Pos

Pengembangan Desa Wisata

Galuh Shita

Indonesia sebagai negara yang luas memiliki potensi wisata yang sangat beragam yang tersebar di berbagai wilayah. Desa merupakan wilayah administrasi terkecil yang diakui oleh negara. Keberadaan lokasi wisata di dalam desa merupakan hal yang lumrah, namun keberadaan desa wisata masih belum banyak ditemui di Indonesia. Beberapa desa wisata yang terdapat di Indonesia diantaranya berada di Bali, Yogyakarta, NTT, dan lainnya.

Wisata di desa dengan desa wisata memiliki definisi yang berbeda. Terdapat beragam definisi yang berkaitan dengan desa wisata. Dalam sebuah jurnal pariwisata, Priasukmana dan Mulyadin mendefinisikan desa wisata sebagai suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan dari suasana yang mencerminkan keaslian dari pedesaan itu sendiri mulai dari sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas dan dari kehidupan sosial ekonomi atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkan berbagai komponen kepariwisataan. Pendapat lain mendefinisikan desa wisata sebagai suatu kawasan atau wilayah pedesaan yang dapat dimanfaatkan atas dasar kemampuan beberapa unsur yang memiliki atribut produk wisata secara terpadu, dimana desa tersebut menawarkan keseluruhan suasana dari pedesaan yang memiliki tema keaslian pedesaan, baik dari tatanan segi kehidupan sosial budaya dan ekonomi serta adat istiadat yang mempunyai ciri khas arsitektur dan tata ruang desa menjadi suatu rangkaian kegiatan dan aktivitas pariwisata.

Kementerian Pariwisata mendenifisikan desa wisata sebagai suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.

Penyelenggaraan desa wisata memerlukan kerja sama dari berbagai pihak, tidak hanya berasal dari penyelenggara pariwisata itu sendiri. Seperti yang sebelumnya telah disampaikan bahwa desa wisata berbeda dengan objek wisata yang berada di desa. Penyelenggaraan desa wisata memiliki arti untuk membuat suatu desa memiliki seluruh aspek yang mendukung kegiatan penunjang pariwisata, tidak hanya dari segi ketersediaan aspek 3A (aksesbilitas, amenitas, atraksi) namun juga keterlibatan lapisan masyarakat yang ada di dalamnya. Penyelenggaraan desa wisata secara umum tidak merubah yang sudah ada, namun lebih melengkapi dan mengembangkan terhadap kebutuhan desa wisata tersebut. Pengembangan desa wisata perlu didukung oleh berbagai faktor, yaitu:

  • Wilayah pedesaan yang telah memiliki potensi alam atau budaya yang menjadi ciri khas atau lebih otentik dibandingkan dengan wilayah perkotaan. Terlebih apabila masyarakat pedesaan masih menjalankan tradisi atau ritual budaya dan topografi yang serasi
  • Wilayah pedesaan memiliki lingkungan fisik yang asri dan belum banyak tercemar oleh beragam jenis polusi dibandingkan dengan kawasan perkotaan
  •  Wilayah pedesaan memiliki perkembangan ekonomi yang relative lambat sehingga dapat menjadi suatu alasan kuat untuk dikembangkan menjadi sebuah desa wisata melalui pengembangan pemanfaatan potensi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat

Secara keseluruhan, faktor-faktor penting untuk dapat mewujudkan pengembangan desa wisata adalah: tersedianya paket pariwisata yang ditawarkan secara lengkap; kepemimpinan masyarakat yang baik; dukungan dan partisipasi pemerintah daerah; dana yang cukup untuk pengembangan pariwisata; perencanaan strategis; koordinasi dan kerja sama antar stakeholder (pemerintah, pengusaha, tokoh masyarakat, dan lainnya); koordinasi dan kerja sama antar pengusaha pariwisata pedesaan; informasi dan bantuan teknis untuk pengembangan promosi pariwisata; Lembaga pariwisata dan biro perjalanan wisata; dan besarnya dukungan masyarakat lokal untuk pariwisata.

Pengembangan desa wisata perlu memperhatikan keseimbangan dengan berbagai aspek kehidupan, termasuk masyarakat yang tinggal di dalamnya serta pengalokasian ruang di dalam desa itu sendiri. Tidak seluruh lokasi yang ada di dalam desa harus menjadi daya tarik wisata, meskipun berada pada wilayah pariwisata. Kolaborasi dengan seluruh perangkat masyarakat desa juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan pengembangan desa wisata. Mengembangkan desa wisata bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, terlebih pada wilayah desa yang memiliki karakteristik lingkungan alam dan budaya yang pekat.

Keberadaan desa wisata mendatangkan banyak manfaat, salah satunya adalah menekan laju urbanisasi. Dengan berkembangnya desa wisata, hal tersebut akan menekan tingkat perpindahan masyarakat dari desa ke kota. Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa pengembangan desa wisata juga akan diiringi oleh peningkatan fasilitas pendukung kegiatan pariwisata, seperti sarana dan prasarana serta kelengkapannya. Sehingga keberadaan desa wisata secara langsung akan memajukan kualitas desa tersebut.

Selain untuk mengembangkan sektor pariwisata dengan lebih luas, pengembangan desa wisata dapat mendorong peningkatan peran masyarakat sebagai pelaku utama pariwisata, serta dapat bersinergi dan bermitra dengan para pemangku kepentingan lainnya. Hal ini dikarenakan masyarakat di desa wisata umumnya telah memiliki keunikan tradisi dan budaya yang telah melekat sehingga pelibatan masyarakat desa dapat menjadi motor utama penggerak kegiatan di desa wisata. Hal yang harus dihindari adalah membiarkan dan mengabaikan keberadaan masyarakat sehingga tingkat partisipasi tidak tercipta dengan maksimal.

Pemerintah sendiri pernah mencoba meningkatkan tingkat partisipasi masyarakat dengan mengkolaborasikannya dengan sektor pariwisata. Hal ini didukung penuh dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 26 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata Melalui Desa Wisata. Tujuan utama PNPM Mandiri Pariwisata adalah untuk meningkatkan kemampuan, menciptakan lapangan kerja dan usaha masyarakat di sektor pariwisata. PNPM Mandiri Pariwisata difokuskan pada pemberdayaan masyarakat desa wisata yang menjadi bagian dari gugusan (cluster) pariwisata tertentu. Kini pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerjasama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KemendesPDTT) tengah menargetkan sebanyak 244 desa wisata agar tersertifikasi menjadi desa wisata mandiri hingga 2024, sesuai dengan amanat RPJMN 2022-2024.


