das_sudipto_rooftop_organic_farming

Pengembangan Urban Farming: Kesempatan Masyarakat Kota Untuk Berdaya di Masa Corona

Oleh: Annabel Noor Asyah S.T; M.Sc

Semakin hari, semakin banyak narasi yang menyuarakan potensi merosotnya ketahanan pangan sebagai dampak dari pandemi yang tengah berlangsung saat ini. Intinya, kewaspadaan dan upaya preventif harus segera dipikirkan dan diimplementasikan, jika tidak mau terjerumus ke dalam krisis pangan yang berkepanjangan.  Hal tersebut menjadi masuk akal mengingat pola produksi dan distribusi pangan menjadi terganggu.  Kebijakan-kebijakan dalam rangka memutus mata rantai penyebaran virus corona, seperti pembatasan sosial dan lockdown berpotensi menyebabkan kelangkaan bahan pangan akibat akses produksi dan distribusi yang dilimitasi. Keresahan tersebut tidak hanya menjadi konsiderasi nasional, melainkan juga global, seiring terbitnya pernyataan dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) yang memberikan peringatan terkait kelangkaan dan darurat pangan di tengah pandemi ini.

Jika para petani di desa mengalami degradasi penghasilan akibat menurunnya produksi bahan pangan, maka para konsumen di kawasan perkotaan kian was-was karena berkurangnya pasokan pangan untuk mencukupi kebutuhan mereka.  Walaupun pemerintah pusat sudah mengatakan bahwa stok pangan di Indonesia aman, paling tidak hingga bulan Agustus, faktor-faktor penghambat keberhasilan panen juga tetap harus dipertimbangkan. Disamping itu, solusi yang inovatif juga perlu diciptakan agar dampak COVID-19 dalam bidang ketahanan pangan dapat diminimalisir. Salah satu alternatif yang sering disebut adalah pengembangan urban farming.

Kegiatan Urban Farming di Atap Bangunan
Sumber: Internet, 2020

Praktik Urban Farming Sebagai Solusi

Urban farming sendiri memiliki definisi sebagai kegiatan pertumbuhan, pengolahan, dan distribusi pangan serta produk lainnya melalui budidaya tanaman dan peternakan yang intensif di perkotaan dan daerah sekitarnya (FAO, 2008; Urban Agriculture Commitee of the CFSC, 2003). Beberapa tahun ke belakang, Urban farming kian populer di Indonesia. Tren tersebut dipicu munculnya kesadaran masyarakat perkotaan tentang gaya hidup sehat dengan mengkonsumsi hasil tanam organik yang diproduksi sendiri. Tidak sedikit pula anak muda yang melihat urban farming sebagai potensi bisnis. Pemerintah level lokal pun saat ini tengah berlomba-lomba mengembangkan proses pertanian kota tersebut, salah satunya adalah pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mencantumkan kegiatan urban farming di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Tahun 2013-2017.

Banyak yang berpendapat, bahwa masa corona menjadi masa dimana banyak kesempatan terbuka bagi semua orang. Kesempatan tersebut dapat didefinisikan ke dalam banyak hal, salah satunya adalah kesempatan mengembangkan pertanian perkotaan. Sebenarnya, sudah lama urban farming digadang-gadang sebagai suatu keniscayaan yang mau tidak mau dilakukan oleh masyarakat kota dalam rangka bertahan hidup. Berdasarkan data yang dirilis oleh PBB, pada tahun 2020 lebih dari 2/3 populasi dunia akan tinggal di kawasan perkotaan. Urban agriculture akan menjadi kunci utama yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Narasinya, urban farming dapat memproduksi 180 juta ton makanan per-tahun atau sekitar 10% dari total produksi pangan. Kini, urgensi pengembangan urban farming semakin terlihat jelas di tengah kecarut-marutan COVID-19. Ketika sisi produksi tanaman pangan tidak menentu, akses distribusi terganggu dan ancaman kelangkaan kian menyerbu. Urban farming menjadi solusi yang memberdayakan masyarakat kota. 

