DJI Agras T16, Agriculutural Spraying Drone

Oleh : Sarah Sherida, ST

Salah satu kegunaan drone selain mengambil foto udara maupun video aerial adalah membantu bidang agrikultur dalam melakukan pengawasan serta penyiraman pestisida di areal perkebunan dan perhutanan yang sangat luas.

Saat ini terdapat berbagai jenis drone yang bisa mempermudah pekerjaan petani dalam mengawasi, menyemprot, melakukan pemupukan, dan menyeprotkan pestisida, salah satunya DJI Agras T-16.
Drone Dji Agras T-16 menjadi drone andalan dari banyak professional, dimana drone hexacopter ini sangat memberikan efisiensi kerja untuk membantu dalam memberikan pestisida secara menyeluruh dan akurat kepada tanamannya.

DJI Agras T16

Daya yang Dioptimalkan, Performa Tak Tertandingi

Agras T16 memiliki struktur keseluruhan yang disempurnakan dengan desain modular dan mendukung muatan tertinggi dan lebar semprotan terluas untuk drone pertanian dan perhutanan DJI. Dengan perangkat keras yang lebih kuat dan tangguh, mesin Artifical Intelegent, dan perencanaan operasi 3D, DJI Agras T16 membawa efisiensi operasi ke tingkat yang baru.

DJI Agras T16 Fly

Struktur Merevolusi. Operasi yang Handal.

Desain modular T16 yang serba baru menyederhanakan perakitan dan mempercepat perawatan harian. Peringkat IP67 memberikan perlindungan yang andal untuk komponen kunci drone. Sebuah badan pesawat ringan, namun tahan lama terbuat dari komposit serat karbon dan dapat dengan cepat dilipat untuk 25% dari ukuran aslinya, sehingga mudah untuk transportasi. Baterai dan tangki semprotan mudah ditukar, secara signifikan meningkatkan efisiensi pasokan daya dan cairan.

Payload Lebih Tinggi. Peningkatan Efisiensi.

Didukung oleh kinerja terbangnya yang luar biasa, tangki semprotan T16 dapat mengangkut hingga 16 L, dan lebar semprotan telah meningkat menjadi 6,5 m. Sistem penyemprotan memiliki 4 pompa pengiriman dan 8 alat penyiram dengan kecepatan semprot maksimum 4,8 L / menit. T16 dapat menyemprotkan 24,7 acre (10 hektar) [1] per jam. Sistem penyemprotan juga memiliki flow meter elektromagnetik baru, memberikan presisi dan stabilitas yang lebih tinggi daripada flow meter konvensional.

Radar Yang Lebih Canggih. Mudah Dioperasikan.

Sistem radar T16 yang ditingkatkan dapat merasakan lingkungan operasi di siang atau malam hari, tanpa terpengaruh oleh cahaya atau debu. Drone ini telah sangat meningkatkan keselamatan penerbangan dengan penghindaran rintangan maju dan mundur dan FOV horizontal (bidang pandang) 100 °, dua kali lipat drone pertanian DJI sebelumnya. T16 juga dapat mendeteksi sudut kemiringan dan menyesuaikannya secara otomatis bahkan di daerah pegunungan. Sistem radar inovatif ini mengadopsi teknologi Digital Beam Forming (DBF), yang mendukung pencitraan cloud titik 3D yang secara efektif merasakan lingkungan dan membantu menghindari rintangan.

Keunggulan DJI Agras T16 Dibandingkan Dengan Spraying Drone Lainnya

  • Efisiensi maksimum
  • Penyemprotan akurat
  • Mudah digunakan
  • Memiliki kecerdasan memori
  • Desain yang dapat dilipat
  • Memiliki sensor ketinggian
  • Dikendalikan dengan remot kontrol

SPESIFIKASI DJI AGRAS T16

Aircraft Frame

Diagonal Wheelbase1520 mm
Frame Arm Length625 mm
Dimensions1471mm x 1471mm x 482mm (arm unfolded, without propellers)780mm x 780mm x 482mm (arm folded)

Motor

Diagonal Wheelbase1520 mm
Frame Arm Length625 mm
Dimensions1471mm x 1471mm x 482mm (arm unfolded, without propellers)780mm x 780mm x 482mm (arm folded)

ESC

Max Allowable Current (Continuous)25 A
Operating Voltage12S LiPo
Signal Frequency30 to 450 Hz
Drive PWM Frequency12 kHz

Foldable Propeller

MaterialHigh-performance engineered plastics
Diameter / Pitch21×7.0 inch (533×178 mm)
Weight58 g

Liquid Tank

Volume10 L
Standard Operating Payload10 kg
Max Battery Size151mm x 195mm x 70mm

Nozzle

ModelXR11001
Quantity4
Max Spray Speed0.43 L/min (per nozzle, for water)
Spray Width4 – 6 m (4 nozzles, 1.5 – 3 m above the crops)
Droplet Size*XR11001: 130~250 μm*Droplet size may vary according to operation environment and spraying speed.

Flight Parameters

Total Weight (without batteries)8.8 kg
Standard Takeoff Weight22.5 kg
Max Takeoff Weight24.5 kg (@ sea level)
Max Thrust-Weight Ratio1.81 (with 22.5 kg takeoff weight)
Power BatteryDJI Designated Battery (MG-12000)
Max Power Consumption6400 W
Hovering Power Consumption3250 W (with 22.5 kg takeoff weight)
Hovering Time24 min (@ with 12.5 kg takeoff weight)10 min (@ with 22.5 kg takeoff weight)
Max Operating Speed8 m/s
Max Flying Speed22 m/s
Recommended Operating Temperature0 to 40℃

Remote Controller

ModelGL690B(Japan Only), GL658C
Operating Frequency2.400 – 2.483 GHz
Max Transmission Range (unobstructed, free of interference)1km
EIRP100 mW @ 2.4 GHz
Built-in Battery6000 mAh, 2S LiPo
ChargingDJI charger
Output Power9 W
Operating Temperature Range-10 to 40℃
Storage Temperature RangeLess than 3 months: -20 to 45℃More than 3 months: 22 to 28℃
Charge Temperature Range0 to 40℃

Remote Controller Charger

ModelA14-057N1A
Voltage17.4 V
Rated Power57 W

SUMBER :

https://www.dji.com/id/t16/info

Rumah Ramah Anak

Oleh : Sarah Sherida

Sudah yakin jika rumahmu ramah untuk bagi keluarga terutama anak-anak?

Rumah merupakan salah satu kebutuhan utama manusia selain makanan dan pakaian. Rumah adalah tempat kita berkumpul bersama keluarga, menghabiskan hari-hari kita, dan tempat untuk beristirahat dari lelahnya aktivitas sehari-hari.

Banyak orang berpendapat bahwa rumah merupakan tempat paling aman. Ya, ini tidak salah karena rumah memang mampu melindungi anggota keluarga dari hujan, badai, dan panas matahari.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menyediakan rumah atau tempat tinggal untuk keluarga. Apalagi jika memiliki anak. Rumah yang nyaman tidaklah cukup. Sebuah rumah juga harus aman untuk anak-anak, atau yang dikenal dengan rumah yang ramah anak.

Rumah ramah bagi anak tersebut memang sebaiknya memiliki ruangan terbuka. Hal itu agar membuat ruang-ruang di dalam rumah lebih cair sehingga ada interaksi. Karena itu, desain rumah juga perlu menjadi perhatian. Tak hanya itu, bahan membangun rumah ramah anak juga perlu dicermati agar aman bagi anak.

Selain desain dan bahan bangunan rumah ramah anak, ada juga hal lain yang perlu diperhatikan orangtua, apa saja hal-hal tersebut? Berikut kami berikan rangkumannya di bawah ini.

  • Gunakan Pelindung Stop Kontak
Image result for pelindung stop kontak

Hindari risiko tersengat listrik dengan memasang penutup pada stop kontak serta merapikan kabel-kabel yang terekspos.

  • Amankan Sudut Tajam Pada Furnitur

Pilihlah funitur dengan sudut tumpul atau gunakan pelindung dari plastik pada siku-siku furnitur yang tajam dan sekiranya membahayakan.

  • Singkirkan Barang Pecah Belah

Simpan semua barang pecah-belah di dalam lemari atau tempat-tempat yang tidak terlihat dan dapat dijangkau dengan mudah oleh anak-anak.

  • Gunakan Alas Karpet

Alasi seluruh permukaan lantai tempat bermain anak dengan karpet atau material lain yang berbahan lembut untuk menghindari risiko cedera sehingga apabila anak jatuh tidak langsung membentur lantai.

  • Memasang Pagar Pembatas

Memasang pembatas berbentuk pagar yang hanya bisa dibuka oleh orang dewasa terutama di daerah yang cukup berbahay seperti area dapur dan tangga.

  • Simpan Obat-obatan dan Bahan Kimia Lainnya

Pastikan semua obat dan benda dengan zat berbahaya tersimpan rapi di kotak penyimpanan barang yang telah terkunci dengan rapat.

  • Bebas Asap dan Polusi
Image result for breaking a cigarette

Salah satu kriteria utama rumah ramah anak adalah bebas dari asap rokok dan polusi lainnya. Hal ini penting dilakukan guna menjaga kesehatan lingkungan dan sang anak.

Sumber :

https://theurbanmama.com/articles/rumah-ramah-anak.html

https://www.99.co/blog/indonesia/rumah-ramah-anak/

https://www.sejasa.com/blog/rumah-ramah-si-kecil/

Canopy Height Model (Chm) Menggunakan Survei Fotogrametri Untuk Perhitungan Tinggi Pohon

Oleh : Rabby Awalludin, ST

Kemunculan fotogrametri dengan menggunakan pesawat nirawak (UAV) menjadi jalan baru penggunaan metode fotogrametri dalam analisis lingkungan seperti lingkungan hutan dan daerah sulit terjamah oleh metode akuisisi lainnya. Jika dibandingkan dengan pengukuran fotogrametri dengan kamera metric dan penerbangan dengan ketinggian tinggi maupun dengan survey berbasis LiDAR, metode ini tetap memiliki resolusi spasial dan temporal yang tinggi [1].

CHM atau Canopy Height Model merupakan representasi dari tinggi pohon pada wilayah pengukuran. Tinggi pohon diukur melalui jarak antara ground (permukaan) dengan titik tertinggi pohon. Untuk daerah dengan tutupan lahan yang secara keseluruhannya merupakan pepohonan, tidak diperlukan tindakan lebih lanjut sebelum CHM dikalkulasi. Beda hal jika terdapat perumahan atau bangunan dalam area tersebut, untuk kondisi ini diperlukan pembersihan terlebih dahulu data tersebut.

Muncul pertanyaan, apa saja yang dapat kita lakukan dengan adanya CHM ini? Banyak pemanfaatan yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam berbagai fungsi pemetaan dan analisis spasial (keruangan). Beberapa diantaranya sebagai berikut [2]:

  1. Evaluasi resiko tinggi vegetasi terhadap saluran listrik
  2. Memantau penebangan dan pemulihan hutan
  3. Menilai kesesuaian habitat untuk satwa liar
  4. Mengidentifikasi lokasi pohon-pohon yang memenuhi syarat masuk dalam kategori pohon besar (klasifikasi pohon hutan)
  5. Mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan pohon hutan industri

CHM merupakan hitungan turunan dari Digital Elevation Model (DEM) dan Digital Surface Model (DSM). Nilai CHM dapat diketahui dengan banyak cara, salah satunya adalah dengan melakukan pengurangan nilai DSM oleh DEM. DSM yang merupakan representasi dari nilai ketinggian keseluruhan objek di permukaan bumi dihilangkan permukaan tanahnya (ground) oleh DEM sehingga dihasilkan nilai ketinggian dari objek yang dihitung nol dari permukaan tanah. Secara singkat perhitungan nilai CHM dilakukan dengan cara berfikir seperti berikut:

DSM – DEM = CHM

Sebelum dapat menghasilkan nilai CHM dari DSM dan DEM, tentunya terdapat beberapa langkah dan metode yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Sebelum menghasilkan nilai DSM, diperlukan data PointCloud, yang dapat dihasilkan dengan menggunakan metode fotogrametri maupun LiDAR. Secara singkat dengan menggunakan metode fotogrametri dapat dijelaskan sebagai berikut [3]:

Dilakukan aerial triangulation untuk mendapatkan nilai posisi dan ketinggian objek dari foto-foto yang diambil dengan menggunakan metode fotogrametri. Hasil ini berupa Sparse Point Cloud yang merupakan titik jarang yang merepresentasikan posisi suatu objek.


Nilai titik jarang tersebut kemudian diperbanyak sehingga menghasilkan titik-titik dengan kerapatan padat yang disebut dengan istilah Dense Point Cloud.

Interpolasi Dense Point Cloud yang menghasilkan Digital Surface Model (DSM)

Dilakukan proses klasifikasi, otomatis maupun manual yang menghasilkan data ketinggian Ground (DEM)

Kombinasi antara DSM dan DEM sehingga menghasilkan CHM

Perhitungan nilai CHM dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS, Global Mapper, Simactive, dan perangkat lunak pengolahan data spasial lainnya. Perhitungan dilakukan secara otomatis dengan menggunakan bahasa pemrograman yang terdapat pada masing-masing perangkat lunak.

Nilai ketelitian dari tinggi pohon yang diperoleh dengan menggunakan CHM dapat diperoleh dengan cara membandingkan beberapa sampel yang sama antara CHM dan data lapangan yang dipilih secara acak. Nilai ketelitian dari CHM sangat berpengaruh terhadap beberapa faktor, diantaranya:

·         Nilai GSD (Ground Sample Distance)

Seperti yang kita ketahui bersama, nilai GSD merupakan ukuran resolusi piksel dari hasil foto udara, baik foto udara dengan kamera metrik maupun foto udara dengan kamera non metrik. Model permukaan bumi terbentuk dari data elevasi digital dalam tiga dimensi (X, Y, Z). Data elevasi digital ini disimpan dalam format piksel grid (raster). Setiap piksel mempunyai nilai elevasi yang mewakili ketinggian titik di permukaan bumi. Semakin besar nilai GSD pada foto udara, maka resolusi spasial yang dihasilkan akan semakin rendah, dan tingkat kedetailan dari objek-objek pada foto udara akan semakin berkurang [4]. Jika GSD yang digunakan besar (resolusi rendah), nilai tinggi yang direpresentasikan oleh CHM menjadi buruk. Hal ini dipengaruhi dengan besarnya GSD, nilai tertinggi sebenarnya dari pohon tidak dapat didefinisikan dengan jelas. Sehingga representasi hasil tinggi kurang atau tidak mendekati nilai tinggi sebenarnya di lapangan.

·         Kualitas GCP

Kualitas Ground Control Point atau GCP juga ikut andil dalam ketelitian dari CHM yang dihasilkan. GCP berpengaruh dalam menentukan kedekatan posisi termasuk posisi horizontal dan vertikal dari objek pengamatan dalam hal ini pohon. Semakin baik kualitas GCP, maka akan semakin baik pula posisi dari objek pengamatan, yang secara langsung juga berpengaruh terhadap nilai CHM yang dihasilkan.

 ·         Nilai Pembanding

Nilai ketelitian hasil suatu metode didapatkan dengan membandingkan dengan hasil metode lainnya. Namun nilai pembanding tersebut harus memiliki nilai yang lebih dipercaya sehingga jika hasil metode yang dibandingkan semakin mendekati pembanding, maka metode tersebut dapat digunakan. Misalkan nilai CHM dibandingkan dengan hasil pengukuran lapangan. Metode perhitungan yang dilakukan dalam pengukuran lapangan haruslah metode yang memiliki nilai kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.

Jonathan Lisein, Stephanie Bonnet and Philippe Lejeune dari Universitas Liege – Gembloux Agro-Biotech melakukan penelitian mengenai ketelitian CHM dengan menggunakan metode fotogrametri dengan pesawat nirawak (UAV) yang dibandingkan dengan pengukuran tinggi di lapangan [3] . Didapatkan hasil seperti pada tabel berikut :

Resolusi/GSDRMSE
25cm2.1m

Dari hasil yang didapatkan, dapat ditarik kesimpulan berupa:

  1. Penggunaan DEM dengan resolusi rendah dan akurasi yang tidak diketahui merusak nilai presisi dari DSM itu sendiri.
  2. Rekonstruksi Tiga Dimensi pohon rapat dengan menggunakan foto bergantung pada kuat dan arah angin yang menyebabkan pergerakan daun, serta pengulangan bentuk pada kanopi hutan yang padat dan berdaun lebar, keduanya dapat menghambat/membingungkan dalam proses pembentukan dense point cloud.
  3. Hasil co-registrasi DSM dan DTM untuk kawasan hutan tidak ketat secara ilmiah, karena kurangnya visibilitas tanah (tinggi vegetasi = 0) pada DSM.
  4. Penggunaan fotogrametri untuk kawasan hutan rentan terhadap error, karena nilai tanah dibawah pohon tidak terlihat.

Kerapatan point cloud dapat mempengaruhi ketelitian dari nilai tinggi yang dihasilkan. Dapat terlihat pada gambar berikut:

Sumber : www.mpdi.com

Secara keseluruhan, metode menentukan ketinggian pohon (CHM) dengan menggunakan metode survei fotogrametri cukup efektif dan efisien jika dilakukan untuk menghasilkan data dengan ketelitian yang cukup baik. Untuk dapat memastikan layak atau tidaknya metode ini dilakukan, diperlukan pemilihan metoda akuisisi dan pengolahan data yang tepat seperti proses klasifikasi point cloud, spesifikasi alat, nilai GSD yang digunakan, metode pembanding yang digunakan, penggunaan parameter dalam pengolahan data pada perangkat lunak pengolahan data yang digunakan, dsb.

Sumber Referensi :

[1] Watts A.C., Ambrosia V.G., Hinkley E.A. [2012]. Unmanned Aircraft Systems in Remote Sensing and Scientific Research: Classification and Considerations of Use. Remote Sensing 4 (6), 1671–1692.

[2] https://www.earthdefine.com/spatialcover_chm/

 [3] https://orbi.uliege.be//bitstream/2268/129781/1/ModeleNumCanopee_drone_poster.pdf

 [4] https://www.handalselaras.com/ground-sampling-distance-gsd/

PRESISI VS AKURASI PADA DATA LIDAR

Tike Aprillia Hartini

Keyword: presisi, akurasi, LiDAR (Light Detection and Ranging).

Dalam melakukan suatu pengukuran, untuk memastikan hasil ukuran yang didapatkan baik atau tidak digunakan istilah presisi dan akurasi. Presisi adalah tingkat konsistensi dari pengamatan yang ditentukan dari besarnya perbedaan dalam nilai data yang dihasilkan. Presisi sangat ditentukan oleh kestabilan kondisi pengamatan, kualitas alat, kemampuan dari pengamat, dan prosedur pengamatan. Sedangkan akurasi adalah tingkat kedekatan dari nilai pengamatan dengan nilai sebenarnya. Nilai sebenarnya dari suatu pengukuran tidak pernah dapat ditentukan, sehingga akurasi selalu tidak diketahui. [1] Namun, untuk mendekati nilai yang dianggap benar sering kali digunakan nilai rata-rata dari keseluruhan data yang diukur. Sehingga, hasil pengukuran akan memiliki tingkat akurasi yang tinggi apabila mendekati nilai rata-rata. Perbedaan presisi dan akurasi dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini:

Gambar 1. Akurasi dan Presisi.[1]

(1a) Akurat dan Presisi, (1b) Akurat, (1c) Presisi, (1d) Tidak Akurat dan Tidak  Presisi.

Presisi dan akurasi pun sering dikaitkan dengan kesalahan sistematis dan kesalahan acak. Kesalahan sistematis adalah kesalahan dengan kecenderungan menggeser semua pengukuran secara sistematis, sehingga nilai rata-rata secara konstan bergeser atau bervariasi dan dapat diprediksi perubahannya serta dapat dikoreksi. Sedangkan kesalahan acak adalah kesalahan dengan variasi nilai kesalahannya tidak terduga dan tidak dapat dikoreksi. Kesalahan acak ini dapat disebabkan karena faktor lingkungan di tempat pengukuran, seperti terjadi kebisingan, adanya kabut, dan getaran sehingga mempengaruhi hasil pengukuran. Apabila hasil pengukuran memiliki nilai akurasi yang rendah, maka kemungkinan besar terdapat kesalahan sistematis pada alat pengukuran. Sehingga diperlukan kalibrasi pada alat tersebut. Apabila hasil pengukuran memiliki nilai presisi yang rendah, kemungkinan besar terdapat kesalahan acak pada pengukuran yang dilakukan.

Dalam pengukuran LiDAR, presisi dan akurasi dapat dilihat dari sebaran data point cloud yang dihasilkan antar jalur terbang. Keakuratan data LiDAR dapat dilihat dari tingkat kedekatan point cloud dengan posisi aktual dari lingkungan yang dijelaskan. Sedangkan kepresisian dari data LiDAR dapat dilihat dari tingkat kekonsistenan point cloud antar jalur terbang pada titik yang sama. Sehingga, untuk mendapatkan nilai presisi ini harus dilakukan pengukuran lebih pada suatu objek. Oleh karena itu, pada saat melakukan akuisisi data lidar diperlukan pertampalan antar jalur terbang (sidelap dan overlap). Data LiDAR yang memiliki tingkat presisi yang tinggi akan menghasilkan point cloud yang lebih tipis karena memiliki jarak antar point cloud yang kecil dan memiliki sedikit noise.[2] Ilustrasi dari akurasi dan presisi dari data LiDAR dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Akurasi dan Presisi.[2]

Sehingga untuk mendapatkan hasil pengukuran yang mendekati nilai sebenarnya, kesalahan sistematik maupun acak harus dihindari agar tingkat akurasi dan presisi dari data yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. 

DAFTAR REFERENSI:

[1] Ghilani, Charles D dan Wolf, Paul R. 2006. Adjusment Computations Spatial Data Analysis. United States of America.

[2] Accuracy vs Precision. https://www.yellowscan-lidar.com/knowledge/wait-accuracy-vs-precision-isnt-rocket-science/?utm_source=hs_email&utm_medium=email&utm_content=81181499&_hsenc=p2ANqtz-9lnwORNL6_GfpxQre3qYVG3_Ykh7ZPDIctygB9BjeMocx-SeKScUmQ1DfHAia-2NGsymbjAHnuo2GoSb_CU-52hPyIMZV-oNjj-oPVj6w23CPnSpk&_hsmi=81181499, diakses pada tanggal 3 Februari 2020.

Mengenal Konsep Desain Bohemian Untuk Hunian

Oleh : Sarah Sherida, S.T

Apa Itu Desain Bohemian?

Gaya desain bohemian identik dengan gaya hidup nomaden yang bebas atau tidak tetap. Konsep tersebut sangat erat kaitannya dengan penduduk gypsy di Eropa pada tahun 1800-an. Akhirnya mulai disebut sebagai bohemian ketika para gipsi meninggalkan kota Bohemia di Eropa Tengah.

Melakukan perjalanan terus-menerus merupakan aspek penting dari gaya hidup bohemian. Sangat identik dengan gaya hidup spontan yang memanfaatkan benda-benda yang ada, gaya desain bohemian juga lekat dengan kondisi yang tidak teratur, namun khas pengembara yang identik dengan konsep desain vintage atau etnik.

Ciri dari arsitektur bohemian ini adalah penggunaan unsur-unsur etnik dalam bangunan. Bisa dari penggunaan material bangunan, hingga padu padan interior yang dipakai. Gaya bohemian identik dengan gipsi, penuh warna dan bercampur antara gaya etnik, hippies dan juga vintage. Kesan cool namun tidak kaku menjadi ciri khas gaya bohemian ini.

Ciri Khas Desain Bohemian

Penuh Warna

Gaya bohemian akan semakin kental dengan permainan warna yang berani.. Walaupun terkesan berantakan, tetapi perpaduan tersebut akan menghasilkan nuansa artistik yang istimewa.

Sumber: Pinterest. 2019

Furnitur Antik

Furnitur bergaya vintage adalah jenis furnitur yang biasa digunakan, dengan ditutupi dengan kain baru atau ditambah aksen beraneka ragam warna, selimut bermotif

Sumber: Pinterest. 2019

Tanaman Dalam Ruangan

Gaya bohemian kerap memasukkan unsur alam pada dekorasi ruangan. Hal ini bisa kita temui dari penggunaan tanaman hidup yang ditempatkan dalam pot-pot, dan dihadirkan di dalam ruangan

Sumber: Pinterest. 2019

Aksesoris di Dinding

Sumber: Pinterest. 2019

Sumber Referensi :

Mengenal Gaya Desain Bohemian. 2019. https://www.arsitag.com/article/mengenal-gaya-desain-bohemian

Ciri Karakteristik Desain Bohemian. 2018. https://voireproject.com/artikel/post/ciri-karakteristik-desain-interior-bohemian

Desain 101: Berkenalan dengan Gaya Desain Bohemian yang Anti-Mainstream. 2019. https://www.dekoruma.com/artikel/91448/mengenal-gaya-desain-bohemian

Mengenal Konsep Desain Mediteranian Untuk Hunian

Oleh: Sarah Sherida, S.T

Apa Itu Desain Mediteranian?

Konsep Mediteranian merupakan langgam arsitektur yang lahir dari bangunan-bangunan Mediterania dimasa lalu dan sangat berpacu pada keadaan geografis wilayah Mediterania pada saat itu.

Arsitektur mediterania tidak hanya menekankan pada fungsi saja melainkan diseimbangkan dengan kematangan konsep yang menggunakan pilihan bentuk, material, dan warna serta mempertimbangkan dengan kondisi lingkungan sekitar.

Jenis Desain Mediteranian Berdasarkan Pengaruh Peradabannya

Gaya Mediterania Spanyol

Arsitektur Mediterania yang berkembang di daratan Spanyol cenderung lebih berani dengan warna-warna lebih cerah dan juga pengaplikasian dekorasi mural dan mosaic.

Gaya Mediterania Yunani

Untuk arsitektur mediterania ala Yunani, warna-warna dengan aksen kebiru-biruan seperti turquoise dan kobalt akan lebih sering ditemui mengingat kondisi geografis yang banyak berada di pantai.

Gaya Mediterania Timur-Tengah

Peradaban arab memberikan hiasan pada ukiran dinding, pilar, dan lengkungannya. Ada ciri khas hiasan floral yang menjadi isnpirasi dekorasi bangunan mediterania. Hiasan dan ukiran ini banyak di terapkan dalam desain arsitektur bangunan masjid-masjid di Indonesia.

Ciri Khas Desain Mediterania

Portico dan Balkon

Pada rumah-rumah Mediterania, hampir tidak mungkin tidak ditemui Portico dan juga Balkon. Portico sendiri merupakan serambi bangunan yang banyak mengaplikasikan elemen dekoratif khas Arsitektur Mediterania seperti dua tiang di pintu masuk dan juga ukiran sederhana sebagai mahkota tiang.

Sumber: Pinterest. 2019

Kolom dan Pilar

Tak hanya pada portico, keberadaan tiang dan pilar pada bangunan mediterania juga sangatlah umum. Tidak disembunyikan, kolom-kolom pada arsitektur mediterania justru menjadi bagian dari wajah bangunan dan ciri khas dari gaya ini.

Sumber: Pinterest. 2019

Teras atau Selasar

Keberadaan selasar dengan air mancur ini hadir karena pengaruh bangsa Moor yang saat itu menguasai Spanyol (salah satu asal arsitektur mediterania) dan berfungsi untuk mengatur agar suhu di rumah tetap nyaman.

Sumber: Pinterest. 2019

Material Bangunan

Pada arsitektur Mediterania, struktur dinding bangunan dibuat dari tanah liat yang dibakar atau batu alam. Dalam pengaplikasiannya,, warna-warna alam dari lingkungan sekitar merupakan pengaruh terbesar

Sumber: Pinterest. 2019

Jendela dan Pintu

Elemen jendela dan pintu pada rumah-rumah dengan gaya arsitektur mediterania umumnya berbentuk persegi atau persegi panjang yang dilengkapi ornamen lengkung pada bagian atasnya dan terbuat dari material kayu / besi tempa.

Sumber: Pinterest. 2019

Sumber Referensi :

Mengenal Konsep Desain Scandinavian Untuk Hunian

Oleh : Sarah Sherida, S.T

Apa Itu Desain Scandinavian?

Istilah Desain Scandinavian sendiri bermula dari pameran desain di Amerika dan Kanada sekitar tahun 1950an. Dimana istilah tersebut memperkenalkan cara orang-orang Scandinavia hidup dalam desain yang kemudian berarti hingga saat ini yakni indah, sederhana, bersih, serta terinspirasi dari alam dan iklim utara, mudah diakses dan tersedia untuk semua

Kelebihan Gaya Scandinavian

  • Cenderung bersih (clean) dan mengandung unsur kesederhanaan (simplicity).
  • Memberikan kesan luas
  • Mendapatkan pencahayaan alami karena banyak memiliki bukaan
  • Material yang digunakan lebih ramah lingkungan
  • Minimnya furnitur juga membuat kesan ramah anak

Ciri Khas Scandinavian

Dominasi Warna Natural

Warna yang sering digunakan pada desain gaya Scandinavia adalah putih, abu-abu, biru, dan krem.

Sumber: Pinterest. 2019

Furnitur Sederhana

Penambahan elemen dekoratif cenderung menggunakan dekorasi-dekorasi sederhana yang tidak berlebihan

Sumber: Pinterest. 2019

Memaksimalkan Pencahayaan Alami

Jendela besar dari lantai hingga atap rumah banyak digunakan agar sinar matahari natural dapat masuk ke dalam rumah dengan sempurna.

Sumber: Pinterest. 2019

Penggunaan Material Kayu

Kayu biasanya digunakan sebagai material untuk atap dan dinding rumah. Bukan hanya untuk bangunan rumah, kayu juga mendominasi furnitur yang digunakan pada rumah.

Sumber: Pinterest. 2019

Penambahan Unsur Alam

Nuansa hijau dapat menambah kesan hangat pada ruangan, dapat menciptakan nuansa ketenangan dan santai. Dekorasi-dekorasi seperti tanaman hias yang di simpan di sudut ruangan dan di meja maupun di dinding, dapat memperkuat karakter alam agar tercipta ruangan yang hangat, segar, dan menenangkan.

Sumber: Pinterest. 2019

Sumber Referensi :

Mengenal Konsep Desain Industrial Untuk Hunian

Oleh : Sarah Sherida, S.T

Apa Itu Desain Industrial?

Konsep industrial merupakan salah satu gaya desain dimana rancangannya terfokus pada desain ala pabrik dengan adanya material ekspos, tampilan interior yang tampak tidak selesai, ataupun tampilan mekanikal yang tampak memukau

Perkembangan Desain Industrial

  • Tahun 1950 gaya desain arsitektur industrial pertama kali merebak di Eropa karena banyaknya bangunan bekas pabrik yang terbengkalai.
  • Seiring berjalannya waktu, penerapan gaya desain industrial tak hanya diperuntukkan pada bangunan serupa pabrik, namun juga merambah jenis properti lainnya
  • Kini, gaya arsitektur ini pun banyak diterapkan di rumah pribadi, hingga bangunan komersial seperti kedai-kedai kopi, restoran, hingga co-working space.

Kelebihan Gaya Industrial

  • Desainnya lebih ramah terhadap lingkungan
  • Membuat sirkulasi udara di dalam bangunan lebih lancar
  • Memberikan kesan sederhana
  • Hemat biaya
  • Memberikan kesan hangat dan nyaman

Ciri Khas Desain Industrial

Over-Expose

Salah satu ciri utama bangunan industrial adalah over expose. Artinya banyak hal yang dibiarkan “terlihat” dan ditata sedemikian rupa sehingga tampak rapi, berkonsep, dan bergaya.

Sumber : Pinterest, 2019

Memadukan Unsur Kayu dan Logam

Interaksi tekstur kayu dengan permukaan kasar dan metal atau logam berkilau, sedikit berwarna hitam, warna emas, atau tembaga merupakan ciri lain desain industrial.

Sumber: Pinterest. 2019

Identik Dengan Warna Monokrom

Selain dibiarkan polos dan terekspos, elemen-elemen pada bangunan industrial hanya akan ditampilkan dengan warna monokrom atau warna bumi seperti cokelat, abu-abu, dan hijau kusam.

Sumber: Pinterest. 2019

Menggunakan Material Daur Ulang

Material upcycle dan recycle merupakan ciri utama pada bangunan industrial. Upcycle merupakan barang bekas yang dimodifikasi baru, sedangkan recycle adalah proses daur ulang barang bekas untuk digunakan kembali.

Sumber: Pinterest. 2019

Desain Lantai Unik

Rumah berkonsep industrial sangat menghindari penggunaan lantai granit atau keramik karena tampilannya tak sesuai dengan kesan dari gaya industrial.

Sumber: Pinterest. 2019

Sumber Referensi :

Peningkatan Upaya Mitigasi di Musim Penghujan

Oleh : Galuh Shita Ayu Bidari, S.T

Sebagai negara yang berada di iklim tropis, Indonesia dianugerahi dua musim, yakni musim kemarau dan musim hujan. Saat ini, Indonesia sedang memasuki musim penghujan, yang umumnya dimulai pada bulan Juli hingga September. Dilansir dari laman BMKG, pada periode tahun 2019 hingga 2020, sebagian besar daerah di Indonesia akan memasuki puncak musim hujan pada awal tahun 2020 yaitu pada bulan januari.

Puncak Musim Hujan Periode 2019 – 2020

Musim hujan dengan intensitas yang tinggi seringkali tidak hanya menimbulkan genangan, namun juga banjir. Sehingga perlu untuk melakukan mitigasi banjir untuk meminimalisir dampak buruk yang terjadi. Bagi masyarakat yang tinggal di lokasi yang aman dari bencana banjir, tentu hal ini bukan menjadi ancaman yang besar. Namun bagi masyarakat yang tinggal di lokasi rawan bencana banjir, terdapat beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan sebelum bencana banjir melanda.

Dilansir dari The National Severe Storms Laboratory (NSSL), National Oceanic & Atmospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat serta The Natural Resources Defense Council (NRDC), terdapat beberapa jenis banjir yang seringkali terjadi di berbagai belahan dunia, yaitu:

  1. Banjir sungai (river flood), terjadi ketika permukaan air naik di atas tepian sungai karena hujan yang berlebihan. Banjir jenis ini merupakan jenis banjir yang paling umum terjadi ketika badan air melebihi kapasitas yang dapat ditampungnya. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah banjir jenis ini adalah dengan memberikan penahan yang baik terutama pada area yang padat penduduk atau daerah yang datar.
  2. Banjir pantai (coastal flood), seringkali disebut dengan banjir rob atau banjir laut pasang yang disebabkan oleh pasang naik yang lebih tinggi dari rata-rata dan diperburuk curah hujan tinggi dan angin yang bertiup ke arah darat.
  3. Gelombang badai (storm surge), merupakan banjir yang disebabkan oleh kekuatan angina badai yang hebat, serta gelombang dan tekanan atmosfer yang rendah, sehingga terjadi kenaikan permukaan air yang tidak normal di daerah pantai.
  4. Banjir perkotaan (urban flood), merupakan banjir yang terjadi di daerah perkotaan. Banjir bandang, banjir pantai, dan banjir sungai dapat pula terjadi di daerah perkotaan, tetapi istilah ini merujuk secara khusus pada banjir yang terjadi di daerah berpenduduk padat ketika curah hujan (bukan genangan air) melebihi kapasitas.
  5. Banjir bandang (flash flood), merupakan banjir yang disebabkan oleh curah hujan yang deras dan tiba-tiba atau dalam waktu yang singkat, kadang terjadi ketika tanah tidak dapat menyerap air dengan optimal.

Idealnya, setiap orang harus mengetahui potensi bencana yang ada di sekitarnya. Bencana banjir merupakan bencana yang umumnya terjadi di Indonesia, hal ini dapat dibuktikan dengan data statistik tahunan BNPB (dilansir melalui website DIBI) yang menyatakan bahwa banjir masuk ke dalam 3 besar bencana yang kerapkali terjadi. Sehingga, pemahaman masyarakat terhadap bencana sangat diperlukan sebagai salah satu bentuk dari upaya mitigasi.

Mitigasi merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan untuk meminimalisir risiko dan dampak bencana. Mitigasi dapat dilakukan secara perseorangan dalam bentuk pemahaman dan pengetahuan, secara berkelompok dalam bentuk pelatihan koordinasi penyelamatan diri saat terjadi bencana, maupun dalam kelompok besar/level instansi pemerintah seperti pembangunan infrastruktur maupun memberikan peningkatan kesadaran dan kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana.

Mitigasi merupakan suatu tahapan penting dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap risiko bencana. Berdasarkan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, mitigasi dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. Bagi masyarakat yang rentan terhadap banjir, sangat penting bagi mereka untuk bisa mempersiapkan diri dan lingkungannya. Sedangkan bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang tidak terkena banjir, seperti pada daerah yang berada pada kontur yang tinggi, disarankan untuk tetap menjaga lingkungan sekitar agar tidak terjadi banjir.

Berdasarkan UU yang sama, kegiatan mitigasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi bencana dapat dilakukan melalui pelaksanaan penataan ruang; pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern. Secara umum, terdapat 2 jenis mitigasi, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non-struktural.

  • Mitigasi struktural, merupakan upaya untuk mengurangi kerentanan terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Dalam menghadapi bencana banjir, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko banjir, yakni:
  • Membersihkan saluran drainase dari sampah-sampah yang mengendap
  • Membangun tembok pertahanan ataupun tanggul
  • Meninggikan lantai rumah
  • Memperbanyak pohon
  • Menciptakan banyak kawasan terbuka hijau
  • Membuat lubang biopori
  • Mitigasi non-struktural. Berbeda dengan mitigasi struktural, mitigasi non-struktural merupakan upaya mengurangi dampak bencana yang mungkin terjadi melalui kebijakan atau peraturan tertentu. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain:
  • Mengenali dan mempelajari penyebab banjir
  • Melakukan kegiatan pelatihan penanggulangan bencana
  • Memperbaiki sarana dan prasarana
  • Menyiapkan persediaan makanan dan logistik
  • Melakukan simulasi situasi darurat bencana

Berdasarkan definisi yang ada, mitigasi dilakukan sebelum bencana terjadi, dengan tujuan agar masyarakat dapat memiliki kesiapan yang optimal sehingga ketika bencana terjadi, masyarakat tidak mengalami kerugian yang tinggi, baik dari segi materi maupun non materi. Idealnya, setiap orang mengetahui dan memahami upaya-upaya mitigasi yang dapat dilakukan mulai dari tingkat kecil yakni keluarga hingga tingkat besar yakni kota/provinsi/bahkan negara sehingga ketika bencana terjadi, masyarakat sudah mengetahui apa yang harus dilakukan beserta peran apa yang diembannya. Dengan begitu, mimpi Indonesia menjadi tangguh bencana juga akan dapat terwujudkan.

Sumber Referensi :

  • Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
  • Kompas.com. (2020, 3 Januari). Jenis-jenis Banjir. Diakses pada 16 Januari 2020, dari https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/03/090000369/jenis-jenis-banjir?page=all
  • Nrdc.org. (2019, 10 April). Flooding and Climate Change: Everything You Need to Know. Diakses pada 20 Januari 2020, dari https://www.nrdc.org/stories/flooding-and-climate-change-everything-you-need-know

Perbedaan Data Hasil Dari Fotogrametri dan LiDAR (Light Detection and Ranging) Dalam Aplikasi Inspeksi Jaringan Listrik Tegangan Tinggi (SUTET)

Oleh : Tike Aprilia, ST

Fotogrammetri dan LiDAR (Light detection and ranging) menggunakan wahana UAV (Unmanned Aerial Vehicle) memiliki perbedaan yang signifikan dalam akusisi dan hasilnya. Berikut adalah beberapa perbedaan antara Foto Udara dan LiDAR menggunakan wahana UAV:

1. Foto udara menggunakan alat dasar kamera foto menghasilkan data raster (data grid) sedangkan Lidar menghasilkan data Point yang biasa disebut point cloud. Data foto udara dapat membentuk data point cloud, namun dengan kualitas dan densitas point yang lebih rendah dibandingkan point cloud yang dihasilkan oleh LiDAR

Gambar 1. Point Cloud Yang Dihasilkan Oleh Foto Udara

Pada Gambar 1. terlihat SUTET dan kabel listrik tidak terbentuk dengan sempurna. Selain itu objek pohon memiliki bentuk seperti bukit.

Gambar 2. Point Cloud yang Dihasilkan Oleh LiDAR

Pada Gambar 2. point cloud yang dihasilkan LiDAR memiliki densitas titik yang sangat rapat. Sehingga objek-objek terlihat seperti bentuk aslinya dalam tiga dimensi. Point cloud yang dihasilkan dapat ditampilkan berdasarkan ketinggian dan RGB dari masing-masing objek.

Gambar 3. SUTET dan Kabel yang Dihasilkan dari Akuisisi LiDAR

2. Foto udara menggunakan alat dasar kamera foto, pada dasarnya menghasilkan data dua dimensi yang memiliki akurasi lebih baik pada X dan Y (posisi). Sedangkan LiDAR menggunakan sensor yang dapat menembakkan gelombang terhadap objek dan gelombang yang dipantulkan diterima kembali oleh sensor tersebut. LiDAR akan menghasilkan data tiga dimensi yang memiliki karakteristik akurasi lebih baik pada Z (tinggi) dan dapat menembus permukaan tanah di bawah pohon selama terdapat celah cahaya yang dapat menembus pohon.

Gambar 4. Foto Udara yang Dihasilkan dari Akuisisi Fotogrametri Berupa Data Dua Dimensi
Gambar 5. Point Cloud yang Dihasilkan dari Akuisis LiDAR Berupa Data Tiga Dimensi

3. Analisisi Vegetasi dibawah jaringan listrik tegangan tinggi (SUTET) membutuhkan data Digital Terrain Model (DTM) yang akan diterjemahkan menjadi data kontur, data ketingian pohon dari data Digital Surface model (DSM), serta data model tiang dan kabel. Untuk itu, analisis vegetasi idealnya menggunakan data LiDAR. Namun untuk melakukan updating data dapat dilakukan dengan menggunakan data Foto Udara,  dengan mendapatkan data DSM vegetasi dan mengesampingkan model tiang dan kabel SUTET.

Gambar 6. Dengan Point Cloud LiDAR Dapat Diketahui Perbedaan Tinggi Kabel dan Objek Di Bawahnya
Gambar 7. Data LiDAR Dapat Diolah Untuk Mengetahui Danger Area Disekitar SUTET.
Gambar 8. SUTET terbentuk dalam point cloud foto udara, namun tidak sejelas pada data LiDAR. Sedangkan kabel listrik tidak terbentuk pada point cloud foto udara.
Gambar 9. Analisis menggunakan foto udara dapat menghitung jumlah pohon yang terdapat di bawah SUTET dan dapat dibuat analisis ketinggiannya, namun tidak bisa mendapatkan ketinggian dari kabelnya.

Car Free Cities: Bagaimana Kota-Kota Dunia Memanjakan Lingkungan dan Kesehatan Masyarakatnya

Oleh: Annabel Noor Asyah S.T; M.Sc

Sudah menjadi rahasia umum bahwa kendaraan pribadi merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan transportasi perkotaan. Namun demikian, dapat dipastikan bahwa keberadaan kendaraan pribadi berkontribusi secara signifikan menyumbang polusi udara, emisi gas rumah kaca, polusi suara, peningkatan temperatur udara perkotaan dan risiko terjadinya kecelakaan. Banyaknya jumlah kendaraan pribadi di kawasan perkotaan juga berkontribusi pada meningkatnya jumlah lahan yang digunakan untuk perparkiran, pembangunan jalan dan infrastruktur pendukung lainnya. Hal tersebut semakin memperkecil kemungkinan tersedianya ruang terbuka perkotaan berupa jalur pejalan kaki, jalur sepeda, dan taman yang bermanfaat bagi kesehatan mental dan fisik masyarakat kota. Berangkat dari urgensi-urgensi tersebut, saat ini para perencana kota sedang berlomba untuk mengembangkan konsep car free city demi menciptakan lingkungan perkotaan yang lebihh humanis dan sehat untuk ditinggali. Lantas apakah sebenarnya yang dimaksud dengan car free city itu sendiri?

Konsep Car Free Cities

Car Free City merupakan sebuah konsep dimana terdapat adanya larangan untuk melintas bagi kendaraan pribadi pada suatu area perkotaan. Larangan tersebut biasanya juga berlaku untuk kendaraan delivery service dan kendaraan pribadi masyarakat kota. Konsep tersebut merupakan bagian dari strategi push and pull untuk mendorong masyarakat menggunakan kendaraan umum dan juga sebagai inisiasi agar masyarakat dapat berpergian dengan menggunakan kendaran non-mesin seperti penggunaan sepeda sebagai moda transportasi utama.

Konsep car free city dapat juga didefinisikan sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan daya tarik dan memperkuat kondisi perekonomian dari pusat kota dengan cara mereduksi keberadaan tempat parkir dan jumlah kendaraan bermesin yang berlalu lalang serta mendorong  harmonisasi kota dalam hal pergerakan. Namun demikian, pengimplementasian konsep car free city pada sebuah area harus mendapatkan dukungan penuh dari pemangku kebijakan, baik dukungan administratif maupun dukungan politis karena berpotensi menyebabkan pro dan kontra dari masyarakat.

Penerapan Konsep Car Free-City pada Pusat Kota Melalui Strategi Push and Pull

Sumber: Topp and Pharoah, 1994

Manfaat Car Free Cities

Kebijakan bebas mobil pribadidisebut-sebut memiliki banyak manfaat di berbagai aspek perkotaan seperti lingkungan, kesehatan masyarakat serta perekonomian. Dilansir dari sebuah laman di website icebike.org, kebijakan car free memiliki 10 manfaat di antaranya:

  • Menumbuhkan Kebahagiaan. Dikatakan bahwa melakukan pergerakan dengan berjalan kaki dan bersepeda merupakan kegiatan yang lebih menyenangkan ketimbang mengendarai kendaraan (bermotor) pribadi. Seseorang merasa lebih senang dan bahagia setelah melakukan aktivitas fisik seperti berjalan dan bersepeda. Hal tersebut erat kaitannya dengan penurunan tingkat stress, gelisah dan depresi pada seseorang.
  • Meningkatkan Kesehatan. Dikatakan bahwa masyarakat yang berpergian dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda akan memiliki kesehatan fisik yang baik. Bersepeda dan berjalan kaki dapat mereduksi stress dan meningkatkan imunitas. Sebuah studi yang dilakukan oleh University of Georgia, juga mengatakan bahwa bersepeda dapat meningkatkan tenaga sebesar 20% dan dapat mengurangi gejala sakit kepala sebesar 65%.
  • Menciptakan Ikatan Sosial yang Baik. Dengan berjalan kaki dan bersepda, maka akan memberikan kesempatan untuk bersosialisasi dan menyapa masyarakat yang ditemui di sekitar. Hal tersebut akan sulit dilakukan ketika pergerakan dilakukan dengan kendaraan pribadi. Berjalan kaki dan bersepeda dapat membuat kita mengenal lingkungan masyarakat lebih baik lagi, memupuk ikatan sosial yang lebih dalam, mengindari terjadinya isolasi sosial dan membangun koneksi dan komunitas yang lebih kompak.
  • Melahirkan Inovasi “Green Markets”. Hadirnya tren berjalan kaki dan bersepeda tentu akan melahirkan peluang baru bagi perusahaan-perusahaan untuk dapat menawarkan produk dan jasa yang ramah lingkungan seperti bike dan scooter sharing. Perusahaan besar seperti Motivate dan B-Cycle telah berhasil menjadi dua perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan pesepeda dan telah beroperasi di 40 kota di Amerika Serikat. Diprediksi, jika tren car free terus berkembang ke depannya, akan lahir inovasi-inovasi baru yang menarget green markets di segala penjuru dunia.
  • Mengembangkan Potensi Bisnis Lokal. Saat ini, perencana kota di dunia sedang berlomba-lomba untuk mendesain jalan yang dilengkapi dengan jalur pesepeda. Hal tersebut ternyata menstimulus lahirnya bisnis lokal yang dikelola oleh masyarakat di sepanjang jalur pesepeda tersebut. Faktanya, setelah beroperasinya jalur sepeda di 9th Avenue, kota New York, para pengusaha lokal mengalami kenaikan penjualan sebesar 49%. Hal tersebut dinilai cukup tinggi bila dibandingkan dengan kota Manhattan yang hanya mengalami peningkatan sebesar 3%.
  • Meningkatkan Nilai Lokasi. Nilai properti akan meningkat jika lokasinya memiliki fasilitas pergerakan yang lengkap, dimana salah satu contohnya adalah jalur sepeda. Di kawasan Time Square, New York City, diketahui bahwa harga properti meningkat sekitar 71% pada tahun 2011 dimana terdapat jalur sepeda dan pejalan kaki di sekitarnya. Hal tersebut juga terjadi pada suatu blok di kawasan Indianapolis Cultural Trail setelah jalur kereta yang sudah tidak berfugsi dikonversikan menjadi jalur pesepeda dan pejalan kaki. Nilai properti pada kawasan tersebut meningkat sekitar 148% setelah tahap konstruksi.
  •  Jalan yang Aman Untuk Semua. Jumlah kendaraan bermotor yang terbatas dan terdapatnya jalur pesepeda tentu saja membuat para pejalan kaki dapat melakukan pergerakan dengan aman dan nyaman.
  • Mereduksi Kemacetan. Semakin banyak jalur sepeda, maka semakin sedikit jumlah kendaraan bermotor yang dapat melintasi suatu jalan tersebut. Para perencanaan kota di Austin menawarkan proposal untuk berinvestasi pada pembangunan jalur pesepeda untuk memberikan insentif bersepeda sebagai upaya untuk memberantas kemacetan dan polusi udara.
  • Mempengaruhi Perekonomian. Sebuah studi pada tahun 2015 menemukan bahwa mengendarai kendaraan pribadi di kota membutuhkan biaya enam kali lebih banyak ketimbang mengendarai sepeda. Studi tersebut juga mengatakan bahwa biaya memiliki kendaraan pribadi di masa depan  cenderung akan terus meningkat, dimana biaya bersepeda akan terus menurun.

Keterkaitan antara Perencanaan Kota, Transportasi, Lingkungan, Aktivitas Fisik dan Kesehatan

Sumber: Nieuwenhuijsen, 2016

Contoh Kota dengan Regulasi Car Free Cities

  • Bologna, Italia

Bologna merupakan ibukota dari sebuah provinsi di Italia bernama Emilia-Rogmana. Memiliki jumlah penduduk sekitar 400.000 jiwa pada tahun 1994, Bologna dikenal sebagai kota dengan kegiatan perdagangan dan jasa serta kegiatan pendidikannya. Percobaan pertama pemberlakuan konsep car free city di Bologn terjadi antara tahun 1972 dan 1982 yang berhasil mereduksi tingkat kemacetan kota hingga 17%. Urgensi untuk meningkatkan manfaat dari konsep car free city terjadi pada pertengahan 1980. Bologna membatasi akses kendaraan pribadi menuju pusat kota tua, membenahi manajemen perparkiran dan memperluas cakupan jalur pejalan kaki. Pembenahan sistem transportasi publik tidak hanya dilakukan pada pusat kota saja, melainkan di hampir semua rute dalam kota.

Zona pembatasan kendaraan pribadi pada pusat kota tua Bologna dipermanenkan sejak Juli 1989. Akses bagi kendaraan bermotor dilarang antara pukul 7 s/d 8 malam. Regulasi tersebut juga didukung oleh pembatasan lahan parkir. Hanya terdapat satu lahan parkir luas yang tersedia untuk masyarakat memarkirkan kendaraan dalam waktu yang lama. Terlepas dari kebijakan tersebut, penduduk setempat diperbolehkan memarkirkan kendaraannya menggunakan fasilitas 10.000 parkir on street yang letaknya tidak jauh dari tempat mereka bermukim. Konsep yang diusung oleh Bologna tersebut menunjukan kesuksesan yang signifikan: Jumlah kendaraan yang masuk dan keluar kota tua Bologna berkurang sekitar 50%, dari 177.000 kendaraan per hari pada tahun 1981 menjadi 87.000 per hari pada tahun 1989. Pencapaian tersebut dapat terjadi tanpa adanya kemacetan di sekitar pusat kota tua. Arus lalu lintas juga semakin lancar dan transportasi publik memiliki waktu perjalanan yang singkat. Sebagian besar pengunjung menggunakan bus untuk mengakses kota tua (78%), hanya 11% yang menggunakan mobil dan 8% menggunakan sepeda ataupun sepeda motor.  

Pusat Kota Bologna
Berbagai Sumber, 2019
  • York, Inggris

Kota York di Inggris merupakan sebuah kota bersejarah yang dihuni oleh hampir 100.000 penduduk dan dikenal sebagai kota kereta api dimana terdapat museum kereta api nasional di dalamnya. Sejak pertengahan 1980, pemerintah York telah menaruh perhatian pada fakta terjadinya peningkatan jumlah kendaraan pada pusat kota medievalnya. Pada tahun 1988 terdapat proyeksi tingkat kemacetan yang menyebutkan bahwa pada tahun 2006 tingkat kemacetan di York akan meningkat sebesar 1/3 dari tahun 1988, kendati perkiraan dari badan nasional menyebutkan bahwa pertumbuhan lalu lintas bisa dua kali lipat dari jumlah tersebut. Upaya untuk megakomodasi pertumbuhan lalu lintas melalui pembangunan jalan raya dan fasilitas parkir tentu akan memperburuk kualitas dari pusat kota medieval York yang merupakan atraksi bisnis yang dipenuhi pengunjung.

Dilatarbelakangi hal tersebut, pemerintah kota York mengadopsi strategi trasnportasi baru untuk meningkatkan daya tarik pusat kota dengan mereduksi jumlah kendaraan bermotor pada pusat-pusat perbelanjaan. Adapun yang menjadi prioritas pengembangan kota York pada saat itu adalah sebagai berikut:

  • Ketersediaan jalur pejalan kaki
  • Kemudahan untuk penyandang disabilitas
  • Ketersediaan jalur sepeda
  • Keutamaan untuk pengguna transportasi publik
  • Ketersediaan akses untuk kegiatan komersil dan bisnis
  • Ketersediaan mobil untuk mengangkut pengunjung (shuttle bus)
  • Ketersediaan gerbong untuk mengangkut pengunjung
  • Ketersediaan mobil untuk pengunjung jangka panjang

Sejak tahun 1987, York telah berhasil mengelola jalur pedestrian terpanjang di Britania Raya yang terdiri dari 34 jalan dan koridor, dengan panjang 3,1 km di dalam 30 ha luasan pusat kota medieval York. Pelarangan kendaraan bermotor dilakukan setiap hari. Durasi pelarangan kendaraan bermotor terus meningkat seiring berjalannya waktu yaitu dari pukul 10.00 – 16.00 setiap harinya. Pengecualian diberlakukan untuk layanan emergency dan penduduk yang berkebutuhan khusus.

Pusat Kota York
Berbagai Sumber, 2019

Daftar Pustaka

Nieuwenhuijsen, M.J et.al. 2016. Car Free Cities: Pathway to Healthy Urban Living. Barcelona, Spanyol.

European Commission. 2016. Scice for Environment Policy, Car-Free Cities: Healthier Citizens.

Topp, H et.al. 1994. Car-Free City Centers. Technische Universitat Kalserslautern. Germany

Perry, R. 10 Reasons Why Cities Should Consider Going Car-Free. https://www.icebike.org/car-free-cities/

Waterfront City dan Upaya Penanggulangan Bencana

Oleh Annabel Noor Asyah S.T; M.Sc

Sebagai negara maritim, keberadaan peradaban manusia yang dekat dengan sumber-sumber air seperti laut, sungai dan danau tidak dapat dipungkiri di Indonesia. Kendati demikian, hal tersebut seakan berjalan secara beriringan dengan risiko potensi bencana pesisir yang mengancam eksistensi masyarakat pesisir. Menyadari hal tersebut, konsep waterfront city sudah mulai digalakan sejak beberapa tahun terakhir di kota-kota pesisir di Indonesia. Lantas apakah yang dimaksud dengan konsep waterfront city? Dan bagaimana metode pencegahan risiko bencana yang tepat untuk dilakukan di kawasan waterfront city?

Definisi Konsep Waterfront City

Menurut Wen-Cheng Huang dkk (2014) dalam Notanubun (2017) disebutkan bahwa waterfront city adalah tempat lahirnya budaya dan perekonomian yang mana berawal dari berkembangnya permukiman maupun desa-desa di tepi air, yang berkembang menjadi jalur perdagangan. Sedangkan menurut Malone (2996), waterfront city adalah suatu daerah atau area yang terletak di dekat perbatasan dengan kawasan perairan dimana terdapat kegiatan dan aktivitas berupa ekonomi maupun sosial pada aera pertemuan tersebut.

Pengembangan waterfront city adalah sebagai suatu proses pengelolaan yang dapat menampung kegiatan ekonomi, sosial maupun fisik lingkungan pada kawasan tepian air dimana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota berorientasi ke arah perairan (Wren, 1983). Selama proses pengembangan konsep waterfornt city, pemerintah daerah perlu mengambil peran utama selama perencanaan dan admministrasi. Sebuah rencana yang komprehensif biasanya terdiri dari kegiatan pembangunan, yang masing-masing mungkin memiliki perkembangan dan metode perencanaan tersendiri (Huang et al, 2008). Walaupun sintesa pustaka dari konsep waterfront city secara umum menitikberatkan pada aktivitas sosial dan ekonomi yang berada pada kawasan pesisir, perlu dipertimbangkan juga potensi terjadinya bencana alam yang dapat melumpuhkan aktivitas-aktivitas tersebut. Oleh karena itu perlu dikenali macam-macam jenis bencana pesisir, kebutuhan data, serta konsep pencegahan bencana pesisir itu sendiri.  

Jenis-Jenis Bencana Pesisir

Sebagai negara maritim, keberadaan peradaban manusia yang dekat dengan sumber-sumber air seperti laut, sungai dan danau tidak dapat dipungkiri di Indonesia. Kendati demikian, hal tersebut seakan berjalan secara beriringan dengan risiko potensi bencana pesisir yang mengancam eksistensi masyarakat pesisir. Menyadari hal tersebut, konsep waterfront city sudah mulai digalakan sejak beberapa tahun terakhir di kota-kota pesisir di Indonesia. Lantas apakah yang dimaksud dengan konsep waterfront city? Dan bagaimana metode pencegahan risiko bencana yang tepat untuk dilakukan di kawasan waterfront city?

Definisi Konsep Waterfront City

Menurut Wen-Cheng Huang dkk (2014) dalam Notanubun (2017) disebutkan bahwa waterfront city adalah tempat lahirnya budaya dan perekonomian yang mana berawal dari berkembangnya permukiman maupun desa-desa di tepi air, yang berkembang menjadi jalur perdagangan. Sedangkan menurut Malone (2996), waterfront city adalah suatu daerah atau area yang terletak di dekat perbatasan dengan kawasan perairan dimana terdapat kegiatan dan aktivitas berupa ekonomi maupun sosial pada aera pertemuan tersebut.

Pengembangan waterfront city adalah sebagai suatu proses pengelolaan yang dapat menampung kegiatan ekonomi, sosial maupun fisik lingkungan pada kawasan tepian air dimana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota berorientasi ke arah perairan (Wren, 1983). Selama proses pengembangan konsep waterfornt city, pemerintah daerah perlu mengambil peran utama selama perencanaan dan admministrasi. Sebuah rencana yang komprehensif biasanya terdiri dari kegiatan pembangunan, yang masing-masing mungkin memiliki perkembangan dan metode perencanaan tersendiri (Huang et al, 2008). Walaupun sintesa pustaka dari konsep waterfront city secara umum menitikberatkan pada aktivitas sosial dan ekonomi yang berada pada kawasan pesisir, perlu dipertimbangkan juga potensi terjadinya bencana alam yang dapat melumpuhkan aktivitas-aktivitas tersebut. Oleh karena itu perlu dikenali macam-macam jenis bencana pesisir, kebutuhan data, serta konsep pencegahan bencana pesisir itu sendiri.  

Jenis-Jenis Bencana Pesisir

Secara umum, area pesisir terekspos dan terbentuk dari bencana dan proses pesisir. Masyarakat pesisir telah mengembangkan beragam konsep pemetaan dan mekanisme peraturan untuk mengatur dan mengkomunikasikan risiko dari bencana pesisir itu sendiri. Pada dasarnya bencana pesisir terbagi ke dalam dua jenis yaitu bencana yang seketika (event-based hazards) dan bencana yang bertahap (gradual hazards) waktu terjadinya. 

  • Event-Based Hazards

Event-Based Hazards adalah bencana yang terjadi secara seketika dan tiba-tiba seperti gempa bumi dan badai yang akan menghasilkan bencana pesisir seperti gelombang badai dan erosi. Gelombang badai sendiri diasosiasikan sebagai kenaikan air di bibir pantai yang dikorelasikan dengan terjadinya badai di area pesisir. Gelombang badai dapat mengakibatkan banjir yang cukup parah pada bagian perkotaan. Pada bagian pesisir, gelombang badai dapat menghasilkan bencana tambahan dan dapat megakibatkan erosi pantai.

  • Gradual Hazards

Sedangkan gradual hazards merupakan bencana yang terjadi secara perlahan dan bertahap dari waktu ke waktu. Garis pantai terbentuk dan termodifikasi secara menerus melalui beragam proses seperti pergerakan angin, gelombang dan arus. Prose-prose tersebut secara bertahap akan mengikis garis pantai dan memindahkan sedimen dari satu tempat ke tempat lain dan secara menerus membentuk lansekap. Bentang alam pesisir juga dipengaruhi oleh perubahan lokal bertahap pada tingkat permukaan laut yang disebabkan oleh proses subsidensi atau gletser.

Besar kemungkinannya bahwa perubahan iklim akan menyebabkan peningkatan permukaan air laut yang bisa menyebabkan banjir  pada area dataran rendah yang berkaitan dengan pasang tinggi harian atau bulanan. Di daerah garis pantai yang landai, seperti pantai pantai dan rawa-rawa, endapan akan terkikis saat garis pasang tinggi mencapai daratan dan beberapa zona interdal akan terendam secara permanen.

Keberadaan Data yang Harus Diperhatikan

Untuk memahami jangkauan dan sifat alamiah dari bencana pesisir, juga untuk mengetahui tingkat kerentanan dari suatu kota pesisir maka dibutuhkan dukungan data yang komprehensif mengenai kondisi geomorfologi dan juga tipologi dari area pesisir itu sendiri. Kondisi geomorfologi atau bentuk fisik dari tanah pesisir berkaitan dengan proses terbentuknya kawasan pesisir. Sedangkan untuk tipologi pesisir berkaitan dengan penggunaan dan kepadatan lahan pada area tersebut.  

Geomorfologi pesisir adalah kumpulan data mengenai bentang alam glasial, kemiringan, ketinggian, kondisi garis pantai dan paparan gelombang yang akan menggambarkan jangkauan yang dihasilkan dari bencana pesisir. Bencana pesisir yang dimaksud dalam artikel ini adalah badai yang menghasilkan gelombang, gelombang pasang, erosi, banjir, banjir bertahap dan erosi bertahap karena naiknya permukaan laut. Pemetaan geomorfologi pesisir dilakukan untuk menguji karakteristik fisik dari daerah pesisir berkaitan dengan penggunaan lahannya yang akan mempengaruhi area yang terpapar bencana dan tipe adaptasi yang bagaimana yang paling feasible untuk diterapkan. Adapun hal-hal yang difokuskan dalam pemetaan kondisi geomorfologi pesisir adalah Geologic Landforms (Bentuk Tanah Geologis); Kondisi Garis Pantai; dan Paparan Gelombang.

Bentuk geologis tanah dan jenis tanah di kawasan pesisir sangatlah bervariasi dalam hal ketinggian dan kemiringan. Hal tersebut merupakan suatu indikator yang relevan untuk mengetahui tingkat tereskposnya suatu kawasan terhadap gelombang atau naiknya permukaan air laut yang bertahap.

Untuk kategori garis pantai, terdapat dua jenis garis pantai yaitu garis pantai halus dan keras. Garis pantai yang halus lebih rawan terdampak erosi, walaupun baik jika dikembangkan untuk akses publik dan menjaga fungsi ekologi pantai.

Selanjutnya bentuk geografi dari garis pantai dapat menentukan seberapa tereksposnya suatu area oleh gelombang laut yang sifatnya menghancurkan. Untuk itu data mengenai bentuk geografi pantai sangat perlu untuk diketahui.

Sedangkan untuk data penggunaan dan kepadatan lahan berkaitan dengan tipe guna lahan, fungsi, jenis infrastruktur, jumlah populasi dan lain-lain. Nantinya data tersebut akan memberikan indikasi dari besarnya konsekuensi dampak bencana pesisir.

Setelah data-data di atas diolah, maka akan menghasilkan informasi mengenai kategori geomorfologi pesisir, dengan contoh sebagai berikut:

Informasi di atas nantinnya akan menghasilkan rekomendasi adaptasi bencana yang paling sesuai dengan karakteristik pesisir.

Selain data geomorfologi, dibutuhkan juga data mengenai penggunaan lahan pada kawasan pesisir yang akan diteliti. Kepadatan dan jenis penggunaan lahan di suatu area dapat menambah risiko dan kerentanan kebencanaan pesisir. Data tersebut juga dapat mempengaruhi penanganan kebencanaan yang tepat ke depannya.

Setelah data mengenai kondisi geomorfologi pesisir dan penggunaan lahan serta kepadatan area pesisir berhasil diketahui, maka data-data tersebut akan dikombinasikan pengolahannya sehingga akan diketahui tipologi area pesisir pada suatu kawasan tertentu. Analisis tipologi area pesisir berfungsi sebagai titik referensi untuk menganalisis variiasi-variasi dalam paparan bencana pesisir berdasarkan karakteristik penggunaan lahan. Dari analisis ini juga dapat diketahui tingkat kerentanan suatu daerah, risiko dan strategi potensial yang dapat diambil.

Inventori Strategi Adaptif

Strategi-strategi yang berkaitan dengan upaya pencegahan bencana pesisir dapat diterapkan pada tingkat kerentanan yang beragam dan pada skala yang berbeda. Strategi adaptasi bencana pesisir dapat dibedakan dari skala infrastruktur tunggal, skala situs pengembangan hingga skala jangkauan pantai. Pada setiap skala akan terdapat banyak aktor yang terlibat, mulai dari masyarakat, pemerintah kota dan pusat, swasta dan lain sebagainya. Setiap strategi memiliki biaya dan manfaat yang harus didefinisikan dengan jelas dan terbuka. Biaya yang diperhitungkan harus termasuk biaya pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, serta biaya tidak langsung untuk menjaga kualitas ranah publik dan lingkungan.

Selanjutnya terdapat dua jenis strategi adaptif yang dapat dilakukan untuk mencegah risiko kebencanaan pesisir, yaitu strategi site dan reach.

  • Site

Strategi site merupakan strategi untuk mencegah kerusakan pada bangunan dan isi bangunan dengan cara mencegah masuknya air banjir atau dengan cara membiarkan intrusi air namun tetap terdapat aksi untuk meminimalisir kerusakan. Ketika strategi site diterapkan, karakteristik dari suatu lingkungan atau ciri khas dari suatu lorong jalan dapat berubah tergantung bagaimana desain bangunan dan jalannya. Ranah publik dan kenyamanan pejalan kaki merupakan unsur yang harus diperhatikan ketika merencanakan strategi site.

  • Reach

Strategi reach merupakan intervensi di dataran tinggi, garis pantai atau di dalam air yang akan mempengaruhi bentangan garis pantai. Pada kawasan dataran tinggi, adalah hal yang lebih praktikal untuk menciptakan resiliensi melalui adaptasi skala besar daripada sekadar penanganan pada setiap rumah. Penerapan strategi reach tergantung pada kondisi spesifik lingkungan pesisir dan desainnya harus mempertimbangkan kondisi lingkungan seperti komposisi yang terdapat di garis pantai, transportasi sedimen, kekuatan dan tinggi gelombang, kedalaman air dan faktor lainnya. Banyak penerapan strategi reach yang memiliki dampak . negatif terhadap lingkungan yang menyebabkan penurunan kualitas air bersih. Strategi ini melibatkan banyak pemilik tanah dan seringkali diinisiasi, dibangun dan dikelola oleh lembaga publik. Tujuan dari strategi reach adalah untuk menstabilkan tanah terhadap erosi dan tingkat pasang surut harian, mitigasi kekuatan gelombang, mencegah banjir pada daratan tinggi atau mencegah pembangunan pada daerah rentan bencana. Strategi reach terbagi menjadi tiga kategori. Yang pertama adalah strategi upland yang tidak melibatkan air laut atau garis pantai secara langsung, namun melibatkan perubahan pada area daratan garis pantai. Yang kedua adalah strategi shoreline melindungi garis pantai dari erosi, memblokir tekanan badai atau melemahkan gelombang. Strategi yang ketiga adalah strategi in-Water yang dikerahkan pada garus pantai menuju laut dan bertindak untuk melindungi daerah dataran tinggi dari kekuatan erosi dan gelombang dengan cara melemahkan gelombang atau untuk mengurangi ketinggian gelombang badai.

Daftar Pustaka

Notanubun dan Mussadun. 2017. Kajian Pengembangan Konsep Waterfront City di Kawasan Pesisir Kota Ambon. Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota. Universitas Diponogoro. Semarang.

Burden, A.M. 2013. Coatal Climate Resilience: Urban Waterfront Adaptive Strategies. The City of New York. Department of City Planning.

Mengenal Bank Tanah

Oleh : Galuh Shita Ayu Bidari, S.T

Tanah merupakan barang langka dengan nilai investasi yang tinggi. Dalam konteks perkotaan, seringkali kegiatan pengembangan wilayah perkotaan terkendala oleh minimnya ketersediaan lahan. Ketersediaan tanah/lahan wajib disediakan oleh pemerintah untuk keperluan negara, pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan, dan kesejahteraan. Untuk itu, pemerintah harus dapat menyediakan cadangan lahan untuk masa depan atau dengan kata lain adalah dengan menabung tanah, baik dengan upaya sendiri ataupun melalui kerjasama dengan pengembang.

Upaya menabung tanah oleh pemerintah lazimnya dilakukan oleh suatu lembaga khusus yang disebut dengan bank tanah. Konsep bank tanah bukanlah konsep baru, sudah banyak negara yang menerapkan konsep ini untuk menyiapkan persediaan tanahnya di kemudian hari untuk kemudian dipergunakan bagi kepentingan umum.

Upaya penyediaan tanah untuk kepentingan umum telah dicanangkan dalam peraturan perundangan yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Dasar Agraria dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dalam UU Pokok Agraria dalam pasal 14, disebutkan bahwa Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk:

  • Keperluan negara
  • Keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Masa Esa
  • Keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan
  • Keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu
  • Keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi, dan pertambangan.

Sedangkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 pasal 4 disebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum. Sementara dalam pasal 6 disebutkan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan oleh pemerintah.

Keberadaan kedua peraturan perundangan tersebut cukup menguatkan urgensi penyediaan tanah untuk kepentingan masyarakat umum. Dalam hal ini, pemerintah yang bertanggung jawab untuk menyediakan tanah tersebut, namun, masyarakat dapat turut membantu pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut melalui skema-skema yang diizinkan oleh peraturan perundangan.

Jadi sebenarnya, apa definisi dari bank tanah atau land bank?

Terdapat beberapa defisini terkait bank tanah yang dikemukakan oleh beberapa pihak. Dalam Jurnal UNDIP tentang Masalah-masalah Hukum yang dikeluarkan pada tahun 2007, Annaningsih mendefisinikan bahwa konsep land banking adalah suatu proses pembelian tanah dan properti untuk keperluan di masa mendatang di mana setiap individu, kelompok atau perusahaan dapat membeli tanah dengan harga riil saat itu untuk selanjutnya mengembangkan tanah tersebut guna keperluan tertentu sehingga memiliki nilai tambah dan pada akhirnya nilai ekonomis tanah akan meningkat.

Manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan konsep bank tanah adalah:

  • mampu mengendalikan keseimbangan antara kebutuhan tanah untuk pembangunan dan ketersediaan tanah
  • mampu mengendalikan mekanisme pasar tanah yang menjamin efisiensi dan rasionalitas harga tanah
  • mampu mengefisiensikan dan menjamin nilai tanah yang wajar dan adil
  • mampu memadukan kebijakan, strategi, implementasi dan evaluasi yang berkaitan dengan tanah.

Adapun fungsi dari bank tanah adalah sebagai:

  • Land keeper, penghimpun tanah
  • Land warrantee, pengaman tanah
  • Land purchase, pengendali penguasaan tanah
  • Land management, pengelola tanah
  • Land appraisal, penilai tanah
  • Land distributor, penyalur tanah

Konsep Bank Tanah memiliki konsep yang mirip dengan bank konvensional pada umumnya. Yang membedakan adalah tanah sebagai objek yang dihimpun dan disalurkan, dan bukan berbentuk uang. Masyarakat melalui mekanisme Bank Tanah juga dapat membantu Pemerintah dengan menghimpunkan tanahnya di Bank Tanah dan akan disalurkan dalam bentuk hak-hak lain semisal sewa dan sebagainya, sehingga masyarakat akan mendapatkan keuntungan ekonomis darinya. Secara umum persamaan dan perbedaan bank tanah dengan bank konvensional dapat dilihat pada tabel berikut:

Persamaan dan Perbedaan Bank Tanah dengan Bank Konvensional
Sumber: Bernhard Limbong (2013), dalam Urgensi Pembentukan Kelembagaan Bank Tanah Sebagai Alternatif Penyediaan Tanah Bagi Masyarakat Untuk Kepentingan Umum oleh Ranitya Ganindha (2016)

Dalam memperoleh tanah, bank tanah akan melakukan beberapa tahapan kegiatan diantaranya adalah penyediaan tanah, pematangan tanah, dan pendistribusian tanah. Pada tahapan penyediaan tanah, umumnya bank tanah akan mempersiapkan proses akuisisi tanah melalui mekanisme jual-beli atau tukar-menukar. Pada tahap selanjutnya yakni pematangan tanah, bank tanah akan menyiapkan sarana dan prasarana atau fasilitas pendukung antara lain pembangunan infrastruktur, saluran sanitasi, fasilitas umum dan layanan publik, dan sebagainya. Tahapan pematangan tanah sangat krusial karena menentukan nilai tanah dan daya tarik masyarakat atau investor untuk membeli atau menyewa lahan. Nilai ekonomis tanah sangat penting dalam proses pematangan tanah ini. Tahap terakhir adalah tahap pendistribusian tanah. Pada tahapan ini, bank tanah akan menentukan untuk apa dan kepada siapa tanah akan didistribusikan, berapa persen dari jumlah tanah yang tersedia yang dapat didistribusikan dan bagaimana pendistribusian tanahnya.

Mekanisme Kegiatan Bank Tanah
Sumber: Bernhard Limbong (2013), dalam Urgensi Pembentukan Kelembagaan Bank Tanah Sebagai Alternatif Penyediaan Tanah Bagi Masyarakat Untuk Kepentingan Umum oleh Ranitya Ganindha (2016)

Belanda sebagai salah satu pencetus konsep land banking membagi 3 jenis konsep bank tanah, yaitu:

  • Exchange land banking, yaitu bank tanah/land bank akan membeli tanah yang selanjutnya tanah tersebut akan dipertahankan untuk sementara waktu sebelum tanah tersebut dilepaskan/dipertukarkan dengan pihak ketiga.
  • Financial instrument, yaitu pemerintah membeli tanah untuk kemudian disewakan kepada para petani dengan periode yang lama (umumnya 26 tahun).
  • Land bank as developer, yaitu pihak swasta membeli tanah dalam jumlah besar dengan harapan akan adanya perubahan fungsi atas lokasi tanah tersebut (berkembang menjadi pemukiman, rekreasi, dan lainnya) sehingga akan meningkatkan nilai tanahnya.

Di Indonesia sendiri, wacana pembentukan Bank Tanah Nasional (BATANAS) masih menjadi topik pembicaraan yang hangat. Wacana ini telah bergulir sejak 2017 lalu dan masih belum mendapatkan kepastian hingga saat ini. Pembentukan BATANAS diyakini akan dapat mencegah, menyelesaikan konflik atau sengketa tanah, serta mengatasi berbagai persoalan pertanahan mulai dari hulu hingga hilir. Program Batanas diharapkan dapat memaksimalkan peran pengendalian tanah dari aspek regulasi, administrasi, dan operasional yang dapat menampung potensi tanah untuk pembangunan, kepentingan umum, dan mendukung pemerataan ekonomi. Nantinya sumber objek bank tanah diharapkan dapat berasal dari tanah cadangan umum negara, tanah terlantar, tanah pelepasan kawasan hutan, tanah timbul, tumbuh, maupun bekas pertambangan, tanah proses dari pengadaan langsung, tanah yang terkena kebijakan tata ruang, tanah hibah, tukar menukar, hasil konsolidasi tanah, dan tanah perolehan lainnya yang sah.

Rencananya, Badan Pertanahan Nasional akan didaulat sebagai regulator, sementara proses pengelolaan akan dilakukan oleh lembaga independen. Lembaga tersebut nantinya akan mengurusi lahan di luar tanah yang sudah dikelola kementerian atau lembaga negara saat ini.  Saat ini juga tengah disusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang nantinya akan menggantikan posisi Undang-Undang Pokok Agraria yang sebelumnya telah ada. Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap RUU Pertanahan yang baru dapat segera rampung dikarenakan UU yang lama sudah tidak lagi relevan di tengah perkembangan zaman saat ini.

Pembentukan bank tanah masih menjadi polemik serta menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, pemerintah berharap keberadaan bank tanah akan dapat melindungi rakyat kecil serta menghindari mafia tanah, namun di sisi lain, terdapat kekhawatiran dari sisi manajemen dan pengelolaan bank tanah. Pemerintah tengah menghembuskan kebijakan satu peta pertanahan yang bertujuan untuk meregistrasi seluruh tanah yang ada. Nantinya, seluruh informasi terkait tanah seperti batas, hak, izin, dan lain-lain akan disinkronisasikan dengan lembaga yang akan dikelola oleh ATR, sehingga diharapkan akan mempermudah proses pengelolaan tanah ke depannya.

Menurut Anda, apakah pembentukan bank tanah di Indonesia perlu dilakukan?

Sumber Referensi :

  • Bernhard Limbong (2013), dalam Urgensi Pembentukan Kelembagaan Bank Tanah Sebagai Alternatif Penyediaan Tanah Bagi Masyarakat Untuk Kepentingan Umum oleh Ranitya Ganindha (2016)
  • www.liputan6.com/bisnis/read/4050567/bpn-pemerintah-akan-bentuk-bank-tanah
  • nasional.republika.co.id/berita/px0q5k423/menteri-agraria-ungkap-rencana-pembentukan-bank-tanah
  • ekonomi.bisnis.com/read/20181217/47/870442/realisasi-aturan-bank-tanah-diundur-hingga-2019
  • www.atrbpn.go.id/Berita/Siaran-Pers/amanat-pengaturan-bank-tanah-dalam-ruu-pertanahan-92264
  • finance.detik.com/properti/d-4685827/muncul-lagi-wacana-pembentukan-banhttps://finance.detik.com/properti/d-4685827/muncul-lagi-wacana-pembentukan-bank-tanahk-tanah

Kota Ramah Sepeda: Pengarusutamaan Sepeda sebagai Gaya Hidup di Perkotaan

Oleh : Galuh Shita Ayu Bidari, S.T

Sepeda merupakan moda transportasi ramah lingkungan yang kini mulai banyak dipergunakan oleh masyarakat perkotaan, baik untuk memenuhi kebutuhan berlalu lintas ataupun sekedar menyalurkan hobi. Mungkin bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia akan terdengar aneh untuk mengarusutamakan sepeda sebagai moda transportasi yang dipergunakan sehari-hari, namun pada beberapa kota besar yang terdapat di negara maju, sepeda memiliki ruang tersendiri di hati masyarakat serta memiliki ruang (berupa jalur sepeda) di perkotaan, tentunya.

Kegiatan bersepeda memberikan banyak manfaat positif. Apabila dilihat dari segi kesehatan, kegiatan bersepeda dapat membakar kalori, mengurangi kadar stres, dan membantu menghindarkan diri dari berbagai risiko penyakit seperti penyakit jantung, diabetes, dan lainnya. Bersepeda juga memiliki kelebihan yang tak dimiliki oleh moda transportasi lain, yakni membuat pengendaranya mampu merasakan suatu kota dengan lebih intim, sembari tetap memberikan ruang yang nyaman bagi pejalan kaki. Tak banyak orang yang mengenal kotanya dengan lebih dekat, terlebih kota besar dengan banyak jumlah komuter pada siang hari. Umumnya mereka hanya menghabiskan waktu di jalan tanpa memperhatikan sekitar. Dengan bersepeda, masyarakat diizinkan untuk mengenal kotanya dengan lebih dalam lagi.

Selain itu, sepeda merupakan moda transportasi ramah lingkungan. Penggunaan masif dari kegiatan bersepeda tidak akan menimbulkan pengaruh buruk bagi lingkungan atau dengan kata lain dapat menekan polusi udara yang selama ini banyak dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Dimensi sepeda yang ramping dapat membantu penggunanya melewati kemacetan melalui celah-celah kecil, sehingga dapat mengantar penggunanya ke lokasi tujuan dengan lebih cepat.

Pengarusutamaan Sepeda di Lingkungan Kota

Belakangan ini, pemerintah mulai menyadari pentingnya keberadaan jalur sepeda dalam lingkungan kota dan mulai menyediakan ruang bagi jalur sepeda di berbagai sudut kota. Hal ini tentu membawa angin segar bagi kehidupan suatu kota, yang berarti stigma di masyarakat mengenai keharusan kepemilikan kendaraan berbahan bakar dapat perlahan tergantikan dengan urgensi kepemilikan moda transportasi yang ramah lingkungan seperti sepeda. Namun dengan catatan, infrastruktur pendukung bagi pengendara sepeda juga harus dilengkapi, dibenahi dan diperbaiki. Terdapat beberapa tantangan yang perlu untuk menjadi bahan pertimbangan untuk mewujudkan kota ramah sepeda, yakni:

  • Tidak semua kota memiliki daerah dengan kontur yang datar
  • Keterbatasan ROW jalan yang diakibatkan oleh keterbatasan lahan
  • Suhu udara di Indonesia yang beriklim tropis sehingga menyebabkan kurangnya kenyamanan saat bersepeda
  • Perlunya perencanaan ruang yang matang agar tidak menimbulkan konflik dengan perencanaan yang lain

Dari beberapa pertimbangan yang perlu menjadi bahan perhatian oleh pemerintah dalam menciptakan kota ramah sepeda, penambahan jalur sepeda tidak akan menjadi solusi yang jitu jika tidak dibarengi dengan penambahan fasilitas pendukung lainnya seperti penyediaan parkir sepeda. Penyediaan parkir sepeda yang masif perlu diperhatikan dari segi lokasi, seperti pada area perkantoran, area pendidikan, pusat perbelanjaan, stasiun, terminal, pusat kesehatan, dan lokasi-lokasi penting dan strategis lainnya yang disertai dengan rambu dan marka yang jelas. Di samping itu, jalur sepeda yang dibangun juga perlu terintegrasi dan berkelanjutan. Dalam arti, tidak hanya berada di jaringan jalan tengah kota, namun dapat dimulai dari kawasan perumahan dan permukiman warga. Selain itu, perlunya pemberian rasa aman dan nyaman bagi pesepeda juga penting untuk diperhatikan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa iklim di Indonesia adalah tropis, sehingga penting untuk memperhatikan keberadaan pohon-pohon peneduh.

Penempatan lokasi jalur sepeda yang aman dari kendaraan bermotor juga penting untuk diperhatikan. Selain itu, jalur sepeda juga harus dirancang untuk dapat digunakan oleh pengguna dari berbagai macam usia, mulai dari anak-anak hingga lansia, sehingga keberadaan jalur sepeda tidak hanya aman namun juga memudahkan. Dilansir dari detik.com, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menjelaskan bahwa terdapat tiga macam jalur sepeda yang dapat dibangun di area perkotaan. Yang pertama adalah bike path, yakni pemberian jalur sepeda dan pejalan kaki dalam satu jalur yang sama tinggi dengan meminimkan persilangan keduanya. Seperti yang sudah terbangun di sekeliling Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor. Yang kedua adalah bike lane, yakni penyediaan jalur khusus bagi sepeda di jalan-jalan umum dan sebaiknya dilengkapi dengan pembatas fisik. Yang ketiga, bike route, yakni penyediaan penggunaan sepeda bersama dengan lalu lintas pejalan kaki atau kendaraan bermotor, biasanya berada di ruas jalan yang memiliki volume lalu lintas lebih rendah.

Kota Ramah Sepeda di Dunia

Di antara maraknya produksi masal kendaraan bermotor yang diklaim dapat memberikan perubahan bagi lingkungan, keberadaan sepeda sebagai moda transportasi yang benar-benar ramah lingkungan tengah menjadi sorotan. Di beberapa kota besar di Eropa dan Amerika, penggunaan sepeda dinilai sangat efektif dan efisien dalam beraktivitas dan berpindah dari titik awal menuju titik tujuan. Banyak faktor yang membuat kebiasaan bersepeda di kota-kota ini tumbuh baik. Selain jalur sepeda yang lebar dan nyaman, kultur masyarakatnya juga mendukung. Dilansir dari nationalgeographic.com, berikut adalah kota-kota yang menyandang status kota ramah sepeda terbaik di dunia:

  • Amsterdam, Belanda

Penduduk Amsterdam sudah terbiasa menggunakan sepeda untuk berkegiatan sehari-hari sehingga kota ini kerapkali disebut sebagai ibu kota sepeda di Eropa. Hal ini dikarenakan sebagian besar desain infrastruktur kota mayoritas diperuntukkan bagi pesepeda. Bahkan, para wisatawan yang berkunjung ke Kota Amsterdam memasukkan kegiatan bersepeda sebagai aktivitas yang wajib dilakukan di kota ini.

Kota Amsterdam
  • Kopenhagen, Denmark

Kota Kopenhagen telah merancang kotanya dengan baik sehingga ramah bagi pesepeda. Salah satu alasan utama mengapa bersepeda di Denmark menjadi kegiatan yang sangat popular adalah karena ketersediaan jalur sepeda, termasuk jembatan inovatif, yang membentuk jalan raya tersendiri bagi sepeda, untuk melintasi kota. Hal ini menjadikan Kopenhagen sebagai salah satu tempat paling aman bagi pengendara sepeda. Kota ini memiliki jalur sepeda yang membentang sejauh 242 mil dan menghubungkan Kota Kopenhagen dengan Albertslund, yang disebut dengan jalur ‘Cycle Super Highway’. Pemerintah terus mendorong pekerja untuk menggunakan sepeda. Tak heran bila jaringan dan infrastruktur khusus pesepeda dibangun dengan lebar dan nyaman di jalan raya, bahkan terdapat jembatan khusus pesepeda di pelabuhan dan tempat-tempat lainnya.

Kota Copenhagen
  • Berlin, Jerman

Kota ini cukup serius dalam menggarap kotanya menjadi kota ramah sepeda. Dilansir dari citylab.com, pada tahun 2025 kota ini berencana untuk menciptakan 100 ribu tempat parkir sepeda baru, beberapa diantaranya akan memiliki garasi parkir bertingkat yang terletak di pusat pergerakan komuter utama. Bahkan pemerintah berencana merenovasi beberapa sudut kota demi membuat jalur sepeda yang telah ada menjadi lebih nyaman digunakan oleh pengendaranya.

Kota Berlin
  • Montreal, Kanada

Bersepeda merupakan kegiatan berkendara yang paling popular di kota ini. Hal ini disebabkan oleh dukungan pemerintah kota yang telah menciptakan banyak jalur sepeda yang nyaman dan mampu menjamin keselematan pengendara dengan menyediakan rambu lalu lintas yang cukup banyak dan pro pesepeda. Kota ini memiliki jalur sepeda yang membentang sejauh 373 mil. Bahkan setiap minggunya terdapat parade sepeda yang bernama ‘Go Bike Montreal Festival’ yang diadakan untuk menyambut para penggemar sepeda di kota ini. Bahkan pemerintah kota memiliki program yang dinamakan Bixi Montreal, dimana pemerintah menyediakan sepeda yang memungkinkan bagi penduduk kota yang tidak memiliki sepeda untuk mulai bersepeda menjelajahi kota.

Kota Montreal
  • Tokyo, Jepang

Tokyo telah mengikuti tren menciptakan kota ramah sepeda dengan menempatkan layanan penyewaan sepeda di 520 lokasi yang tersebar di seluruh penjuru kota. Seperti diketahui bahwa Tokyo merupakan salah satu kota tersibuk di dunia, namun banyak penduduk kota yang memilih menggunakan sepeda untuk beraktivitas. Bersepeda adalah cara yang baik untuk bepergian dan melihat-lihat di Tokyo. Kegiatan bersepeda di Tokyo telah mencapai popularitas yang tinggi tanpa banyak investasi berupa insfratruktur bersepeda yang disediakan oleh pemerintah. Hal ini kemudian mendorong pemerintah untuk menyediakan insfrastruktur bersepeda yang nyaman dan aman. Bahkan dilansir dari sportifycities.com, Tokyo berencana menciptakan jalur sepeda terpisah yang dihubungkan dengan kondominium bertingkat tinggi.

Kota Tokyo

Sumber Referensi :

  • Artiningsih. 2011. Jalur Sepeda sebagai Bagian dari Sistem Transportasi Kota yang Berwawasan Lingkungan. Jurnal Tata Loka Volume 13: Biro Penerbit Planologi UNDIP.
  • news.detik.com/berita/d-4717094/pengamat-nilai-sterilisasi-jalur-sepeda-dki-dimulai-dari-trotoar-yang-steril
  • www.boombastis.com/kota-ramah-pesepeda/21281
  • international.sindonews.com/read/1331713/45/sepuluh-kota-ramah-sepeda-di-dunia-1534750159
  • www.nationalgeographic.com/travel/lists/activities/best-cities-bikes-cycling/
  • www.citylab.com/transportation/2017/12/berlin-bike-revolution/548297/
  • sportifycities.com/tokyo-bicycle-infrastructure/

Apa itu LiDAR?

Oleh : Tike Aprillia Hartini

Teknologi light detection and ranging (LiDAR) saat ini telah banyak dikembangkan. Output LiDAR berupa data tiga dimensi (3D) dengan akurasi yang cukup tinggi dan pengambilan data yang lebih cepat menjadikan teknologi ini mulai banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang. Sehingga, teknologi ini dapat digunakan sebagai alternatif dari teknologi pemetaan secara konvensional (pemetaan terestris).

Pada area pengukuran yang luas, LiDAR akan sangat efisien digunakan dibandingkan dengan metode pemetaan konvensional. Hal ini karena waktu pengambilan dan pemrosesan data dapat dilakukan lebih cepat. Selain itu output LiDAR sudah dalam bentuk digital, sehingga tidak perlu dilakukan proses digitalisasi.

Namun, teknologi LiDAR ini masih terdengar asing oleh orang awam. Sehingga, pada artikel ini akan dijelaskan mengenai apa itu LiDAR? Bagaimana prinsip kerja LiDAR? Apa saja output data LiDAR? Dan bagaimana pengaplikasian LiDAR dalam beberapa bidang?

LIGHT DETECTION AND RANGING (LIDAR)

LiDAR atau juga dikenal sebagai LADAR adalah akronim untuk light detection and ranging. LiDAR adalah teknologi yang menerapkan sistem penginderaan jauh sensor aktif untuk menentukan jarak dengan menembakkan sinar laser yang dipasang pada wahana pesawat. Jarak didapatkan dengan menghitung waktu antara ditembakkannya sinar laser dari sensor sampai diterima kembali oleh sensor.

LiDAR dapat dengan cepat mengukur permukaan bumi dengan laju pengambilan sampel data lebih besar dari 150 kilohertz (150.000 pulsa per detik) [6]. LiDAR menghasilkan produk berupa kumpulan titik awan (points cloud) yang tergeoreferensi, sehingga menghasilkan representasi tiga dimensi (3D) dari permukaan bumi dan objek-objek diatasnya. Sistem LiDAR pada umumnya banyak beroperasi dengan menggunakan gelombang near infrared (NIR). Namun beberapa sensor pun ada yang menggunakan spektrum gelombang hijau untuk menembus air dan mendeteksi keadaan di dasar air.

LiDAR dapat memperoleh data di bawah kanopi pohon. Hal ini lah yang menjadi keunggulan LiDAR dibandingkan dengan fotogrametri dan pemetaan menggunakan citra satelit. Meskipun tidak semua data di bawah kanopi pohon dapat diperoleh, tetapi data tersebut dapat dijadikan sampel titik permukaan tanah di daerah yang berpohon tersebut. Hal ini karena LiDAR menggunakan sinar laser, sehingga selama masih ada celah cahaya yang bisa menembus ke bawah kanopi pohon, maka data LiDAR dapat diperoleh.

KOMPONEN LIDAR

Sistem LiDAR terdiri dari empat komponen dasar, yaitu sensor LiDAR, Global Positioning System (GPS), Inertial Measuring Unit (IMU), dan kamera digital [5]. Komponen-komponen tersebut akan dijelaskan dalam uraian berikut:

1.        Sensor LiDAR

Sensor LiDAR berfungsi sebagai pemancar sinar laser ke objek dan merekam kembali setelah mengenai objek. Sensor laser memiliki beberapa karakteristik yang dapat dibedakan dari kekuatan sinar laser yang dipancarkan, cakupan dari pancaran sinar gelombang laser, dan jumlah sinar laser yang dihasilkan per detik. Salah satu karakteristik sensor laser LiDAR yang menjadi kelebihan LiDAR dibandingkan dengan yang lain adalah kemampuan gelombang tersebut untuk melakukan multiple return, yakni sensor LiDAR dapat merekam beberapa kali gelombang pantul dari objek yang ada dipermukaan bumi untuk setiap gelombang yang dipancarkan. Multiple return digunakan untuk menentukan bentuk dari objek atau vegetasi yang menutupi permukaan tanah. Gambar 1. menunjukkan ilustrasi dari multiple return. Gambar tersebut menunjukkan gelombang yang dipancarkan tidak hanya mengenai objek yang ada di atas permukaan tanah saja, tetapi juga mengenai permukaan tanah di bawah objek tersebut.

Multiple Return
Sumber: Lohani, 2010

Permukaan objek yang pertama kali memantulkan pulsa laser akan menjadi gelombang pantul pertama (first return). Gelombang ini yang umumnya digunakan untuk membuat Digital Surface Model (DSM). Objek yang kedua kalinya memantulkan pulsa tersebut akan menjadi second return dan seterusnya hingga gelombang pantulan terakhir.

2.       Global Positioning System (GPS)

Metode penentuan posisi GPS yang digunakan dalam sistem LiDAR adalah diferensial kinematik. Posisi wahana terbang selalu bergerak dan berubah-ubah dengan cepat ketika akuisisi data, maka dilakukan penentuan posisi GPS dengan metode kinematik untuk mendapatkan posisi dengan ketelitian yang tinggi. Pada Gambar 2. diilustrasikan konfigurasi antara base station dan rover, sehingga menghasilkan koordinat titik yang disimpan sebagai point cloud.

Metode Diferensial Kinematik yang Digunakan Pada LiDAR
Sumber: Lohani dan Ghosh, 2017

Metode diferensial kinematik memerlukan dua buah receiver GPS. Satu receiver diletakkan pada sebuah titik yang telah diketahui koordinatnya di permukaan tanah yang berfungsi sebagai base (stasiun referensi), sedangkan receiver yang lain diletakkan pada wahana terbang sebagai roving receiver. Konfigurasi dari keduanya menghasilkan koreksi diferensial pada roving receiver, sehingga posisi laser pada wahana terbang dapat diketahui secara real time dan akurat [1]. Data GPS yang telah dihasilkan kemudian diolah secara post processing dan digabungkan dengan data Inertial Measuring Unit (IMU), sehingga diperoleh koordinat yang telah terdefinisi secara geografis

3.       Inertial Measuring Unit (IMU)

Inertial Measuring Unit (IMU adalah salah satu komponen dalam sistem LiDAR. IMU berfungsi sebagai instrumen yang mendeteksi pergeseran rotasi dari wahana terbang terhadap sumbu-sumbu sistem terbang. Sistem tersebut dapat mengukur sudut perubahan berupa attitude wahana terbang (pitch, roll, dan yaw) terhadap sumbu-sumbu terbang. Selain itu, IMU juga dapat mendeteksi perubahan percepatan pada wahana pesawat terbang. Gambar 3. mengilutrasikan keadaan pitch, roll, dan yaw dari wahana terbang.

Ilustrasi Pitch, Roll, dan Yaw
Sumber: https://www.researchgate.net/figure/Inertial-Measurement-Unit-2_fig1_262883017

Pitch adalah pergerakan rotasi sumbu y wahana terbang terhadap sumbu y sistem terbang. Sumbu y wahana terbang didefiniskan sebagai garis pada bidang horizontal yang tegak lurus sumbu x wahana terbang. Sumbu y sistem referensi terbang didefinisikan sebagai garis yang tegak lurus dengan arah terbang horizontal wahana.

Roll adalah pergerakan rotasi sumbu x wahana terbang terhadap sumbu x pada sistem referensi terbang. Sumbu x wahana terbang didefinisikan sebagai garis lurus pada bidang horizontal yang melalui bagian depan (hidung) wahana terbang hingga bagian belakang (ekor) wahana terbang. Garis ini membagi dua badan pesawat sama besar. Sumbu x dari sistem referensi terbang didefinisikan sebagai garis yang berimpit dengan arah terbang horizontal wahana.

Yaw adalah sudut antara sumbu z wahana terbang terhadap arah utara. Sumbu z wahana terbang didefinisikan sebagai garis yang tegak lurus terhadap sumbu x dan y wahana terbang [5].

IMU memantau attitude wahana terbang sehingga dapat dilakukan koreksi untuk setiap posisi objek pada saat akuisisi data. Tanpa informasi dari IMU posisi footprint dari sinar laser yang dipancarkan tidak dapat diketahui secara pasti.

4.       Kamera Digital

Kamera dalam sistem LiDAR berfungsi untuk menghasilkan foto dari area pengukuran LiDAR. Foto tersebut dapat ditumpang tindihkan (overlay) dengan data X, Y, Z hasil pengukuran LiDAR. Informasi ini digunakan ketika operator melakukan post processing data LiDAR [13].

PRINSIP KERJA LIDAR

Secara umum prinsip kerja LiDAR adalah gelombang laser memancarkan pulsa dan memindai objek pada permukaan bumi, kemudian akan diukur waktu tempuh pulsa laser menuju suatu objek sampai kembali ke sensor.  Hasil ukuran waktu tempuh tersebut dapat digunakan untuk menghitung jarak sensor ke objek. Setelah itu nilai jarak dan sudut pancaran akan dikoreksi menggunakan IMU untuk mendapatkan koreksi pergerakan wahana. Posisi tiga dimensi setiap titik yang direkam datanya akan didapatkan dari IMU yang diintegrasikan dengan GPS. GPS digunakan untuk terus mengatur ulang IMU agar mampu mendapatkan posisi dengan akurasi tinggi. Posisi GPS telah diikatkan pada sebuah stasiun pengamat, dan stasiun ini memberikan faktor koreksi bagi unit GPS yang terpasang di wahana. Ilustrasi prinsip kerja LiDAR ditunjukkan pada Gambar 4.

Ilustrasi Prinsip Kerja LiDAR
Sumber: Center, 2012

Perbedaan waktu ketika sinar laser dipancarkan dan ketika sinar laser diterima oleh receiver optis dikalkulasi oleh perangkat lunak khusus untuk memproses dan mengkonversi data tersebut menjadi jarak terukur [6]:

dimana:

D     : jarak antara sensor dan objek yang diukur (m),

c      : kecepatan cahaya (3×108 m/s),

t       : waktu tempuh pulsa laser pada saat ditembakkan dari sensor dan diterima kembali oleh sensor (s).