Bahan Bacaan

  • Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 26 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata Melalui Desa Wisata
  • Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 18 Tahun 2011 tentang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata
  • Nuryanti, Wiendu. 1993. “Concept, Perspective and Challenges”, makalah bagian dari Laporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta: Gadjah  Mada University Press.Page
  • Wiwin, I Wayan. 2019. “Faktor Sukses dalam Pengembangan Wisata Pedesaan”. Jurnal Pariwisata Budaya Volume 4.
  • Kabarkota. 2018. “Desa Wisata: Antara Pemberdayaan Masyarakat dan Pengentasan Kemiskinan”. Diperoleh 30 Maret 2021 dari https://www.kabarkota.com/desa-wisata-antara-pemberdayaan-masyarakat-dan-pengentasan-kemiskinan/
  • Detik. 2018. “Jadilah Desa Wisata, Agar Tidak Ada Urbanisasi ke Kota”. Diperoleh 30 Maret 2021 dari https://travel.detik.com/travel-news/d-4169939/jadilah-desa-wisata-agar-tidak-ada-urbanisasi-ke-kota
  • Bisnis. 2021. “Kemenparekraf Gaet Kemendes PDTT Sinergikan Program Desa Wisata”. Diperoleh 30 Maret 2021 dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20210120/12/1345316/kemenparekraf-gaet-kemendes-pdtt-sinergikan-program-desa-wisata

Mengenal Nomadic Tourism

Oleh Galuh Shita

Istilah nomadic tourism mungkin masih terdengar asing bagi kalangan masyarakat. Istilah nomadic tourism mengambil inspirasi dari kebiasaan masyarakat Mongolia yang berpindah-pindah tempat tinggal. Dilansir dari KBBI Kemendikbud, istilah nomad memiliki arti kelompok orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap, berkelana dari satu tempat ke tempat lain, biasanya pindah pada musim tertentu ke tempat tertentu sesuai dengan keperluan kelompok itu. Secara umum, istilah nomadic tourism merupakan gaya pariwisata baru dimana wisatawan dapat menetap dalam kurun waktu tertentu di suatu destinasi wisata dengan amenitas yang mudah dipindahkan (portable) dan berpindah-pindah.

Dilansir dari UNWTO (The World Tourism Organization) umumnya terdapat beberapa karakteristik wisatawan dari jenis pariwisata ini, seperti masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan hingga kuliah, berusia 35-55 tahun, memiliki pendapatan menengah dan umumnya tidak memiliki anak di bawah 12 tahun. Secara tidak sadar, sebagian masyarakat mungkin sudah menjadi bagian dari pelaku wisata nomad. Karakteristik wisatawan yang menjadi pelaku wisata nomad mirip dengan pelaku wisata backpack yang cenderung berpindah-pindah. Yang membedakan adalah kecenderungan wisatawan untuk menghabiskan biaya dengan jumlah yang lebih besar dan tempat tinggal yang lebih nyaman. Para pelaku nomad umumnya tetap mengutamakan kenyamanan dan rela menghabiskan uang untuk menghemat waktu dalam berpindah tempat, tidak seperti backpacker yang cenderung menghemat biaya atau bahkan memilih untuk tidak mengeluarkan uang sama sekali, misalnya menumpang kendaraan ataupun penginapan.

Menurut Kemenpar, terdapat 3 jenis tipe wisatawan nomad, yaitu:

  • Glampacker, sering disebut pula sebagai millennial nomad, merupakan kelompok wisatawan yang memiliki preferensi wisata untuk menghabiskan waktu mereka pada destinasi wisata yang mewah. Kelompok wisatawan ini cenderung untuk tidak mengorbankan kenyamanan dan mencoba untuk melihat dunia dari zona nyaman mereka. Mereka tidak akan ragu untuk menghabiskan uang mereka pada hal-hal yang mampu menawarkan kemewahan, baik pada penginapan, barang ataupun pengalaman.
  • Luxpacker, sering disebut pula sebagai wisatawan luxurious nomad, merupakan kelompok wisatawan yang melakukan perjalanan mengembara untuk melupakan daerah asal mereka dengan menggunakan fasilitas media daring.
  • Flashpacker, sering disebut pula sebagai wisatawan digital nomad, merupakan kelompok wisatawan yang mirip dengan tipe wisatawan backpacker namun lebih memilih untuk menikmati pengalaman berwisata dengan lebih nyaman. Apabila backpacker lebih mementingkan harga yang murah meskipun memakan waktu yang lama dalam perjalanan ataupun tinggal di tempat yang nyaman, maka flashpacker merupakn tipe wisatawan yang akan rela membayar lebih untuk dapat menikmati pengalaman berwisata dengan lebih nyaman meskipun harus mengeluarkan biaya yang lebih besar.

Identifikasi Karakteristik Pelaku Wisata Digital Nomad

Judul dan PenulisDefinisiHasil
Judul Nomadic Tourism, Wisata Pendidikan, Digitalisasi dan Wisata Event dalam Pengembangan Destinasi  
Penulis Dr. Ni Made Eka Mahadewi., M.Par., CHE  
Lokasi Bali (2018)
Nomadic Tourism adalah kegiatan wisata yang dilakukan secara berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dilakukan oleh wisatawan usia produktif berusia 35-55 tahun, memiliki pendapatan dan mengandalkan informasi terkini.
Flashpacker, atau disebut sebagai wisatawan Digital Nomad yang menetap sementara pada suatu tempat, sembari bekerja darimana saja. Terdapat 5 juta wisatawan dengan kategori flashpacker yang memiliki afinitas terhadap Indonesia dan tertarik dengan dunia digital nomad.
Nomadic Tourism:
– wisata berpindah-pindah
– usia produktif 35-55
– punya penghasilan
– update informasi terkini