Kegiatan bercocok tanam di kawasan perkotaan bagi sebagian orang memang terkesan aneh, namun sebetulnya, kegiatan ini memiliki ragam manfaat terutama pada masa-masa sulit seperti saat ini. Yang pertama, Urban farming dapat meminimalisir dampak krisis pangan apabila dilaksanakan secara masif dengan mengedepankan gerakan akar rumput pada setiap lingkungan. Urban farming sejatinya dapat dilakukan secara individual maupun komunal. Hal tersebut bergantung pada visi dan misi yang ingin dicapai dalam penyelenggaraannya. Skala pelayanan dan jangka waktu kebutuhan harus didefinisikan di awal sebelum kegiatan pertanian kota tersebut dikembangkan. Pada masa corona ini, pengembangan komunal dengan skala pelayanan lingkungan dirasa tepat untuk dilakukan.

Manfaat yang kedua, seperti yang kita ketahui pandemi COVID-19 juga menggerus kondisi perekonomian secara global. Hal tersebut berdampak pada meroketnya harga-harga menurunnya daya beli masyarakat terhadap barang-barang yang beredar luas di pasaran. Ditambah lagi dengan panic buying yang cukup meresahkan masyarakat. Dengan mengembangkan urban farming seperti menanam tanaman pangan atau berternak, masyarakat dapat menyimpan uang mereka dengan tidak membeli kebutuhan pokok dan mensubtitusi konsumsi dari hasil panen mereka. Memang hasil panen tidak dapat dinikmati dalam waktu singkat, namun paling tidak masyarakat dapat melakukan antisipasi sedini mungkin sehingga hasilnya dapat segera dituai di kemudian hari.

Manfaat ketiga, kegiatan urban farming dapat mereduksi tingkat stress yang dialami oleh masyarakat perkotaan ketika masa pandemi ini berlangsung. Efek samping dari COVID-19 seperti adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pegawai yang di rumahnya, atau bisnis yang tidak lancar tentu akan berdampak kepada kesehatan mental sebagian orang. Urban farming dapat menjadi salah satu opsi alternatif untuk meminimalisir dampak psikis yang dihasilkan oleh wabah ini.

Namun demikian, kendala-kendala dalam penyelenggaran urban farming perlu ditemukenali dan dicarikan solusinya. Salah satu permasalahan fundamental yang dapat menghambat keberhasilan urban farming adalah keterbatasan lahan jika ingin dikembangkan secara komunal. Intervensi pemerintah dalam menyediakan lahan sangat diperlukan dalam hal ini. Pendistribusian bibit juga perlu diselami lebih dalam skemanya agar kegiatan urban farming dapat berjalan dengan lancar. Ditambah, masih minimnya pengetahuan masyarakat kota terkait tata cara bercocok tanam di iklim perkotaan. Untuk itu perlu adanya upaya-upaya lebih lanjut agar pengembangan urban farming dapat diselenggerakan sebagaimana mestinya.

Daftar Pustaka

Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2020. Urban ffod systems and COVID-19: The role of cities and local government in responding to the emergency.

Ridhoi, M.A. 2020. Pasokan Pangan Dunia Terguncang Covid-19, Bagaimana di Indonesia?. https://katadata.co.id/berita/2020/04/06/pasokan-pangan-dunia-terguncang-covid-19-bagaimana-di-indonesia. Diakses pada Rabu, 29 April 2020.

Hakim, R.N. 2020. Pemerintah Sebut Stok Pangan di Masa Pandemi Covid-19 Aman Hingga 4 Bulan. https://nasional.kompas.com/read/2020/04/13/17045731/pemerintah-sebut-stok-pangan-di-masa-pandemi-covid-19-aman-hingga-4-bulan. Diakses pada Rabu. 29 April 2020.

Cotroneo, C. 2020. Urban farms are thriving amid the pandemic. https://www.mnn.com/your-home/organic-farming-gardening/stories/urban-farms-CSAs-thriving-coronavirus-pandemic. Diakses pada Kamis, 30 April 2020.

Chandran, R. 2020. Grow your own: Urban Farming is flourishing during the coronavirus lockdowns. https://www.weforum.org/agenda/2020/04/grow-your-own-urban-farming-flourishes-in-coronavirus-lockdowns/. Diakses pada Kamis 30 April 2020.

   

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *