Pos

Kelembagaan Pemanfaatan Ruang dalam PP Nomor 21 Tahun 2021

Galuh Shita

PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang memberikan terobosan di bidang pengawasan ruang, yakni dengan memberikan kesempatan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk membentuk forum penataan ruang, yang ditujukan untuk mendorong inklusivitas masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan melalui kolaborasi dengan masyarakat di bidang penataan ruang. Hal tersebut tertuang dalam pasal 237 yang berbunyi “Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang secara partisipatif, Menteri dapat membentuk forum penataan ruang”. Terobosan terkait pembentukan forum penataan ruang juga merupakan amanat dari UU Cipta Kerja yang telah disahkan pada tahun 2020.

Forum penataan ruang berfungsi untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap Konfirmasi Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang akan diterbitkan. Sehingga secara langsung para anggota forum anggota penataan ruang juga bertanggung jawab terhadap hasil penerbitan KKPR yang direkomendasikan. Forum penataan ruang dapat memiliki anggota yang berasal dari perwakilan kementerian/lembaga (untuk pusat) atau perangkat daerah, asosiasi profesi, asosiasi akademisi, serta tokoh masyarakat. Nantinya keanggotaan forum akan diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri.

Adapun forum penataan ruang memiliki peran untuk merekomendasikan perubahan RDTR akibat adanya perubahan kebijakan yang bersifat nasional serta memberikan pertimbangan untuk persetujuan KKPR. Hal ini berarti, apabila terdapat kebijakan yang bersifat strategis nasional, maka forum penataan ruang dapat merekomendasikan untuk terjadinya perubahan muatan RDTR. Selain itu, forum penataan ruang juga dapat memberikan pertimbangan untuk persetujuan KKPR. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan terkait RDTR yang memungkinkan untuk dapat direvisi lebih dari 1 kali dalam periode 5 tahun, apabila terdapat kebijakan yang bersifat strategis nasional.

Dalam laman portal milik Kementerian ATR/BPN, Dirjen Penataan Ruang, Abdul Kamarzuki, mengatakan bahwa di masa transisi, istilah ini masih dikenal dengan nama TKPRD (Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah) namun ke depannya akan dikenal dengan nama forum penataan ruang. TKPRD yang dibentuk oleh Gubernur/Bupati/Walikota tetap melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sampai keanggotaan forum penataan ruang dibentuk. Di samping itu, forum penataan ruang nantinya akan bekerja menggunakan tools yang berupa aplikasi real time tata ruang yang sedang dibangun secara detail melalui big data. Dengan demikian,seluruh KKPR yang terbit akan diintegrasikan dan masuk ke dalam database real time tersebut. Diharapkan pula pemerintah daerah dapat bergegas membuat data base tentang tata ruang di wilayahnya masing-masing sehingga ke depannya data tersebut dapat diintegrasikan melalui real time tata ruang.

Aplikasi Real Time dalam Mekanisme Forum Penataan Ruang

Sumber: Bahan Paparan Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang PP Nomor 21 Tahun 2021 oleh Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN

Keberadaan forum penataan ruang ini diharapkan akan dapat banyak membantu pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam memberikan masukan dan rekomendasi yang berkaitan dengan penataan ruang, terlebih apabila terdapat kasus ketidaksesuaian tata ruang yang menyebabkan sengketa. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Koordinator DPP REI, Hari Ganie, yang menyatakan bahwa secara umum REI menilai keberadaan forum ini merupakan salah satu langkah maju dalam menumbuhkan iklim investasi berusaha yang kondusif. REI berharap agar forum penataan ruang akan memiliki kewenangan yang kuat sehingga tidak hanya dapat memberikan masukan dalam penyusunan tata ruang, tetapi juga dalam pemberian perizinan. REI juga menyatakan bahwa selama ini sengketa tata ruang banyak terjadi terutama di daerah, karena kelalaian rencana tata ruang atau perubahan kebijakan tata ruang karena adanya pergantian kepala daerah. Banyak pelaku usaha sudah mendapatkan izin lengkap untuk pembangunan, namun beberapa tahun kemudian ternyata terjadi perubahan tata ruang yang dilakukan pemerintah daerah sehingga tidak dapat lagi dilakukan pengembangan di lokasi yang sama. Sehingga kemudian diharapkan penyelesaian kasus ini dapat diselesaikan dengan matang melalui forum penataan ruang.


Bahan Bacaan

  • Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
  • Bahan Paparan Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang PP Nomor 21 Tahun 2021 oleh Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN
  • Kementerian ATR/BPN. 2021. “Sosialisasikan PP Penyelenggaraan Penataan Ruang, Kementerian ATR/BPN Perkenalkan Istilah KKPR”. Diakses 28 Mei 2021 melalui https://tataruang.atrbpn.go.id/Berita/Detail/4010
  • REI. 2020. “Forum Penataan Ruang Diharapkan Bantu Penyelesaian Sengketa”. Diakses 28 Mei 2021 melalui http://rei.or.id/newrei/berita-forum-penataan-ruang-diharapkan-bantu-penyelesaian-sengketa.html

Pengendalian dan Pengawasan Pemanfaatan Ruang dalam PP Nomor 21 Tahun 2021

Galuh Shita

Berbicara tentang penataan ruang tak hanya soal perencanaan, namun bagaimana pengendalian pemanfaatan ruang dapat diwujudkan. Hal ini demi mewujudkan tata ruang yang tertib sehingga pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR) yang telah ditetapkan. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang menyatakan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan untuk mendorong setiap orang agar menaati RTR yang telah ditetapkan, memanfaatkan ruang sesuai dengan RTR, dan mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan KKPR. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui beberapa bagian, yakni penilaian pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, penilaian perwuiudan RTR, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi dan penyelesaian sengketa penataan ruang.

Pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan dengan melibatkan kelompok masyarakat, forum penataan ruang, asosiasi profesi, dan lainnya. Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang juga dapat dilakukan dengan menggunakan pengembangan inovasi teknologi, yaitu berupa pengaduan online, sistem teknologi informasi, dan lainnya.