Flashpacker/digital nomad:
– menetap sementara waktu sembari bekerja dimana saja
Judul Become Nomad  
Penulis Eli David
Lokasi Israel (2014)
Digital nomad adalah orang yang terus bergerak dan menjelajahi destinasi baru, akan tetapi masih bergantung pada teknologi untuk terus bekerja. Seorang digital nomad akan mengandalkan teknologi untuk komunikasi sehingga mereka dapat tetap berhubungan dengan klien mereka. Biasanya, ini berarti bahwa ada minggu kerja reguler kemudian perjalanan wisata dilakukan pada akhir pekan. Kemudian itu juga bisa berarti bahwa bepergian dilakukan saat ada pekerjaan dan ketika seseorang harus terus-menerus tinggal di berbagai negara untuk tujuan kerja.Digital Nomad:
– Orang yang terus bergerak menjelajahi destinasi baru
– Sangat bergantung pada teknologi untuk terhubung kepada klien/pekerjaan
– Berwisata di akhir pekan
– Harus selalu siap berpindah ke berbagai negara untuk tujuan pekerjaan
Judul Digital Nomads: Employment In The Online Gig Economy  
Penulis Beverly Yuen Thompson
Lokasi New York (2018)
Pengembara digital adalah pekerja yang pekerjaan utamanya dilakukan di internet. Mereka tidak diharuskan datang sendiri untuk melakukan pekerjaan mereka, sehingga mereka “independen”. Tetapi hanya sebagian kecil dari pekerjaan yang benar-benar dapat dilakukan secara online seperti pemasaran digital, desain web, rekayasa perangkat lunak, atau pemrograman komputer, tutor bahasa video online. Untuk sebagian besar adalah pekerja dari jarak jauh, biasanya memiliki rumah tangga yang stabil di satu kota dan bekerja dari rumah atau beberapa di tempat-tempat lokal.Digital Nomad:
– Pekerjaan utamanya selalu berhubungan dengan internet
– Independen/freelancer
– Contoh pekerjaan yang dilakukan digital nomad adalah digital marketing, web design, design software, pemrograman computer, tutor bahasa video online.
– Biasanya memiliki rumah tangga yang stabil di satu kota
– Bekerja dari rumah
Judul The New Global Nomads: Youth Travel In A Globalizing World
Penulis Greg Richards  
Lokasi Belanda (2015)
Nomad digital atau flashpacker adalah traveler yang paling terhubung dengan dunia digital, sering menggunakan media sosial dan juga lebih cenderung susah membedakan ketika mereka sedang bekerja atau berlibur. Digital nomad juga memiliki kontak jauh lebih sedikit dengan ‘masyarakat lokal’.Digital nomad:
– Sangat terhubung dengan dunia digital
– Sering menggunakan media sosial
– Sulit membedakan ketika mereka sedang bekerja atau berwisata
– Kurang melakukan kontak dengan masyarakat lokal
Judul Digital Nomadism  
Penulis Georgios Mouratidis
Lokasi Swedia (2015)
Laptop, smartphone, dan tablet adalah media yang menghubungkan virtual dengan medan fisik, mengatur semua jenis media lain yang terlibat dalam produksi tanda-tanda digital nomaden. “Media seluler” dan “smart devices” memungkinkan peredaran data tanpa koneksi fisik, memberikan kesempatan kepada para penggunanya untuk bekerja dari mana saja, sebagian besar di kafe yang menawarkan WiFi gratis dan ruang kerja bersama yang biasanya juga menyediakan ruang meja individual dan fasilitas kantor.Alat teknologi yang digunakan digital nomad:
– Laptop, smartphone, smart device
– membutuhkan Wi-Fi
– membutuhkan co-working space

Sumber: Studi Digital Nomad

Pada tahun 2018, Kementerian Pariwisata di bawah kepemimpinan Menteri Arief Yahya, telah mencanangkan program wisata nomad secara digital sebagai upaya untuk mendatangkan banyak wisatawan. Hal ini dikarenakan jenis wisata ini memiliki karakter bisnis yang murah, operasional tergolong cepat, dan tingkat pengembalian modal cenderung cepat dikarenakan karakter pasar potensial yang disasar sebagian besar adalah wisatawan dengan kelas menengah-atas. Adapun yang tergolong ke dalam aspek 3A dalam jenis pengembangan destinasi wisata nomad, yaitu:

Nomadic tourism attraction

Merupakan bentuk atraksi wisata yang memberikan hiburan ataupun event kepada wisatawan nomad. Atraksi hiburan yang dapat disajikan dalam jenis wisata ini dapat berupa atraksi wisata alam hingga buatan, ataupun event kegiatan.

Nomadic tourism amenities

Merupakan ragam fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan seperti salah satunya adalah ketersediaan akomodasi. Adapun jenis ketersediaan akomodasi yang umumnya disediakan untuk jenis wisata nomad adalah:

  • Karavan, yang dapat diprogram untuk berpindah harian, mingguan, ataupun pada waktu tertentu dan dapat diberhentikan di lokasi tertentu.
  • Glamping, merupakan fasilitas penginapan berupa tenda mewah yang dilengkapi dengan fasilitas hotel berbintang. Jenis akomodasi ini sudah banyak ditemui di beberapa lokasi wisata di Indonesia.
  • Home-pod, merupakan fasilitas penginapan yang berbentuk rumah telur, yang dapat dipindahkan dalam waktu yang lebih panjang dari glamping.

Nomadic tourism access

Merupakan kemudahan akses untuk menuju destinasi wisata. Bentuk kemudahan akses dalam jenis wisata nomad dapat diwujudkan dalam bentuk penyediaan seaplane, helicity, ataupun penginapan di dalam kapal pesiar.

Ekosistem Wisata Nomad

Sumber: Kementerian Pariwisata, 2018

Penyelenggaraan wisata nomad memerlukan ekosistem yang terintegrasi. Target market dari jenis wisata nomad tak hanya berasal dari wisatawan lokal, namun juga wisatawan mancanegara dengan kelas menengah hingga menengah atas. Hal ini dikarenakan fasilitas yang ditawarkan dalam jenis wisata ini umumnya memakan biaya yang cukup besar, seperti penyewaan karavan, penginapan glamping, dan sebagainya. Selain itu, wisata nomad pada umumnya memang ditujukan kepada lokasi wisata yang belum memiliki banyak kelengkapan amenitas. Penerapan program wisata nomad dinilai cocok dikarenakan wisata alam di Indonesia banyak digemari oleh kaum milenial. Konsep wisata ini juga dinilai cocok dan mampu untuk menjangkau destinasi-destinasi wisata alam di Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah kepulauan dengan akses yang sulit dijangkau.