WAHANA LIDAR

Pada perkembangan awalnya, LiDAR dibawa oleh wahana pesawat udara atau disebut dengan Airborne LiDAR. Namun karena biaya sewa pesawat cukup mahal, maka dikembangkanlah wahana pesawat tanpa awak yang dapat membawa sensor LiDAR. Pesawat tanpa awak ini dikenal juga sebagai Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Dimana wahana yang dimaksud dapat terbang sesuai dengan perencanaan terbang (autopilot) dan dapat melakukan pengambilan data LiDAR. UAV ini memungkinkan untuk melakukan pelacakan posisi dan orientasi dari sensor yang diimplementasikan dalam sistem lokal atau koordinat global [2].

Ilustrasi Airborne LiDAR dan UAV LiDAR

OUTPUT LIDAR

Data yang dihasilkan dari akuisisi data LiDAR yaitu data dalam bentuk point cloud. Point cloud merupakan kumpulan titik yang mewakili bentuk atau fitur tiga dimensi (3D). Setiap titik memiliki koordinat X, Y, dan Z. Ketika terdapat banyak kumpulan point cloud yang disatukan, maka point cloud tersebut akan membentuk suatu permukaan atau objek dalam bentuk 3D.

Kerapatan titik (point cloud) yang bisa dihasilkan oleh LiDAR yaitu 1- 300 titik/?2, hal ini bergantung dari beberapa faktor, diantaranya adalah metode akuisi (tinggi terbang, jenis konfigurasi sensor, dan jenis permukaan), serta sudut pandang sensor ke permukaan bumi (field of view) [9]. Akurasi vertikal dari data LiDAR adalah kurang dari 20 cm dan untuk horizontalnya adalah 30-50 cm dalam range 15-24 cm dan horizontal 30-64 cm [6].Data point cloud dapat digunakan untuk membuat model tiga dimensi permukaan bumi (3D), seperti digital elevation model (DEM), digital surface model (DSM), dan normalized digital surface model (NDSM). Namun, sebelumnya point cloud harus diklasifikasikan menjadi ground point dan non-ground point terlebih dahulu. Ground point adalah point cloud yang membentuk permukaan bumi, tanpa objek-objek diatasnya seperti vegetasi, rumah, dll. Sedangkan non-ground point adalah point cloud yang membentuk objek-objek diatas permukaan bumi, seperti vegetasi, rumah, dll. Ground point ini akan digunakan untuk membuat DEM, sedangkan non-ground point akan digunakan untuk membentuk DSM dan NDSM. Selain itu, DEM yang dihasilkan pun dapat digunakan lagi untuk membuat garis kontur.

Hasil Klasifikasi Ground Point dan Non-Ground Point
Sumber: Hasil Olahan PT Kreasi Handal Selaras. 2019

Digital Elevation Model (DEM) merupakan penyajian persebaran titik diskrit yang merepresentasikan distribusi spatial elevation permukaan yang berubah-ubah dengan referensi datum tertentu [12]. DEM menyajikan permukaan bumi tanpa menampilkan fitur vegetasi, bangunan, dan struktur buatan manusia yang lainnya.

Digital Surface Model (DSM) adalah model permukaan bumi yang meluputi fitur alami maupun buatan manusia, misalnya gedung, vegetasi, dan pepohonan [3]. DSM juga merupakan model elevasi topografis permukaan bumi yang memberi batas acuan yang benar secara geometris. DSM menggambarkan puncak fitur yang terdapat di atas bare earth.

Hasil DEM dan DSM dari Akuisisi LiDAR
Sumber: Hasil Olahan PT Kreasi Handal Selaras. 2019

Normalized Digital Surface Model (NDSM) adalah penyajian model elevasi objek pada permukaan datar. Model ini diperoleh dari perbedaan antara DSM dan DEM. NDSM dihitung dengan cara mengurangkan DSM dengan DEM [8]. Penghitungan ini akan didapatkan tinggi objek yang ada di atas permukaan tanah.

Garis kontur adalah garis khayal pada peta yang meghubungkan titik-titik dengan ketinggian yang sama. Garis kontur disajikan di atas peta untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah, juga untuk memberikan informasi slope (kemiringan tanah), irisan profil memanjam permukaan tanah terhadap jalur proyek, dan perhitungan galian serta timbunan (cut and fill) permukaan tanah.

APLIKASI LIDAR

Teknologi LiDAR yang menghasilkan output dengan akurasi data yang cukup akurat, menjadikan teknologi ini mulai banyak digunakan. Berikut adalah aplikasi LiDAR dalam beberapa bidang:

  • Pemodelan Banjir

Dalam pemodelan banjir, LiDAR berperan dalam membentuk digital elevation model (DEM). DEM yang dihasilkan dari LiDAR memiliki kualitas data dan resolusi spasial yang lebih baik dibandingkan dengan citra satelit. DEM ini berfungsi untuk membentuk model geometri sungai yang akan digunakan pada tahapan simulasi banjir [4].

  •  Pemantauan Tanah Longsor

Pada pemantauan tanah longsor, pengambilan data LiDAR dilakukan secara berkala dalam selang waktu tertentu. Pergerakan tanah dapat dipantau dari perubahan data yang didapatkan. Pemantauan tanah longsor menggunakan LiDAR akan menghasilkan model tiga dimensi dari lereng yang diamati.

  • Pemetaan Kawasan Hutan

Sinar laser yang dipancarkan oleh LiDAR dapat menembus celah-celah kecil pada kanopi pohon. Hal ini menjadikan LiDAR dapat merekam data di bawah kanopi pohon. Sehingga, dengan menggunakan LiDAR dapat dihasilkan DEM pada kawasan hutan. DEM dalam pemetaan kawasan hutan digunakan untuk menentukan zonasi bahaya kebakaran hutan.

  • Survei Pertambangan

Pada survei pertambangan LiDAR digunakan untuk memantau kemiringan lereng, menghitung volum stock pile, dan melakukan cut and fill.

Jadi, sangat menarik bukan teknologi LiDAR ini? Menurut Anda, dapat diaplikasikan untuk apa lagi teknologi LiDAR ini?

DAFTAR REFERENSI

[1] Abidin, H. Z. 2000. Penentuan Posisi Dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta : Pradnya Paramita.

[2] Airborne LiDAR. https://serc.carleton.edu/details/images/83475.html, diakses pada tanggal 31 Oktober 2019.

[3] ASPRS, 2007, Digital Elevation Model Technologies and Applications: The DEM Users Manual, 2nd Edition, edited by David F. Maune, Bethesdha, Maryland.

[4] Asriyah, Nur., Budi Harto, Agung., dan Wikantika, Ketut. 2017. Pemanfaatan Teknologi Light Detection and Ranging (LiDAR) Dalam Pemodelan Banjir Akibat Luapan Air Sungai, Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia. Bandung : Istitut Teknologi Bandung.

[5] Burtch, Robert. 2001. LiDAR Principles and Applications. Big Rapids.

[6,1] Center, N. C. (2012). Lidar 101: An Introduction to Lidar Technology, Data, and Applications. Charleston: SC: NOAA Coastal Services Center.

[7,2] Eisenbeiß, H., Zurich, E. T. H., Eisenbeiß, H., & Zürich, E. T. H. (2009). UAV photogrammetry. Institute of Photogrammetry and Remote Sensing.

[8] Grigillo, D., Kosmatin Fras, M., dan Petrovič, D. 2011. Automatic Extraction and Building Change Detection from Digital Surface Model and Multispectral Orthophoto, Geodetski vestnik, 55(1), 28-45.

[9,3] Kandia, P. (2012). Pembentukan Model untuk Estimasi Kelapa Sawit Menggunakan Data Light Detection and Ranging (LIDAR). Bandung: Institut Teknologi Bandung.

[10] Lohani, Bharat dan Ghosh, Suddhasheel. 2017. Airborne LiDAR Technology: A Review of Data Collection and Processing Systems. Proceedings of the National Academy of Sciences. India.

[11] Lohani, B., 2010, Multiple return LiDAR, http://home.iitk.ac.in/~blohani/ (diakses pada tanggal 31 Oktober 2019).

[12] Meijerink, A. M. J., dkk., 1994, Introduction to The Use of Geographic Information Systems for Practical Hydrology, International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences (ITC). Enschede.

[13] Moskal, L. Monika. 2008. LiDAR Fundamentals: Part One, Workshop on Site-scale Application of LiDAR on Forest Lands in Washington, Center for Urban Holticulture. University of Washington.

[14] Pitch, Roll, and Yaw. https://howthingsfly.si.edu/flight-dynamics/roll-pitch-and-yaw, diakses pada tanggal 31 Oktober 2019.

[15] UAV LiDAR. http://www.uavexpertnews.com/2019/04/nextcore-releases-nextcore-rn-series/, diakses pada tanggal 31 Oktober 2019.

Digital Elevation Model, Digital Terrain Model, dan Digital Surface Model

Oleh : Tike Aprillia Hartini

Dalam kebutuhan perencanaan seringkali dibutuhkan model permukaan bumi yang merepresentasikan kondisi topografi yang sebenarnya. Model permukaan bumi ini banyak digunakan dalam berbagai bidang pada tahap perencanaan sampai tahap pemeliharaan. Dalam bidang konstruksi, model permukaan bumi ini digunakan untuk melakukan perencanaan bagaimana struktur bangunan akan dibangun berdasarkan topografi di lapangan. Seringkali kondisi topografi harus mengikuti desain dari perencanaan yang telah dibuat, sehingga perlu dilakukan rekayasa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, seperti melakukan cut and fill. Dimana cut and fill dilakukan untuk membuang atau menambahkan permukaan tanah agar sesuai dengan desain perencanaan yang diinginkan. Maka mengetahui model permukaan bumi pada kawasan yang akan dibangun menjadi sangat penting.

Dari penjelasan diatas kemudian muncul beberapa pertanyaan, apakah model permukaan bumi itu? Ada berapa macam model permukaan bumi yang dapat digunakan? Bagaimana perbedaan antar masing-masing model permukaan bumi? Bagaimana kualitas dari model permukaan bumi yang terbentuk? Dan apa saja kegunaan dari setiap model permukaan bumi dalam berbagai bidang?

Model Permukaan Bumi

Model permukaan bumi terbentuk dari data elevasi digital dalam tiga dimensi (X, Y, Z). Data elevasi digital ini disimpan dalam format piksel grid (raster). Setiap piksel mempunyai nilai elevasi yang mewakili ketinggian titik di permukaan bumi.

Nilai Elevasi Digital Dalam Format Piksel Grid

Model permukaan bumi terdiri dari Digital Elevation Model (DEM), Digital Terrain Model (DTM), dan Digital Surface Model (DSM). Model permukaan bumi ini dapat diperoleh dengan pengukuran secara tidak langsung, seperti fotogrametri, penginderaan jauh (remote sensing), dan Light Detection and Ranging (LiDAR). Gelombang dari sensor dipancarkan kepada objek di permukaan bumi, sehingga ada yang mengenai pohon, rumah, permukaan tanah, atau objek yang lainnya, kemudian dipantulkan kembali dan ditangkap oleh sensor. Hasil dari pantulan objek-objek ini kemudian akan menjadi representasi ketinggian yang beragam tergantung dari pantulan objek yang diterima oleh sensor.

DIGITAL ELEVATION MODEL (DEM)

Digital Elevation Model (DEM) meupakan bentuk penyajian ketinggian bumi secara digital. DEM terbentuk dari titik-titik sample yang memiliki nilai koordinat 3D (X, Y, Z). Titik sample merupakan titik-titik yang didapat dari hasil sampling permukaan bumi. Hasil sampling permukaan bumi didapatkan dari pengukuran atau pengambilan data ketinggian titik-titik yang dianggap dapat mewakili relief permukaan bumi. Data sampling titik-titik tersebut kemudian diolah hingga didapat koordinat titik-titik sample.

Jika titik-titik sample sangat padat, maka permukaan topografi akan didefinisikan secara mendalam. Jika titik-titik sample kurang padat, maka karakter-karakter medan yang penting dapat hilang. Contohnya, di area pengukuran terdapat bukit yang memiliki perbedaan tinggi dengan permukaan tanah disekitarnya, namun karena titik sample tidak diambil di bukit tersebut maka DEM yang dihasilkan menjadi rata dan bentuk bukit tidak tersaji dalam DEM tersebut.

Digital Elevation Model (DEM)

Permukaan tanah dalam DEM dimodelkan dengan membagi area menjadi bidang-bidang yang terhubung satu sama lain dimana bidang-bidang tersebut terbentuk oleh titik-titik pembentuk DEM. Titik-titik tersebut dapat berupa titik sample permukaan tanah atau hasil interpolasi dan ekstrapolasi titik-titik sample.

DIGITAL TERRAIN MODEL (DTM)

Digital Terrain Model (DTM) identik dengan DEM. DTM tidak hanya mencakup DEM, tetapi mencakup medan yang dapat memberikan definisi yang lebih baik tentang karakteristik permukaan topografi. Dalam DTM fitur alami seperti sungai, jalan, garis punggungan, dan lain-lain telah didefinisikan. Pada DTM telah ditambahkan fitur breaklines dan pengamatan selain data asli untuk mengoreksi kondisi topografi yang terbentuk. Breaklines digunakan untuk menentukan perubahan ketinggian yang mendadak pada permukaan tanah.

Breaklines mendefinisikan dan mengontrol perilaku permukaan pada saat proses interpolasi. Seperti namanya, breaklines adalah fitur linier. Breaklines memiliki efek signifikan dalam hal menggambarkan perilaku permukaan ketika dimasukkan dalam model permukaan. Breaklines dapat menggambarkan dan menegakkan perubahan perilaku permukaan. Nilai-Z sepanjang breakline bisa konstan atau dapat bervariasi sepanjang breakline.

Ilustrasi DEM yang Telah Ditambahkan Breaklines
Sumber: Mertotaroeno, Saptomo. H, 2016

DIGITAL SURFACE MODEL (DSM)

Digital Surface Model (DSM) adalah model permukaan bumi dengan menggambarkan seluruh objek permukaan bumi yang terlihat. Objek bangunan dan vegetasi yang menutupi tanah, serta objek tanah yang terbuka termasuk dalam data DSM. Kenampakan DSM akan menggambarkan bentuk permukaan bumi seperti keadaan nyata yang terlihat dari foto atau citra satelit.

Digital Surface Model

PERBEDAAN DEM, DTM, DAN DSM

Perbedaan dari ketiga model permukaan bumi yang telah dijelaskan terdapat pada informasi ketinggian yang disajikan dalam setiap model permukaa bumi. DEM/DTM hanya menyajikan ketinggian permukaan tanah saja, sedangkan DSM menyajikan ketinggian permukaan tanah dan objek-objek yang terlihat dari atas tanah seperti, vegetasi, bangunan, dan lain-lain. DTM merupakan DEM yang telah ditambahkan fitur breaklines sehingga dapat memberikan definisi yang lebih baik tentang karakteristik permukaan topografi, seperti sungai, garis punggungan, dan lain-lain. Namun untuk kepentingan praktis, DEM umumnya identik dengan Digital Terrain Model (DTM).

Ilustrasi Perbedaan DEM, DTM dan DSM
Sumber: Zonaspacial.com

KUALITAS DEM, DSM, DAN DTM

Kualitas data dari DEM, DTM, dan DSM dapat dilihat dari akurasi dan presisi data yang dihasilkan. Dilihat dari akurasinya, nilai ketinggian titik (Z) pada DEM, DTM, dan DSM dibandingkan dengan nilai sebenarnya yang dianggap benar. Nilai Z yang dianggap benar ini ditentukan dengan melakukan pengukuran titik sample secara langsung pada area pengukuran. Dilihat dari kepresisiannya, kualitas DEM, DTM, dan DSM ditentukan oleh banyaknya informasi yang dapat diberikan. Presisi bergantung pada jumlah dan sebaran titik-titik sample dan ketelitian titik sample sebagai masukan/input bagi pembentukan DEM, DTM, dan DSM serta metode interpolasi untuk mendapatkan ketinggian titik-titik pembentuk DEM, DTM, dan DSM. Titik-titik sample yang dipilih untuk digunakan harus dapat mewakili bentuk terrain secara keseluruhan sesuai dengan kebutuhan aplikasi penggunaannya.

APLIKASI DEM/DTM DAN DSM

Aplikasi DEM/DTM dan DSM telah banyak digunakan dalam berbagai bidang, pada tahap perencanaan sampai pemeliharaan. Berikut beberapa aplikasi DEM/DTM, antara lain:

  • visualisasi 3D suatu liputan permukaan (landscape architecture),
  • analisis statistik dan perbandingan jenis terrain / permukaan tanah,
  • menghitung kemiringan, arah kemiringan, jarak miring (kalkulasi air limpasan dan erosi),
  • simulasi genangan banjir, simulasi jangkauan tsunami,
  • nilai Z dapat disubstitusi dengan berbagai variabel seperti iklim, curah hujan, kebisingan, polusi atau variabel air tanah,
  • penentuan lokasi RBS, telepon selular, dan stasiun/menara relay TV,
  • perencanaan jalan raya, jalan kereta api dan kalkulasi timbunan serta galian, dan
  • penentuan rencana jalur listrik tegangan tinggi

Aplikasi DSM dalam pemodelan 3D dapat digunakan untuk perencanaan kota, penerbangan, dan lain-lain. Dalam perencanaan kota DSM dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai perbedaan tutupan lahan dan kondisinya. Dalam penerbangan, DSM dapat digunakan untuk menentukan penghalang landasan di zona pendaratan pesawat terbang.

Jadi, apakah kegunaan lainnya dari DEM/DTM dan DSM menurut Anda?

Sumber Referensi

Mertotaroeno, Saptomo. H. 2016. Materi Kuliah Digital Elevation Models and Indirect Contouring. Institut Teknologi Bandung.
http://www.gisresources.com, diakses pada tanggal 21 Oktober 2019.
http://desktop.arcgis.com/en/arcmap/10.3/guide-books/extensions/3d-analyst/breaklines-in-surface-modeling.htm, diakses pada tanggal 21 Oktober 2019.
https://zonaspasial.com/2018/12/perbedaan-dsm-dem-dan-dtm-dalam-model-digital-muka-bumi/, diakses pada tanggal 21 Oktober 2019.

Analisis NDVI Untuk Kesehatan Tanaman Hutan Tanaman Industri

Indonesia merupakan negara agraris dengan luas hutan tanaman industri yang besar. Secara tidak langsung sektor ini juga ikut andil dalam menumpu pertumbuhan perekonomian Indonesia. Peningkatan produksi tentu saja menjadi tujuan utama demi memperbesar keuntungan hasil produksi yang diperoleh.  Peningkatan jumlah produksi harus berimbang dengan kegiatan perawatan dan monitoring yang dilakukan.  Kegiatan monitoring dan perawatan ini bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan dan perkembangan dari tanaman itu sendiri. Saat ini kemajuan teknologi di bidang pemetaan fotogrametri memungkinkan dilakukannya analisis mengenai kesehatan dari vegetasi dengan menggunakan NDVI.

Apa itu NDVI?

NDVI atau Normalized Difference Vegetation Index adalah indikator tingkat kepadatan, tingkat kehijauan serta kondisi dari vegetasi suatu wilayah. Indikator ini dipengaruhi oleh tutupan tanah oleh vegetasi, kerapatan hingga tingkat kehijauan suatu vegetasi. Ini menunjukkan kapasitas fotosintesis dari vegetasi yang menutupi permukaan tanah. Indeks vegetasi merupakan kombinasi matematis antara band merah dan band NIR (Near-Infrared Radiation) yang telah lama digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1997).

Setiap objek di muka bumi memiliki kemampuan untuk menyerap atau memantulkan berkas sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya dalam hal ini matahari. Vegetasi tanaman hijau menyerap berkas sinar gelombang visible light (red, blue) sebagai bagian dari proses fotosintesis, sehingga berkas sinar ini tidak dipantulkan dengan baik. Pada waktu yang sama berkas sinar gelombang NIR dipantulkan dengan sangat baik oleh vegetasi hijau. Perbedaan kemampuan menyerap berkas sinar gelombang ini memungkin dilakukannya penelitian mengenai kesehatan serta tingkat kehijauan suatu vegetasi. 