Penilaian Pelaksanaan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang

Penilaian pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR serta memastikan pemenuhan prosedur perolehan KKPR. Pelaku UMK juga diharuskan membuat pernyataan mandiri untuk memastikan kebenaran pernyataan mandiri, apabila ditemukan ketidaksesuaian, maka akan dilakukan pembinaan. Penilaian KKPR dilakukan pada 2 periode, yakni:

  • selama pembangunan, yang dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan dalam menenhi ketentuan dalam KKPR. Dilakukan paling lambat 2 tahun sejak diterbitkannya KKPR. Apabila ditemukan ketidaksesuaian, maka harus dilakukan penyesuaian terhadap kegiatan pemanfaatan ruang.
  • pasca pembangunan, yang dilakukan untuk memastikan hasil pembangunan sesuai dengan ketentuan dokumen KKPR. Apabila ditemukan ketidaksesuaian, maka dilakukan pengenaan sanksi.

Penilaian Perwujudan RTR

Penilaian perwujudan RTR dilakukan dengan melakukan penilaian perwujudan struktur dan pola ruang, yakni terhadap kesesuaian program, kesesuaian lokasi, dan kesesuaian waktu pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang. Pada penilaian terhadap perwujudan struktur ruang, dilakukan penyandingan pelaksanaan program pembangunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana. Sedangkan penilaian terhadap perwujudan pola ruang, dilakukan penyandingan pelaksanaan program pengelolaan lingkungan, pembangunan berdasarkan perizinan berusaha, dan hak atas tanah. Hasil penilaian akan terbagi menjadi 3, yakni muatan rencana yang terwujud, muatan yang belum terwujud, dan pelaksanaan program yang tidak sesuai dengan muatan rencana struktur/pola ruang.

Terhadap hasil penilaian, dilakukan pula pengendalian implikasi kewilayahan untuk membantu terwujudnya keseimbangan pengembangan wilayah yang telah tertuang di dalam RTR. Adapun pengendalian implikasi dilakukan pada zona kendali (zona dengan konsentrasi kegiatan Pemanfaatan Ruang atau dominasi kegiatan Pemanfaatan Ruang tertentu yang tinggi dan berpotensi melarnpaui daya dukung dan daya tampung) dan zona yang didorong (zona dengan konsentrasi kegiatan Pemanfaatan Ruang dan/atau dominasi kegiatan pemanfaatan ruang tertentu yang sangat rendah yang perlu dittngkatkan perwujudannya sesuai diengan RTR). Kegiatan dilaksanakan dengan membatasi konsentrasi Pemanfaatan Ruang tertentu pada wilayah tertentu yang tidak sesuai dengan skenario perwujudan RTR dan dominasi kegiatan pemanfaatan ruang tertentu.

Kegiatan penilaian perwujudan RTR dilakukan secara periodik dan terus menerus, yaitu setiap 1 kali per 5 tahun dan 1 tahun sebelum peninjauan kembali RTR. Namun dapat pula dilakukan apabila terdapat perubahan kebijakan yang bersifat strategis nasional.

Pemberian Insentif dan Disinsentif

Pemberian insentif dan disinsentif dilakukan untuk:

  • meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan RTR;
  • memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan RTR; dan
  • meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan RTR

Insentif merupakan perangkat untuk memotivasi, mendorong, memberikan daya tarik, atau memberikan percepatan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang memiliki nilai tambah pada zona yang perlu didorong pengembangannya. Sedangkan disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah atau memberikan batasan terhadap kegiatan Pemanfaatan Ruang yang sejalan dengan RTR dalam hal berpotensi melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Pengenaan Sanksi dan Penyelesaian Sengketa

Pengenaan sanksi dan penyelesaian sengketa dilakukan berdasarkan hasil kegiatan audit tata ruang terlebih dahulu. Apabila terbukti melakukan ketidaksesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dengan RTR, maka akan dilakukan proses penyelesaian. Perbuatan tidak menaati RTR akan berakibat pada berubahnya fungsi ruang sehingga secara langsung telah melanggar peraturan perundangan.

Bentuk Pengenaan Sanksi dan Penyelesaian Sengketa

Sanksi AdministratifSengketa Penataan Ruang
– Peringatan tertulis
– Denda administratif
– Penghentian sementara kegiatan
– Penghentian sementara pelayanan umum
– Penutupan lokasi
– Pencabutan KKPR
– Pembatalan KKPR
– Pembongkaran bangunan
– Pemulihan fungsi ruang
– Tahap Pertama penyelesaian sengketa penataan ruang diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat
– Apabila tidak terjadi kesepakatan, dapat ditempuh upaya penyelesaian sengketa pengadilan di luar pengadilan melalui negosiasi, mediasi, atau konsiliasi.  

Sumber: Bahan Paparan Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang PP Nomor 21 Tahun 2021 oleh Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN

Jika pengendalian berfungsi untuk meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan penataan ruang, maka pengawasan penataan ruang berfungsi untuk menjamin bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat berjalan sesuai ketentuan. Pengawasan penataan ruang diselenggarakan untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang, menjamin terlaksananya penegakan hukum bidang penataan ruang, dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan ruang. Kegiatan yang tercakup dalam pengawasan penataan ruang terdiri atas kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan, yang dilakukan terhadap:

  • pengaturan penataan ruang, pembinaan penataan ruang, dan pelaksanaan penataan ruang
  • fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang
  • pemenuhan standar pelayanan bidang penataan ruang dan standar teknis penataan ruang kawasan

Apabila terdapat kondisi khusus berdasarkan hasil pengawasan penataan ruang atau laporan berdasarkan aduan masyarakat yang bersifat mendesak untuk ditindaklanjuti, maka dilakukan pengawasan khusus penataan ruang. pengawasan khusus yang dimaksud meliputi kegiatan:

  • merekonstruksi terjadinya kondisi khusus
  • menganalisis dampak dan prediksi
  • merumuskan alternatif penyelesaian kondisi khusus

Bahan Bacaan

  • Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
  • Bahan Paparan Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang PP Nomor 21 Tahun 2021 oleh Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)

Galuh Shita

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang mengubah beberapa nomenklatur yang ada di Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Salah satu nomenklatur yang mengalami perubahan adalah Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), yang semula merupakan izin pemanfaatan ruang. Di dalam PP tersebut, definisi dari KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang.