Bahan Bacaan

  • Phinemo. 2018. “Kemenpar Gencarkan Nomadic Tourism, Ada yang Tahu Apa Nomadic Tourism Itu?”. Diperoleh 16 Maret 2021 dari https://phinemo.com/kemenpar-gencarkan-nomadic-tourism-ada-yang-tahu-apa-nomadic-tourism/
  • Deviesthe, Michelle Yohanne. 2019. Studi Digital Nomad di Kota Bandung. Bandung: STP Bandung.
  • Liputan6. 2019. “Nomadic Tourism, Konsep Kamping Mewah yang Diminati Investor China”. Diperoleh 17 Maret 2021 dari https://www.liputan6.com/news/read/3984545/nomadic-tourism-konsep-kamping-mewah-yang-diminati-investor-china
  • Kompas. 2018. “”Nomadic Tourism” Sasar Wisatawan Mancanegara”. Diperoleh 17 Maret 2021 dari https://travel.kompas.com/read/2018/03/27/173000627/-nomadic-tourism-sasar-wisatawan-mancanegara
  • Dokumen Nomadic Tourism oleh Asisten Deputi Manajemen Strategis, Kementerian Pariwisata 2018.

Agrowisata dan Potensinya

Galuh Shita A.B.

Indonesia diketahui merupakan negara agraris yang memiliki dataran yang luas dan sangat lekat dikenal dengan kondisi alamnya yang indah, termasuk di dalamnya adalah area pertanian. Hal ini tentu menjadi sebuah potensi yang dapat dikembangkan. Terlebih, kondisi pariwisata di Indonesia juga sangat baik. Hal ini ditandai dengan banyaknya jumlah wisatawan yang melakukan perjalanan ke lokasi-lokasi wisata di Indonesia, baik lokal maupun internasional. Pengembangan wisata berbasis agro tentu akan dapat memaksimalkan 2 hal, ketersediaan bahan pangan yang terjamin serta meningkatnya berbagai hal yang berkaitan dengan pariwisata.

Definisi dari agrowisata sendiri adalah rangkaian kegiatan wisata yang memanfaatkan sektor pertanian atau perkebunan sebagai objek utamanya, sehingga tentu saja pemandangan alam yang khas dengan kawasan pertanian serta beragam aktivitas terkait akan menjadi objek utama yang ditonjolkan. Adanya kegiatan agrowisata juga diharapkan akan dapat memperluas wawasan serta pengalaman wisata yang berbeda bagi para pengunjungnya.

Pengelolaan kawasan agrowisata perlu dilakukan dengan baik dan matang. Hal ini ditujukan agar pengembangan kawasan agrowisata dapat memberikan manfaat yang maksimal. Adapun beberapa manfaat yang diperoleh dari pengembangan agrowisata adalah:

  1. Meningkatkan konservasi lingkungan
  2. Meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam
  3. Memberikan nilai rekreasi
  4. Meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan
  5. Mengembangkan ekonomi masyarakat sekitar

Di negara lain, agrowisata bahkan dapat menjadi salah satu faktor dalam mempromosikan negaranya, seperti salah satunya adalah New Zealand yang dikenal memiliki hasil pertanian seperti buah apel, kiwi, pear, dan lainnya. Lalu contoh lainnya adalah Thailand yang cukup terkenal dengan buah durian, jeruk, apel, dan lainnya. Di Indonesia sendiri telah berkembang banyak sekali kawasan agrowisata yang tersebar di berbagai provinsi dengan berbagai keunikannya yang menjadi ciri khas bagi setiap destinasi wisata. Salah satu contohnya, Indonesia kini tengah menggarap konsep agrowisata yang dapat berpotensi memiliki daya saing tinggi, seperti pengembangan agrowisata kopi. Dilansir dari Kumparan, Kemenparekraf saat ini tengah menyusun travel pattern untuk pengembangan coffee yard di Indonesia. Hal ini diupayakan untuk dapat mendukung Indonesia sebagai negara penghasil kopi terbesar kedua di dunia dan diharapkan akan dapat menjadi ikon utama yang menjadi ciri khas Indonesia.

Keberadaan agrowisata lantas memiliki peran yang penting bagi sebuah negara. Lantas, aspek dan faktor apa saja yang dapat mendukung agrowisata untuk dapat menjadi lebih berkembang?

  • Kualitas sumber daya manusia tentu menjadi faktor utama dalam perkembangan agrowisata. Tak dapat dipungkiri bahwa kemampuan SDM yang baik untuk dapat menciptakan, mengelola, mengemas, dan menyajikan kawasan agrowisata yang unik dan tepat sasaran akan dapat membawa agrowisata ke arah yang lebih baik. Tak hanya pengelola, namun peran stakeholder pendukung seperti investor, pemasaran, pemandu wisata, hingga tenaga petani juga dinilai sangat penting. Untuk dapat mendukung hal ini, maka pemerintah perlu menyediakan beragam tempat pembelajaran yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata, terutama wisata agro. Sehingga diharapkan ke depannya akan dapat berkembang kawasan agrowisata yang memiliki daya saing tinggi.
  • Kedua, peran kelembagaan. Peran kelembagaan yang dimaksud adalah pemerintah, pihak swasta, lembaga terkait (perjalanan wisata, perhotelan, lainnya), perguruan tinggi, serta masyarakat. Seperti diketahui bahwa pemerintah memiliki beragam wewenang yang dapat mendukung berkembangnya suatu kawasan wisata, salah satunya adalah wewenang dalam hal regulasi, sehingga hal ini diharapkan akan dapat menciptakan perkembangan agrowisata yang berkualitas serta kompetitif. Selain itu, dukungan kerja sama yang baik dengan dengan stakeholder lain yang memiliki potensi dalam mengembangkan kawasan agrowisata juga turut menjadi sebuah faktor penting.
  • Dukungan aspek 3A (atraksi, aksesbilitas, akomodasi) yang merupakan elemen dasar dari ketersediaan destinasi wisata tentu perlu menjadi perhatian khusus. Ketersediaan kualitas dan kuantitas dari aspek 3A beserta elemen pendukungnya akan menjadi kunci bagi tingkat kenyamanan yang mampu ditawarkan oleh destinasi wisata terhadap para pengunjungnya.
  • Selanjutnya adalah hospitality atau keramah-tamahan. Keseluruhan industri pariwisata sebagian besar berkecimpung pada bidang jasa, sehingga faktor ini juga termasuk ke dalam salah satu kunci keberhasilan berkembangnya suatu kawasan pariwisata.
  • Tingkat keunikan yang mampu ditawarkan. Pengunjung lokasi wisata cenderung menyenangi hal-hal yang bersifat unik dan sulit ditemukan di tempat lain. Keunikan yang ditawarkan oleh kawasan agrowisata dapat berupa berbagai hal, seperti budaya, tradisi, teknologi, ataupun kelangkaan tanaman yang disediakan. Keunikan suatu kawasan agrowisata akan menjadi nilai tambah bagi kawasan tersebut dan dapat menjadi daya saing yang tinggi.