Nilai dari NDVI dapat dikalkulasikan dengan menggunakan gelombang cahaya pada kanal merah dan Near Infrared (NIR) dari citra multispektral.

NDVI = (rNIR-rRED)/(rNIR+rRED)

Dimana :

rNIR : radiasi gelombang cahaya Near Infrared (NIR)

rRed : radiasi gelombang cahaya merah

Nilai dari NDVI akan selalu berada pada angka -1 atau +1. Daerah hutan akan memiliki nilai NDVI yang besar akibat kepadatan tanaman yang besar serta tutupan kanopi yang hijau. Semakin kecil nilai NDVI dari vegetasi maka kemungkinan terjadi tekanan air pada tanaman, atau sakit bahkan kematian pada vegetasi tersebut. Nilai vegetasi pada tanah dan urban area biasanya mendekati nol sedangkan nilai NDVi dari badan air seperti sungai, saluran air, danau, serta genangan air memiliki nilai NDVI negatif mendekati -1.  Tanaman/vegetasi yang sehat memantulkan lebih banyak NIR dan gelombang cahaya hijau dibandingkan dengan gelombang lainnya, dan paling banyak menyerap gelombang cahaya merah dan biru. Inilah yang menyebabkan mata manusia melihat vegetasi sebagai warna hijau.

Kemampuan Refleksi dan Absorsi Vegetasi Terhadap Beberapa Gelombang Cahaya
Sumber: Image Courtesy of NAS

Gambar di atas memperlihatkan bahwa tanaman/vegetasi yang hijau dan sehat memantulkan lebih banyak NIR dibandingkan dengan tanaman yang tidak hijau. Vegetasi yang sehat dan hijau hanya memantulkan sedikit visible light, dan pantulan tersebut merupakan gelombang cahaya hijau, karena gelombang merah dan biru terserap dengan baik.

Pada mulanya, analisis NDVI menggunakan citra yang diambil dengan wahana satelit yang dikhususkan sebagai satelit penginderaan jauh seperti Landsat, IKONOS, QuickBird, dsb. Namun dewasa ini, mulai digunakan kamera dengan sensor multispektral yang diangkut dengan wahana terbang tanpa awak atau yang lebih populer dengan sebutan UAV. Penggunaan metode ini dapat menghasilkan data yang jauh lebih teliti dibandingkan dengan citra satelit. Namun tentunya cakupan wilayah yang dapat diambil dengan menggunakan metode ini jauh lebih sedikit dan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan cakupan wilayah yang sama dengan citra satelit. Cakupan wilayah yang kecil tidak telak membuat metode dengan wahana UAV tidak berkembang di Indonesia.

Hasil Pengolahan Citra Multispektral

Gambar diatas merupakan citra multispektral yang dihasilkan dari kamera multispektral jenis  Micasense RedEdge. Kamera jenis ini memiliki kanal gelombang cahaya merah, biru, hijau, RedEdge, dan NIR. Data citra multispektral tersebut kemudian diolah lagi menggunakan software pengolahan data citra seperti ArcGIS. Salah satu hasil dari olahan data citra multispektral diatas adalah NDVI yang dapat dilihat pada gambar dibawah

NDVI Hasil Pengolahan Multispektral

Dapat dengan jelas dilihat pada citra NDVI diatas perbedaan antara vegetasi,bangunan,serta permukaan tanah. Bagian citra yang berwarna putih merupakan objek yang teridentifikasi sebagai vegetasi. Kemudian objek dengan warna abu-abu ke hitam merupakan urban area dan permukaan tanah.

Penggunaan analisis  NDVI pada hutan tanaman industri seperti kelapa sawit, eucalyptus, akasia, dan lainnya akan sangat membantu dalam usaha meningkatkan nilai hasil produksi. Peningkatan produksi ini dapat dilakukan dengan melakukan monitoring sekaligus menganalisis kesehatan tanaman yang berpengaruh pada kemampuan tanaman untuk tumbuh dan berkembang dengan baik sampai proses produksi dilakukan.  Dalam proses penanaman bibit hingga produksi terdapat banyak hal-hal yang mengakibatkan tumbuh dan berkembangnya individu tanaman terganggu. Mulai gangguan yang hanya menyebabkan si tanaman sakit, sampai yang dapat menyebabkan tanaman itu mati. Maka dari itu, mengikutsertakan metode NDVI ini dalam proses monitoring tanaman dirasa perlu agar dapat membantu proses pencegahan dan penanganan yang efektif dan efisien.

Sumber Referensi:

Ryan L.  1997. Creating a Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) image Using MultiSpec.  University of New Hampshire

Lillesand T.M dan R.W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Diterjemahkan : Dulbahri, Prapto Suharsono, Hartono, Suharyadi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

http://www.bom.gov.au/climate/austmaps/about-ndvi-maps.shtml. Diakses pada 17/10/2019 pukul 10.21

https://gisgeography.com/ndvi-normalized-difference-vegetation-index/ . Diakses pada 17/10/2019 pukul 10.21

Aplikasi Survei Fotogrametri Menggunakan UAV Pada Hutan Tanaman Industri

Oleh: Rabby Awalludin

Dewasa ini perkembangan teknologi mendorong manusia untuk mengubah cara pandang dan pemikirannya terhadap pemanfaatan yang tepat guna terhadap teknologi itu sendiri. Pemanfaatan tepat guna ini tentunya bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan yang dilakukan. Beberapa hal yang awal mulanya dilakukan secara manual dengan waktu pengerjaan yang lama, kini mulai berangsur-angsur tergantikan dengan metode baru, yang mana metode ini mulai menerapkan otomatisasi menggunakan teknologi yang berkembang saat ini.

Tak terkecuali dalam sektor pertanian dan perkebunan hutan tanaman industri, penerapan teknologi berbasis digital juga sangat diperlukan saat ini demi peningkatan hasil produksi. Area yang sangat luas dengan tuntutan produksi yang cepat, mendorong teknologi masuk untuk menggantikan cara-cara lama yang sebelumnya dilakukan secara manual. Metode lama yang umum digunakan memanfaatkan kemampuan subjektif manusia yang mana penilaian subjektif tersebut cenderung berpeluang besar menyebabkan kesalahan-kesalahan blunder.  Kesalahan blunder merupakan hasil dari kesalahan yang disebabkan kecerobohan (kekurang hati-hatian) pengamat dalam mengamati/menganalisis objek. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan teknologi untuk dapat melengkapi kekurangan-kekurangan yang mungkin saja terjadi jika menggunakan metode-metode lama tersebut.  

Analisis yang dilakukan pada tanaman hutan industri seperti perhitungan jumlah pohon, penilaian subjektif manusia terhadap kesehatan tanaman, perhitungan tinggi pohon, dan analisis objek lainnya akan sangat bergantung terhadap kemampuan analisis dari si pengamat itu sendiri. Sehingga untuk meningkatkan akurasi dari data analisis yang dihasilkan, maka diperlukan kemampuan teknologi yang mumpuni dan dapat diandalkan. Kebutuhan tersebut sekarang dapat teratasi dengan memanfaatkan metode pemetaan yang menggunakan wahana terbang yang dikenal dengan teknologi pemetaan menggunakan metode fotogrametri.

Fotogrametri Dalam Pemetaan

Fotogrametri merupakan suatu metode yang dapat menghasilkan data dan informasi dari objek fisik di permukaan bumi dengan menggunakan kamera yang dipasang pada wahana terbang. Metoda ini sangat menjanjikan saat ini dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya. Beberapa keuntungan yang diberikan adalah sebagai berikut:

  1. Cakupan area yang luas
  2. Waktu yang singkat
  3. Cost rendah
  4. Akses yang mudah dari udara
  5. Menggambarkan detail yang besar

Dengan berbagai keunggulan yang telah disebutkan diatas, teknologi survei ini menjadi primadona dalam dunia pemetaan saat ini. Teknologi ini dapat menghasilkan peta foto yang sangat membantu dalam analisis-analisis spasial yang dibutuhkan dalam berbagai bidang seperti pertambangan, perminyakan, hutan industri, dsb. Selain itu hasil dari fotogrametri juga dapat menyajikan informasi berupa tinggi suatu objek, baik tinggi tanaman maupun topografis daerah yang dipetakan. Sektor industri yang saat ini cukup banyak memanfaatkan teknologi ini adalah industri kelapa sawit dan beberapa tanaman industri lainnya seperti akasia dan eukaliptus.

Penggunaan fotogrametri dalam pemetaan dengan pesawat tanpa awak atau drone atau yang lebih dikenal dengan sebutan UAV (Unmanned Aerial Vehicle) berkembang pesat pada dekade ini. UAV merupakan wahana terbang yang dikontrol oleh seorang pilot melalui remote control, dimana pilot tersebut dapat melakukan kontrol terhadap wahana terbang tanpa harus naik diatasnya. Berdasarkan jenis alat penggeraknya, UAV dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu UAV Fixed Wing dan UAV Multirotor. UAV jenis Fixed Wing dilengkapi dengan sayap di kedua sisinya. UAV jenis ini sendiri memiliki beberapa bentuk dan ukuran, bergantung pada kegunaannya masing masing. Tenaga penggerak yang digunakan bersumber dari baterai dan dapat pula dengan menggunakan bahan bakar. UAV Multirotor adalah UAV yang menggunakan baling-baling (propellers) pada tiap lengannya. UAV jenis ini biasa dikenal dengan nama Multicopter dan untuk penamaan UAV jenis ini sendiri disesuaikan dengan banyaknya propeller atau baling-baling yang digunakan. UAV jenis ini menggunakan sumber tenaga berupa baterai dan merupakan jenis UAV terbanyak yang dijual di pasaran saat ini.

Penggunaan jenis UAV dalam pemetaan fotogrametri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti luasan area pengukuran, tinggi terbang, kondisi topografi wilayah dan ketepatan waktu yang dibutuhkan.  Pada tabel berikut akan dijabarkan kelebihan yang terdapat pada masing-masing UAV.

Kapabilitas Fixed Wing dan Multirotor

No.KapabilitasFixed WingsMultirotor
1Panjang line terbang (1 misi)± 60km±8km
2Tinggi Aman Maksimal300m150m
3Kecepatan Terbangcepat5-8m/s
4Lahan datar luasbutuhKurang butuh
5Kestabilan Terbang+
6Cakupan Wilayah (1 misi)besarkecil

Berdasarkan tabel diatas, jika melakukan survei fotogrametri dengan area yang luas serta waktu pengerjaan yang sedikit akan sangat efektif jika menggunakan UAV Fixed Wings. Namun jika membutuhkan hasil peta foto dengan nilai GSD yang kecil, maka sebaiknya menggunakan UAV multirotor.

Jenis-jenis UAV

Fotogrametri Pada Hutan Tanaman Industri

Berdasarkan data Kementrian Pertanian Republik Indonesia, total luasan lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia berada pada kisaran 14 juta hektar dengan laju pertumbuhan dari tahun 2016 ke tahun 2017 adalah sebesar 25,4%. Dikutip dari ekonomi.kompas.com, Dirjen Perkebunan Kementrian Pertanian, Bambang, pernah mengatakan bahwa tingkat produksi dari perkebunan sawit di Indonesia masih dibawah standar dengan rata-rata tingkat produksi  3,6 ton per hektar. Selain itu, masih ada potensi yang dapat dikembangkan untuk sektor ini di Indonesia. Dalam proses peningkatan produksi tentu diperlukan beberapa tindakan tepat guna. Peningkatan tingkat produksi dapat dilakukan dengan melakukan monitoring secara berkala guna melihat pertumbuhan dan perkembangan yang baik dari hutan kelapa sawit itu sendiri.

Secara manual, proses monitoring dilakukan dengan menerjunkan langsung pekerja dengan jumlah yang  banyak. Selain itu dengan luasan area yang besar ditambah dengan metoda yang dilakukan manual, penyajian data tentunya akan memakan waktu yang lama dan sangat riskan mengandung kesalahan-kesalahan. Untuk dapat mengurangi kemungkinan kesalahan serta pengefisienan waktu, saat ini fotogrametri dapat menjadi pilihan yang tepat.  Untuk pengerjaan dengan luasan area yang besar serta kepentingan peningkatan produksi hasil dibutuhkan teknologi seperti fotogrametri yang dapat menyajikan sumber data tepat guna sesuai dengan kebutuhan tersebut. Metode dengan teknologi fotogrametri dapat menghasilkan representasi gambar tegak suatu wilayah dalam bentuk peta foto (orthophoto) yang akan sangat membantu dalam proses analisis-analisis yang dibutuhkan seperti penentuan jumlah pohon, wilayah tanam kosong, kesehatan tanaman, dsb. 

Orthophoto atau peta foto awalnya dibuat dengan melakukan proses align atau penggabungan data citra foto yang sebelumnya telah diakuisisi. Kemudian proses align tersebut menghasilkan data sparse point cloud yang merupakan titik-titik jarang yang merepresentasikan titik objek yang memiliki kesamaan posisi dari tiap raw data foto yang berdekatan. Kemudian dilanjutkan dengan menghasilkan foto tegak/orthophoto yang selanjutnya akan dimanfaatkan dalam proses digitasi.

Digitasi merupakan proses mengkonversi data raster menjadi data vektor dimana pada data hasil digitasi tersebut dapat disertakan atribut atau informasi tambahan dari objek yang dimaksud. Pada saat ini, proses digitasi dapat dilakukan dengan menggunakan komputer yang lebih populer dengan sebutan Digitasi on Screen.  Sejauh ini penggunaan hasil dari teknologi fotogrametri dalam industri kelapa sawit adalah dalam analisis menghitung jumlah pokok pohon, kesehatan tanaman, blank spot (area tanam kosong), tinggi pohon dan kondisi topografis wilayah perkebunan. Proses digitasi untuk mendapatkan hasil analisis saat ini umumnya dilakukan secara manual on screen oleh interpretasi manusia dari peta foto (ortophoto/foto tegak) yang dihasilkan.  Jika dibandingkan dengan metoda lama dengan keharusan pengamat terjun langsung ke lapangan guna melakukan analisis, tentu saja metode fotogrametri ini sangat membantu dari segi efektifitas waktu survei dan efisiensi anggaran yang diperlukan. Selain itu, tingkat produksi pekerja menjadi lebih cepat dan efisien sehingga delivery data dapat lebih cepat dilakukan.

Secara garis besar tahapan pengolahan data pada proses penghitungan jumlah pohon sawit dengan metoda manual on screen adalah sebagai berikut:

Orthophoto dapat dihasilkan dengan menggunakan beberapa software pengolahan data foto seperti Agisoft Photoscan, Pix4DMapper, DroneDeploy, APS Menci, dsb. Kemudian dari hasil pengolahan orthophoto tersebut dilakukan pemotongan citra sesuai dengan yang luasan wilayah yang diinginkan. Proses interpretasi merupakan proses dimana objek yang terlihat pada orthophoto dibagi berdasarkan penampakan visualnya yang kemudian ditandai dengan melakukan proses digitasi. Sehingga akhirnya nanti didapatkan sebaran pohon dan analisis lainnya. Beberapa perangkat lunak yang umum digunakan dalam proses digitasi manual on screen adalah ArcGIS, qGIS, GlobalMapper, dsb.

Hasil Digitasi Pohon

Selain menggunakan cara digitasi manual on screen, penghitungan jumlah pohon dan analisis lainnya juga dapat dilakukan secara otomatis dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan. Tentu saja untuk dapat menghasilkan perangkat kecerdasan buatan membutuhkan waktu yang cukup lama dan data orthophoto yang banyak. Dalam hal ini kecerdasan buatan didesain untuk mengidentifikasi objek yang dianalisis terlebih dahulu melalui hasil digitasi manual on screen. Penggunaan kecerdasan buatan dapat mempercepat proses digitasi dan analisis lainnya karena semua proses dijalankan dengan prinsip otomatis.  Dari segi akurasi atau angka kepercayaan, metoda otomatis masih kurang dibandingkan dengan metoda manual on screen. Namun untuk meningkatkan angka kepercayaan dari data yang dihasilkan metoda otomatis, dapat dilakukan penggabungan antara metode digitasi manual on screen dan digitasi otomatis. Berikut tabel beberapa perbandingan antara metode otomatis dan manual on screen:

Aspek PenilaianOtomatisManual
Waktu+
Akurasi+
Identifikasi Pohon Belum Tumbuh+

Selain dengan menggunakan perangkat lunak dengan kecerdasan buatan yang dibuat sendiri, analisis juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan perangkat lunak pengolahan data yang dikhususkan untuk analisis sebaran pohon sawit seperti software berbayar eCognition Oil Palm Application.

Fotogrametri Pada Hutan Industri Akasia, Eukaliptus, Dll

Hasil produksi maksimal yang berlimpah merupakan target utama bagi setiap perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan tanaman industri. Untuk mencapai tujuan itu, tentunya perlu dilakukan langkah-langkah tepat guna yang meningkatkan keefisienan dan keefektifan jalannya proses hingga kegiatan produksi dilaksanakan. Penggunaan metode lama dengan prinsip sampling memiliki kemungkinan kesalahan yang besar, sehingga tidak dapat digunakan sebagai patokan atau dasar dari perhitungan perkiraan jumlah hasil produksi yang didapatkan.

Selain industri kelapa sawit, pemanfaatan teknologi fotogrametri juga dapat dilakukan pada tanaman industri lain seperti hutan tanaman industri akasia, eucalyptus, pinus, cemara dsb.  Beberapa analisis yang dapat dilakukan dengan menggunakan orthophoto hasil dari metode fotogrametri diantaranya adalah analisis titik tanam kosong (blankspot), jarak tanam, wilayah banjir, menghitung jumlah pohon, analisis pohon liar yang tumbuh di area tanam hingga sebaran gulma di area tanam.

Blank spot merupakan daerah kosong yang berada dalam kawasan tanam yang tidak ditumbuhi oleh tanaman inti. Blankspot menjadi indikator penentu maksimal atau kurang maksimalnya pemanfaatan luasan lahan yang dapat ditanami. Selain itu, blank spot juga dapat terjadi akibat matinya tanaman sebelum tumbuh dan berkembang sehingga menyebabkan kosongnya wilayah tersebut. Hal ini tentu harus dihindari untuk memaksimalkan produksi yang dihasilkan. Blankspot dapat dengan mudah dianalisis dengan melihat tampakan atas area tanam yang dapat dihasilkan dari survei fotogrametri (orthophoto).

Daerah banjir (flood area) dapat menjadi salah satu penyebab matinya tanaman sebelum tumbuh dan berkembang. Dengan analisis yang didapat dari proses digitasi on screen, flood area akan dapat dengan cepat ditangani. Selain flood area, keberadaan gulma juga dapat menjadi faktor penghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman, bahkan juga dapat menyebabkan tanaman mati sebelum tumbuh. Menurut Nasution (1986):”Gulma merupakan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia. Kerugian yang ditimbulkan antara lain pengaruh persaingan (kompetisi) mengurangi ketersediaan unsur hara tanaman mendorong efek allelophaty “. Zat allelophaty merupakan zat yang bersifat racun bagi tanaman sehingga harus ditanggulangi dengan cepat sebelum berefek besar. Dengan hasil fotogrametri, keberadaan gulma dan sebarannya dapat dengan mudah dianalisis sehingga dapat dilakukan tindak lanjut yang efektif dan efisien.

Sama halnya dengan tanaman kelapa sawit, otomatisasi dengan menggunakan kecerdasan buatan juga dapat dimanfaatkan untuk hutan tanaman industri lainnya. Namun lagi-lagi dibutuhkan waktu yang cukup lama dan data yang banyak untuk membiasakan kecerdasan buatan ini melakukan analisis terhadap objek seperti tanaman inti, daerah banjir, tanaman liar, blank spot, jalan, dan sebagainya secara otomatis.