Dengan berubahnya nomenklatur tersebut, maka dengan kata lain KKPR akan digunakan sebagai penilaian kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata Ruang serta sebagai dasar administrasi pertanahan. Selain itu, KKPR akan diberikan sebagai bukti kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau usaha dengan rencana detail tata ruang (RDTR) melalui beberapa ketentuan.

Salah satu poin utama dari dikeluarkannya PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah untuk menyederhanakan persyaratan dasar perizinan berusaha dengan tetap menjaga kualitas penataan ruang. Hal ini sejalan dengan penyebutan di beberapa pasal yang menyatakan bahwa penetapan dokumen RTRW dan RDTR menjadi dipercepat jangka waktunya. Dengan begitu, diharapkan seluruh daerah di Indonesia akan segera memiliki dokumen tata ruang yang lengkap dan proses perizinan dapat dengan mudah mengacu pada dokumen rencana tata ruang tersebut. Di samping itu, pemerintah juga akan mendorong optimalisasi platform Online Single Submission (OSS) sehingga keseluruhan proses perizinan berusaha dapat dilakukan secara mudah dan transparan.

Pada saat PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang berlaku, maka pelaku usaha wajib untuk mengajukan KKPR apabila izin pemanfaatan ruang yang dimiliki sudah habis masa berlakunya. Sementara bagi pelaku usaha yang akan mengajukan permohonan baru dapat langsung mengajukan dan akan diproses sesuai dengan ketentuan yang baru. Namun bagi para pelaku usaha yang izin pemanfaatan ruangnya masih belum habis masa berlaku dan pemanfaatannya masih sesuai dengan peruntukkan, maka tidak wajib untuk mengajukan KKPR.

Pelaksanaan KKPR terdiri atas KKPR untuk kegiatan berusaha, kegiatan nonberusaha, dan kegiatan yang bersifat strategis nasional. Apabila dokumen RDTR telah tersedia pada wilayah tersebut, maka pengurusan KKPR dilakukan dengan menggunakan skema konfirmasi KKPR, sedangkan apabila dokumen RDTR belum tersedia, maka pengurusan yang dapat dilakukan adalah melalui skema persetujuan KKPR.

Kelengkapan Dokumen Yang Dibutuhkan dalam Pengurusan KKPR

Sumber: PP Nomor 21 Tahun 2021

Sementara bagi rencana kegiatan pemanfaatan ruang yang belum termuat dalam RTR, RZ KAW, dan RZ KSNT, maka jenis KKPR yang diberikan adalah berupa rekomendasi KKPR. Adapun rencana kegiatan yang dimaksud adalah berupa rencana kegiatan pemanfaatan ruang di atas tanah bank tanah dan rencana kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan atau di atas tanah yang akan diberikan hak pengelolaan untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional. Persyaratan dokumen yang dibutuhkan saat pendaftaran mencakup informasi koordinat lokasi, kebutuhan luas lahan kegiatan pemanfaatan ruang, informasi penguasaan tanah, informasi jenis kegiatan, rencana jumlah lantai bangunan, rencana luas lantai bangunan, dokumen prastudi kelayakan kegiatan pemanfaatan ruang, serta rencana teknis bangunan dan/atau rencana induk kawasan.

Pada saat PP Nomor 21 Tahun 2021 berlaku, maka wajib hukumnya bagi para pelaku usaha dengan izin pemanfaatan ruang yang sudah habis berlakunya atau para pelaku usaha yang akan mengajukan permohonan baru untuk segera mengajukan persyaratan KKPR. Sementara bagi para pelaku usaha yang izin pemanfaatan ruangnya masih belum habis masa berlaku dan pemanfaatannya masih sesuai dengan peruntukan maka tidak diwajibkan untuk segera mengajukan persyaratan KKPR.

Terkait dengan pelaksanaan kegiatan yang lokasinya berada di kawasan hutan dan mengalami perubahan fungsi serta belum dimuat dalam RTR, maka wajib untuk mengajukan KKPR. Hal ini juga sebagai bentuk adaptasi dari perubahan yang terdapat di PP Nomor 21 Tahun 2021 dengan peraturan sebelumnya yakni PP Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Pada peraturan lama disebutkan bahwa perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan dapat dilaksanakan meskipun belum ditetapkan perubahan pada RTRW. Pada peraturan baru, yaitu PP Nomor 21 Tahun 2021, ditetapkan bahwa pemanfaatan ruang yang lokasinya berada pada kawasan hutan dan mengalami perubahan peruntukkan dan fungsi serta belum dimuat dalam RTR maka kegiatan pemanfaatan ruangnya hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan KKPR.

Pelaksanaan KKPR untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional diberikan untuk rencana kegiatan pemanfaatan ruang yang telah termuat ataupun yang belum termuat dalam RTR, RZ KAW, dan RZ KSNT. Sementara KKPR strategis nasional yang belum termuat dalam dokumen RTR. RZ KAW, dan RZ KSNT dilakukan melalui rekomendasi KKPR. Rekomendasi KKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian rencana kegiatan pemanfaatan ruang yang didasarkan pada kebijakan nasional yang bersifat strategis dan belum diatur dalam RTR dengan mempertimbangkan asas dan tujuan penyelenggaraan penataan ruang.