Berbicara pengembangan pariwisata tentunya dapat meluas kepada berbagai aspek, hal ini dikarenakan perkembangan wisata sangat dinamis sehingga diperlukan berbagai upaya untuk dapat bertahan dan beradaptasi di tengah tren yang terus menerus berganti. Di lain sisi, pengembangan pariwisata, khususnya agrowisata juga perlu untuk diperhatikan dampaknya. Hal utama perlu ditekankan adalah, pengembangan agrowisata mengutamakan pertanian sebagai objek utamanya, hal ini tentu perlu disertai dengan tujuan agar dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat lokal seperti petani atau peternak, memperluas lapangan kerja, menunjang pembangunan industri serta meningkatkan ekspor. Pengembangan pariwisata juga perlu menjaga keterpaduan, keselarasan dan kelestarian lingkungan. Secara umum, pengembangan kawasan agrowisata masih memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan di Indonesia. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga penyediaan agrowisata juga diharapkan dapat menunjang daya saing produk wisata di bidang pertanian dan menjaga stabilitas ketersediaan pangan.

Bahan Bacaan

  • Kumparan. 2020. “Menilik Potensi Agrowisata di Indonesia”. Diperoleh 20 Januari 2021 dari https://kumparan.com/kumparantravel/menilik-potensi-agrowisata-di-indonesia-1uhesNwda6u/full
  • Utama, Rai. 2011. “Agrowisata sebagai Pariwisata Alternatif”. Diperoleh 20 Januari 2021 dari https://www.researchgate.net/publication/277074027_AGROWISATA_SEBAGAI_PARIWISATA_ALTERNATIF
  • Astuti, Marhanani Tri. 2014. “Potensi Agrowisata dalam Meningkatkan Pengembangan Pariwisata”. Diperoleh 20 Januari 2021 dari https://www.kemenparekraf.go.id/asset_admin/assets/uploads/media/old_all/JDP%20Vol_1%20No_1%202014%20Potensi%20Agrowisata%20Dalam%20Meningkatan%20Pengembangan%20Pariwisata.pdf

Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan, Seperti Apa?

Galuh Shita A.B.

Pariwisata merupakan salah satu sektor primadona bagi Indonesia. Seperti diketahui bahwa Indonesia memiliki beragam kekayaan eksostisme alam dan budaya yang luar biasa yang tersebar hampir di seluruh penjuru nusantara. Hal ini mengundang banyak wisatawan baik lokal maupun internasional untuk berwisata mengunjungi beragam keunikan yang ditawarkan oleh Indonesia. Pengembangan pariwisata perlu untuk memikirkan dampak dalam jangka panjang. Terlebih masih banyak potensi wisata di Indonesia yang masih tersembunyi, sehingga perlu diperhatikan agar dalam pengembangannya tidak merusak alam dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan dan kekhasan budaya dan alam serta kebutuhan manusia untuk berwisata. Hal ini dapat dimaknai bahwa rencana pembangunan kepariwisataan juga dapat menganut kebijakan destinasi pariwisata berkelanjutan yang mampu mewujudkan pembangunan pariwisata nasional yang layak menurut budaya setempat, dapat diterima secara sosial, memprioritaskan masyarakat setempat, tidak diskriminatif, dan ramah lingkungan.

Pariwisata berkelanjutan merupakan hal yang kompleks dan bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Konsep keberlanjutan sendiri tidak dapat diartikan sebatas pada lingkup isu lingkungan, seperti perlindungan terhadap alam, namun keberlanjutan dapat memiliki makna yang lebih dari hal tersebut. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa pariwisata berkelanjutan akan berdampak luas pada berbagai aspek. Adapun dampak yang ditimbulkan dapat mencakup berbagai aspek seperti ekonomi, bisnis lokal, pelibatan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, pembangunan infrastruktur, investasi, dan sebagainya. Pada dasarnya, prinsip berkelanjutan adalah memperhatikan kesejahteraan pada masa saat ini tanpa mengurangi kesejahteraan untuk masa yang akan datang.

Sumber: tourismnotes.com

Secara garis besar, pariwisata memiliki 3 dampak besar yang dapat dikategorikan ke dalam aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Dampak yang dihasilkan pada aspek ekonomi umumnya berujung positif, sedangkan dampak lingkungan umumnya bersifat negatif dan dampak sosial umumnya merupakan kombinasi dari keduanya. Pariwisata berkelanjutan adalah tentang memaksimalkan dampak yang positif dan meminimalkan dampak negatif.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, pemerintah mendefinisikan pariwisata berkelanjutan sebagai pariwisata yang memperhitungkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan saat ini dan masa depan, memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan dan masyarakat setempat serta dapat diaplikasikan ke semua bentuk aktifitas wisata di semua jenis destinasi wisata, termasuk wisata masal dan berbagai jenis kegiatan wisata lainnya. Definisi ini melengkapi definisi yang dijabarkan oleh UNWTO (The World Tourism Organization) yaitu pariwisata yang memperhitungkan sepenuhnya dampak ekonomi, sosial, dan lingkungannya saat ini dan di masa depan, memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan, dan masyarakat tuan rumah.

Mengapa kemudian pengembangan pariwisata berkelanjutan menjadi penting? Hal ini ditujukan agar pengembangan pariwisata tidak mengeksploitasi sumber daya lingkungan secara masif, melainkan dapat terus berkesinambungan hingga ke generasi-generasi berikutnya. Hal ini dikarenakan pengembangan pariwisata dapat menghasilkan dampak yang signifikan terhadap lingkungan dan juga sosial masyarakat, sehingga perkembangannya perlu diantisipasi agar tidak menimbulkan dampak yang negatif.