Selain dengan menggunakan orthophoto, analisis lain dapat dilakukan dengan menggunakan data DEM yang juga dihasilkan dari olahan data fotogrametri. Digital Elevation Model (DEM) adalah gambaran model relief rupabumi tiga dimensi (3D) yang menyerupai keadaan sebenarnya di dunia nyata (real world) divisualisasikan dengan bantuan teknologi komputer grafis dan teknologi virtual reality. Terdapat tiga jenis data elevasi (ketinggian) yang dapat dijadikan sebagai data dasar analisis, yaitu data CHM (Canopy Height Model), DSM (Digital Surface Model), dan data DTM (Digital Terrain Model). CHM merepresentasikan ketinggian suatu objek dari permukaan bumi. Data ini diperoleh dengan melakukan proses pemotongan data DSM oleh data DTM. DSM merupakan bentuk digital dari permukaan tanah (termasuk objek diatasnya) sedangkan DTM merupakan representasi dari dari permukaan tanah yang tidak mengikutsertakan objek-objek yang berada diatasnya. Nilai tinggi objek yang dihasilkan CHM memungkinkan dilakukannya analisis mengenai apakah suatu tanaman memiliki tinggi rata-rata yang sama dengan tinggi tanaman yang seumuran dengannya yang kemudian data tersebut dapat dijadikan sebagai dasar analisis, apakah suatu tanaman tumbuh dan berkembang sesuai dengan rata-rata pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang seumuran dengannya pada umumnya.

Perbedaan Kenampakan DTM dan DSM
Sumber: gisresources.com

Selain dengan menggunakan orthophoto RGB dan data elevasi seperti DTM, CHM, DSM, analisis mengenai tanaman hutan industri juga dapat dilakukan dengan menggunakan orthophoto hasil dari pengambilan data dengan menggunakan kamera dengan sensor multispektral.

Sumber Referensi :

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/02/26/203000426/kementerian-pertanian–lahan-sawit-indonesia-capai-14-03-juta-hektare diakses pada 20/10/2019, 15:09 WIB.

https://docplayer.info/47906778-Teknik-digitasi-oleh-edi-sugiarto-s-kom-m-kom.html  diakses pada 20/10/2019, 15:09 WIB.

Purwanto, TH. 2015. “Digital Terrain Modelling,” Univ. Gadjah Mada.

http://www.gisresources.com/confused-dem-dtm-dsm/ diakses pada 20/10/2019, 17:02 WIB.

https://pertanian.pontianakkota.go.id/artikel/48-gulma-dan-cara-menanggulanginya.html  diakses pada 21/10/2019, 08:31 WIB.

Citra Multispektral UAV Untuk Monitoring Kesehatan Vegetasi

Oleh : Rabby Awalludin

Data penginderaan jauh dengan resolusi tinggi sangat dibutuhkan akhir-akhir ini oleh pemerintah maupun swasta di Indonesia. Pemanfaatannya sangat beragam seperti penyedian peta skala rinci dalam mendukung pembangunan pedesaan, pengembangan wilayah perkotaan, perencanaan pembangunan jalan dan bangunan, analisis kepadatan kota, sebaran vegetasi perkotaan, hingga monitoring perkebunan. Data-data tersebut umumnya dapat diperoleh melalui satelit komersial seperti WorldView, GeoEye, IKONOS, dsb. Namun ketersedian data tersebut terkadang tidak sesuai dengan alokasi waktu yang dianggarkan dalam proyek, karena hasil citra sangat bergantung pada kondisi awan dan biasanya delivery order memakan waktu yang cukup lama. Bahkan untuk beberapa daerah terkadang tidak memiliki data citra satelit sama sekali.

Seiring perkembangan teknologi, dengan keberadaan pesawat tanpa awak (UAV) kini kebutuhan akan citra dengan resolusi tinggi dapat dengan mudah terpenuhi. Pesawat tanpa awak yang kini popular dengan sebutan UAV merupakan mesin terbang yang dikendalikan oleh seorang pilot yang berada di permukaan bumi secara manual maupun otomatis.  Terdapat dua variasi kontrol UAV, variasi pertama yaitu dikontrol melalui pengendali jarak jauh dan variasi kedua adalah pesawat yang terbang secara mandiri berdasarkan program yang dimasukan ke dalam pesawat sebelum terbang. UAV memungkinkan terpenuhinya kebutuhan peta foto yang tidak dipotret oleh satelit, serta dapat diambil sesuai dengan waktu-waktu yang diinginkan. Penggunaan UAV memungkinkan tidak terdapatnya isu awan pada peta foto yang dihasilkan, ini tentunya menjadi poin plus yang membuat UAV menjadi lebih populer saat ini.

Sudah menjadi rahasia umum dimana Indonesia merupakan negara agraris dengan luas hutan tanaman industri yang besar. Secara tidak langsung sektor ini juga ikut andil dalam menumpu pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Peningkatan produksi tentu saja menjadi tujuan utama demi memperbesar keuntungan yang diperoleh dari hasil industri.  Peningkatan jumlah produksi ini haruslah berimbang dengan kegiatan perawatan dan monitoring yang dilakukan.  Kegiatan monitoring dan perawatan ini bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan dan perkembangan dari tanaman itu sendiri. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, fotogrametri dengan wahana UAV memungkinkan pengambilan gambar dengan menggunakan kamera multispektral yang mana citra ini dapat dimanfaatkan untuk beberapa keperluan sebagai berikut:

  • Monitoring kesehatan tanaman
  • Penyelidikan kesuburan tanah dengan mengidentifikasi kemunculan hama
  • Penanda awal munculnya titik api
  • Dapat dijadikan pendeteksi praktik pencurian kayu yang dilakukan pada malam hari
  • Pendeteksian korban bencana alam yang sulit dijangkau
  • Mendeteksi panas pada komponen listrik secara lebih rinci, yang dapat meminimalisasi timbulnya kerusakan yang parah

Apa yang dimaksud dengan kamera atau sensor multispektral? Berbeda dengan sensor kamera pada umumnya. Sensor kamera pada umumnya merupakan sensor kamera dengan gelombang cahaya visible yang terdiri dari 3 kanal gelombang cahaya yaitu merah, hijau dan biru. Sedangkan untuk kamera sensor multispektral memiliki kanal tambahan seperti Near InfraRed dan beberapa kanal lainnya.  Hasil citra yang dihasilkan oleh kamera multispektral merupakan sebuah gambar yang memiliki data dengan frekuensi yang sangat detail yang disuguhkan dalam spektrum elektromagnetik. Panjang gelombang elektromagnetiknya dibagi ke dalam beberapa filter dengan menggunakan instrumen yang sensitif dengan panjang gelombang, termasuk frekuensi penglihatan manusia (visible). Frekuensi penglihatan manusia berada pada panjang gelombang 400 hingga 700 nm. Ini menyebabkan manusia hanya dapat melihat dan membedakan warna mulai dari ungu hingga merah. Kamera multispektral memungkinkan manusia untuk menggunakan spektrum cahaya lain yang sangat bermanfaat bagi berbagai macam kebutuhan manusia. Berikut beberapa pembagian kanal gelombang cahaya yang ada pada sensor multispektral:

Kanal Biru

Gelombang ini memiliki panjang energi 450-520 nm yang biasa digunakan untuk pencitraan gambar yang ada di atmosfer dan bawah air dengan tingkat kedalaman hingga 50 meter

Kanal Hijau

Gelombang ini memiliki panjang energi dari 520-600 nm yang biasa digunakan untuk pencitraan gambar agrikultural dan struktur bawah air dengan kedalaman hingga 30 meter

Kanal Merah

Memiliki panjang energi 600-690 nm, yang banyak digunakan untuk pencitraan benda-benda buatan manusia, objek di bawah air dengan kedalam 9 m, pertambangan, dan agrikultural

Kanal Near Infrared (NIR)

Spektrum ini memiliki panjang energi 750-900 nm, banyak digunakan untuk kebutuhan agrikultural.

Kanal Mid Infrared (MIR)

Panjang energi dari gelombang ini adalah 1550-1750 nm, yang banyak diaplikasikan pada kebutuhan agrikultural, tingkat kesuburan tanah, dan upaya pemadaman titik api di hutan

Kanal Far Infrared (FIR)

Memiliki panjang gelombang 2080-2350 nm yang banyak digunakan untuk pengontrolan kesuburan tanah, pertambangan, dan pemadaman titik api di hutan

 Kanal Thermal Infrared

Gelombang ini memiliki panjang energi 10400-125000 nm, banyak digunakan untuk kebutuhan pertambangan, upaya pemadaman titik api di hutan, dan penelitian di malam hari.

Beberapa kamera dengan sensor multispektral yang biasa digunakan pada survey fotogrametri adalah sebagai berikut:

  1. Parot Sequoia, merupakan kamera multispektral pertama yang memberikan pengukuran reflektansi absolut tanpa perlu menggunakan target kalibrasi radiometrik. Berkat pipeline pemrosesan radiometrik Pix4D yang baru, Parrot Sequoia + memungkinkan evaluasi yang lebih konsisten terhadap data yang dikumpulkan dan meningkatkan pengalaman pengguna dengan menghilangkan kebutuhan akan target kalibrasi radiometrik. Berat 135gr.
  2. RedEdge, menyediakan banyak pilihan untuk integrasi dari yang berdiri sendiri (di mana Anda hanya menyediakan daya ke kamera) untuk sepenuhnya terintegrasi. Integrasi lanjutan memanfaatkan antarmuka fleksibel termasuk pemicu Ethernet, serial, RTK, dan PWM / GPIO, untuk integrasi yang mulus dengan drone apa pun. Berat 170gr.
(a) Parot Sequioa, (b) Micrasense RedEdge
Sumber: fulldronesolutions.com

Beberapa kanal yang ada kamera multispektral Micasense RedEdge dan tampilan raw data foto yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut.

Terlihat cukup jelas pada contoh-contoh citra pada tabel diatas. Kenampakan abu-abu pada objek pohon terdapat pada citra dengan kanal hijau, NIR dan RedEdge yang menandakan bahwa berkas sinar ketiganya dipantulkan sebagian oleh vegetasi pohon tersebut. Pada kanal merah dan biru, kenampakan objek vegetasi pohon berwarna hitam gelap yang mengindikasikan bahwa berkas sinar pada kanal ini terserap (terabsorbsi) dengan baik oleh vegetasi pohon.

Seperti yang dibahas sebelumnya, hasil dari kamera dengan sensor multispektral dapat digunakan sebagai dasar analisis dari monitoring kesehatan vegetasi (tanaman hijau). Penggunaan kanal untuk keperluan analisis ini biasanya adalah kanal hijau, merah, biru dan Near Infrared (NIR). Kamera digital yang umum saat ini ditengah masyarakat merupakan kamera yang bekerja pada kanal visible (biru, hijau, dan merah) dengan hasilnya merupakan citra seperti yang terlihat oleh mata normal manusia. Kemudian ditambahkan kanal baru yang peka terhadap zat hijau daun yaitu kanal NIR.  Penambahan ini dilakukan agar dapat dengan mudah melakukan analisis terhadap tingkat kehijauan vegetasi atau tanaman hijau pada hasil citra.

Karakteristik pantulan spektral dari vegetasi (tanaman) dipengaruhi oleh kandungan pigmen daun, material organik, air, dan karakteristik struktural daun seperti bentuk dan luas daun (Huete and Glenn, 2011). Spektral merupakan interaksi antara energi elektromagnetik (EM) dengan suatu objek. Objek dimuka bumi memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya sehingga kemampuan dalam memantulkan cahayanya pun berbeda.  Berdasarkan karakteristik pantulan spektralnya, dapat dibagi dua, yaitu spektrum tampak (visible spektrum) dan spektrum NIR. 

Kurva Reflektansi
Sumber: raharjabayu.wordpress.com

Berdasarkan kurva diatas, kanal merah dan biru lebih banyak terserap dari pada dipantulkan pada objek vegetasi sehingga kurang baik jika digunakan sebagai analisis vegetasi. Berbanding terbalik dengan kanal NIR yang pada tanaman hijau lebih banyak dipantulkan daripada diserap, terlihat dari nilai reflektan yang besar. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai reflektan dari kanal NIR suatu objek tanaman hijau, maka semakin sehat tanaman hijau tersebut.

Identifikasi kesehatan tanaman hijau tidak cukup hanya dengan menggunakan citra hasil dari kamera multispektral. Terdapat suatu metode lanjutan lain yang menggunakan citra multispektral sebagai data dasar dalam analisisnya. Metode tersebut adalah Normalized Difference Vegetation Index atau yang lebih populer dengan sebutan NDVI. 

Sumber Referensi:

https://www.fulldronesolutions.com diakses pada 17/10/2019 pukul 09:30 WIB

http://jogjasky.com/kamera-multispectral/ diakses pada 17/10/2019 pukul 09:50 WIB

Uktoro I. Arief. 2017. Jurnal Agroteknose. Volume VIII No. II Tahun 2017 ANALISIS CITRA DRONE UNTUK MONITORING KESEHATAN TANAMAN KELAPA SAWIT

http://raharjabayu.wordpress.com diakses pada 17/10/2019 pukul 11:10 WIB


GROUND SAMPLING DISTANCE (GSD)

Oleh : Tike Aprillia Hartini

Pemanfaatan foto udara dan citra satelit telah banyak digunakan dalam berbagai kepentingan, seperti pemetaan, perencanaan wilayah dan kota, kebencanaan, serta kehutanan. Dalam pemanfaatannya foto udara atau citra satelit akan menghasilkan kualitas data yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penggunaannya. Dalam proses perencanaan suatu wilayah yang detail dibutuhkan kualitas foto udara atau citra satelit yang sangat baik agar objek-objek pada foto udara atau citra satelit terlihat jelas dan tajam. Di sisi lain pengguna tidak memerlukan foto udara atau citra satelit yang memiliki kualitas yang sangat baik, jika foto udara atau citra satelit hanya digunakan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan. Dengan kata lain, kualitas foto udara atau citra satelit perlu disesuaikan dengan kebutuhan penggunaannya.

Kualitas foto udara atau citra satelit akan mempengaruhi tinggi terbang dan lamanya pengambilan data. Dalam foto udara dikenal istilah ground sampling distance (GSD), sedangkan dalam citra satelit dikenal istilah resolusi spasial untuk mengetahui kualitas data foto udara atau citra satelit yang diambil. Oleh karena itu, perlu dipahami apa itu GSD dan resolusi spasial agar pengambilan data dapat dilakukan dengan lebih efisien.

Dari penjelasan diatas, muncullah beberapa pertanyaan, Apa itu GSD dan resolusi spasial? Bagaimana hubungan GSD dan tinggi terbang? Bagaimana hubungan GSD/resolusi spasial dan skala yang dihasilkan?

GROUND SAMPLING DISTANCE (GSD) DAN RESOLUSI SPASIAL

Ground Sampling Distance (GSD) adalah atau merupakan ukuran resolusi piksel dari hasil foto udara, baik foto udara dengan kamera metrik maupun foto udara dengan kamera non metrik. GSD dan resolusi spasial memiliki pengertian yang sama. Biasanya dalam foto udara digunakan istilah GSD, sedangkan pada citra satelit digunakan istilah resolusi spasial. GSD atau resolusi spasial menentukan kualitas foto udara atau citra satelit yang dihasilkan. GSD atau resolusi spasial merupakan rasio antara nilai ukuran foto udara atau citra satelit dengan nilai ukuran sebenarnya. Nilai GSD 5 cm/piksel menyatakan bahwa satu piksel pada foto udara sama dengan 5 cm pada ukuran sebenarnya.

Semakin besar nilai GSD pada foto udara, maka resolusi spasial yang dihasilkan akan semakin rendah, dan tingkat kedetailan dari objek-objek pada foto udara akan semakin berkurang. Apabila pengguna ingin mendapatkan hasil foto udara yang jelas dan detail, maka nilai GSD yang digunakan harus kecil.

Ilustrasi Perbedaan Nilai GSD Terhadap Foto Udara Yang Dihasilkan
Sumber: Hasil Olahan

Menurut Sandau (2010), GSD dibagi menjadi dua sesuai dengan arah terbang yaitu GSDx dan GSDy. GSDx merupakan nilai GSD yang searah dengan jalur terbang. Sedangkan GSDy merupakan nilai GSD yang berlawanan dengan arah jalur terbang. Hubungan GSD dengan arah terbang dan tinggi terbang diilustrasikan pada gambar berikut :

Ilustrasi Hubungan GSD Dengan Arah dan Tinggi Terbang
Sumber: Sandau. 2010

Untuk menghitung kedua GSD dapat digunakan rumus sebagai berikut (Sandau, 2010):

dan

dimana:

GSDx       : nilai GSD searah arah terbang,

GSDy       : nilai GSD berlawanan arah terbang,

px             : ukuran resolusi pixel searah jalur terbang,

py             : ukuran resolusi pixel berlawanan arah jalur terbang,

h               : tinggi terbang,

f                : focus lensa kamera.

HUBUNGAN GSD DAN TINGGI TERBANG

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa besarnya GSD ditentukan oleh ketinggian terbang pada saat proses akuisisi data foto udara, sehingga pemotretan harus dilakukan pada ketinggian yang tepat untuk mendapatkan GSD yang diharapkan. Berikut adalah hubungan antara GSD dengan tinggi terbang :

Dari rumus diatas dapat disimpulkan bahwa semakin kecil nilai GSD, maka tinggi terbang harus semakin rendah. Untuk mendapatkan kualitas foto udara yang baik, maka wahana foto udara harus terbang lebih rendah. Hal ini berdampak pada cakupan area yang diakuisisi, sehingga dalam sekali terbang area yang diakuisisi menjadi lebih sedikit dan waktu akuisisi data menjadi lebih lama.

Ilustrasi Tinggi Terbang dan Cakupan Area Yang Diakuisisi

Ketika melakukan pengambilan data dengan ketinggian konstan, terkadang setiap foto tidak memiliki GSD yang sama. Hal ini disebabkan karena perbedaan ketinggian medan dan perubahan sudut kamera saat memotret. Namun pada saat melakukan proses orthomosaic, GSD dari setiap foto akan dihitung dan dirata-ratakan. Sehingga, nilai GSD pada orthomosaic merupakan nilai rata-rata dari setiap foto yang diambil. Orthomosaic merupakan gabungan dari seluruh foto yang telah ditegakkan.

HUBUNGAN GSD/RESOLUSI SPASIAL DAN SKALA

GSD berkaitan dengan kedetailan objek-objek yang diambil pada foto udara. Sehingga apabila foto udara akan didigitasi maka kedetailan objek pada foto udara harus disesuaikan dengan skala peta yang diinginkan. Mr. Tobler, seorang professor pada bidang Geografi dari Universitas California-Santa Barbara, Amerika, menyatakan rumusan kesepadanan antara foto udara atau citra satelit dengan skala peta. Aturan kesepadanan skala peta dan resolusi spasial citra dari Tobler ini adalah “bagi bilangan penyebut skala peta dengan 1000 (penggunaan angka 1000 dimaksudkan agar terdeteksi dalam satuan meter) maka resolusi citra yang sepadan adalah setengah dari hasil pembagian tersebut”.

Sebagai contoh, jika dibutuhkan skala peta 1:1000, maka GSD yang diperlukan adalah 0.5 m. Nilai ini didapatkan dari perhitungan sebagai berikut:

Jika nilai GSD yang diperlukan telah diketahui, maka tinggi terbang dapat ditentukan berdasarkan nilai GSD yang diperlukan.

Dari penjelasan diatas, sebelum melakukan pengambilan foto udara sangatlah penting untuk mengetahui kebutuhan penggunaannya. Sehingga akuisisi data dapat dilakukan dengan lebih efisien. Penentuan GSD, skala peta yang diinginkan, tinggi terbang, dan lamanya pengambilan data harus diperhitungkan dan disesuaikan dengan kebutuhan.

Jadi, apakah ada faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai GSD, menurut Anda?

DAFTAR REFERENSI:

Sandau, Rainer. 2010. Digital Airborne Camera, Introduction and Technology.

Suwargana, Nana. 2013. Resolusi Spasial, Temporal, dan Spektral Pada Citra Satelit Landsat, Spot, dan Ikonos. Jurnal Ilmial WIDYA.

https://support.pix4d.com/hc/en-us/articles/202559809-Ground-sampling-distance-GSD, diakses pada tanggal 21 Oktober 2019.

http://aerogeosurvey.com/2016/09/19/apa-itu-ground-sampling-distance-gsd-atau-resolusi-spasial/, diakses pada tanggal 21 Oktober 2019.