Dalam masa transisi, Menteri ATR/BPN akan mendelegasikan kewenangan penerbitan PKKPR untuk kegiatan berusaha dan penerbitan KKPR untuk kegiatan nonberusaha secara non-elektronik kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota. Pendelegasian ini tidak mengurangi kewenangan Menteri dalam penerbitan KKPR. Pendelegasian kewenangan kepada Gubernur/Bupati/Walikota dikecualikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang merupakan rencana pembangunan dan pengembangan objek vital nasional, kegiatan strategis nasional, kegiatan yang perizinan berusahanya merupakan kewenangan kementerian/lembaga, dan kegiatan yang lokasinya bersifat lintas provinsi. Selain itu, Menteri dapat membatalkan status KKPR yang diterbitkan apabila kegiatan pemanfaatan ruang menimbulkan dampak negatif seperti kerawanan sosial, gangguan keamanan, kerusuhan lingkungan hidup, dan gangguan terhadap fungsi objek vital nasional.

Proses Bisnis Pelaksanaan KKPR secara Non-elektronik dalam Masa Transisi

Sumber: bahan paparan Dirjen Tata Ruang Sosialisasi PP 21 Tahun 2021

KKPR Kegiatan Berusaha

KKPR untuk kegiatan berusaha terdiri atas kegiatan berusaha untuk non-UMK (konfirmasi KKPR dan persetujuan KKPR) dan untuk UMK. Konfirmasi KKPR dilaksanakan melalui OSS dengan tahapan pendaftaran, penilaian dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang terhadap RDTR, dan penerbitan konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang. Adapun kelengkapan dokumen pendaftaran yang harus dilengkapi adalah koordinat lokasi, kebutuhan luas lahan kegiatan pemanfaatan ruang, informasi penguasaan tanah, informasi jenis usaha, rencana jumlah lantai bangunan, dan rencana luas lantai bangunan. Sedangkan penerbitan konfirmasi KKPR akan memuat dokumen dengan muatan lokasi kegiatan, jenis kegiatan pemanfaatan ruang, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, ketentuan tata bangunan, dan persyaratan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang. Jangka waktu penerbitan konfirmasi KKPR ditetapkan paling lama 1 hari sejak pendaftaran atau pembayaran penerimaan bukan pajak.

Sementara persetujuan KKPR dilaksanakan melalui OSS dengan tahapan pendaftaran, penilaian dokumen usulan KKPR terhadap RTR, RZ KSNT, dan RZ KAW, serta penerbitan persetujuan KKPR. Persetujuan KKPR dapat diberikan tanpa melalui tahapan penilaian dokumen usulan kegiatan apabila berlokasi di kawasan industri dan kawasan pariwisata yang telah memiliki perizinan berusaha sesuai dengan ketentuan perundang-undangan serta KEK yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Alur Proses KKPR dalam Perizinan Berusaha

Sumber: bahan paparan Dirjen Tata Ruang Sosialisasi PP 21 Tahun 2021

KKPR Kegiatan Nonberusaha

Pelaksanaan KKPR dilakukan melalui proses konfirmasi dan persetujuan KKPR. Konfirmasi kesesuaian diberikan berdasarkan kesesuaian rencana lokasi kegiatan pemanfaatan ruang dengan RDTR. Konfirmasi KKPR dilaksanakan melalui OSS dengan tahapan pendaftaran, penilaian dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang terhadap RDTR, dan penerbitan konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang. Adapun persyaratan dokumen pendaftaran yang harus dilengkapi adalah koordinat lokasi, kebutuhan luas lahan kegiatan pemanfaatan ruang, informasi penguasaan tanag, informasi jenis kegiatan, rencana jumlah lantai bangunan, dan rencana luas lantai bangunan.

Sedangkan konfirmasi KKPR akan memuat lokasi kegiatan, jenis kegiatan pemanfaatan ruang, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, ketentuan tata bangunan, dan persyaratan pelaksananaan kegiatan pemanfaatan ruang. Jangka waktu penerbitan KKPR dilakukan maksimal 1 hari sejak pendaftaran atau penerimaan negara bukan pajak.

Alur Proses KKPR dalam Perizinan NonBerusaha

Sumber: bahan paparan Dirjen Tata Ruang Sosialisasi PP 21 Tahun 2021


Bahan Bacaan

  • Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
  • Bahan Paparan Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang PP Nomor 21 Tahun 2021 oleh Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN
  • Tempo. 2020. “Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Jadi Kunci Masuknya Investasi”. Diakses 20 Mei 2021 dari https://nasional.tempo.co/read/1403439/kesesuaian-kegiatan-pemanfaatan-ruang-jadi-kunci-masuknya-investasi/full&view=ok

Penetapan dan Revisi RTR dalam PP Nomor 21 Tahun 2021

Galuh Shita

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Tata Ruang masih terus melakukan Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang seiring dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Seperti diketahui bahwa penataan ruang sendiri telah diatur sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja maka secara otomatis mengubah beberapa hal yang sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Salah satu terobosan yang dimunculkan dalam peraturan ini adalah penetapan rencana tata ruang yang semakin dipermudah. Hal ini dilakukan untuk dapat mendorong ketersediaan dokumen rencana tata ruang di lapangan. Seperti diketahui bahwa masih terdapat beberapa daerah yang belum memiliki kelengkapan dokumen rencana tata ruang.

Dilansir dari rumah.com, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Dirjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN Abdul Kamarzuki menyatakan bahwa proses penyusunan dan penetapan RTR pada saat sebelum diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, umumnya memiliki jangka waktu yang sangat lama dan penyelesaiannya bergantung pada kecepatan penyelesaian di daerah tersebut. Setelah diterbitkannya peraturan ini, maka jangka waktu untuk penyusunan dokumen RTR telah ditetapkan. Seperti untuk dokumen RTRW paling lama 18 bulan sementara RDTR paling lama 12 bulan. Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa hal ini dilakukan pemerintah pusat sebagai dorongan untuk pemerintah daerah supaya setiap daerah memiliki RTR masing-masing dan dapat melaksanakan mekanisme KKPR. Dengan begitu daerah bisa mendorong dan mempercepat investasi yang masuk ke daerah tersebut dan mempercepat pergerakan perekonomian daerah.