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan telah menetapkan empat kategori untuk destinasi pariwisata berkelanjutan di Indonesia, yaitu:

  • Pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan, yang mencakup kriteria perencanaan, pengelolaan, pemantauan, dan evaluasi.
  • Pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal, yang mencakup kriteria pemantauan ekonomi, peluang kerja untuk masyarakat lokal, partisipasi masyarakat, opini masyarakat lokal, akses bagi masyarakat lokal, fungsi edukasi sadar wisata, pencegahan eksploitasi, dukungan untuk masyarakat, dan mendukung usaha lokal dan perdagangan yang adil.
  • Pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung, yang mencakup kriteria perlindungan atraksi wisata, pengelolaan pengunjung, perilaku pengunjung, perlindungan warisan budaya, interpretasi tapak, dan perlindungan kekayaan intelektual.
  • Pelestarian lingkungan, yang mencakup kriteria risiko lingkungan, perlindungan lingkungan sensitif, perlindungan alam liar (flora dan fauna), emisi gas rumah kaca, konservasi energi, pengelolaan air, keamanan air, kualitas air, limbah cair, mengurangi limbah padat, polusi cahaya dan suara, dan transportasi ramah lingkungan.

Suatu daerah disebut telah menerapkan konsep pariwisata berkelanjutan apabila dapat memenuhi hal-hal sebagai berikut:

  • Mengoptimalkan sumber daya lingkungan yang merupakan elemen kunci dalam pengembangan pariwisata, menjaga proses ekologi penting dan membantu melestarikan warisan alam dan keanekaragaman hayati.
  • Menghormati keaslian sosial budaya masyarakat, melestarikan bangunan dan warisan budaya serta nilai-nilai tradisional, dan berkontribusi pada pemahaman serta toleransi antar budaya.
  • Memastikan keberjalanan ekonomi jangka panjang yang memberikan manfaat sosio-ekonomi bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk peluang terhadap lapangan kerja serta layanan sosial bagi masyarakat dan dapat berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan.

Bagaimanapun, tak bisa dipungkiri bahwa pariwisata merupakan sektor yang memiliki perkembangan sangat pesat. Sektor pariwisata tidak seharusnya menimbulkan dampak yang negatif sehingga upaya-upaya perencanaannya perlu dilakukan secara matang. Konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan seharusnya dapat menjadi proritas utama pengembangan, hal ini dikarenakan dengan adanya perencanaan yang baik maka diharapkan akan dapat melindungi sumber-sumber aset penting yang terkait dengan pariwisata untuk kepentingan kesejahteraan di masa yang akan datang.

Bahan Bacaan

  • Greentourism. “Sustainable Tourism”. Diperoleh 18 Desember 2020 dari http://www.greentourism.eu/en/Post/Name/SustainableTourism#_ftn1
  • Permen Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan
  • Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

Peluang dan Tantangan Pariwisata Indonesia Pada Masa Covid 19

Galuh Shita A.B.

Pandemi covid-19 masih melanda dunia. Penyebaran virus ini telah meluluhlantakkan hampir sebagian besar negara-negara di dunia dari segi ekonomi. Hampir seluruh sektor penunjang ekonomi terkena dampaknya. Pembatasan kegiatan baik di lingkup dalam dan luar negeri menyebabkan berkurangnya jumlah perjalanan sehingga sejumlah aktivitas lintas sektor, seperti ekspor impor, menjadi terganggu. Pada awal 2020 sejumlah pembatasan kegiatan di hampir setiap sektor, termasuk penerbangan, juga turut menyebabkan anjloknya jumlah pengunjung, baik untuk urusan bisnis maupun berwisata. Bagi negara-negara yang menggantungkan nilai ekonominya di sektor pariwisata, tentu hal ini menyebabkan kerugian yang teramat besar. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor penunjang ekonomi yang memiliki porsi penting bagi pemasukan negara.

Tantangan

Berdasarkan data dari UNWTO (The World Tourism Organization), sejak Januari hingga Juni 2020 pariwisata di seluruh dunia kehilangan sekitar 440 juta turis. Dilansir dari detik.com, Kemenparekraf mencatat pada masa sebelum pandemi terdapat sekitar 18 juta wisatawan yang mengunjungi Indonesia, namun rata-rata wisatawan yang datang pada tahun 2020 hanya mencapai 2 juta hingga 4 juta wisatawan. Beberapa daerah di Indonesia dengan pemasukan utama berasal dari sektor pariwisata mengalami kerugian yang besar. Contohnya adalah Bali yang dilaporkan memiliki kerugian hingga 9 Triliun setiap bulannya. Indonesia diperkirakan kehilangan devisa sebesar 14,5-15,8 miliar dolar AS karena adanya penurunan kunjungan wisatawan mancanegara.

Wamenparekraf menyatakan bahwa tantangan dari perkembangan pariwisata di era pandemi adalah adanya perubahan dari market demand yang perlu untuk diantisipasi dan dihadapi, serta kompetisi di tiap destinasi wisata. Era pandemi membuat preferensi berwisata menjadi berubah sehingga hal ini perlu untuk diperhatikan dan diantisipasi. Selain itu, kondisi pelayanan dan fasilitas di destinasi juga masih dirasa perlu untuk ditingkatkan, terlebih lagi pada masa pandemi ini diperlukan kepastian bagi masyarakat untuk dapat berwisata dengan aman dan nyaman.

Tak bisa dipungkiri bahwa alasan pandemi masih menjadi isu utama sehingga penyediaan lokasi wisata dengan tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap protokol kesehatan sangat perlu untuk diadakan. Berbagai macam penerapan prosedur terkait higenitas menjadi penting untuk digalakkan bagi seluruh pelaku wisata. Jika hal ini dilakukan, tentu diharapkan akan dapat menambah tingkat kepercayaan wisatawan terhadap destinasi wisata di Indonesia. Terlebih Indonesia memiliki potensi wisata yang tak bisa dipandang sebelah mata oleh dunia.

Peluang

Pemerintah berupaya menyiapkan berbagai program untuk menyelamatkan industri pariwisata di Indonesia. Beberapa upaya seperti program penyediaan dana PEN (Program Pemulihan Ekonomi) yang dapat dimanfaatkan di sektor pariwisata, terutama bagi destinasi wisata prioritas nasional. Dilansir dari laman bisnis.com, Kemenparekraf mengajukan usulan dana PEN sebesar 5,6 Triliun untuk dapat membantu menyelamatkan sektor pariwisata nasional. Keseluruhan total usulan program yang diajukan oleh seluruh kementerian melalui program PEN mencapai hingga 21,5 Triliun.

