia 14 juta ha dengan tingkat produksi rata-rata nasional 5 ton per ha, dapat menyelamatkan 14 juta ton gabah kering panen (GKP).

Apabila diasumsikan harga GKP Rp 3.700 per kg, maka uang yang diselamatkan sebanyak Rp5,18 triliun. Hal ini berarti dari salah satu dampak positif dari penerapan mekanisasi, sektor pertanian mampu memberikan kontribusi besar pada perekonomian negara. Hasil lain yang bersifat positif dari penerapan mekanisasi pertanian, yaitu sukses mewujudkan Indonesia tidak impor beras, jagung untuk pakan, cabai, dan bawang merah, sehingga sektor pertanian berhasil menghemat devisa sekitar Rp52 triliun.

Drone Sebagai Solusi Pertanian Masa Depan

Di era industri 4.0, digitalisasi sudah merambah di bidang pertanian. Mekanisasi dalam pertanian sudah semakin maju. Mulai dari pemetaan lahan, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, panen, hingga pasca panen. Penggunaan teknologi drone juga mampu mengubah budaya pertanian menjadi lebih modern dan efisien.

Teknologi Drone dapat dioperasikan untuk pemantauan tanaman, pengelolaan pemupukan, penyemprotan, pemetaan irigasi, mendeteksi gangguan hama penyakit, pertumbuhan gulma dan masih banyak lagi manfaatnya yang dapat ditemui dalam teknologi ini. Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam pertanian.go.id mengatakan bahwa “Modernisasi pertanian ini sekaligus juga sebagai persiapan untuk menghadapi tantangan revolusi industri 4.0, dengan target utama peningkatan produksi dan produktivitas hasil pertanian. Teknologi pertanian dikemas dalam bentuk mekanisasi 4.0, yang sekaligus menjawab tantangan revolusi industri 4.0 di segala bidang. Ia memastikan aplikasi drone bukan untuk menghilangkan lapangan pekerjaan terutama petani tradisional. Para petani bahkan bakal menerima manfaat yang lebih besar dengan bantuan teknologi.”

Secara umum dalam proses operasional pertanian, drone dapat membantu dalam tahap:

  1. Perencanaan dan Pengolahan Lahan

Drone dapat membantu dalam melakukan persiapan sebelum musim tanam. Biasanya pemanfaatan drone untuk mengetahui kondisi lahan secara menyeluruh. Drone dengan sensor LiDAR juga memiliki kemampuan dalam melakukan pemetaan kontur lahan. Selanjutnya, data tersebut dapat digunakan untuk analisis kondisi lahan atau dapat juga dimanfaatkan untuk perencanaan irigasi. Hasil analisis juga dapat digunakan untuk menentukan pola penanaman bibit yang maksimal.

  1. Persiapan benih dan penanaman

Keberadaan drone dapat digunakan pada saat penanaman bibit. Cara penanaman bibit menggunakan drone memungkinkan proses penanaman berlangsung dengan lebih cepat. Drone tidak hanya punya kemampuan untuk menembakkan bibit ke permukaan tanah, tetapi juga melakukan pemupukan. Metode pembibitan dan pemupukan menggunakan drone dapat mengurangi biaya untuk ongkos penanaman.

  1. Penyemprotan tanaman

Drone spraying merupakan salah satu pemanfaatan drone dalam mekanisasi pertanian di Indonesia yang paling sering digunakan baik pertanian, perkebunan, maupun kehutanan.  Dengan sistem yang canggih memungkinkan penyemprotan dapat dilakukan secara efektif dan maksimal dibanding jika dilakukan secara manual. 

  1. Pemeliharaan Tanaman

Populasi tanaman pada suatu area dapat diketahui menggunakan teknologi Drone. Tujuan kegiatan tersebut adalah untuk mengetahui apakah populasi tanaman terhadap luas lahan seimbang atau tidak. Hal tersebut menjadi bahan pertimbangan apabila harus dilakukan replanting (penanaman ulang) atau thinning (penjarangan) tanaman sehingga rasio antara tanaman dan luas lahan akan seimbang dan akan menghasilkan produk pertanian yang lebih optimal.

  1. Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Selain penyemprotan rutin tanaman, Drone spraying juga banyak dimanfaatkan untuk penyemprotan herbisida dan pestisida. Hal ini sangat berguna untuk mengurangi dampak buruk kepada kesehatan petani. Selain itu, dengan drone spraying penyemprotan dapat lebih merata dan dapat memangkas biaya.

Penggunaan alat drone dapat mendukung proses operasional kegiatan pertanian. Mekanisasi pertanian menggunakan drone memiliki banyak keunggulan yaitu dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat, efisien, dan efektif. Untuk mendukung mekanisasi pertanian di Indonesia, Silahkan untuk konsultasikan kebutuhan anda kepada kami! Yuk Bermitra dengan KHS.

Sumber:

  1. Universitas Medan Area. 2021. Pengertian, Tujuan dan Penerapan Mekanisasi Pertanian. https://barki.uma.ac.id/2021/12/20/pengertian-tujuan-dan-penerapan-mekanisasi-pertanian/. Diakses pada 09 Maret 2023.
  2. Rasmunaldi. 2016. Mekanisasi, Peran dan pentingnya dalam pembangunan Pertanian https://sumbarprov.go.id/home/news/6664-mekanisasi-peran-dan-pentingnya-dalam-pembangunan-pertanian. Diakses pada 09 Maret 2023.
  3. Radi-tep. 2019. Mekanisasi. https://alsintan.tp.ugm.ac.id/mekanisasi/. Diakses pada 09 Maret 2023.
  4. Ulfah Inayah. 2018. Makalah Mekanisasi Pertanian Pengertian Mekanisasi Pertanian Dan Sumber Tenaga Dibidang Pertanian. https://www.studocu.com/id/document/universitas-riau/mekanisasi-pertanian/makalah-mekanisasi-pertanian/37699111. Diakses pada 09 Maret 2023.
  5. Mahfudi Akbar. Penggunaan Drone Dalam Sistem Pertanian Indonesia. https://jurnaba.co/penggunaan-drone-dalam-sistem-pertanian-indonesia/. Diakses pada 09 Maret 2023.
  6. 2021. Inovasi Drone Mudahkan Petani Amankan Produksi Pangan. https://www.swadayaonline.com/mobile/artikel/8424/Inovasi-Drone-Mudahkan-Petani-Amankan-Produksi-Pangan/. Diakses pada 09 Maret 2023.
  7. Teknologi Canggih Drone Digunakan Petani. https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=3995. Diakses pada 09 Maret 2023.
  8. Dewi Susanti. 2019. 7 Manfaat Aplikasi Drone Di Bidang Pertanian. http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/88995/7-Manfaat-Aplikasi-Drone-Di-Bidang-Pertanian/. Diakses pada 09 Maret 2023.
  9. Andi Amran Sulaiman, dkk. 2018. Revolusi Mekanisasi Pertanian Indonesia. IAARD PRESS. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.