Proses Bisnis Penetapan RTRW

Terkait dengan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah, terobosan yang dilakukan diantaranya adalah jangka waktu penyusunan dan penetapan RTRW yang kini dibatasi hanya maksimal 18 bulan terhitung sejak pelaksanaan penyusunan RTRW. Selain itu kajian terkait lingkungan hidup strategis diintegrasikan ke dalam materi teknis RTRW dan tidak lagi disusun dalam dokumen terpisah guna menghindari terjadinya tumpang tindih kebijakan. Khusus bagi RTRW provinsi, materi teknis muatan perairan pesisir yang telah diintegrasikan haruslah sudah mendapatkan persetujuan teknis dari Menteri Kelautan dan Perikanan. Sementara untuk RTRW Kabupaten/Kota, evaluasi Ranperda RTRW sebelum penetapan dilakukan oleh Gubernur dan bukan oleh Kementerian Dalam Negeri.

Adapun pada tahap awal penyusunan RTRW, di dalamnya turut memuat substansi pengaturan wilayah perairan pesisir (khusus RTRW Provinsi), berita acara pembahasan dari Pemerintah Provinsi (khusus bagi RTRW Kabupaten/Kota), validasi dokumen kajian lingkungan hidup strategis dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan rekomendasi peta dasar dari Badan Informasi Geospasial. Khusus bagi validasi dokumen kajian lingkungan hidup serta rekomendasi peta dasar harus dapat diselesaikan dalam waktu maksimal 10 hari. Apabila persyaratan persetujuan tidak diterbitkan hingga batas waktu, maka dokumen yang diajukan oleh pemerintah daerah dianggap telah disetujui dan dapat langsung melanjutkan ke tahapan selanjutnya.

Tahapan pembahasan lintas sektor dilakukan dengan mengintegrasikan program/kegiatan sektor, kegiatan yang bersifat strategis nasional, batas daerah, garis pantai, dan kawasan hutan. Tahapan ini dilakukan bersama dengan ATR, Pemprov/Pemkab/Pemkot, DPRD, dan Kementerian/Lembaga/Dinas terkait lainnya. Kegiatan pembahasan lintas sektor dan penerbitan persetujuan dilakukan dalam kurun waktu maksimal 20 hari.

Alur Proses Penetapan RTRW Kabupaten/Kota

Sumber: diolah dari bahan paparan Dirjen Tata Ruang Sosialisasi PP 21 Tahun 2021

Proses penetapan Perda Provinsi/Kabupaten/Kota dilaksanakan paling lama 2 bulan sejak mendapat persetujuan substansi. Namun apabila rancangan Perda Provinsi/Kabupaten/Kota belum ditetapkan, maka Gubernur/Bupati/Walikota menerapkan rancangan Perda RTRW paling lama 3 bulan sejak mendapat persetujuan substansi. Dan jika Perda RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota belum ditetapkan, maka Menteri menetapkan Peraturan Menteri paling lama 4 bulan sejak mendapatkan persetujuan substansi, yang wajib ditindaklanjuti oleh Gubernur/Bupati/Walikota melalui penetapan Perda RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota.

Proses Bisnis Penetapan RDTR

Sementara berkaitan dengan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah, jangka waktu penyusunan dan penetapan RDTR dibatasi paling lama 12 bulan, terhitung sejak pelaksanaan penyusunan RDTR. Beberapa proses yang dihilangkan adalah tahapan penyusunan dan validasi KLHS dan rekomendasi BIG dalam penyusunan RDTR, serta proses evaluasi Kementerian Dalam Negeri pada penetapan RDTR. Pada tahap pembahasan lintas sektor, dilakukan pengintegrasian program/kegiatan sektor, kegiatan yang bersifat strategis nasional, batas daerah, garis pantai, dan kawasan hutan. Tahapan ini dilakukan bersama dengan ATR, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, DPRD, dan Kementerian/Lembaga/Dinas terkait lainnya. Kegiatan pembahasan lintas sektor dan penerbitan persetujuan dilakukan dalam kurun waktu maksimal 20 hari, sementara tahapan penetapannya dilakukan dalam kurun waktu tidak lebih dari 1 bulan. Adapun alur proses penetapan RDTR dapat dilihat lebih jelas pada gambar berikut:

Alur Proses Penetapan Proses RDTR Kabupaten/Kota

Sumber: diolah dari bahan paparan Dirjen Tata Ruang Sosialisasi PP 21 Tahun 2021

Proses Penetapan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) RDTR Kabupaten/Kota dilaksanakan paling lama 1 bulan sejak mendapatkan persetujuan substansi. Jika Perkada RDTR Kabupaten/Kota belum ditetapkan paling lama 2 bulan sejak mendapatkan persetujuan substansi, maka Menteri menetapkan Peraturan Menteri yang wajib ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dengan penetapan Perkada RDTR Kabupaten/Kota.

Proses Peninjauan Kembali dan Revisi RTR

Ketentuan peninjauan kembali serta revisi rencana tata ruang dilakukan 1 kali dalam periode 5 tahun. Peninjauan kembali terhadap dokumen RTR dapat dilakukan lebih dari 1 kali dalam periode 5 tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa bencana alam skala besar, perubahan batas teritorial negara, perubahan batas daerah, atau perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis. Peninjauan kembali terhadap Perkada kabupaten/kota tentang RDTR akibat adanya perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis dapat direkomendasikan oleh Forum Penataan Ruang berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri.