Pemerintah juga berencana untuk memberikan program diskon pariwisata bagi wisatawan lokal yang akan diluncurkan pada tahun 2021 atau pada saat setelah vaksin covid-19 rampung. Diharapkan pergerakan dalam negeri dapat Kembali meningkat. Hal ini sejalan dengan anjuran dari UNWTO yang menyatakan bahwa di masa pandemi negara-negara perlu fokus terlebih dulu terhadap pengembangan pariwisata untuk wisatawan lokal sehingga ketika situasi sudah sepenuhnya dibuka untuk pasar mancanegara maka negara tersebut sudah menjadi lebih siap. Di samping itu, penyelenggaraan protocol CHSE (Clean, Health, Safety, and Environment) juga disiapkan oleh pemerintah. Protokol ini akan menjadi acuan serta program sertifikasi bagi seluruh pelaku usaha yang terlibat di sektor pariwisata. Kemenparekraf telah menyiapkan dana sebesar lebih dari 119 Miliar untuk program sertifikasi CHSE yang rencananya akan diberikan secara gratis melalui lembaga independen. Diharapkan dengan adanya sertifikasi CHSE, maka akan memberikan jaminan bagi para wisatawan bahwa mereka dapat berwisata dengan aman dan nyaman di masa pandemi.

Di sisi lain, kondisi pandemi secara tak langsung juga turut mengubah preferensi berwisata bagi sejumlah wisatawan. Jika sebelumnya aktivitas wisata di lokasi yang hits dan ramai menjadi kegiatan yang paling ditunggu, maka terdapat perubahan preferensi aktivitas wisata yang digemari di masa pandemi. Hasil survei yang dilakukan oleh Wego selama periode 21 Mei hingga 5 Juni 2020 menunjukkan tren baru berwisata yang diminati oleh wisatawan Indonesia, yakni staycation dan liburan keluarga. Lokasi wisata yang dituju pun umumnya berupa tempat wisata yang tidak terlalu ramai pengunjung, melainkan tempat yang sepi dan tenang sehingga wisatawan dapat tetap merasa aman selama berwisata.

Sumber: travel.wego.com

Hasil suvei juga mengungkap prioritas wisatawan selama berwisata. Jika sebelumnya wisatawan memprioritaskan biaya, keamanan, dan kenyamanan, di masa pandemi prioritas wisatawan telah berubah menjadi kebersihan, perilaku physical distancing, serta penerapan protokol kesehatan yang dilakukan di ruang publik. Hal ini tentu menjadi angin segar bagi para penyedia jasa wisata yang menunjukkan bahwa masih ada secercah harapan bagi mereka untuk dapat melangsungkan kehidupannya.

Secara keseluruhan, tidak ada yang dapat mengetahui secara pasti kapan pandemi akan berakhir sehingga berbagai upaya perlu dimaksimalkan untuk dapat meminimalisir dampak dari pandemi tersebut. Peluang yang ada harus dimaksimalkan dan tantangan harus dapat dilewati dan diantisipasi dampak negatifnya. Diperlukan dukungan dan kerja sama dari banyak pihak agar berbagai upaya dan kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk dapat menyelamatkan sektor pariwisata dapat menemui titik terang dan dapat mengembalikan neraca ekonomi negara yang terpuruk.


Bahan Bacaan

  • Bisnis. 2020. “Destinasi Pariwisata Super Prioritas, Ada Rp21 Triliun Lagi untuk PEN”. Diperoleh 17 Desember 2020 dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20201127/12/1323394/destinasi-pariwisata-super-prioritas-ada-rp21-triliun-lagi-untuk-pen
  • Detik. 2020. “Bagaimana Sektor Pariwisata Indonesia Bertahan di Tengah Pandemi Corona”. Diperoleh 17 Desember 2020 dari https://news.detik.com/dw/d-5161151/bagaimana-sektor-pariwisata-indonesia-bertahan-di-tengah-pandemi-corona
  • Inews. 2020. “Wamenparekraf: 2021 Akan Ada Diskon Pariwisata untuk Wisatawan Nusantara”. Diperoleh 17 Desember 2020 dari https://www.inews.id/travel/destinasi/wamenparekraf-2021-akan-ada-diskon-pariwisata-untuk-wisatawan-nusantara
  • Inews. 2020. “Wamenparekraf Ungkap Tantangan Pariwisata Indonesia Usai Pandemi Covid-19”. Diperoleh 22 Desember 2020 dari https://www.inews.id/travel/destinasi/wamenparekraf-ungkap-tantangan-pariwisata-indonesia-usai-pandemi-covid-19.
  • Liputan6. 2020. “Kerugian Sektor Pariwisata Indonesia Atas Penurunan Wisatawan Mancanegara”. Diperoleh 17 Deesember 2020 dari https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4384912/kerugian-sektor-pariwisata-indonesia-atas-penurunan-wisatawan-mancanegara
  • Wego. 2020. “Usai Pandemi, Staycation dan Destinasi Liburan Keluarga Akan Banjir Peminat”. Diperoleh 17 Desember 2020 dari https://travel.wego.com/berita/tren-wisata-pasca-pandemi/

Mengenal Konsep 3A dalam Pengembangan Pariwisata

Oleh Galuh Shita

Pariwisata merupakan salah satu aspek penting yang dapat memberikan berbagai dampak positif. Bagi individu atau pengguna jasa, tentu saja manfaat kegiatan berwisata adalah sebagai obat pereda stress dan penat. Bagi penyedia jasa, kegiatan pariwisata dapat memberikan dampak ekonomi bagi mereka. Secara lebih luas, keberadaan kegiatan pariwisata di suatu daerah mampu menggerakkan berbagai aktivitas yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada daerah itu sendiri.

Berdasarkan Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009, defisini dari kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Perwujudan Kerjasama multidimensi dan multidisiplin dalam pembentukan atau pengembangan pariwisata dinilai akan mampu menggerakkan berbagai bentuk perkembangan wilayah, seperti peningkatan berbagai kualitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan wisata seperti jalan, drainase, halte, dan sebagainya. Pembangunan kepariwisataan diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata.