Alur Proses Peninjauan Kembali dan Revisi Dokumen RTR

Sumber: diolah dari bahan paparan Dirjen Tata Ruang Sosialisasi PP 21 Tahun 2021

Permohonan peninjauan kembali dan revisi terhadap dokumen rencana tata ruang dapat dilakukan melalui 2 cara, yakni pengajuan permohonan peninjauan kembali oleh pemerintah daerah kepada Menteri ATR atau pengajuan rekomendasi peninjauan kembali dan revisi rencana tata ruang akibat ketidaksesuaian yang diajukan oleh Menko Perekonomian kepada Menteri ATR. Adapun Menko Perekonomian dapat menetapkan rekomendasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan apabila terjadi ketidaksesuaian antara rencana tata ruang dengan batas daerah, dengan kawasan hutan, atau ketidaksesuaian RTRW Provinsi dengan RTRW Kabupaten/Kota. Revisi rencana tata ruang yang dilakukan, dilaksanakan dengan tetap menghormati hak kepemilikan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Bahan Bacaan

  • Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
  • Bahan Paparan Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang PP Nomor 21 Tahun 2021 oleh Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN

Muatan Substansi pada Pembahasan Lintas Sektor dalam PP 21 Tahun 2021

Galuh Shita

Dokumen rencana tata ruang, khususnya RTRW, mengalami perubahan muatan substansi sesuai dengan disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Seperti diketahui bahwa dokumen rencana tata ruang tersebut kini mengintegrasikan tata ruang darat dan laut dalam satu kesatuan dokumen. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam menghindari adanya tumpang tindih kebijakan terkait penataan ruang. Dalam pengintegrasian tersebut, diperlukan suatu pembahasan lintas sektor guna membahas hal-hal yang berkaitan dengan proses pengintegrasian sektor-sektor tersebut.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, pembahasan lintas sektor dilaksanakan untuk mengintegrasikan program/kegiatan sektor, kegiatan yang bersifat strategis nasional, batas daerah, garis pantai, dan kawasan hutan. Adapun ketiga aspek tersebut merupakan aspek penting yang perlu untuk diintegrasikan ke dalam muatan substansi rencana tata ruang. Pembahasan lintas sektor sendiri ditetapkan untuk dapat diselesaikan dalam kurun waktu paling lama 20 hari sampai dengan diterbitkannya persetujuan substansi oleh Menteri.

Batas Daerah

Pengintegrasian batas daerah diatur pada Pasal 64, Pasal 78, dan Pasal 87 yang terdapat di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Pada peraturan perundangan tersebut disebutkan bahwa pengintegrasian menggunakan batas daerah yang telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.

Adapun proses penyelesaian sengketa terhadap batas daerah dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri menetapkan batas daerah paling lama yaitu 5 bulan. Apabila pemerintah daerah tidak bersepakat terhadap ketentuan batas daerah yang telah ditetapkan, maka menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri berwenang memutuskan dan menetapkan penegasan batas daerah paling lama 1 bulan.

Garis Pantai

Pengintegrasian garis pantai diatur dalam Pasal 65, pasal 79, dan Pasal 88. Disebutkan bahwa proses pengintegrasian garis pantai menggunakan unsur garis pantai yang termuat dalam peta rupabumi Indonesia termutakhir dan telah ditetapkan oleh BIG. Apabila terdapat perbedaan dengan kebutuhan rencana tata ruang atau kepentingan Hak Atas Tanah (HAT), maka persetujuan substansi oleh Menteri perlu mencantumkan garis pantai dalam peta RBI dan garis pantai sesuai kebutuhan yang digambarkan dengan simbol atau warna khusus.

Penyelesaian ketidaksesuaian antara garis pantai dengan Hak Atas Tanah (HAT) atau Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah, yaitu:

  • Dalam hal terjadi dinamika perubahan garis pantai, maka titik dasar dan garis pangkal di Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) tetap diakui dan berlaku, serta pemerintah wajib memulihkan kondisi fisik lahan menjadi daratan
  • HAT/HPL yang ada di laut akibat dinamika perubahan garis pantai sebelum ditetapkannya unsur garis pantai dalam peta RBI pertama, HAT/HPL tetap diakui

Kawasan Hutan

Pengintegrasian kawasan hutan diatur dalam Pasal 66, Pasal 80, dan Pasal 89. Dalam pasal-pasal tersebut disesebutkan bahwa proses pengintegrasian kawasan hutan dilakukan dengan menggunakan delineasi kawasan hutan termutakhir yang ditetapkan oleh menteri LHK, atau menggunakan delineasi kawasan hutan yang disepakati paling lama 10 hari sejak dimulainya pembahasan lintas sektor.

Penyelesaian ketidaksesuaian antara kawasan hutan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) atau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah, yaitu:

  • Melakukan revisi RTRW P/K dengan mengacu pada kawasan hutan yang ditetapkan terakhir, apabila kawasan hutan ditetapkan lebih awal
  • Melakukan tata batas dan pengukuhan kawasan hutan dengan memperhatikan RTRW P/K, apabila RTRW P/K ditetapkan lebih awal

Bahan Bacaan

  • Bahan Paparan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengenai Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang Nomor 21 Tahun 2021
  • Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

Alur Proses Integrasi Tata Ruang Darat dan Laut

Galuh Shita

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang telah disahkan beberapa waktu lalu. Di dalam peraturan perundangan ini telah diamanatkan bahwa dokumen rencana tata ruang perlu mengintegrasikan tata ruang darat dan laut. Seperti diketahui bahwa sebelumnya rencana tata ruang darat dan laut berada dalam dokumen yang terpisah sehingga menimbulkan potensi terjadinya tumpang tindih kebijakan terkait ketentuan pemanfaatan ruang. Setelah diintegrasikan, nantinya keseluruhan dokumen rencana tata ruang akan dimuat dalam sebuah platform digital guna mendukung One Spatial Planning Policy. Hal ini dilakukan supaya masyarakat dapat mengetahui poin-poin penting terkait perencanaan penataan ruang serta untuk mewujudkan proses transparansi data kepada publik.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang disebutkan pula bahwa RTR sebagai hasil dari perencanaan tata ruang akan menjadi acuan bagi:

  • penerbitan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
  • pemanfaatan ruang untuk seluruh kegiatan pembangunan sectoral dan pengembangan wilayah dan kawasan yang memerlukan ruang
  • penerbitan perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut serta pemberian hak atas tanah dan hak pengelolaan

Selain itu, disebutkan bahwa proses perencanaan rencana tata ruang dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni tahapan persiapan penyusunan rencana tata ruang, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, perumusan konsepsi rencana tata ruang, serta penyusunan rancangan peraturan tentang rencana tata ruang. Penyusunan rencana tata ruang akan menghasilkan beberapa dokumen turunan yakni konsepsi Rencana Tata Ruang, konsepsi Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu (RZ KSNT), konsepsi Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah (RZ KAW), rancangan peraturan tentang Rencana Tata Ruang, rancangan peraturan tentang RZ KSNT, dan rancangan peraturan tentang RZ KAW.

Berkaitan dengan proses pengintegrasian tata ruang darat dan laut, terutama dalam penyusunan rencana tata ruang, maka dilakukan dengan tahapan persiapan penyusunan (penyusunan kerangka acuan kerja dan penetapan metodologi), pengumpulan data (wilayah administrasi, data dan informasi kependudukan, pertanahan, kebencanaan, kelautan dan peta dasar serta peta tematik yang dibutuhkan).

Alur Proses Integrasi Tata Ruang Darat dan Laut

Sumber: Bahan Paparan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengenai Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang Nomor 21 Tahun 2021

Seperti dapat dilihat pada gambar di atas, bahwa alur proses integrasi tata ruang darat dan laut sejatinya mencakup berbagai hal. Pengolahan data dan analisis yang dilakukan tidak hanya mencakup kondisi eksisting darat maupun laut, tetapi juga mencakup analisis terhadap potensi dan permasalahan regional dan global serta analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang terintegrasi dengan kajian lingkungan hidup strategis.

Pengumpulan data dasar baik berdasarkan materi teknis darat dan materi teknis laut, akan dituangkan ke dalam sebuah peta dasar baru, baik berupa peta dasar rupabumi Indonesia ataupun peta dasar lainnya. Perlu diingat bahwa ketentuan bagi peta dasar rupabumi Indonesia merupakan peta termutakhir yang telah ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial, yakni Badan Informasi Geospasial (BIG). Dalam rangka percepatan penyusunan RDTR, daerah yang belum memiliki Peta Rupabumi Indonesia dapat menggunakan Peta Dasar Lainnya sesuai ketentuan tingkat ketelitian RTR yang disertai oleh rekomendasi dari Badan Informasi Geospasial (BIG).

Ilustrasi Penggunaan Peta Dasar

Sumber: Bahan Paparan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengenai Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang Nomor 21 Tahun 2021

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa sebagai upaya untuk mewujudkan One Spatial Planning Policy, maka RTR darat dan laut yang telah terintegrasi kemudian akan ditetapkan ke dalam satu produk hukum, yaitu berupa Peraturan Presiden RTR KSN, Perda/Pergub RTRW Provinsi, Perda/Peraturan Kepala Daerah RTRW Kabupaten/Kota, dan Peraturan Kepala Daerah RDTR.


Bahan Bacaan

  • Bahan Paparan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengenai Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang Nomor 21 Tahun 2021
  • Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

Muatan RTRW dalam PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

Galuh Shita

Pemerintah telah mengesahkan dan mensosialisasikan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Peraturan tersebut dikeluarkan sebagai bentuk melengkapi amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Seperti diketahui bahwa secara garis besar penataan ruang menjadi salah satu pasal yang dituangkan dalam UU Cipta Kerja dan semua pihak dari Kementerian ATR/BPN untuk dapat pro aktif mendukung pemerintah daerah dalam mempercepat penataan ruang.

Seperti diketahui bahwa keberadaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah mengubah sebagian muatan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Di mana peraturan perundangan tersebut merupakan landasan hukum penyelenggaraan penataan ruang secara nasional, sehingga perlu untuk mensinergikan serta mengintegrasikan perubahan tersebut ke dalam suatu peraturan baru, sehingga pemerintah mengeluarkan peraturan baru melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Di dalam PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang mengamanatkan penyederhanaan hirarki produk penataan ruang. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Penyederhanaan Hirarki Produk Rencana Tata Ruang

Sumber: diolah dari Bahan Paparan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengenai Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang Nomor 21 Tahun 2021

Penghapusan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi dan Kabupaten/Kota dilakukan untuk menghindari tumpeng tindih antar produk rencana tata ruang. Muatan substansi kawasan strategis kemudian diintegrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/Kota. Seperti dapat dilihat pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa penyederhanaan dokumen perencanaan ruang dilakukan dengan memangkas Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Namun sebagai gantinya substansi dalam dokumen tersebut diintegrasikan ke dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Penyelenggaraan Penataan Ruang dalam PP 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang ditujukan untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan yang termanifestasi dalam penyusunan rencana tata ruang, pemaduserasian antara struktur ruang dan pola ruang, penyelarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungan, perwujudan keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah, serta penciptaan kondisi peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang yang mendukung iklim investasi dan kemudahan berusaha.

Pengintegrasian Muatan Teknis Ruang Laut ke dalam Dokumen Tata Ruang Wilayah

Sumber: Bahan Paparan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengenai Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang Nomor 21 Tahun 2021

Melalui peraturan pemerintah ini, maka substansi yang berkaitan dengan elemen ruang udara, ruang darat, ruang laut, dan ruang dalam bumi akan terintegrasi menjadi satu dalam dokumen rencana tata ruang wilayah, sehingga diharapkan tidak akan terjadi tumpang tindih kebijakan. Untuk dapat mengetahui substansi muatan RTRW dapat dilihat pada tabel berikut:

Substansi RTRW dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang


Bahan Bacaan

  • Nasional Kontan. 2021. “Percepat Penataan Ruang, BPN Sosialisasi PP No.21 Tahun 2021”. Diperoleh 23 April 2021 dari https://nasional.kontan.co.id/news/percepat-penataan-ruang-bpn-sosialisasi-pp-no21-tahun-2021
  • Bahan Paparan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengenai Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang Nomor 21 Tahun 2021
  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
  • Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

Penataan Ruang dalam UU Cipta Kerja dan PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

Galuh Shita

Dirancang dan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja oleh Pemerintah pada beberapa waktu lalu memberikan beberapa pengaruh pada berbagai sektor di Indonesia, salah satunya adalah sektor tata ruang. Hal ini juga kemudian mendorong pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang sebagai amanat dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU Cipta Kerja. UU Cipta Kerja mengubah sebagian muatan dalam UU Penataan Ruang, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta UU Kelautan. Sehingga dengan kata lain, UU Cipta Kerja menjadi landasan hukum bagi penyelenggaraan penataan ruang secara nasional.