Terdapat 3 aspek penting yang menjadi dasar dalam perencanaan pengembangan pariwisata yang disingkat dengan 3A (atraksi, amenitas, aksesbilitas). Aspek 3A merupakan syarat minimal bagi pengembangan sebuah destinasi wisata. Setiap destinasi wisata sudah pasti mempunyai keunikan dan ciri khasnya masing-masing yang membuat banyak orang tertarik untuk mengunjungi lokasi wisata tersebut. Di lain sisi, faktor amenitas dan aksesbilitas akan menjadi kunci bagi keberlangsungan wisatawan dalam menikmati pengalaman berwisata. Ketiga faktor ini memiliki peran penting dalam membangun pengalaman berwisata yang nyaman serta menyenangkan bagi wisatawan.

Atraksi

Dilansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, atraksi wisata memiliki definisi yaitu seni, budaya, warisan sejarah, tradisi, kekayaan alam, atau hiburan, yang merupakan daya tarik wisatawan di daerah tujuan wisata. Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2009, daya tarik wisata memiliki definisi yaitu segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

Atraksi wisata sangatlah beragam, tak terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan alam seperti pegunungan atau pantai, namun dapat pula berupa hal-hal yang diciptakan oleh manusia seperti pusat perbelanjaan atau theme park. Atraksi wisata juga tak terbatas pada lokasi atau site attractions seperti tempat-tempat bersejarah, tempat dengan iklim yang baik, pemandangan indah, namun juga termasuk event attractions seperti seperti pagelaran tari, pameran seni lukis, atau peristiwa lainnya). Secara umum, terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong wisatawan untuk bersedia pergi mengunjungi lokasi wisata, yaitu:

  • Sesuatu untuk dilihat, umumnya merupakan alasan pertama bagi wisatawan untuk bersedia berkunjung ke lokasi wisata
  • Sesuatu untuk dilakukan, yaitu kegiatan atau fasilitas yang tersedia di lokasi wisata yang dapat membuat membuat wisatawan merasa nyaman untuk melakukan beragam aktivitas di lokasi wisata.
  • Sesuatu untuk dibeli, yaitu suatu lokasi wisata perlu memiliki fasilitas untuk berbelanja souvenir atau hasil kerajinan sebagai oleh-oleh.
  • Sesuatu untuk diketahui, yaitu selain memberikan ketiga hal tersebut di atas, juga dapat memberikan informasi serta edukasi bagi wisatawan.

Amenitas

Amenitas memiliki arti yaitu fasilitas. Ketersediaan amenitas pada lokasi wisata bukan merupakan suatu hal yang akan menarik wisatawan datang berkunjung atau dengan kata lain bukan menjadi tujuan utama wisatawan. Amenitas merupakan pelengkap dari atraksi utama wisata. Ketiadaan atau kurang baiknya kondisi amenitas pada lokasi wisata akan menurunkan minat dari wisatawan sehingga penyediaan amenitas pada lokasi wisata sangat penting untuk diperhatikan keberadaannya. Amenitas tak hanya terbatas pada ketersediaan akomodasi untuk wisatawan bermalam, namun juga ketersediaan restoran untuk kebutuhan pangan, ketersediaan transportasi lokal yang memudahkan wisatawan untuk bepergian, dan lain sebagainya. Selain itu, fasilitas pendukung lain seperti toilet umum, tempat beribadah, area parkir, juga menjadi faktor kelengkapan amenitas yang penting untuk dipenuhi oleh pihak penyedia jasa wisata.

Tak hanya dari segi kuantitas, namun kualitas dari ketersediaan amenitas juga penting untuk diperhatikan serta disesuaikan dengan kebutuhan. Kualitas amenitas yang baik akan berbanding lurus dengan tingkat kenyamanan wisatawan dalam menikmati pengalaman berwisata sehingga juga akan menaikkan citra dari lokasi wisata tersebut. Tak terbatas dalam bentuk fisik, namun amenitas juga didukung dengan faktor non fisik seperti hospitality atau keramahtamahan serta jasa.

Aksesibilitas

Definisi dari aksesibilitas pariwisata dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 adalah semua jenis sarana dan prasarana transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke destinasi pariwisata maupun pergerakan di dalam wilayah destinasi pariwisata dalam kaitan dengan motivasi kunjungan wisata. Pembangunan aksesibilitas pariwisata dapat meliputi:

  • Penyediaan dan pengembangan sarana transportasi angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api;
  • Penyediaan dan pengembangan prasarana transportasi angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api; dan
  • Penyediaan dan pengembangan sistem transportasi angkutan jalan, sungai,danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api

Aksesbilitas juga merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang tingkat kenyamanan berwisata bagi wisatawan. Idealnya, keberadaan sarana dan prasarana aksesbilitas haruslah diletakkan pada lokasi yang tidak terlalu jauh dari lokasi amenitas seperti akomodasi ataupun tempat makan. Selain itu, kemudahan untuk mengakses sarana dan prasarana serta kondisinya yang berkualitas baik juga akan meningkatkan tingkat kenyamanan wisatawan.

Dilansir dari laman kontan, konsep 3A masih menjadi strategi yang dipilih pemerintah untuk mengembangkan destinasi wisata di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya pelaku pariwisata di daerah yang belum benar-benar memahami konsep tersebut. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa konsep 3A merupakan aspek minimal atau syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh suatu lokasi wisata.

Namun selain konsep 3A tersebut, terdapat faktor pelengkap lainnya yakni ancilliary, yang berkaitan dengan ketersediaan sebuah organisasi atau orang-orang yang mengurus destinasi. Kelembagaan atau tourist organization dibutuhkan untuk menyusun kerangka pengembangan pariwisata, mengatur industri pariwisata serta mempromosikan daerah sehingga dapat dikenal oleh lebih banyak orang. Pada akhirnya, diperlukan koordinasi serta strategi yang apik agar seluruh upaya pengembangan pariwisata dapat berjalan dengan optimal. Selain itu, diperlukan pula upaya promosi melalui pemanfaatan media, baik daring maupun luring, yang juga diharapkan akan mendukung peningkatan minat wisatawan dalam berkunjung ke lokasi wisata.


Bahan Bacaan

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

Kontan. 2019. “Kemenparekraf masih andalkan rumus 3A untuk kembangkan destinasi wisata”. Diperoleh 16 Desember 2020 dari https://industri.kontan.co.id/news/kemenparekraf-masih-andalkan-rumus-3a-untuk-kembangkan-destinasi-wisata