Seperti diketahui bahwa penataan ruang sendiri telah diatur sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja maka secara otomatis mengubah beberapa hal yang sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Berikut merupakan beberapa perubahan terkait penataan ruang yang terdapat di dalam UU tersebut.

Pokok Perubahan dalam UU 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan dikeluarkannya UU Cipta Kerja

Sumber: Paparan Implikasi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Terhadap Penataan Ruang oleh Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota ITB

UU Cipta Kerja dan PP Nomor 21 Tahun 2021 dinilai oleh pemerintah sebagai salah satu langkah strategis dalam mengatasi permasalahan investasi dan penciptaan lapangan kerja, yang salah satunya diakibatkan oleh tumpang tindih pengaturan penataan ruang. Peraturan ini juga dikeluarkan guna memberikan kemudahan investasi melalui perwujudan pemanfaatan ruang yang strategis. Selama ini proses penataan ruang dianggap rumit dan berbelit-belit sehingga dengan dikeluarkannya peraturan perundangan ini dapat memutus permasalahan yang ada dan memberikan kemudahan dalam konteks iklim investasi. Hal ini sesuai dengan aspirasi Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo, yang dilansir dari hukumonline, bahwa sektor penataan ruang sangatlah penting untuk dimaksimalkan agar dapat mendukung kegiatan ekonomi, khususnya tentang kesesuaian kegiatan pemanfataan ruang dalam perizinan berusaha.

Dampak Perubahan Dikeluarkannya UU CK dan PP Nomor 21 Tahun 2021

Sumber: Bahan Paparan Sosialiasi Kebijakan Penataan Ruang oleh Kementerian ATR BPN

Dalam PP Nomor 21 Tahun 2021 disebutkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang dimaksudkan untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan yang termanifestasi dalam penyusunan Rencana Tata Ruang, pemaduserasian antara struktur ruang dan pola ruang, penyelarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungan, perwujudan keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah, serta penciptaan kondisi peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang yang mendukung iklim investasi dan kemudahan berusaha.

Dilansir dari kontan, Direktur Jenderal Tata Ruang, Abdul Kamarzuki, menyatakan bahwa tata ruang menjadi prasyarat dasar pedoman usaha maupun perusahaan yang akan berdiri. Dalam UU Cipta Kerja, persyaratan dasar perizinan investasi dan usaha meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan dan persetujuan bangunan.

Kini pemerintah tengah gencar mensosialisasikan PP Nomor 21 Tahun 2021 secara luas agar masyarakat dapat memahami dan menyesuaikan hal-hal yang berkaitan dengan penataan ruang. Salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah melalui PP Nomor 21 Tahun 2021 adalah dengan mengubah susunan muatan substansi pada dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Adapun dokumen RTRW kini mengintegrasikan tata ruang laut, darat, udara, dan dalam bumi ke dalam satu kesatuan dokumen. Adapun muatan yang terkandung dalam PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang secara garis besar mengatur berbagai ketentuan yang berkaitan dengan penataan ruang, seperti:

  • Perencanaan tata ruang yang mengatur ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
  • Pemanfaatan ruang yang mengatur ketentuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dan sinkronisasi program pemanfaatan ruang.
  • Pengendalian pemanfaatan ruang, yang mengatur penilaian pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, penilaian perwuiudan rencana tata ruang, pemberian insentif dan disinsentif, pengenaan sanksi, dan penyelesaian sengketa penataan ruang.
  • Pengawasan penataan ruang, yang meliputi pemantauan evaluasi, dan pelaporan, yang merupakan upaya untuk menjaga kesesuaian penyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dilaksanakan baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat.
  • Pembinaan penataan ruang yang mengatur tentang bentuk dan tata cara pembinaan penataan ruang yang diselenggarakan secara sinergis oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.
  • Pembinaan penataan ruang juga mencakup pengaturan mengenai pengembangan profesi perencana tata ruang untuk mendukung peningkatan kualitas dan efektivitas penyelenggaraan penataan ruang.
  • Kelembagaan penataan ruang yang mengatur mengenai bentuk, tugas, keanggotaan, dan tata kerja forum penataan ruang.

Bahan Bacaan

  • Nasional Kontan. 2021. “Percepat Penataan Ruang, BPN Sosialisasi PP No.21 Tahun 2021”. Diperoleh 23 April 2021 dari https://nasional.kontan.co.id/news/percepat-penataan-ruang-bpn-sosialisasi-pp-no21-tahun-2021
  • Indrajati, RM Petrus Natalivan. 2020. “Implikasi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Terhadap Penyelenggaraan Penataan Ruang”. Diperoleh 23 April 2021 dari http://bappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/12/20201211-Implikasi-UU-CK-terhadap-Penyelenggaraan-Penataan-Ruang.pdf
  • Rizki, Januar Mochamad. 2020. “Ini Pokok Aturan Pelaksana UU Cipta Kerja Soal Tata Ruang, Industri dan Perdagangan Peraturan”. Diperoleh 23 April 2021 dari https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5fcb084347f1b/ini-pokok-aturan-pelaksana-uu-cipta-kerja-soal-tata-ruang–industri-dan-perdagangan/
  • Bahan Paparan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengenai Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang Nomor 21 Tahun 2021
  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
  • Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang